Muslimedianews.com ~
Oleh : M. Fikri Hidayatullah*
Awal-awal mendalami agama, dulu sempat beberapa kali membaca tulisan tentang “Adab Menuntut Ilmu”. Disebutkan bahwa kebanyakan para ulama mendahulukan belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun mereka mempelajari adab. Sampai ada ulama yang mengatakan lebih menyukai adab dibandingkan dengan banyaknya menguasai ilmu. Waktu itu sempat timbul pertanyaan "kok sampai segitunya... bukankah adab itu hanya sebatas etika, tata krama dan sopan santun yang terkadang sebatas basa-basi atau pura-pura?".
Ternyata saya masih sempit memaknai adab, dan baru sampai hari ini saya sedikit paham apa yang dimaksud adab. Jika adab hanya sebatas etika atau tata krama semata, mana mungkin para ulama begitu mengagungkannya dan menjadikannya 'dasar utama' sebelum menguasai ilmu itu sendiri. Setidaknya ada beberapa ulama menulis kitab-kitab terkait adab, semisal al-Mawardi (w. 450 H) menulis Adab ad-Dunya wa ad-Din, Muhammad bin Sahnun at-Tanwukhi (w. 256 H) menulis Adab al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin, juga al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) menulis al-Jami’ li-Akhlaq al-Rawi wa Adab as-Sami', hingga ulama' besar Nusantara Hadaratus Syaikh Hasyim Asy'ari menulis Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim (Adian Husaini, 2010).
Dalam kitab Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim, KH. Hasyim Asy’ari berpandangan bahwa sebagai peserta didik harus berilmu pengetahuan dan juga benar, artinya mempunyai sikap yang sesuai dengan kaidah atau nilai dalam pendidikan etika dalam Islam. Adapun konsep yang lebih spesifik tentang etika-etika yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik adalah etika peserta didik terhadap dirinya, terhadap gurunya, terhadap pelajarannya dan konsep etika peserta didik terhadap kitab-kitabnya (Ita Harits Unni’mah, IAIN Sunan ampel, 2014, hal 3).
Menurut Syed Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu.”Keduanya sia-sia karena yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan” (Adian Husaini, 2010). Dari penjelasan al-Attas setidaknya kita dapat memahami bahwa adab itulah yang akan membentuk manusia yang "tak selingkuh antara laku (amal) dan ucapan (ilmu)", good man atau insan adabi.
Lebih luas lagi adab dimaknai dalam konteks peradaban seperti yang pernah disampaikan mantan Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa Bangsa yakni Muhammad Asad, "No civilization can prosper – or even exist, after having lost this pride and the connection with its own past…"(tidak ada suatu peradaban yang akan berkembang atau bahkan eksis jika dia sudah kehilangan kebanggaan atas dirinya dan terputus dari sejarahnya) (Adian Husaini, 2015).
Adian Husaini, Ph.D. menjelaskan bahwa setiap peradaban berusaha menanamkan rasa bangga (pride) akan peradabannya masing-masing. Ini antara lain terkait erat dengan pendidikan sejarah peradaban, baik peradabannya sendiri maupun peradaban lain. Jika umat Islam mencita-citakan kebangkitan peradaban Islam, maka mereka harus dengan serius berusaha menanamkan sikap bangga ('izzah) sebagai mulism yang memeluk agama wahyu (revealed religion) dan pernah terbukti dalam sejarah mampu membangun peradaban yang agung. Setidaknya itu sedikit penjelasan terkait apa itu “adab” dan mengapa posisinya amat penting dalam Islam. Wallahu a'lam bishowwab.
Referensi:
- Adian Husaini, Pendidikan Islam membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2010)
- Adian Husaini, Pendidikan Karakter: Penting, Tapi Tidak Cukup!, Disampaikan dalam diskusi sabtuan di INSISTS, 12 Juni 2010 tersedia di situs www.insistnet.com
- Adian Husaini, Kebangkitan Peradaban, Jurnal Pemikiran Islam Republika edisi 21 Mei 2015, hlm. 25.
