Muslimedianews.com ~ Al Makmun Abdullah Abu Al Abbas bin Ar Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat pada malam Jum'at. Di pertengahan Rabiul Awwal. Pada malam itu bersamaan dengan kematian Al Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Ar Rasyid.
Ibunya adalah mantan budak yg kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil. Murajil meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun.
Sejak kecilnya Al Makmun telah belajar banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari Hasyim, dan ulama-ulama di zamannya. Al Yazidi adalah orang yg menggemblengnya.
Dia seringkali mengumpulkan para Fukaha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yg sangat luas dalam masalah fikih, ilmu bahasa Arab dan sejarah umat manusia.
Saat dia menjelang dewasa, dia banyak bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yg pernah berkembang di Yunani. Ia perintahkan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Sehingga membuatnya menjadi pakar dalam bidang ilmu ini.
Ilmu filsafat yg dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yg menyatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
...keluasan ilmu, kecemerlangan ide, kewibawaan, kesabaran & kecerdikan.
Al Makmun menjadi Khalifah berdasarkan pengangkatan dirinya sendiri setelah kematian saudaranya pada tahun 198 H. Dia memiliki kisah hidup panjang yg penuh dengan kebaikan-kebaikan.
Sayangnya, jejak kehidupannya sedikit tercemari dengan peristiwa yg menggemparkan saat dia mengatakan Al Qur'an adalah Makhluk. Tidak seorang pun dari khalifah bani Abbasiyyah yg lebih pintar darinya. Dia adalah pembicara yg fasih dan singa podium yg lantang.
Tentang kefasihan dirinya dia berkata: “Juru bicara Mu'awiyah adalah 'Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri saya sendiri.”
Disebutkan bahwa dalam beberapa bulan Ramadhan Al Makmun bisa mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak 30 kali. Dia memang hafal Al Qur'an. Abu Ma'syar Al Munajjim berkata; “Al Makmun adalah seorang khalifah yg selalu menyuruh kepada keadilan, seorang yg memiliki kepakaran dalam ilmu jiwa dan dianggap berada dalam deretan para ulama besar.”
AL-MAKMUN CONDONG KEPADA SYI'AH
Sejarawan mengatakan Al Makmun dikenal condong pada Syiah. Alasannya karena ia membuat keputusan mencopot saudaranya dari kedudukan putra mahkota dan memberikannya kepada Ali Ar Ridha.
Pada tahun 201 H, dia mencopot saudaranya, Al Mu'taman, dari posisinya sebagai putra mahkota dan melimpahkannya kepada Ali Ar Ridha bin Musa Al Kazhim bin Ja'far Ash Shadiq. Bahkan ada yg mengatakan bahwa dia ingin mengundurkan diri dari kursi Khilafah dan akan menyerahkannya pada Ali Ar Ridha.
Al Makmun-lah yg memberi gelar Ali dengan Ar Ridha. Dia mencetak uang dirham dengan memakai nama Ali Ar Ridha. Selain itu dia juga menikahkan anak perempuannya dengan Ali Ar Ridha.
Dia menyebarkan keputusan itu ke pelosok negeri & memerintahkan rakyatnya agar tdk lagi memakai baju hitam — sbg simbol pakaian Bani Abbas. Dan menggantinya dengan pakaian hijau — simbol pakaian Syiah. Keputusan ini sangat memukul Bani Abbas.
Mereka segera melakukan pemberontakan dan melantik Ibrahim bin Al Mahdi dengan gelar Al Mubarak sebagai Khalifah tandingan. Melihat yg tidak baik ini, Al Makmun segera mempersiapkan bala tentara untuk memerangi Khilafah tandingan ini. Maka berlangsunglah peperangan antara dua pasukan.
Kemudian Al Makmun segera menuju Irak, namun tak lama kemudian tepatnya pada tahun 203 H, Ali Ar Ridha meninggal dunia. Al Makmun segera menulis surat pada penduduk Baghdad dan memberitahukan kepada mereka bahwa pemberontakan yg mereka lakukan adalah disebabkan karena ia mengangkat Ali Ar Ridha sebagai calon penggantinya. Kini telah meninggal.
Sedangkan Khilafah tandingan yg didirikan Ibrahim Al Mahdi hanya bertahan 2 tahun, Ibrahim hidup dalam persembunyian.
Pada bulan Shafar tahun 204 H, Al Makmun sampai ke Baghdad. Para pemuka Bani Abbas memintanya untuk kembali memakai baju hitam. Awalnya Al Makmun tidak menjawab, namun akhirnya ia penuhi permintaan mereka yakni kembali kenakan baju hitam, tanggalkan baju hijau.
Al Makmun pernah berkata, “Sesungguhnya semua yg saya lakukan adalah karena saya melihat Abu Bakar berkuasa, dia sama sekali tidak pernah mengangkat seorangpun dari Bani Hasyim. Demikian pula Umar dan Utsman. Setelah Ali menjadi khalifah, dia mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai gubernur Bashrah, Ubaidillah sebagai gubernur Yaman. Ma'bad sebagai gubernur Makkah dan Qutsam sebagai gubernur Bahrain. Dia tidak meninggalkan seorang pun keturunan Abbas kecuali memberinya suatu jabatan. Ini tentu saja perbuatan yg harus mendapat sikap yg setimpal dari kita (Bani Abbas) yg berkuasa saat ini.”
