Muslimedianews.com ~ Yurisprudensi Islam di Nusantara: Mencari Masterpiece "Shirat al-Mustaqim" karya al-Raniri dan "Mir'at al-Thullab" karya al-Sinkili yang hilang dari bumi Nusantara.
Karena kedua karya ini adalah Indigenous Masterpiece ulama nusantara yg ditulis memakai bahasa melayu. sungguh sangat luar biasa...
Saya rasa kajian "Shirat al-Mustaqim" karya al-Raniri dan Mir'at al-Thullab" karya al-Sinkili ini perlu digalakkan di Universitas2 Islam.
Bagaimana tidak dikatakan luar biasa, jika karya yang rampung ditulis pada tahun 1663 M ini mampu menembus dimensi waktu.
al-Sinkili banyak menguraikan aspek fiqih dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Sungguh luar biasa.
di dalamnya al-Sinkili menekankan bahwa doktrin2 hukum islam tidak sebatas pada ibadah saja. Maka tidak heran dalam karyanya tersebut,
Berbeda dengan al-Riniri, al-Sinkili menulis sebuah buku Fiqih berbahasa Melayu dengan nama "Mir'at al-Thullab".
Disamping al-Raniri, ada lagi ulama Nusantara yg melahirkan karya yg menjadi Yurisprudensi Islam di Indonesia. ia adlh Abd. Rauf al-Sinkili.
di tengah suasana kaum muslim yang diliputi oleh doktrin tasawuf yang sangat eksesif dan spekulatif.
Kitab yang secara umum membahas syariat seperti thaharah, shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya ini mampu menjadi rujukan masyarakat, maka ia membentengi masyarakat yang kala itu banyak terpengaruh oleh doktrin al-Wujudiah-nya Fansuri dengan menulis "Shirat al-Mustaqim".
melihat kenyataan ini, Nuruddin al-Raniri yang merupakan tokoh yang sangat anti terhadap nilai-nilai sufistik yg tidak berlandaskan syariat.
Kondisi sosial intelektual masyarakat yang didoktrin kuat oleh ajaran al-Wujudiah-nya Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Raniri.
Pada dasarnya, karya fiqih milik Nuruddin al-Raniri tersebut ditulis berdasar sosio historisnya, yg mana saat itu,
Karya al-Raniri yang saya maksud di sini adalah karya fiqih yang diberi nama Shirat al-Mustaqim.
Salah 1 ulama Nusantara tersebut adalah Nuruddin al-Raniri, yg mana karyanya yg berbahasa Melayu dianggap sebagai pioner bg karya2 stlahnya.
Biasanya yang melakukan pendekatan sosio historis dalam memahami ayat hukum yg tertuang di dlm Qur'an dan Hadis adalah Ulama Nusantara.
Dalam memahami ayat-ayat hukum tersebut para ulama biasanya melakukan banyak pendekatan, salah satunya adalah pendekatan sosio historis.
Yang mana tujuan utamanya adalah Maqaashid Syariah dan regulasi dalam memahami ayat2 hukum.
Lantas apa keterkaitan dari ketiga aspek tersebut? Dalam konsep dasar hukum itu sendiri, yg menjadi fokus kajiannya adlh Qawaid al-Fiqhiyah.
Ketiga aspek tersebut adalah: (1) Konsep Dasar Hukum, (2) Teks Hukum, dan (3) Hukum sebagai Fenomena Empiris.
Berdasar kajiannya, paling tidak Hukum Islam dapat dilihat dari tiga aspek. Ketiga aspek ini sangat berkaitan antara satu dengan yg lain.
Baik kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut individu, maupun kolektif, Sehingga keharmonisan antar individu dan kolektif menajdi dinamis.
mengingat Hukum Islam itu sendiri merupakan sekumpulan undang-undang yang mengatur umat Islam dalam berbagai macam hal.
Dalam Dunia Islam, Hukum Islam yang merupakan hasil ijtihad para ulama menempati posisi yang sangat tinggi di mata umat islam itu sendiri.
Tapi, yang mau dicurhatin bukan Kajian Islam Nusantara secara umum, akan ttp lebih mengerucut pada kajian Yurisprudensi Islam Nusantara.
Oh iya malam ini malam minggu, kebutulan di daerah Tebet gerimis. mumpung jomblo, ya udah deh mau cuap-cuap masalah Kajian Islam Nusantara.
Dengan Judul Pesantren Studies yang terbagi menjadi beberapa jilid. Karya beliau yg satu ini menurutku adalah Masterpiece yg sngat berharga.
Berbicara sejarah Intelektual Islam Nusantara, yah pesantren starting pointnya. Sehingga tidak berlebihan kalau Mas Baso menulis buku...
Lebih dari itu sejarah intelektualnya pun tidak kunjung habis dibahas oleh para ahli dan pakar.
Begitu pula dengan kajian Islam Nusantara, tidak hanya dari aspek sejarah sosial yang menjadi point penting kajiannya.
Sungguh besar nikmat Allah yang Ia anugerahkan kepada bumi Nusantara ini, baik berupa kekayaan alam, kesuburan tanah, dan keariifan lokalnya
Mungkin akan membutuhkan empat semester, itu pun masih belum lengkap, mengingat kajiannya sangat luas dan komprehensif.
