Muslimedianews.com ~ Forum Bahtsul Masail Diniyyah (Telaah Masalah Keagamaan) dalam rangka Khaul Ke 31 Almaghfurlah KH. Abdul Fatah Al-Manshur di Ponpes Salafiyah Kholidiyyah, di Desa Plumpang, Kec. Plumpang, Kab Tuban, Jatim yang membahas persoalan berkaitan dengan fenomena ISIS menghasilkan beberapa kesimpulan.
Forum yang digelar pada 5 September 2014 dengan tema "ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) dan Bahayanya Terhadap Ummat dan NKRI" menyimpulkan beberapa ha sebagai berikut :
1) ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) dikategorikan sebagai gerakan 'bughot' (pemberontak) terhadap Pemerintah yang sah di negara-negara Irak dan Suriah saat ini;
2) Paham aqidah ISIS bisa dikategorikan sebagai Khawarij dan bukan Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah) sebagaimana dikenal, dipahami, dan diikuti oleh para ulama dan jam'iyyah Nahdlatul Ulama;
3). Pengaruh ISIS di Indonesia harus ditolak melalui jalan dan/atau tahapan-2 sesuai dengan prinsip 'amar ma'ruf nahi munkar';
4). Bentuk NKRI sudah final, dan bentuk Daulah Islamiyah (Negara Islam) atau Khilafah Islamiyah tidak tepat dan tidak bermanfaat dalam konteks Indonesia; dan
5) Dalam rangka meredam, mengantisipasi, mengatasi bahaya ekstremisme ideologi dan gerakan radikal Islam di Indonesia, perlu pelibatan lebih intensif dari komponen Ponpes NU, khususnya ponpes-2 klasik (tradisonal) yg memiliki keunggulan di dalam bidang keilmuan keagamaan, tetapi mereka tidak mengeluarkan ijazah formal atau sertifikat bagi para lulusan/alumninya. Dalam hal ini, Pemerintah RI diharapkan membuka pintu bagi para lulusan Pesantren Salafiyyah (klasik) dari Nahdlatul Ulama (NU) bisa ikut berkompetisi terbuka dalam rekrutmen SDM. Proses kompetisi terbuka itu bertujuan agar para alumni Ponpes Salafiyah NU tdk terkendala hanya karena mereka tidak memiliki ijazah formal, padahal kualifikasi mereka dalam keilmuan keagamaan (tafaqquh fi ad-dien) tidak kalah dan/atau bahkan lebih baik daripada mereka yang bergelar sarjana.
Forum yang digelar pada 5 September 2014 dengan tema "ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) dan Bahayanya Terhadap Ummat dan NKRI" menyimpulkan beberapa ha sebagai berikut :
1) ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) dikategorikan sebagai gerakan 'bughot' (pemberontak) terhadap Pemerintah yang sah di negara-negara Irak dan Suriah saat ini;
2) Paham aqidah ISIS bisa dikategorikan sebagai Khawarij dan bukan Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah) sebagaimana dikenal, dipahami, dan diikuti oleh para ulama dan jam'iyyah Nahdlatul Ulama;
3). Pengaruh ISIS di Indonesia harus ditolak melalui jalan dan/atau tahapan-2 sesuai dengan prinsip 'amar ma'ruf nahi munkar';
4). Bentuk NKRI sudah final, dan bentuk Daulah Islamiyah (Negara Islam) atau Khilafah Islamiyah tidak tepat dan tidak bermanfaat dalam konteks Indonesia; dan
5) Dalam rangka meredam, mengantisipasi, mengatasi bahaya ekstremisme ideologi dan gerakan radikal Islam di Indonesia, perlu pelibatan lebih intensif dari komponen Ponpes NU, khususnya ponpes-2 klasik (tradisonal) yg memiliki keunggulan di dalam bidang keilmuan keagamaan, tetapi mereka tidak mengeluarkan ijazah formal atau sertifikat bagi para lulusan/alumninya. Dalam hal ini, Pemerintah RI diharapkan membuka pintu bagi para lulusan Pesantren Salafiyyah (klasik) dari Nahdlatul Ulama (NU) bisa ikut berkompetisi terbuka dalam rekrutmen SDM. Proses kompetisi terbuka itu bertujuan agar para alumni Ponpes Salafiyah NU tdk terkendala hanya karena mereka tidak memiliki ijazah formal, padahal kualifikasi mereka dalam keilmuan keagamaan (tafaqquh fi ad-dien) tidak kalah dan/atau bahkan lebih baik daripada mereka yang bergelar sarjana.
Oleh : M.A.S HIKAM
https://www.facebook.com/pages/MAS-HIKAM-FRIENDS/127924197224502