Pada tahun 210 H, Al Makmun menikah dengan Buran binti Al Hasan bin Sahl. Persiapan pernikahan ini menelan biaya demikian banyak. Pd 211 H, Al Makmun memerintahkan agar dikumandangkan bahwa dia berlepas diri dari siapapun yg mengatakan bahwa Mu'awiyah itu adl org baik.
AL-MAKMUN ANGGAP ALI PALING MULYA
Dia juga memerintahkan pada setiap orang, bahwa orang paling mulia setelah Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib. Pada tahun 212 H, Al Makmun menyatakan dengan terang-terangan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
Akibatnya kaum muslimin merasa kesal dan memprotes keras pernyataan-pernyataan kontroversial itu. hampir saja pernyataan-pernyataan kontroversial itu menimbulkan fitnah besar di kalangan kaum muslimin.
Tahun 215 H, Al Makmun berangkat menaklukan Romawi. Dalam penyerangan itu dia berhasil membuka benteng Qurrah & Majidah. Setelah berhasil membuka 2 benteng Romawi, dia kembali ke Damaskus. Kemudian pada tahun 216 H kembali ke Romawi lagi.Kemudian menuju Mesir dan menetap lama di sana untuk beberapa lama.
UJIAN TERHADAP ULAMA
Pada tahun 218 H, Al Makmun menguji para ulama tentang pendapat mereka apakah al Qur'an makhluk atau bukan. Untuk itu, ia memerintahkah bawahannya yg bernama Ishaq lewat surat, untuk menguji para ulama.
Dalam surat perintah itu dia menulis: Amirul Mukminin telah mengetahui bahwa mayoritas kaum muslimin, dari kalangan rakyat awam yg tidak memiliki pandangan yg luas. Tidak memiliki ilmu yg mapan & cahaya ilmu serta bukti kebenaran. Telah menyamakan antara Allah dan apa yg diturunkan Allah. Mereka adalah orang-orang bodoh, orang2 yg dibutakan, orang2 yg sesat dari hakikat agama yg sebenarnya. Mereka tidak mampu menempatkan Allah.. Mereka tidak mampu membedakan antara Allah dan Makhluk-Nya. Akibatnya, mereka menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya. Akibatnya, mereka menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya. Semua orang tahu, apa pun yg Allah jadikan adalah merupakan ciptaan-Nya dengan demikian dia adalah makhluk. Sebagaimana Allah berfirman;“Dan Dia jadikan kegelapan dan cahaya” (Al An'aam:1)
Pada akhir surat dia menulis “Amirul Mukminin memandang bahwa mereka itu adalah sejelek-jeleknya umat. Yg sangat sedikit mereguk manisnya tauhid. Mereka tak lebih dari gentong-gentong kebodohan dan pemuka para pembohong.
Kemudian 7 ulama dipanggil untuk diperiksa pendapatnya tentang Al Qur'an itu makhluk atau bukan. 7 ulama ini awalnya diam tidak menjawab tentang itu. Namun akhirnya mereka memberikan jawaban setuju bahwa Al Qur'an itu makhluk sebagai kepura-puraan (taqiyah).
Al Makmun menulis kepada Ishaq agar dia menghadirkan para fukaha dan ahli hadits untuk menguji pendapat mereka. Sekaligus mensosialisasikan kepada mereka yg akan hadir, tentang persetujuan 7 ulama diatas. Ada sebagian ulama yg hadir memenuhi panggilannya namun tidak sedikit pula yg tidak hadir. Yg hadir berkata, “Kami penuhi panggilannya karena kami khawatir akan kilatan pedang yg akan menimpa kami.”
Kemudian Al Makmun menulis surat sejenis kepada Ishaq, memerintahkan utk menghadirkan ulama siapa saja yg tdk hadir pada pertemuan pertama. Ishaq lalu menghadirkan sekelompok ulama ahli fikih dan hadits yg pada pertemuan pertama tidak hadir.
Hadir dalam pertemuan itu adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Bisyr bin Al Walid Al Kindi, Abu Hassan A Ziyadi dan lain-lain.
Ishaq berkata pada Al Bisyr bin Al Walid “Kini Amirul Mukmin telah menulis surat baru, lalu apa pendapatmu?” Bisyr berkata: “Saya telah tahu siapa Amirul Mukminin, dan itu bukan hanya sekali ini. Saya katakan Al Qur'an adalah firman Allah.” “Saya tidak menanyakan itu, yg saya tanyakan ialah apakah dia makhluk atau bukan makhluk?” Kata Ishaq. “Saya tidak bisa mengatakan sesuatu yg lebih baik daripada itu kepadamu!” Jawab Bisyr.
“Apa pendapatmu sendiri wahai Ahmad bin Hanbal?” Kata Ishaq. Imam Ahmad bin Hanbal menjawab,“Dia adalah kalam Allah!.” “Saya tanyakan apakah dia makhluk atau bukan?” Kata Ishaq. Imam Ahmad berkata, “Dia firman Allah, dan saya tidak akan menambahkan kata apa pun lebih daripada ini!.”
