Jakarta, Muslimedianews.com ~ Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah memblokir 19 situs yang dinilai menyebarkan paham radikalisme. 19 Situs yang telah diblokir itu tak terdaftar di Dewan Pers sehingga bukan merupakan produk pers.
"Tahun 2013 yang lalu BNPT pernah menyurati kita Dewan Pers untuk mengambil tindakan kepada beberapa situs yang seperti itu. Dewan Pers mempunyai standart untuk menentukan apakah sebuah situs atau badan itu merupakan pers atau bukan," kata Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, Kamis (2/4/2015).
Bagir menjelaskan, ada tiga standart untuk menilai sebuah badan merupakan produk pers atau bukan. Pertama ada UU pers yang mengatur tentang syarat-syarat badan usaha pers, kemudian standart kode etik jurnalistik yang mengatur tentang prinsip-prinsip jurnalistik, yang ketiga prinsip-prinsip jurnalistik itu sendiri.
"Di dalam praktik kita menentukan apakah ini pers atau bukan kita mempunyai satu buku tahunan mengenai daftar perusahaan pers. Mereka yang tidak termasuk berarti belum tergolong sebagai pers meskipun barangkali memang ada kekurangan-kekurangan tertentu dari data kita, tapi itu prinsipnya seperti itu," jelas Bagir.
"Di dalam buku tahunan kita, 19 ini belum ada yang tercatat, sehingga kita dapat berpendapat bahwa 19 itu belum memenuhi standart-standart yang saya sebutkan tadi," tegasnya.
Sebagai Ketua Dewan Pers, Bagir Manan memahami bahwa semua pihak mempunyai kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi, termasuk menyebarkan pendapatkan melalui sebuah situs di interner. Namun yang perlu diingat, kebebasan menyampaikan pendapat tetap ada batasan-batasannya.
"Kita perlu menegaskan bahwa hak berekspresi, hak berpendapat untuk menyampaikan pikiran itu bukan satu hak yang tidak bisa dibatasi. Ada berbagai batas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak yaitu misalnya batas-batas yang berkaitan dengan nilai moral yang hidup dalam masyarakat, tidak boleh satu ekspresi yang akan menimbulkan sara, tidak boleh berekspresi yang akan menimbulkan konflik di masyarakat, tidak boleh berekspresi yang akan mengganggu keamanan umum dan ketertiban umum, atau bahkan ancaman bagi kehidupan kita sebagai bangsa dan negara," tutur Bagir.
Pemblokiran 19 situs yang dianggap menyebarkan paham radikal itu memang menimbulkan berbagai polemik. Para 'Pemred' yang situsnya diblokir tak terima dan akan menempuh upaya hukum.
Sebelumnya, Kominfo menjelaskan, sejatinya ada 26 situs yang dilaporkan namun 4 situs di antaranya sudah tidak aktif, 2 situs merupakan duplikasi dan 1 situs sudah ditutup. Jadi total ada 19 situs yang diputuskan untuk diblokir.
Surat perintah pemblokiran dari Kominfo kemudian dikirimkan kepada para penyedia layanan internet (ISP/Internet Service Provider) melalui Ditjen Aplikasi dan Telematika (Aptika). Kominfo pun membuka kemungkinan untuk membuka blokir situs tersebut (normalisasi) jika sudah tidak mengandung konten negatif dan mengikuti perundang-undangan yang berlaku. (Detik)