Mengkaji kajian Nusantara memang tidak ada habisnya. Mungkin kalau seandainya meteri ke-Nusantara-an ini diajarkan di kampus,
Karena kedua karya ini adalah Indigenous Masterpiece ulama nusantara yg ditulis memakai bahasa melayu. sungguh sangat luar biasa...
Saya rasa kajian "Shirat al-Mustaqim" karya al-Raniri dan Mir'at al-Thullab" karya al-Sinkili ini perlu digalakkan di Universitas2 Islam.
Bagaimana tidak dikatakan luar biasa, jika karya yang rampung ditulis pada tahun 1663 M ini mampu menembus dimensi waktu.
al-Sinkili banyak menguraikan aspek fiqih dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Sungguh luar biasa.
di dalamnya al-Sinkili menekankan bahwa doktrin2 hukum islam tidak sebatas pada ibadah saja. Maka tidak heran dalam karyanya tersebut,
Berbeda dengan al-Riniri, al-Sinkili menulis sebuah buku Fiqih berbahasa Melayu dengan nama "Mir'at al-Thullab".
Disamping al-Raniri, ada lagi ulama Nusantara yg melahirkan karya yg menjadi Yurisprudensi Islam di Indonesia. ia adlh Abd. Rauf al-Sinkili.
di tengah suasana kaum muslim yang diliputi oleh doktrin tasawuf yang sangat eksesif dan spekulatif.
Kitab yang secara umum membahas syariat seperti thaharah, shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya ini mampu menjadi rujukan masyarakat, maka ia membentengi masyarakat yang kala itu banyak terpengaruh oleh doktrin al-Wujudiah-nya Fansuri dengan menulis "Shirat al-Mustaqim".
melihat kenyataan ini, Nuruddin al-Raniri yang merupakan tokoh yang sangat anti terhadap nilai-nilai sufistik yg tidak berlandaskan syariat.
Kondisi sosial intelektual masyarakat yang didoktrin kuat oleh ajaran al-Wujudiah-nya Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Raniri.
Pada dasarnya, karya fiqih milik Nuruddin al-Raniri tersebut ditulis berdasar sosio historisnya, yg mana saat itu,
Karya al-Raniri yang saya maksud di sini adalah karya fiqih yang diberi nama Shirat al-Mustaqim.
Salah 1 ulama Nusantara tersebut adalah Nuruddin al-Raniri, yg mana karyanya yg berbahasa Melayu dianggap sebagai pioner bg karya2 stlahnya.
Biasanya yang melakukan pendekatan sosio historis dalam memahami ayat hukum yg tertuang di dlm Qur'an dan Hadis adalah Ulama Nusantara.
Dalam memahami ayat-ayat hukum tersebut para ulama biasanya melakukan banyak pendekatan, salah satunya adalah pendekatan sosio historis.
Yang mana tujuan utamanya adalah Maqaashid Syariah dan regulasi dalam memahami ayat2 hukum.
Lantas apa keterkaitan dari ketiga aspek tersebut? Dalam konsep dasar hukum itu sendiri, yg menjadi fokus kajiannya adlh Qawaid al-Fiqhiyah.
Ketiga aspek tersebut adalah: (1) Konsep Dasar Hukum, (2) Teks Hukum, dan (3) Hukum sebagai Fenomena Empiris.
Berdasar kajiannya, paling tidak Hukum Islam dapat dilihat dari tiga aspek. Ketiga aspek ini sangat berkaitan antara satu dengan yg lain.
Baik kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut individu, maupun kolektif, Sehingga keharmonisan antar individu dan kolektif menajdi dinamis.
mengingat Hukum Islam itu sendiri merupakan sekumpulan undang-undang yang mengatur umat Islam dalam berbagai macam hal.
Dalam Dunia Islam, Hukum Islam yang merupakan hasil ijtihad para ulama menempati posisi yang sangat tinggi di mata umat islam itu sendiri.
Tapi, yang mau dicurhatin bukan Kajian Islam Nusantara secara umum, akan ttp lebih mengerucut pada kajian Yurisprudensi Islam Nusantara.
Oh iya malam ini malam minggu, kebutulan di daerah Tebet gerimis. mumpung jomblo, ya udah deh mau cuap-cuap masalah Kajian Islam Nusantara.
Dengan Judul Pesantren Studies yang terbagi menjadi beberapa jilid. Karya beliau yg satu ini menurutku adalah Masterpiece yg sngat berharga.
Berbicara sejarah Intelektual Islam Nusantara, yah pesantren starting pointnya. Sehingga tidak berlebihan kalau Mas Baso menulis buku...
Lebih dari itu sejarah intelektualnya pun tidak kunjung habis dibahas oleh para ahli dan pakar.
Begitu pula dengan kajian Islam Nusantara, tidak hanya dari aspek sejarah sosial yang menjadi point penting kajiannya.
Sungguh besar nikmat Allah yang Ia anugerahkan kepada bumi Nusantara ini, baik berupa kekayaan alam, kesuburan tanah, dan keariifan lokalnya
Mungkin akan membutuhkan empat semester, itu pun masih belum lengkap, mengingat kajiannya sangat luas dan komprehensif.
Mengkaji kajian Nusantara memang tidak ada habisnya. Mungkin kalau seandainya meteri ke-Nusantara-an ini diajarkan di kampus,
Oleh @MohKhoiron (IPNU)
07/02/2015