Semua ulama yg hadir diuji satu persatu diminta menyatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk. Ishaq kemudian mengirimkan hasil jawaban mereka kepada Al Makmun. Setelah membacanya Al Makmun merespon dengan keras. Ia menginstruksikan untuk menghukum ulama-ulama itu dengan ancaman pedang. Akhirnya mereka menyatakan Al Qur'an adalah makhluk. Kecuali Imam Ahmad Hanbal & Muhammad bin Nuh akhirnya dibuang ke Romawi akibat tidak mau mengatakan Al Qur'an makhluk.
Namun Al Makmun dengar kabar bahwa para ulama yg mengiyakan itu ternyata menyatakan dalam keadaan terpaksa, dia pun marah besar. Oleh karena itu dia memerintahkan agar mereka, para ulama itu dihadapkan kepadanya. Akhirnya mereka dibawa menuju Al Makmun. Pada saat itulah datang kabar bahwa Al Makmun meninggal dunia. Selamatlah para ulama itu.
AL-MAKMUN WAFAT
Al Makmun sendiri jatuh sakit saat berada di wilayah Romawi. Al Makmun meninggal pada hari kamis, 18 Rajab 218 H. Di sebuah wilayah yg disebut Badidun, sebuah tempat di Romawi. Selanjutnya dibawa ke Tharsus dan dimakamkan di sana.
Al Makmun datang ke wilayah Badidun. Dia sangat kagum dengan kesejukan dan kebeningan airnya. serta keindahan pemandangan dengan pepohonan hijau nan rindang.
Pada saat itu dia melihat seekor ikan yg ada di dalam mata air yg bening. Ikan itu bagaikan batangan perak yg mengkilat. Dia sangat kagum dengan ikan tersebut. Sayangnya tidak ada seorangpun yg mampu turun ke dalam mata air itu saking dinginnya. Akhirnya dia menyelenggarakan perlombaan. Seorang pelayan berhasil menangkap ikan itu, ia keluar dengan hasil tangkapannya. Sayangnya saat sudah di darat, ikan tersebut bergerak keras dan melompat kembali ke dalam air.
Ikan itu mengenai dada al Makmun dan pangkal lehernya sehingga membuat pakaiannya basah kuyup. Pelayan tadi kembali turun dan menangkap ikan berwarna perak tadi. Setelah tertangkap, mereka menggorengnya. Seketika itu Al Makmun menggigil kedinginan, dalam keadaan kedinginan itu dia berteriak-teriak. Untuk menghilangkan rasa dingin pelayannya memberi selimut dan menyalakan api.
Ikan perak yg digoreng tadi diberikan kepadanya, namun Al Makmun belum sempat mencicipi dia dilanda kedinginan yg menusuk lalu pingsan. Dia sempat siuman, dan berkata, “Wahai Dzat yg kerajaannya tidak pernah berakhir, ampunilah orang yg kerajaannya telah hilang.”
Tulisan pada stempel Al Makmun adalah “Abdullah ibnu Ubaidillah”.
Pada suatu perayaan, Al Makmun mengadakan makan bersama, pada saat itu dia menyuguhkan sebanyak 300 lebih jenis makanan. Setiap kali Al Makmun melihat satu jenis makanan, dia berkaTa; “Makanan ini bermanfaat untuk ini, dan berbahaya untuk ini. Barangsiapa yg memiliki penyakit berlendir jauhilah makan ini. Dan barangsiapa yg memiliki penyakit kuning hindarilah makanan ini. barangsiapa yg menderita liver hindari makan itu serta barangsiapa yg menginginkan agar tidak terlalu banyak makan hendaklah dia memakan makanan ini.”
Yahya bin Aktsam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, jika tuan belajar lebih intens dalam bidang kedokteran niscaya tuan akan menjadi Galenos (seorang ahli kedokteran Yunani yg hidup antara tahun 131 — 201 M). Jika tuan mendalami masalah astrologi, niscaya tuan akan menjadi seperti Hermes. Jika tuan belajar secara mendalam masalah fikih maka tuan akan menjadi laksana Ali bin Abi Thalib. Jika Tuan belajar ilmu yg lebih luas, maka tuan akan sedermawan Hatim Ath-Thai dalam sifatnya dalam kebenaran bicara tuan akan seperti Abu Dzar, dan dalam pemberian tuan akan seperti Ka'ab bin Mamah Serta dalam tindakannya dan pemenuhan janji, tuan laksana Samuel bin Adiya.”
Mendengar perkataan ini, Al Makmun sangat gembira, lalu dia berkata; “Sesungguhnya manusia itu berbeda dengan yg lain karena keutamaan akalnya. Andaikata bukan karena itu, maka tidak akan ada bedanya antara sebongkah daging dengan daging lainnya dan setetes darah dengan tetesan darah yg lain..”
Al Makmun pernah berkata, “Saya berpandangan jika para pelaku kejahatan itu memahami rasa toleranku dan pengampunanku niscaya akan sirna dari mereka rasa takut dan akan ada dalam dada mereka rasa bahagia.”
Ada seorang pelaku kejahatan dihadapkan, dia berdiri di depan Al Makmun, Al Makmun berkata, “Demi Allah saya akan membunuhmu!.” Orang itu berkata, “Wahai tuan, saya minta engkau menunda apa yg engkau kehendaki itu karena sesungguhnya lemah lembut itu adalah bagian dari kelapangan dada.” “Lalu apa yg bisa saya lakukan, sedangkan saya telah bersumpah untuk membunuhmu?” Kata Al Makmun. “Lebih baik engkau menemui Allah dalam keadaan melanggar sumpah, daripada engkau menemui-Nya sebagai pembunuh” Kata orang itu. Al Makmun kemudian membiarkan orang itu bebas.
As Shuli meriwayatkan dari Abdullah bin Al Bawwab dia berkata: “Al Makmun adalah orang yg sangat sabar. Pada suatu saat dia sedang sikat gigi di tepi sungai Dajlah. Kami berdiri di depannya. Saat itu ada seorang nelayan lewat sambil berkata; “Apa kalian mengira bahwa Al Makmun itu adalah seorang yg mulia dalam pandanganku. Padahal dia telah membunuh saudaranya.” Al Makmun hanya tersenyum tanpa melakukan tindakan apa pun dan berkata pada pengawalnya; “Bagaimana pendapat kalian sehingga saya bisa dipandang sebagai orang yg mulia di hadapan nelayan tadi?”
Yahya bin Aktsam berkata; “Al Makmun seorang yg mulia perangainya.Suatu malam saya menginap bersamanya. Saat itu dia akan batuk, maka dia menutup mulutnya dengan lengan bajunya agar saya tidak bangun.”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad az Zuhri, dia berkata bahwa al Makmun pernah berkata; “Bagi saya menang dalam adu argumen itu lebih saya sukai daripada menang dalam adu kekuatan. Sebab kemenangan dengan kekuatan akan lenyap bersama lenyapnya kekuatan itu. Sedangkan kemenangan argumentasi tidak akan pernah dilenyapkan oleh apa pun.”
Al 'Atabi pernah mendengar Al Makmun berkata begini; “Barangsiapa yg tidak menghargaimu atas kebaikan niat, maka dia tidak akan mensyukurimu atas perbuatan baikmu.” ~ Al Makmun
Ibnu Asakir juga meriwayatkan dari Abu Al Aliyyah bahwa dia pernah mendengar Al Makmun berkata; “Alangkah buruknya orang yg bersikeras mencapai kekuasaan dan lebih buruk lagi adalah rasa bosan dan malas pada diri para hakim sebelum dia memahami perkara dengan jelas. Dan lebih jelek lagi dari itu adalah kepicikan ahli fikih dalam agama, lebih jelek lagi dari itu adalah kekikiran orang kaya senda gurau orang tua, kemalasan anak muda dan pengecut seorang yg berada di medan tempur.”
Hudyah bin Khalid berkata; “saya pernah diundang makan siang oleh Al Makmun .Tatkala semua makanan telah diangkat ke dalam, saya mengambil makanan yg jatuh ke tanah. Al Makmun melihat apa yg saya lakukan. Dia berkata, “Apa kamu belum kenyang?" Saya berkata, “Tidak, namun saya pernah mendengar dari Hammad bin Salamah, dia mendengar dari Tsabit Al Bunani dari Anas. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Man Akala ma Tahta Maidatin Amina min Al Faqri.” Artinya: “Barangsiapa yg makan apa yg ada dibawah hidangan, maka dia tidak akan ditimpa kefakiran.” Mendengar ini, dia memerintahkan orangnya untuk memberi hadiah uang sebanyak 1000 dinar kepada saya.”
Ketika Raja Romawi memberikan hadiah kepada Al Makmun sebanyak 200 Rithl (1 Rithl = 256 gram) minyak misk serta 200 kulit musang. Setelah menerima hadiah itu Al Makmun berkata, “Berikan kepadanya jumlah yg berlipat agar dia tahu kemulian Islam.”
Al Fakihi berkata, “ Al Makmun adalah Khalifah yg pertama kali menutupi Ka'bah dengan sutera putih.”
Di antara perkataan Al Makmun adalah sebagai berikut: “Tidak ada wisata yg lebih indah daripada menjelajah alam pikiran manusia” ~ Al Makmun.
“Sebaik-baik tempat duduk adalah yg bisa melihat manusia.” ~Al Makmun.
“Manusia itu ada 3 macam: Pertama, orang yg seperti makanan, yg mau tidak mau harus dimakan. Kedua; orang yg seperti obat, dia dibutuhkan tatkala seorang sedang sakit. Dan yg ketiga adalah yg seperti penyakit yg tidak disukai sepanjang masa.”
Tokoh-tokoh yg wafat di masa pemerintahannya antara lain: Imam Asy-Syafi'i, Abu Daud Ath-Thayalisi (pengarang kitab Sunan Abu Daud), Ma'ruf Al Karkhi (sang zuhud), Ali Ridha bin Musa Al Kazhim.
