Muslimedianews.com ~ Salah seorang oknum Majelis Ulama Indonesia (MUI) bernama Ahmad Cholil Ridwan Lc, dalam Tabloid Suara Islam edisi 109 (tanggal 18 Maret-1 April 2011) dalam rubrik Konsultasi memberikan pernyataan yang kontroversial. Pasalnya, Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya tersebut mengharamkan umat Islam melakukan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan.
Menurutnya didalam Islam, menghormati bendera memang tidak diizinkan dengan mengambil rujukan fatwa ulama Wahhabi Saudi Arabia.
Kontroversi pernyataan oknum MUI yang mengharamkan hormat bendera tersebut secara tidak langsung mendapat tanggapan dari salah seorang ulama NU KH. Thobary Syadzily melalui akun sosial medianya. (30/4/2013)
Dalam facebooknya, Kiai Thobary menyebut Kholil Ridwan sesosok tokoh yang berpahamkan Wahabi / Salafi yang menyusup di tubuh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, Jakarta.
Kiai keturunan daripada Syaikh Nawawi al-Bantani, penghulu ulama Hijaz, tersebut juga menyebut Cholil Ridwan Lc bukan seorang ahli 'hukum islam'.
"Awas hati-hati dan waspada dengan fatwanya ! Dia bukanlah seorang ahli "Hukum Islam", yang mampu menguasai hukuim fiqih Islam berdasarkan empat imam madzhab (Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali). Dia pernah memfatwakan bahwa "Upacara Bendera" hukumnya haram dan syirik.", jelasnya.
red. Ibnu L' Rabassa
Menurutnya didalam Islam, menghormati bendera memang tidak diizinkan dengan mengambil rujukan fatwa ulama Wahhabi Saudi Arabia.
Dalam facebooknya, Kiai Thobary menyebut Kholil Ridwan sesosok tokoh yang berpahamkan Wahabi / Salafi yang menyusup di tubuh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat, Jakarta.
Kiai keturunan daripada Syaikh Nawawi al-Bantani, penghulu ulama Hijaz, tersebut juga menyebut Cholil Ridwan Lc bukan seorang ahli 'hukum islam'.
"Awas hati-hati dan waspada dengan fatwanya ! Dia bukanlah seorang ahli "Hukum Islam", yang mampu menguasai hukuim fiqih Islam berdasarkan empat imam madzhab (Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali). Dia pernah memfatwakan bahwa "Upacara Bendera" hukumnya haram dan syirik.", jelasnya.
red. Ibnu L' Rabassa