Muslimedianews.com ~ Bila media memberitakan dengan redaksi bahwa "pemerintah memblokir situs Islam", maka sudah bisa dipastikan umat Islam akan sangat reaktif menolaknya, dan pemerintah akan dianggap memblokir situs-situs Islam, bahkan akan dianggap sebagai anti Islam.
Tetapi bila media memberitakan dengan redaksi bahwa "pemerintah memblokir situs Islam Radikal", maka hanya kelompok pro radikalisme saja yang akan banyak bersuara melakukan penolakan. Sedangkan umat Islam yang anti radikalisme akan mendukungnya. Sayangnya, media selalu melakukan "permainan" dalam pemberitaan guna mencari keuntungan-keuntungan tertentu. Inilah yang menjadi catatan bagi umat Islam terkait media dan dunia pemberitaan.
Umat Islam juga dituntut untuk cerdas dalam bersikap bila mendapati pemberitaan tentang pemblokiran situs-situs Islam, dan tidak gegabah dengan menganggap bahwa pemblokiran sebagai bentuk anti-Islam.
Umat Islam sangat perlu mencermati apakah benar situs-situs Islam di blokir (pemerintah anti situs Islam)?. Sebagaimana diketahui, bahwa wajah Islam di Indonesia tidak akan pernah bisa dipisahkan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya merupakan kelompok Islam terbesar di Indonesia yang memiliki komitmen kuat terhadap Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Masing-masing juga memiliki situs atau media Islam online. Kenyataan menunjukkan bahwa situs-situs keduanya, bahkan situs afiliasi keduanya pun tidak pernah diblokir pemerintah, dan tidak akan pernah diblokir pemerintah.
Dari hal ini, umat Islam semestinya memahami bahwa pemerintah tidak sedang membidik situs Islam, tetapi ada hal lain yang menjadi sasaran pemerintah, yaitu kelompok yang selalu mempropagandakan radikalisme.
Sebab bila Islam dan situs Islam yang menjadi sasaran pemerintah, maka situs Islam seperti nu.or.id, muhammadiyah.or.id, dan beberapa situs Islam Aswaja lainnya seharusnya pertama kali ditutup. Tetapi kenyataan berbicara lain.
Bila pemerintah melakukan pemblokiran terhadap situs yang mempropagandakan radikalisme, dengan tujuan agar tidak mempengaruhi umat berbuat radikal, permusuhan, kebencian dan mengkafir-kafirkan. Maka umat Islam semestinya memandang bahwa pemerintah telah melakukan langkah yang tepat, yaitu bentuk mencegah kemungkaran (Nahi Munkar) sebagaimana diperintahkan didalam al-Qur'an.
Apalagi situs-situs tersebut telah secara terang-terangan menganggap pemerintah adalah toghut atau pemerintahan kafir dan sebagainya. Ulah mereka jelas-jelas sangat membahayakan persatuan NKRI dan Islam.
Lebih jauh, kita cermati bahwa pemerintah memang tidak memblokir situs keagamaan, atau menghentikan dakwah Islam. Sebab bila pemerintah bermaksud demikian, maka situs ini pun akan sudah jadi sasaran pemerintah, demikian juga situs-situs Islam Aswaa lainnya. Kenyataannya tidak demikian, bukan situs Islam yang jadi sasaran pemerintah, tetapi radikalisme yang berkedok Islam.
Usaha mencegah kemungkaran sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an sangatlah perlu didukung oleh umat Islam. Dalam hal ini, pemerintah pun sangat perlu berkoordinasi dengan NU dan Muhammadiyah dalam melakukan usaha-usaha yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam di Indonesia.
Tetapi bila media memberitakan dengan redaksi bahwa "pemerintah memblokir situs Islam Radikal", maka hanya kelompok pro radikalisme saja yang akan banyak bersuara melakukan penolakan. Sedangkan umat Islam yang anti radikalisme akan mendukungnya. Sayangnya, media selalu melakukan "permainan" dalam pemberitaan guna mencari keuntungan-keuntungan tertentu. Inilah yang menjadi catatan bagi umat Islam terkait media dan dunia pemberitaan.
Umat Islam juga dituntut untuk cerdas dalam bersikap bila mendapati pemberitaan tentang pemblokiran situs-situs Islam, dan tidak gegabah dengan menganggap bahwa pemblokiran sebagai bentuk anti-Islam.
Umat Islam sangat perlu mencermati apakah benar situs-situs Islam di blokir (pemerintah anti situs Islam)?. Sebagaimana diketahui, bahwa wajah Islam di Indonesia tidak akan pernah bisa dipisahkan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Keduanya merupakan kelompok Islam terbesar di Indonesia yang memiliki komitmen kuat terhadap Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Masing-masing juga memiliki situs atau media Islam online. Kenyataan menunjukkan bahwa situs-situs keduanya, bahkan situs afiliasi keduanya pun tidak pernah diblokir pemerintah, dan tidak akan pernah diblokir pemerintah.
Dari hal ini, umat Islam semestinya memahami bahwa pemerintah tidak sedang membidik situs Islam, tetapi ada hal lain yang menjadi sasaran pemerintah, yaitu kelompok yang selalu mempropagandakan radikalisme.
Sebab bila Islam dan situs Islam yang menjadi sasaran pemerintah, maka situs Islam seperti nu.or.id, muhammadiyah.or.id, dan beberapa situs Islam Aswaja lainnya seharusnya pertama kali ditutup. Tetapi kenyataan berbicara lain.
Bila pemerintah melakukan pemblokiran terhadap situs yang mempropagandakan radikalisme, dengan tujuan agar tidak mempengaruhi umat berbuat radikal, permusuhan, kebencian dan mengkafir-kafirkan. Maka umat Islam semestinya memandang bahwa pemerintah telah melakukan langkah yang tepat, yaitu bentuk mencegah kemungkaran (Nahi Munkar) sebagaimana diperintahkan didalam al-Qur'an.
Apalagi situs-situs tersebut telah secara terang-terangan menganggap pemerintah adalah toghut atau pemerintahan kafir dan sebagainya. Ulah mereka jelas-jelas sangat membahayakan persatuan NKRI dan Islam.
Lebih jauh, kita cermati bahwa pemerintah memang tidak memblokir situs keagamaan, atau menghentikan dakwah Islam. Sebab bila pemerintah bermaksud demikian, maka situs ini pun akan sudah jadi sasaran pemerintah, demikian juga situs-situs Islam Aswaa lainnya. Kenyataannya tidak demikian, bukan situs Islam yang jadi sasaran pemerintah, tetapi radikalisme yang berkedok Islam.
Usaha mencegah kemungkaran sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an sangatlah perlu didukung oleh umat Islam. Dalam hal ini, pemerintah pun sangat perlu berkoordinasi dengan NU dan Muhammadiyah dalam melakukan usaha-usaha yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam di Indonesia.
Oleh : Ibnu Manshur