— sekian —
Ibunya adalah mantan budak yg kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil. Murajil meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun.
Sejak kecilnya Al Makmun telah belajar banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari Hasyim, dan ulama-ulama di zamannya. Al Yazidi adalah orang yg menggemblengnya.
Dia seringkali mengumpulkan para Fukaha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yg sangat luas dalam masalah fikih, ilmu bahasa Arab dan sejarah umat manusia.
Saat dia menjelang dewasa, dia banyak bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yg pernah berkembang di Yunani. Ia perintahkan penerjemahan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Sehingga membuatnya menjadi pakar dalam bidang ilmu ini.
Ilmu filsafat yg dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yg menyatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
...keluasan ilmu, kecemerlangan ide, kewibawaan, kesabaran & kecerdikan.
Al Makmun menjadi Khalifah berdasarkan pengangkatan dirinya sendiri setelah kematian saudaranya pada tahun 198 H. Dia memiliki kisah hidup panjang yg penuh dengan kebaikan-kebaikan.
Sayangnya, jejak kehidupannya sedikit tercemari dengan peristiwa yg menggemparkan saat dia mengatakan Al Qur'an adalah Makhluk. Tidak seorang pun dari khalifah bani Abbasiyyah yg lebih pintar darinya. Dia adalah pembicara yg fasih dan singa podium yg lantang.
Tentang kefasihan dirinya dia berkata: “Juru bicara Mu'awiyah adalah 'Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri saya sendiri.”
Disebutkan bahwa dalam beberapa bulan Ramadhan Al Makmun bisa mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak 30 kali. Dia memang hafal Al Qur'an. Abu Ma'syar Al Munajjim berkata; “Al Makmun adalah seorang khalifah yg selalu menyuruh kepada keadilan, seorang yg memiliki kepakaran dalam ilmu jiwa dan dianggap berada dalam deretan para ulama besar.”
AL-MAKMUN CONDONG KEPADA SYI'AH
Sejarawan mengatakan Al Makmun dikenal condong pada Syiah. Alasannya karena ia membuat keputusan mencopot saudaranya dari kedudukan putra mahkota dan memberikannya kepada Ali Ar Ridha.
Pada tahun 201 H, dia mencopot saudaranya, Al Mu'taman, dari posisinya sebagai putra mahkota dan melimpahkannya kepada Ali Ar Ridha bin Musa Al Kazhim bin Ja'far Ash Shadiq. Bahkan ada yg mengatakan bahwa dia ingin mengundurkan diri dari kursi Khilafah dan akan menyerahkannya pada Ali Ar Ridha.
Al Makmun-lah yg memberi gelar Ali dengan Ar Ridha. Dia mencetak uang dirham dengan memakai nama Ali Ar Ridha. Selain itu dia juga menikahkan anak perempuannya dengan Ali Ar Ridha.
Dia menyebarkan keputusan itu ke pelosok negeri & memerintahkan rakyatnya agar tdk lagi memakai baju hitam — sbg simbol pakaian Bani Abbas. Dan menggantinya dengan pakaian hijau — simbol pakaian Syiah. Keputusan ini sangat memukul Bani Abbas.
Mereka segera melakukan pemberontakan dan melantik Ibrahim bin Al Mahdi dengan gelar Al Mubarak sebagai Khalifah tandingan. Melihat yg tidak baik ini, Al Makmun segera mempersiapkan bala tentara untuk memerangi Khilafah tandingan ini. Maka berlangsunglah peperangan antara dua pasukan.
Kemudian Al Makmun segera menuju Irak, namun tak lama kemudian tepatnya pada tahun 203 H, Ali Ar Ridha meninggal dunia. Al Makmun segera menulis surat pada penduduk Baghdad dan memberitahukan kepada mereka bahwa pemberontakan yg mereka lakukan adalah disebabkan karena ia mengangkat Ali Ar Ridha sebagai calon penggantinya. Kini telah meninggal.
Sedangkan Khilafah tandingan yg didirikan Ibrahim Al Mahdi hanya bertahan 2 tahun, Ibrahim hidup dalam persembunyian.
Pada bulan Shafar tahun 204 H, Al Makmun sampai ke Baghdad. Para pemuka Bani Abbas memintanya untuk kembali memakai baju hitam. Awalnya Al Makmun tidak menjawab, namun akhirnya ia penuhi permintaan mereka yakni kembali kenakan baju hitam, tanggalkan baju hijau.
Al Makmun pernah berkata, “Sesungguhnya semua yg saya lakukan adalah karena saya melihat Abu Bakar berkuasa, dia sama sekali tidak pernah mengangkat seorangpun dari Bani Hasyim. Demikian pula Umar dan Utsman. Setelah Ali menjadi khalifah, dia mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai gubernur Bashrah, Ubaidillah sebagai gubernur Yaman. Ma'bad sebagai gubernur Makkah dan Qutsam sebagai gubernur Bahrain. Dia tidak meninggalkan seorang pun keturunan Abbas kecuali memberinya suatu jabatan. Ini tentu saja perbuatan yg harus mendapat sikap yg setimpal dari kita (Bani Abbas) yg berkuasa saat ini.”
