Muslimedianew.com ~ Pertanyaan: Adakah dalil Al Quran yang menerangkan meng-qadha’ shalat yang ditinggalkan oleh si mayit? Suhaili, Sby
Jawaban:
Tidak ditemukan dalil Al Quran tentang mengqadha’ shalat yang ditinggalkan si mayit. Akan tetapi penegasan hadits tentang qadha’ atas puasa yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ «نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى» (رواه البخارى رقم 1953 ومسلم رقم 2750)
“Ada seseorang datang kepada Rasulullah Saw, ia berkata: Wahai Rasulullah, ibu saya meninggal dan punya tanggungan puasa 1 bulan, apakah saya meng-qadla’ atas nama beliau? Rasulullah menjawab: “Ya. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari 1953 dan Muslim 2750 dari Ibnu Abbas)
Hadis ini kemudian diperluas kandungannya oleh Imam Syafi’i dalam qaul qadim (Madzhab terdahulu ketika di Baghdad) mencakup pada shalat-shalat yang ditinggalkan, karena shalat juga termasuk haqqullah.
(فَائِدَةٌ) مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ فَلاَ قَضَاءَ وَلاَ فِدْيَةَ. وَفِي قَوْلٍ -كَجَمْعٍ مُجْتَهِدِيْنَ- أَنَّهَا تُقْضَى عَنْهُ لِخَبَرِ الْبُخَارِي وَغَيْرِهِ، وَمِنْ ثَمَّ اخْتَارَهُ جَمْعٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا، وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِي عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ. وَنَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنِ الْقَدِيْمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيَّ إِنْ خَلَفَ تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّىَ عَنْهُ، كَالصَّوْمِ. وَفِي وَجْهٍ - عَلَيْهِ كَثِيْرُوْنَ مِنْ أَصْحَابِنَا - أَنَّهُ يُطْعَمُ عَنْ كُلِّ صَلاَةٍ مُدًّا (إعانة الطالبين - ج 1 / ص 33)
“Disebutkan bahwa: "Ibnu Burhan mengutip dari qaul qadim, sesungguhnya wajib bagi wali/orang tua jika mati meninggalkan tirkah (warisan) agar dilakukan shalat sebagai ganti darinya (mengqadha’ shalat yang ditinggalkan), seperti halnya puasa” (Syaikh Abu Bakar Syatha, I’anatu al-Thalibin, Juz I, Hlm. 24).
Pendapat ini diperkuat oleh ulama Syafi'iyah, bahkan Imam as-Subki melakukan qadla' salat yang ditinggalkan mayit dari sebagian kerabatnya. Ini adalah amaliyah yang sudah masyhur di sebagian kalangan masyarakat Indonesia.
Sementara ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa "Salat yang ditinggalkan mayit dapat diganti dengan membayar makanan sebanyak 1 mud (6 ons) bagi setiap salatnya". Pendapat ini disampaikan oleh Imam Qaffal. (Itsmid al-'Ainain 59)
Sedangkan dalam madzhab Hanafiyah disebutkan bahwa ahli waris dapat memberi fidyah atas salat yang ditinggalkan mayit, jika si mayit berpesan demikian, dan tidak harus diqadla' (Syaikh Abu Bakar Syatha, I’anatu al-Thalibin, Juz I, Hlm. 24)
Oleh : Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin
Jawaban:
Tidak ditemukan dalil Al Quran tentang mengqadha’ shalat yang ditinggalkan si mayit. Akan tetapi penegasan hadits tentang qadha’ atas puasa yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ «نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى» (رواه البخارى رقم 1953 ومسلم رقم 2750)
“Ada seseorang datang kepada Rasulullah Saw, ia berkata: Wahai Rasulullah, ibu saya meninggal dan punya tanggungan puasa 1 bulan, apakah saya meng-qadla’ atas nama beliau? Rasulullah menjawab: “Ya. Dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” (HR Bukhari 1953 dan Muslim 2750 dari Ibnu Abbas)
Hadis ini kemudian diperluas kandungannya oleh Imam Syafi’i dalam qaul qadim (Madzhab terdahulu ketika di Baghdad) mencakup pada shalat-shalat yang ditinggalkan, karena shalat juga termasuk haqqullah.
(فَائِدَةٌ) مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ فَلاَ قَضَاءَ وَلاَ فِدْيَةَ. وَفِي قَوْلٍ -كَجَمْعٍ مُجْتَهِدِيْنَ- أَنَّهَا تُقْضَى عَنْهُ لِخَبَرِ الْبُخَارِي وَغَيْرِهِ، وَمِنْ ثَمَّ اخْتَارَهُ جَمْعٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا، وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِي عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ. وَنَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنِ الْقَدِيْمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيَّ إِنْ خَلَفَ تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّىَ عَنْهُ، كَالصَّوْمِ. وَفِي وَجْهٍ - عَلَيْهِ كَثِيْرُوْنَ مِنْ أَصْحَابِنَا - أَنَّهُ يُطْعَمُ عَنْ كُلِّ صَلاَةٍ مُدًّا (إعانة الطالبين - ج 1 / ص 33)
“Disebutkan bahwa: "Ibnu Burhan mengutip dari qaul qadim, sesungguhnya wajib bagi wali/orang tua jika mati meninggalkan tirkah (warisan) agar dilakukan shalat sebagai ganti darinya (mengqadha’ shalat yang ditinggalkan), seperti halnya puasa” (Syaikh Abu Bakar Syatha, I’anatu al-Thalibin, Juz I, Hlm. 24).
Pendapat ini diperkuat oleh ulama Syafi'iyah, bahkan Imam as-Subki melakukan qadla' salat yang ditinggalkan mayit dari sebagian kerabatnya. Ini adalah amaliyah yang sudah masyhur di sebagian kalangan masyarakat Indonesia.
Sementara ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa "Salat yang ditinggalkan mayit dapat diganti dengan membayar makanan sebanyak 1 mud (6 ons) bagi setiap salatnya". Pendapat ini disampaikan oleh Imam Qaffal. (Itsmid al-'Ainain 59)
Sedangkan dalam madzhab Hanafiyah disebutkan bahwa ahli waris dapat memberi fidyah atas salat yang ditinggalkan mayit, jika si mayit berpesan demikian, dan tidak harus diqadla' (Syaikh Abu Bakar Syatha, I’anatu al-Thalibin, Juz I, Hlm. 24)
Oleh : Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin