Muslimedianews.com ~ Berikut ini adalah transkip dari komentar Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nusron Wahid dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TVOne pada 14 Oktober 2014 :
kalau memang ada masalah-masalah terhadap individu Ahok, yang perlu dibuktikan ini adalah nalar konstitusinalitasnya, bukan pada nalar suka atau tidak suka,
kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang ada di Indonesia, sekali lagi saya katakan kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang ada di Indonesia. kita lahir, kita sujud, kita shalat di bumi Indonesia, karena itu kita tidak boleh mengotori bumi Indonesia karena kita sujud di bumi Indonesia. karena kita sujud di bumi Indonesia maka harus kita jaga Indonesia ini.
cara menjaganya bagaimana? dengan toleran, ada panduan-panduan yaitu Ud'u Ilaa Sabili Rabbika bil-Hikmah wal Mauidlotil Hasanah, kalau memang ada masalah dengan Ahok, kenapa tidak disampaikan dengan uswatun hasanah, dengan bil-hikmah, saya kira orang seperti Ahok itu orang yang senang berdebat, bukan anti debat, tadi dikatakan mulutnya 'cablak', orang 'cablak' pasti dia suka debat, suka dikritik, iya kan?! karena itu yang kita tekankan adalah apa yang dilanggar dalam undang-undang dasar oleh Ahok. Itu dibuktikan secara konstitusinalitasnya. Perkara dia kemudian ditetapkan oleh konstitusi menjadi Gubernur atau tidak menjadi Gubernur, itu urusan konstitusi, tugas konstitusional, bukan tugas suka atau tidak suka. kalau kita ingin menerima karena alasan agama gak mau dipimpin, karena mayoritas umat Islam gak mau dipimpin orang minoritas dan sebagainya, pada satu sisi kita melihatnya 'ini Indonesia'. Di Indonesia tidak mengenal dominasi mayoritas maupun tirani minoritas.
Di NTT, saya sebutkan hari ini, ketua DPRD-nya muslim, saudara Anwar.., saya kenal baik karena orang golkar tapi tidak dipecat kayak saya. harusnya Romo Beni protes gimana mayoritas umat Katolik dipimpin oleh ketua DPRD-nya muslim, tetapi karena di Indonesia ini berdasarkan konstitusinya adalah Pancasila dan UUD'45, kita melihatnya adalah meritokrasi, siapapun di Indonesia ini sepanjang dia itu mumpuni, dia itu mampu melaksanakan tugas-tugasnya, sepanjang dipilih oleh rakyat dan ada konstitusinalitasnya, ya sudah.. mau apalagi?!
kalau bicara suka/tidak suka, kita gak mungkin suka dengan semua orang, hari ini pun kita gak suka dengan pak Desmot, bisa.., contoh ya. Tetapi kita gak masalah suka atau tidak suka, ini ranah publik, ini hukum publik bukan hukum privat, gak bisa didekati dengan pendekatan-pendekatan privat. Nah lagi pula nanti mungkin bisa ditambah, kalau bagi kami pak Karni Ilyas, ini kita serahkan kepada wilayah konstitusinalitas-nya, Ahok nanti kita nilai ketika dia menjadi Gubernur atau ditetapkan sebagai plt. Gubernur, apakah dia mampu mensejahterakan rakyat atau tidak.
kalau ada maulid Nabi yang dipimpin oleh Habib Muchsin dan teman-teman FPI, dilarang oleh Ahok, kita sama-sama datang, Ahok salah itu.., kalau misal ada peringatan haul Habib luar batang dilarang oleh Ahok, Ahok pun harus kita tegur, tidak boleh itu..., karena itu adalah ritus-ritus amaliyah yang baik, kenapa dilarang?!. dan itu dilindungi oleh undang-undang, tasharraful imam manuutun bil maslahah, keabsahan seorang pemimpin itu diukur dari kemampuan dia menyejahterakan rakyatnya, bukan dilihat dari agama, suka atau etnisnya, bukan disitu. mau dia itu cina, mau itu jawa, mau itu betawi, sepanjang dia itu adil dan dia mampu mensejahterakan rakyatnya bumi Indonesia, ya sudah.. itulah pemimpinnya, kita tidak boleh mempersonifikasi melihat orang itu dari perspektif-perspektif privatnya, dia agamanya apa, sukunya apa, tidak akan selesai, kecuali kalau dia pemimpin rumah tangga, ini pemimpin negara, ada undang-undang negara tentang itu,
saya kira itu pak Karni, terima kasih...
***
Saya melihat ini untuk kesekian kalinya menilai bahwa kekurang-tepatan dalam implementasi berdakwahnya kepada masyarakat Indonesia, tadi disampaikan oleh teman-teman dari FPI mengatakan 'kita ini punya 3 (tiga) hukum, konstitusi (hukum negara), hukum agama dan hukum adat'. Diatas hukum agama dan hukum adat itu ada konstitusi. Ketika kita ini bernegara, maka kita ini acuannya adalah konstitusi, nah karena itu sekali lagi acuannya adalah konstitusi. kalau memang ada masalah-masalah terhadap individu Ahok, yang perlu dibuktikan ini adalah nalar konstitusinalitasnya, bukan pada nalar suka atau tidak suka,
kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang ada di Indonesia, sekali lagi saya katakan kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang ada di Indonesia. kita lahir, kita sujud, kita shalat di bumi Indonesia, karena itu kita tidak boleh mengotori bumi Indonesia karena kita sujud di bumi Indonesia. karena kita sujud di bumi Indonesia maka harus kita jaga Indonesia ini.
cara menjaganya bagaimana? dengan toleran, ada panduan-panduan yaitu Ud'u Ilaa Sabili Rabbika bil-Hikmah wal Mauidlotil Hasanah, kalau memang ada masalah dengan Ahok, kenapa tidak disampaikan dengan uswatun hasanah, dengan bil-hikmah, saya kira orang seperti Ahok itu orang yang senang berdebat, bukan anti debat, tadi dikatakan mulutnya 'cablak', orang 'cablak' pasti dia suka debat, suka dikritik, iya kan?! karena itu yang kita tekankan adalah apa yang dilanggar dalam undang-undang dasar oleh Ahok. Itu dibuktikan secara konstitusinalitasnya. Perkara dia kemudian ditetapkan oleh konstitusi menjadi Gubernur atau tidak menjadi Gubernur, itu urusan konstitusi, tugas konstitusional, bukan tugas suka atau tidak suka. kalau kita ingin menerima karena alasan agama gak mau dipimpin, karena mayoritas umat Islam gak mau dipimpin orang minoritas dan sebagainya, pada satu sisi kita melihatnya 'ini Indonesia'. Di Indonesia tidak mengenal dominasi mayoritas maupun tirani minoritas.
Di NTT, saya sebutkan hari ini, ketua DPRD-nya muslim, saudara Anwar.., saya kenal baik karena orang golkar tapi tidak dipecat kayak saya. harusnya Romo Beni protes gimana mayoritas umat Katolik dipimpin oleh ketua DPRD-nya muslim, tetapi karena di Indonesia ini berdasarkan konstitusinya adalah Pancasila dan UUD'45, kita melihatnya adalah meritokrasi, siapapun di Indonesia ini sepanjang dia itu mumpuni, dia itu mampu melaksanakan tugas-tugasnya, sepanjang dipilih oleh rakyat dan ada konstitusinalitasnya, ya sudah.. mau apalagi?!
kalau bicara suka/tidak suka, kita gak mungkin suka dengan semua orang, hari ini pun kita gak suka dengan pak Desmot, bisa.., contoh ya. Tetapi kita gak masalah suka atau tidak suka, ini ranah publik, ini hukum publik bukan hukum privat, gak bisa didekati dengan pendekatan-pendekatan privat. Nah lagi pula nanti mungkin bisa ditambah, kalau bagi kami pak Karni Ilyas, ini kita serahkan kepada wilayah konstitusinalitas-nya, Ahok nanti kita nilai ketika dia menjadi Gubernur atau ditetapkan sebagai plt. Gubernur, apakah dia mampu mensejahterakan rakyat atau tidak.
kalau ada maulid Nabi yang dipimpin oleh Habib Muchsin dan teman-teman FPI, dilarang oleh Ahok, kita sama-sama datang, Ahok salah itu.., kalau misal ada peringatan haul Habib luar batang dilarang oleh Ahok, Ahok pun harus kita tegur, tidak boleh itu..., karena itu adalah ritus-ritus amaliyah yang baik, kenapa dilarang?!. dan itu dilindungi oleh undang-undang, tasharraful imam manuutun bil maslahah, keabsahan seorang pemimpin itu diukur dari kemampuan dia menyejahterakan rakyatnya, bukan dilihat dari agama, suka atau etnisnya, bukan disitu. mau dia itu cina, mau itu jawa, mau itu betawi, sepanjang dia itu adil dan dia mampu mensejahterakan rakyatnya bumi Indonesia, ya sudah.. itulah pemimpinnya, kita tidak boleh mempersonifikasi melihat orang itu dari perspektif-perspektif privatnya, dia agamanya apa, sukunya apa, tidak akan selesai, kecuali kalau dia pemimpin rumah tangga, ini pemimpin negara, ada undang-undang negara tentang itu,
saya kira itu pak Karni, terima kasih...
Sumber dari video Youtube http://youtu.be/XmqFCYEpvoQ
red. Ibnu L' Rabassa