Pada tahun 210 H, Al Makmun menikah dengan Buran binti Al Hasan bin Sahl. Persiapan pernikahan ini menelan biaya demikian banyak. Pd 211 H, Al Makmun memerintahkan agar dikumandangkan bahwa dia berlepas diri dari siapapun yg mengatakan bahwa Mu'awiyah itu adl org baik.
AL-MAKMUN ANGGAP ALI PALING MULYA
Dia juga memerintahkan pada setiap orang, bahwa orang paling mulia setelah Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib. Pada tahun 212 H, Al Makmun menyatakan dengan terang-terangan bahwa Al Qur'an adalah makhluk.
Akibatnya kaum muslimin merasa kesal dan memprotes keras pernyataan-pernyataan kontroversial itu. hampir saja pernyataan-pernyataan kontroversial itu menimbulkan fitnah besar di kalangan kaum muslimin.
Tahun 215 H, Al Makmun berangkat menaklukan Romawi. Dalam penyerangan itu dia berhasil membuka benteng Qurrah & Majidah. Setelah berhasil membuka 2 benteng Romawi, dia kembali ke Damaskus. Kemudian pada tahun 216 H kembali ke Romawi lagi.Kemudian menuju Mesir dan menetap lama di sana untuk beberapa lama.
UJIAN TERHADAP ULAMA
Pada tahun 218 H, Al Makmun menguji para ulama tentang pendapat mereka apakah al Qur'an makhluk atau bukan. Untuk itu, ia memerintahkah bawahannya yg bernama Ishaq lewat surat, untuk menguji para ulama.
Dalam surat perintah itu dia menulis: Amirul Mukminin telah mengetahui bahwa mayoritas kaum muslimin, dari kalangan rakyat awam yg tidak memiliki pandangan yg luas. Tidak memiliki ilmu yg mapan & cahaya ilmu serta bukti kebenaran. Telah menyamakan antara Allah dan apa yg diturunkan Allah. Mereka adalah orang-orang bodoh, orang2 yg dibutakan, orang2 yg sesat dari hakikat agama yg sebenarnya. Mereka tidak mampu menempatkan Allah.. Mereka tidak mampu membedakan antara Allah dan Makhluk-Nya. Akibatnya, mereka menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya. Akibatnya, mereka menyamakan antara Allah dengan makhluk-Nya. Semua orang tahu, apa pun yg Allah jadikan adalah merupakan ciptaan-Nya dengan demikian dia adalah makhluk. Sebagaimana Allah berfirman;“Dan Dia jadikan kegelapan dan cahaya” (Al An'aam:1)
Pada akhir surat dia menulis “Amirul Mukminin memandang bahwa mereka itu adalah sejelek-jeleknya umat. Yg sangat sedikit mereguk manisnya tauhid. Mereka tak lebih dari gentong-gentong kebodohan dan pemuka para pembohong.
Kemudian 7 ulama dipanggil untuk diperiksa pendapatnya tentang Al Qur'an itu makhluk atau bukan. 7 ulama ini awalnya diam tidak menjawab tentang itu. Namun akhirnya mereka memberikan jawaban setuju bahwa Al Qur'an itu makhluk sebagai kepura-puraan (taqiyah).
Al Makmun menulis kepada Ishaq agar dia menghadirkan para fukaha dan ahli hadits untuk menguji pendapat mereka. Sekaligus mensosialisasikan kepada mereka yg akan hadir, tentang persetujuan 7 ulama diatas. Ada sebagian ulama yg hadir memenuhi panggilannya namun tidak sedikit pula yg tidak hadir. Yg hadir berkata, “Kami penuhi panggilannya karena kami khawatir akan kilatan pedang yg akan menimpa kami.”
Kemudian Al Makmun menulis surat sejenis kepada Ishaq, memerintahkan utk menghadirkan ulama siapa saja yg tdk hadir pada pertemuan pertama. Ishaq lalu menghadirkan sekelompok ulama ahli fikih dan hadits yg pada pertemuan pertama tidak hadir.
Hadir dalam pertemuan itu adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Bisyr bin Al Walid Al Kindi, Abu Hassan A Ziyadi dan lain-lain.
Ishaq berkata pada Al Bisyr bin Al Walid “Kini Amirul Mukmin telah menulis surat baru, lalu apa pendapatmu?” Bisyr berkata: “Saya telah tahu siapa Amirul Mukminin, dan itu bukan hanya sekali ini. Saya katakan Al Qur'an adalah firman Allah.” “Saya tidak menanyakan itu, yg saya tanyakan ialah apakah dia makhluk atau bukan makhluk?” Kata Ishaq. “Saya tidak bisa mengatakan sesuatu yg lebih baik daripada itu kepadamu!” Jawab Bisyr.
“Apa pendapatmu sendiri wahai Ahmad bin Hanbal?” Kata Ishaq. Imam Ahmad bin Hanbal menjawab,“Dia adalah kalam Allah!.” “Saya tanyakan apakah dia makhluk atau bukan?” Kata Ishaq. Imam Ahmad berkata, “Dia firman Allah, dan saya tidak akan menambahkan kata apa pun lebih daripada ini!.”
