Muslimedianews.com ~ Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pemberdayaan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta, AE Priyono mengatakan, demokratisasi di Indonesia yang sedang mengalami kebuntuan karena tak mampu menghadirkan keadilan dan kesejahteraan ini harus juga dinilai dari peranan umat Islam.
Menurutnya, Islam-Politik di Indonesia harus bertanggungjawab karena tidak mampu memainkan peranan dalam membawa ajaran Islam sebagai rahmat. Bahkan menurutnya, Islam-Politik telah mengalami kegagalan secara total.
“ Politik-formal Islam sudah lama berkolaborasi dengan kekuatan-kekuatan politik status-quo, bahkan menjadi kekuatan konservatif tersendiri. Pada sisi lain, Islam-informal juga mengalami problem yang kronis karena terjebak pada fundamentalisme dan eskapisme sosial-politik,” paparnya kepada MuslimediaNews, Selasa 2 Juni 2015.
AE Priyono yang selama ini akrab dengan ide-ide Islam pembebasan dan Islam yang memihak rakyat merasa prihatin karena Islam-politik telah kehilangan elan vitalnya sebagai kekuatan transformatif. Islam-politik justru merupakan kombinasi dari konservatisme politik dan konservatisme agama.
“Islam-politik di tingkat lokal seringkali justru menjadi kekuatan ganas pembela status-quo. Fakta itu cukup memprihatinkan karena cita-cita Islam untuk emansipasi sosial tidak mendapat tempat, under-represented – bahkan non-exist – dalam demokrasi Indonesia,” jelasnya.
Atas kegagalan Islam-politik tersebut, AE Priyono membayangkan munculnya alternatif, yakni gerakan sosial-kultural Islam yang mempunyai kapabilitas membela dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan warga. Dan itu yang ia sebut gerakan kewargaan dalam Islam, atau civic-Islam. (Satar-Sakrie)
Red. Ibnu L' Rabassa
Menurutnya, Islam-Politik di Indonesia harus bertanggungjawab karena tidak mampu memainkan peranan dalam membawa ajaran Islam sebagai rahmat. Bahkan menurutnya, Islam-Politik telah mengalami kegagalan secara total.
“ Politik-formal Islam sudah lama berkolaborasi dengan kekuatan-kekuatan politik status-quo, bahkan menjadi kekuatan konservatif tersendiri. Pada sisi lain, Islam-informal juga mengalami problem yang kronis karena terjebak pada fundamentalisme dan eskapisme sosial-politik,” paparnya kepada MuslimediaNews, Selasa 2 Juni 2015.
AE Priyono yang selama ini akrab dengan ide-ide Islam pembebasan dan Islam yang memihak rakyat merasa prihatin karena Islam-politik telah kehilangan elan vitalnya sebagai kekuatan transformatif. Islam-politik justru merupakan kombinasi dari konservatisme politik dan konservatisme agama.
“Islam-politik di tingkat lokal seringkali justru menjadi kekuatan ganas pembela status-quo. Fakta itu cukup memprihatinkan karena cita-cita Islam untuk emansipasi sosial tidak mendapat tempat, under-represented – bahkan non-exist – dalam demokrasi Indonesia,” jelasnya.
Atas kegagalan Islam-politik tersebut, AE Priyono membayangkan munculnya alternatif, yakni gerakan sosial-kultural Islam yang mempunyai kapabilitas membela dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan warga. Dan itu yang ia sebut gerakan kewargaan dalam Islam, atau civic-Islam. (Satar-Sakrie)
Red. Ibnu L' Rabassa