Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all articles
Browse latest Browse all 6981

Mengapa Indonesia BUKAN Khilafah ? (Bagian 4)

$
0
0
Muslimedianews.com ~ MENGAPA INDONESIA BUKAN KHILAFAH? (Transkip ceramah KH. Abdi Kurnia Djohan, SH., MH) Bagian 4. Bagian pertama dan kedua, baca dilink berikut ini :
Berikut lanjutannya :

Betulkah umat Islam yang tidak setuju dengan Khilafah Islamiyah disebut sebagai kaum munafik, bahkan kafir? Bahkan mereka menganggap hukum di Indonesia adalah menganut sistem thaghut (setan) sehingga wajib mengingkarinya dan harus ditegakkan khilafah untuk menggantikannya. Mereka bahkan menjanjikan surga bagi siapapun yang melaksanakannya, sesuai yang diajarkan oleh ustadz-ustadz mereka. Surga, mereka kapling dan seakan surga itu sempit yang hanya cukup untuk mereka.

Saya sering katakan kepada para mahasisawa saya di UI bahwa surga itu luasanya lebih luas daripada bumi dan langit. Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 133:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu menuju ampunan Tuhanmu dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Langit saja 7 lapis, bumi pun demikian. Surga lebih luas darinya. Jadi kalau jamaah Nahdliyyin 30 juta semuanya masuk surga, niscaya surga masih tetap saja luas. Jangan merasa surga itu sempit. Sampai-sampai sekarang banyak bermunculan agen properti surga di mana-mana. Banyak yang tertipu dengan ajakan khilafah, karena ada janji-janji politik. Ketika agama sudah dibumbui atau dimasuki oleh ras kepentingan politik, maka itu bukan lagi agama.

Saya sering bertanya kepada para aktifis khilafah: “Andaikata semua orang Islam di Indonesia sepakat dengan khilafah dan semua orang non-Muslim juga mau menerima khilafah, pertanyaannya adalah siapa yang bakal jadi khalifahnya? Apakah dari orang NU?”

“Wah jangan dari NU, ahli bid’ah!” jawab aktifis khilafah.

“Apakah dari Muhammadiyah?”

“Oh nggak bisa, karena mereka selalu memerangi kita!”

Ditanya lagi apakah dari ormas A, B, C dst., dijawabnya tetap tidak bisa karena bla.. bla... bla... Ujung-ujungnya dia sendiri yang ingin jadi khalifah. Nah, ini kan namanya berusaha, menarik simpati dengan cara menjual nama orang. Rupanya ada agenda, udang di balik batu. Ada agenda yang mereka inginkan untuk melakukan pemberontakan. Beberapa kali saya mendengarkan diskusi mereka, yang arahnya pada pemberontakan. Mengganti, mengganti dan mengganti.

Lalu kutanyakan: “Nah sekarang kalau misalnya kalian sudah mapan mempunyai rencana, apa yang mau dilakukan?”

“Ya mau tak mau harus didukung oleh Ahlul Quwwah.”

“Siapa Ahlu Quwwah?

“TNI dan POLRI.”

“Ya sama saja, ujung-ujungnya kalian berpolitik juga.”

“Bukan begitu Ustadz, begini maksudnya supaya hukum Islam itu tegak!”

“Pertanyaanku sekarang, hukum Islam mana yang tidak tegak di Indonesia? Semuanya tegak kok. Undang-undang perkawinan, itu sudah sesuai dengan madzhab Syafi’iyah, madzhab terbesar di Indonesia. Undang-undang zakat sudah ada, undang-undang bank syariah juga ada. Apa lagi? Jadi, semua urusan agama sudah dijalankan oleh negara,” jawabku.

“Ya, tapi kan negara tak mungkin menyuruh orang untuk shalat!?”

“Shalat itu tidak boleh dipaksakan. Karena Allah Swt. berfirman dalam QS. Thaha ayat 132:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan perbesarlah kesabaranmu kamu dalam mengerjakannya.”

Artinya kalau orang belum mau shalat, ya jangan digebuk atau dipentung. Kalau seperti itu akhirnya orang tak bersimpati kepada agama. Tetangga tidak shalat langsung dianggapnya kafir. Bukan begitu caranya, harus memakai cara lain yang baik.

Di Arab Saudi saja, bukan jarang orang yang tidak shalat tapi banyak. Saya pernah telat berangkat shalat Maghrib berjamaah di Masjidil Haram. Di sepanjang jalan masih banyak penjaga toko yang ada di tokonya dan orang-orang yang tongkrongan. Askar (polisi syariah)-nya hanya mondar-mandir. Itu terjadi di negara yang jelas-jelas telah mengatakan berdasarkan kepada syariah (hukum Islam). Tapi untuk urusan shalat, tidak bisa memaksa. Yang dihukum itu kalau sudah ‘memprovokasi’ orang lain agar tidak shalat.

Maka Indonesia pun sudah melaksanakan itu, dengan Undang-undang nomer 1 tahun 1965, yaitu undang-undang tentang penistaan dan penodaan terhadap agama. Siapa saja yang memprovokasi, siapapun yang menodai gama, maka dia berhadapan dengan negara. Ini sebenarnya hukum Islam, hanya saja tidak disebut dengan hukum Islam.

Di dalam KUHP pasal 132 disebutkan: “Barangsiapa menghalang-halangi suatu kegiatan keagamaan atau menista tokoh-tokoh agama, maka dia dihukum selama 3 bulan kurungan penjara dan uang sebesar 500 rupiah.”

Kalau begitu, tanpa menyebut Islam saja materinya sudah Islami. Apa semuanya harus dipakaikan label syariah atau Islam? Lama-lama, saking tak tahannya orang mau ke diskotik, akhirnya ada diskotik syariah. Nanti ada panti pijat syariah, bilyard syariah, sesuai dengan syariah Islam karena yang main pakai cadar semua.

Lalu kenapa para ulama kita dahulu menghendaki Indonesia ini tidak usah ada label Islamnya? Nantikan edisi selanjutnya, edisi terakhir. Insya Allah...

Penulis : Sya'rony As-Samfury

Viewing all articles
Browse latest Browse all 6981

Trending Articles