Jepara, Muslimedianews.com~ Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat hadir dalam Silaturrahim PBNU di Pesantren ‘Roudlotul Mubtadiin’ Balekambang Desa Gemiring Lor Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara, Rabu (17/9/2014), menyatakan NU sudah benar dalam beragama maupun bernegara.
“Nahnu minas shabil haq. Alhaqqud dini was siyasi. Kita adalah pembawa kebenaran dalam beragama dan bernegara,” kata Kiai Said kepada ribuan santri dan jamaah Rebonan pesantren itu.
Menurutnya, NU telah mengikuti ulama. Ulama terangnya merupakan terusan dari Nabi dan jamaatus shahabah. Organisasi yang didirikan KH Hasyim Asyari ini berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits. Di samping itu juga berpedoman pada ijma’ dan qiyas.
Penggunaan ijma’ dan qiyas adalah keniscayaan. Ia menyontohkan sebuah qiyas burhani tentang hamr. Al-Qur’an hanya mengharamkan hamr, arak. “Apakah hukum narkoba dan semacamnya halal?” tanyanya.
Sesuai dengan kaidah qiyas burhani semua barang yang memabukkan dihukumi haram. Kiai Said juga menyontohkan qiyas Aulawi. “Kalau saja membentak orang tua tidak diperbolehkan apalagi memukulnya,” misalnya.
Selain benar dalam agama, al-haqqud dini, NU tambahnya juga benar dalam al-haqqus siyasi, kebenaran berbangsa dan bernegara. NU menyatakan Pancasila tidak boleh diubah karena sudah final. NKRI harga mati. Karenanya, NU menolak keras kelompok yang hendak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
Negara Islam Gagal Satukan Bangsa
Dikesempatan sebelumnya, KH Said Aqil Siroj mengingatkan bahwa persaudaraan seagama tidak cukup untuk menyatukan bangsa. Penggalangan persatuan sebuah bangsa harus juga dilengkapi dengan membangun ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah. Pernyataan itu dilontarkan oleh KH Said pada Harlah ke-71 Yayasan Mathaliul Huda desa Bugel kecamatan Kedung kabupaten Jepara, Rabu (17/9) malam.
“Negara Islam terbukti tidak mampu menyatukan umat. Sebut saja Afganistan yang penduduknya 100 % muslim. Negara ini tidak jauh dari konflik dan peperangan. Begitu pula Somalia yang penduduknya beraliran Suni mengalami hal serupa,” tegas Kang Said.
Sementara konsep Indonesia sebagaimana dicita-citakan KH Hasyim Asyari, bukanlah negara Islam. Indonesia negara yang diisi dengan nuansa Islam. Artinya, Kang Said menambahkan, sejalan dengan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama muslim diimbangi dengan ukhuwah wathaniyah, bersaudara dalam berbangsa dan bernegara. “Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua,” kata Kang Said.
Di samping itu, persaudaraan juga penting ditopang dengan ukhuwah insaniyah, persaudaraan kemanusiaan. “Harapannya dengan ukhuwah ini bangsa Indonesia bebas dari perang atau konflik,” ungkapnya.
Sumber www.nu.or.id
(Alhafiz K/Syaiful Mustaqim/Mahbib)
“Nahnu minas shabil haq. Alhaqqud dini was siyasi. Kita adalah pembawa kebenaran dalam beragama dan bernegara,” kata Kiai Said kepada ribuan santri dan jamaah Rebonan pesantren itu.
Menurutnya, NU telah mengikuti ulama. Ulama terangnya merupakan terusan dari Nabi dan jamaatus shahabah. Organisasi yang didirikan KH Hasyim Asyari ini berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits. Di samping itu juga berpedoman pada ijma’ dan qiyas.
Penggunaan ijma’ dan qiyas adalah keniscayaan. Ia menyontohkan sebuah qiyas burhani tentang hamr. Al-Qur’an hanya mengharamkan hamr, arak. “Apakah hukum narkoba dan semacamnya halal?” tanyanya.
Sesuai dengan kaidah qiyas burhani semua barang yang memabukkan dihukumi haram. Kiai Said juga menyontohkan qiyas Aulawi. “Kalau saja membentak orang tua tidak diperbolehkan apalagi memukulnya,” misalnya.
Selain benar dalam agama, al-haqqud dini, NU tambahnya juga benar dalam al-haqqus siyasi, kebenaran berbangsa dan bernegara. NU menyatakan Pancasila tidak boleh diubah karena sudah final. NKRI harga mati. Karenanya, NU menolak keras kelompok yang hendak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
Negara Islam Gagal Satukan Bangsa
Dikesempatan sebelumnya, KH Said Aqil Siroj mengingatkan bahwa persaudaraan seagama tidak cukup untuk menyatukan bangsa. Penggalangan persatuan sebuah bangsa harus juga dilengkapi dengan membangun ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah. Pernyataan itu dilontarkan oleh KH Said pada Harlah ke-71 Yayasan Mathaliul Huda desa Bugel kecamatan Kedung kabupaten Jepara, Rabu (17/9) malam.
“Negara Islam terbukti tidak mampu menyatukan umat. Sebut saja Afganistan yang penduduknya 100 % muslim. Negara ini tidak jauh dari konflik dan peperangan. Begitu pula Somalia yang penduduknya beraliran Suni mengalami hal serupa,” tegas Kang Said.
Sementara konsep Indonesia sebagaimana dicita-citakan KH Hasyim Asyari, bukanlah negara Islam. Indonesia negara yang diisi dengan nuansa Islam. Artinya, Kang Said menambahkan, sejalan dengan ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama muslim diimbangi dengan ukhuwah wathaniyah, bersaudara dalam berbangsa dan bernegara. “Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua,” kata Kang Said.
Di samping itu, persaudaraan juga penting ditopang dengan ukhuwah insaniyah, persaudaraan kemanusiaan. “Harapannya dengan ukhuwah ini bangsa Indonesia bebas dari perang atau konflik,” ungkapnya.
Sumber www.nu.or.id
(Alhafiz K/Syaiful Mustaqim/Mahbib)