Muslimedianews.com~
Oleh: Ust. Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.
Banyak orang tua mengeluh tentang susahnya mendidik anak di zaman sekarang. Pergaulan semakin bebas, arus informasi tekhnologi semakin deras, globalisasi yang meniscayakan perubahan yang begitu cepat dan masif. Ada baiknya kita meneladani manajemen pendidikan yang dipraktikkan Lukman kepada anaknya.
Salah satu penyebab ia diberi gelar al-hakim – pria bijaksana– adalah berkat keberhasilannya dalam mendidik anak itu. Mari kita membuka Surat Lukman, surat ke-31 dalam al-Qur’an. Di sana dijelaskan mengenai prioritas Lukman dalam memberikan materi ajar dan didik pada anaknya. Pertama, hal yang ia tekankan adalah pendidikan akidah. Pada ayat 13, Lukman melarang anaknya menyekutukan Allah. Ini adalah penanaman akidah yang kuat dari Lukman untuk anaknya. Allah berfirman – yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Selanjutnya, masih dalam rangka penanaman akidah yang kokoh, pada ayat 16, Lukman menyebutkan bahwa segala sesuatu itu ada tanggung jawabnya. “(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Inilah hal mendasar dalam mendidik anak, yakni dengan meneguhkan keyakinan bahwa ada Allah yang selalu mengawasi kita, serta bahwa segala sesuatu ada tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Dengan bahasa keseharian anak, kita nasihatkan misalnya,“Kalau kamu tidak shalat, tidak mengaji, nanti kamu berdosa.” Selanjutnya kita ceritakan bagaimana sanksi bagi orang-orang berdosa. Tidak mengapa kita ceritakan tentang surga dan neraka. Sedari mereka kecil, semenjak ‘lembaran’ mereka masih putih, sejak mereka mengalami pertumbuhan.
Atau misalnya, kita melihat mainan anak berserakan, dan mereka enggan merapihkannya. Gunakan tutur kata yang terinspirasi dari Lukman, bahwa segala sesuatu berdampak pada dosa atau pahala, misalnya, “Ya sudah, kalau tiga anak ayah semua tidak mau merapihkan mainanan, ayah saja yang merapihkan, biar ayah saja yang mendapatkan pahala dari Allah.” Dengan ketulusan semata mendidik karena Allah, insya Allah anak-anak itu akan berebut untuk membereskan mainannya.
Pendidikan tahap kedua dari Lukman untuk anaknya adalah mengenai ibadah. Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 17, Lukman memerintahkan berbagai hal yang menjadi kewajiban dalam Islam (ibadah). “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Setelah anak diberi penanaman akidah yang kuat, pendidikan ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, dan sebagainya, akan mudah diberikan. Karena sejak dini anak telah diingatkan tentang pengawasan (muraqabah) Allah dan bahwa segala sesuatu ada tanggung jawabnya di dunia dan akhirat.
Tahap ketiga dari Lukman untuk anaknya adalah pendidikan akhlak. Disebutkan dalam ayat 18, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Dengan demikian, manajemen pendidikan ala Lukman adalah pentahapan yang dicurahkan sejak dini; pengokohan akidah, pendidikan ibadah, dan pendidikan akhlak atau moral. Lengkapi ikhtiar kita dengan selalu mendoakan mereka.
Semoga bermanfaat.
sumber fariskhoirulanam.com
Oleh: Ust. Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.
Banyak orang tua mengeluh tentang susahnya mendidik anak di zaman sekarang. Pergaulan semakin bebas, arus informasi tekhnologi semakin deras, globalisasi yang meniscayakan perubahan yang begitu cepat dan masif. Ada baiknya kita meneladani manajemen pendidikan yang dipraktikkan Lukman kepada anaknya.
Salah satu penyebab ia diberi gelar al-hakim – pria bijaksana– adalah berkat keberhasilannya dalam mendidik anak itu. Mari kita membuka Surat Lukman, surat ke-31 dalam al-Qur’an. Di sana dijelaskan mengenai prioritas Lukman dalam memberikan materi ajar dan didik pada anaknya. Pertama, hal yang ia tekankan adalah pendidikan akidah. Pada ayat 13, Lukman melarang anaknya menyekutukan Allah. Ini adalah penanaman akidah yang kuat dari Lukman untuk anaknya. Allah berfirman – yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Selanjutnya, masih dalam rangka penanaman akidah yang kokoh, pada ayat 16, Lukman menyebutkan bahwa segala sesuatu itu ada tanggung jawabnya. “(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Atau misalnya, kita melihat mainan anak berserakan, dan mereka enggan merapihkannya. Gunakan tutur kata yang terinspirasi dari Lukman, bahwa segala sesuatu berdampak pada dosa atau pahala, misalnya, “Ya sudah, kalau tiga anak ayah semua tidak mau merapihkan mainanan, ayah saja yang merapihkan, biar ayah saja yang mendapatkan pahala dari Allah.” Dengan ketulusan semata mendidik karena Allah, insya Allah anak-anak itu akan berebut untuk membereskan mainannya.
Pendidikan tahap kedua dari Lukman untuk anaknya adalah mengenai ibadah. Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 17, Lukman memerintahkan berbagai hal yang menjadi kewajiban dalam Islam (ibadah). “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Setelah anak diberi penanaman akidah yang kuat, pendidikan ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, dan sebagainya, akan mudah diberikan. Karena sejak dini anak telah diingatkan tentang pengawasan (muraqabah) Allah dan bahwa segala sesuatu ada tanggung jawabnya di dunia dan akhirat.
Tahap ketiga dari Lukman untuk anaknya adalah pendidikan akhlak. Disebutkan dalam ayat 18, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Dengan demikian, manajemen pendidikan ala Lukman adalah pentahapan yang dicurahkan sejak dini; pengokohan akidah, pendidikan ibadah, dan pendidikan akhlak atau moral. Lengkapi ikhtiar kita dengan selalu mendoakan mereka.
Semoga bermanfaat.
sumber fariskhoirulanam.com