Semua ulama yg hadir diuji satu persatu diminta menyatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluk. Ishaq kemudian mengirimkan hasil jawaban mereka kepada Al Makmun. Setelah membacanya Al Makmun merespon dengan keras. Ia menginstruksikan untuk menghukum ulama-ulama itu dengan ancaman pedang. Akhirnya mereka menyatakan Al Qur'an adalah makhluk. Kecuali Imam Ahmad Hanbal & Muhammad bin Nuh akhirnya dibuang ke Romawi akibat tidak mau mengatakan Al Qur'an makhluk.
Namun Al Makmun dengar kabar bahwa para ulama yg mengiyakan itu ternyata menyatakan dalam keadaan terpaksa, dia pun marah besar. Oleh karena itu dia memerintahkan agar mereka, para ulama itu dihadapkan kepadanya. Akhirnya mereka dibawa menuju Al Makmun. Pada saat itulah datang kabar bahwa Al Makmun meninggal dunia. Selamatlah para ulama itu.
AL-MAKMUN WAFAT
Al Makmun sendiri jatuh sakit saat berada di wilayah Romawi. Al Makmun meninggal pada hari kamis, 18 Rajab 218 H. Di sebuah wilayah yg disebut Badidun, sebuah tempat di Romawi. Selanjutnya dibawa ke Tharsus dan dimakamkan di sana.
Al Makmun datang ke wilayah Badidun. Dia sangat kagum dengan kesejukan dan kebeningan airnya. serta keindahan pemandangan dengan pepohonan hijau nan rindang.
Pada saat itu dia melihat seekor ikan yg ada di dalam mata air yg bening. Ikan itu bagaikan batangan perak yg mengkilat. Dia sangat kagum dengan ikan tersebut. Sayangnya tidak ada seorangpun yg mampu turun ke dalam mata air itu saking dinginnya. Akhirnya dia menyelenggarakan perlombaan. Seorang pelayan berhasil menangkap ikan itu, ia keluar dengan hasil tangkapannya. Sayangnya saat sudah di darat, ikan tersebut bergerak keras dan melompat kembali ke dalam air.
Ikan itu mengenai dada al Makmun dan pangkal lehernya sehingga membuat pakaiannya basah kuyup. Pelayan tadi kembali turun dan menangkap ikan berwarna perak tadi. Setelah tertangkap, mereka menggorengnya. Seketika itu Al Makmun menggigil kedinginan, dalam keadaan kedinginan itu dia berteriak-teriak. Untuk menghilangkan rasa dingin pelayannya memberi selimut dan menyalakan api.
Ikan perak yg digoreng tadi diberikan kepadanya, namun Al Makmun belum sempat mencicipi dia dilanda kedinginan yg menusuk lalu pingsan. Dia sempat siuman, dan berkata, “Wahai Dzat yg kerajaannya tidak pernah berakhir, ampunilah orang yg kerajaannya telah hilang.”
Tulisan pada stempel Al Makmun adalah “Abdullah ibnu Ubaidillah”.
Pada suatu perayaan, Al Makmun mengadakan makan bersama, pada saat itu dia menyuguhkan sebanyak 300 lebih jenis makanan. Setiap kali Al Makmun melihat satu jenis makanan, dia berkaTa; “Makanan ini bermanfaat untuk ini, dan berbahaya untuk ini. Barangsiapa yg memiliki penyakit berlendir jauhilah makan ini. Dan barangsiapa yg memiliki penyakit kuning hindarilah makanan ini. barangsiapa yg menderita liver hindari makan itu serta barangsiapa yg menginginkan agar tidak terlalu banyak makan hendaklah dia memakan makanan ini.”
Yahya bin Aktsam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, jika tuan belajar lebih intens dalam bidang kedokteran niscaya tuan akan menjadi Galenos (seorang ahli kedokteran Yunani yg hidup antara tahun 131 — 201 M). Jika tuan mendalami masalah astrologi, niscaya tuan akan menjadi seperti Hermes. Jika tuan belajar secara mendalam masalah fikih maka tuan akan menjadi laksana Ali bin Abi Thalib. Jika Tuan belajar ilmu yg lebih luas, maka tuan akan sedermawan Hatim Ath-Thai dalam sifatnya dalam kebenaran bicara tuan akan seperti Abu Dzar, dan dalam pemberian tuan akan seperti Ka'ab bin Mamah Serta dalam tindakannya dan pemenuhan janji, tuan laksana Samuel bin Adiya.”
Mendengar perkataan ini, Al Makmun sangat gembira, lalu dia berkata; “Sesungguhnya manusia itu berbeda dengan yg lain karena keutamaan akalnya. Andaikata bukan karena itu, maka tidak akan ada bedanya antara sebongkah daging dengan daging lainnya dan setetes darah dengan tetesan darah yg lain..”
Al Makmun pernah berkata, “Saya berpandangan jika para pelaku kejahatan itu memahami rasa toleranku dan pengampunanku niscaya akan sirna dari mereka rasa takut dan akan ada dalam dada mereka rasa bahagia.”