- Ita Harits Unni’mah, Konsep Etika peserta didik dalam Pendidikan Islam menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, (Skripsi di IAIN Sunan Ampel, 2014)
Oleh : M. Fikri Hidayatullah*
Awal-awal mendalami agama, dulu sempat beberapa kali membaca tulisan tentang “Adab Menuntut Ilmu”. Disebutkan bahwa kebanyakan para ulama mendahulukan belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun mereka mempelajari adab. Sampai ada ulama yang mengatakan lebih menyukai adab dibandingkan dengan banyaknya menguasai ilmu. Waktu itu sempat timbul pertanyaan "kok sampai segitunya... bukankah adab itu hanya sebatas etika, tata krama dan sopan santun yang terkadang sebatas basa-basi atau pura-pura?".
Ternyata saya masih sempit memaknai adab, dan baru sampai hari ini saya sedikit paham apa yang dimaksud adab. Jika adab hanya sebatas etika atau tata krama semata, mana mungkin para ulama begitu mengagungkannya dan menjadikannya 'dasar utama' sebelum menguasai ilmu itu sendiri. Setidaknya ada beberapa ulama menulis kitab-kitab terkait adab, semisal al-Mawardi (w. 450 H) menulis Adab ad-Dunya wa ad-Din, Muhammad bin Sahnun at-Tanwukhi (w. 256 H) menulis Adab al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin, juga al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) menulis al-Jami’ li-Akhlaq al-Rawi wa Adab as-Sami', hingga ulama' besar Nusantara Hadaratus Syaikh Hasyim Asy'ari menulis Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim (Adian Husaini, 2010).
Dalam kitab Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim, KH. Hasyim Asy’ari berpandangan bahwa sebagai peserta didik harus berilmu pengetahuan dan juga benar, artinya mempunyai sikap yang sesuai dengan kaidah atau nilai dalam pendidikan etika dalam Islam. Adapun konsep yang lebih spesifik tentang etika-etika yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik adalah etika peserta didik terhadap dirinya, terhadap gurunya, terhadap pelajarannya dan konsep etika peserta didik terhadap kitab-kitabnya (Ita Harits Unni’mah, IAIN Sunan ampel, 2014, hal 3).
Menurut Syed Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu.”Keduanya sia-sia karena yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan” (Adian Husaini, 2010). Dari penjelasan al-Attas setidaknya kita dapat memahami bahwa adab itulah yang akan membentuk manusia yang "tak selingkuh antara laku (amal) dan ucapan (ilmu)", good man atau insan adabi.
Lebih luas lagi adab dimaknai dalam konteks peradaban seperti yang pernah disampaikan mantan Duta Besar Pakistan untuk Perserikatan Bangsa Bangsa yakni Muhammad Asad, "No civilization can prosper – or even exist, after having lost this pride and the connection with its own past…"(tidak ada suatu peradaban yang akan berkembang atau bahkan eksis jika dia sudah kehilangan kebanggaan atas dirinya dan terputus dari sejarahnya) (Adian Husaini, 2015).
Adian Husaini, Ph.D. menjelaskan bahwa setiap peradaban berusaha menanamkan rasa bangga (pride) akan peradabannya masing-masing. Ini antara lain terkait erat dengan pendidikan sejarah peradaban, baik peradabannya sendiri maupun peradaban lain. Jika umat Islam mencita-citakan kebangkitan peradaban Islam, maka mereka harus dengan serius berusaha menanamkan sikap bangga ('izzah) sebagai mulism yang memeluk agama wahyu (revealed religion) dan pernah terbukti dalam sejarah mampu membangun peradaban yang agung. Setidaknya itu sedikit penjelasan terkait apa itu “adab” dan mengapa posisinya amat penting dalam Islam. Wallahu a'lam bishowwab.
Referensi:
- Adian Husaini, Pendidikan Islam membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2010)
- Adian Husaini, Pendidikan Karakter: Penting, Tapi Tidak Cukup!, Disampaikan dalam diskusi sabtuan di INSISTS, 12 Juni 2010 tersedia di situs www.insistnet.com
- Adian Husaini, Kebangkitan Peradaban, Jurnal Pemikiran Islam Republika edisi 21 Mei 2015, hlm. 25.
- Ita Harits Unni’mah, Konsep Etika peserta didik dalam Pendidikan Islam menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, (Skripsi di IAIN Sunan Ampel, 2014)
*M. Fikri Hidayatullah
Alumnus Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS), Semarang