Ada seorang pelaku kejahatan dihadapkan, dia berdiri di depan Al Makmun, Al Makmun berkata, “Demi Allah saya akan membunuhmu!.” Orang itu berkata, “Wahai tuan, saya minta engkau menunda apa yg engkau kehendaki itu karena sesungguhnya lemah lembut itu adalah bagian dari kelapangan dada.” “Lalu apa yg bisa saya lakukan, sedangkan saya telah bersumpah untuk membunuhmu?” Kata Al Makmun. “Lebih baik engkau menemui Allah dalam keadaan melanggar sumpah, daripada engkau menemui-Nya sebagai pembunuh” Kata orang itu. Al Makmun kemudian membiarkan orang itu bebas.
As Shuli meriwayatkan dari Abdullah bin Al Bawwab dia berkata: “Al Makmun adalah orang yg sangat sabar. Pada suatu saat dia sedang sikat gigi di tepi sungai Dajlah. Kami berdiri di depannya. Saat itu ada seorang nelayan lewat sambil berkata; “Apa kalian mengira bahwa Al Makmun itu adalah seorang yg mulia dalam pandanganku. Padahal dia telah membunuh saudaranya.” Al Makmun hanya tersenyum tanpa melakukan tindakan apa pun dan berkata pada pengawalnya; “Bagaimana pendapat kalian sehingga saya bisa dipandang sebagai orang yg mulia di hadapan nelayan tadi?”
Yahya bin Aktsam berkata; “Al Makmun seorang yg mulia perangainya.Suatu malam saya menginap bersamanya. Saat itu dia akan batuk, maka dia menutup mulutnya dengan lengan bajunya agar saya tidak bangun.”
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad az Zuhri, dia berkata bahwa al Makmun pernah berkata; “Bagi saya menang dalam adu argumen itu lebih saya sukai daripada menang dalam adu kekuatan. Sebab kemenangan dengan kekuatan akan lenyap bersama lenyapnya kekuatan itu. Sedangkan kemenangan argumentasi tidak akan pernah dilenyapkan oleh apa pun.”
Al 'Atabi pernah mendengar Al Makmun berkata begini; “Barangsiapa yg tidak menghargaimu atas kebaikan niat, maka dia tidak akan mensyukurimu atas perbuatan baikmu.” ~ Al Makmun
Ibnu Asakir juga meriwayatkan dari Abu Al Aliyyah bahwa dia pernah mendengar Al Makmun berkata; “Alangkah buruknya orang yg bersikeras mencapai kekuasaan dan lebih buruk lagi adalah rasa bosan dan malas pada diri para hakim sebelum dia memahami perkara dengan jelas. Dan lebih jelek lagi dari itu adalah kepicikan ahli fikih dalam agama, lebih jelek lagi dari itu adalah kekikiran orang kaya senda gurau orang tua, kemalasan anak muda dan pengecut seorang yg berada di medan tempur.”
Hudyah bin Khalid berkata; “saya pernah diundang makan siang oleh Al Makmun .Tatkala semua makanan telah diangkat ke dalam, saya mengambil makanan yg jatuh ke tanah. Al Makmun melihat apa yg saya lakukan. Dia berkata, “Apa kamu belum kenyang?" Saya berkata, “Tidak, namun saya pernah mendengar dari Hammad bin Salamah, dia mendengar dari Tsabit Al Bunani dari Anas. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Man Akala ma Tahta Maidatin Amina min Al Faqri.” Artinya: “Barangsiapa yg makan apa yg ada dibawah hidangan, maka dia tidak akan ditimpa kefakiran.” Mendengar ini, dia memerintahkan orangnya untuk memberi hadiah uang sebanyak 1000 dinar kepada saya.”
Ketika Raja Romawi memberikan hadiah kepada Al Makmun sebanyak 200 Rithl (1 Rithl = 256 gram) minyak misk serta 200 kulit musang. Setelah menerima hadiah itu Al Makmun berkata, “Berikan kepadanya jumlah yg berlipat agar dia tahu kemulian Islam.”
Al Fakihi berkata, “ Al Makmun adalah Khalifah yg pertama kali menutupi Ka'bah dengan sutera putih.”
Di antara perkataan Al Makmun adalah sebagai berikut: “Tidak ada wisata yg lebih indah daripada menjelajah alam pikiran manusia” ~ Al Makmun.
“Sebaik-baik tempat duduk adalah yg bisa melihat manusia.” ~Al Makmun.
“Manusia itu ada 3 macam: Pertama, orang yg seperti makanan, yg mau tidak mau harus dimakan. Kedua; orang yg seperti obat, dia dibutuhkan tatkala seorang sedang sakit. Dan yg ketiga adalah yg seperti penyakit yg tidak disukai sepanjang masa.”
Tokoh-tokoh yg wafat di masa pemerintahannya antara lain: Imam Asy-Syafi'i, Abu Daud Ath-Thayalisi (pengarang kitab Sunan Abu Daud), Ma'ruf Al Karkhi (sang zuhud), Ali Ridha bin Musa Al Kazhim.
— sekian —
Oleh : Iqbal Kholidi @Iqblack_kholidi
http://chirpstory.com/li/237940, 5/11/2014