Muslimedianews.com ~ Rasulullah Saw menegaskan bahwa Sya’ban adalah bulan catatan ajal:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَحَبُّ الشُّهُوْرِ إِلَيْكَ أَنْ تَصُوْمَهُ شَعْبَانُ ؟ قَالَ إِنَّ اللهَ يَكْتُبُ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مَنِيَّةً تِلْكَ السَّنَةَ فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِي أَجَلِي وَأَنَا صَائِم (رواه أبو يعلى وفيه مسلم بن خالد الزنجي وفيه كلام وقد وثق وحسنه البوصيري)
“Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah berpuasa bulan Sya’ban, secara keseluruhan. Saya bertanya: Apakah bulan yang paling Engkau cintai untuk berpuasa adalah Sya’ban? Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah mencatat kematian tiap seseorang di tahun tersebut (saat bulan Sya’ban). Dan aku senang saat ajal menjemputku, aku dalam keadaan berpuasa” (HR Abu Ya’la, di dalamnya ada perawi Muslim bin Khalid az-Zanji, ia mendapat komentar dan terkadang dinilai terpercaya. Dan al-Bushiri menilainya sebagai hadis hasan)
Kapankah tepatnya? Yaitu di malam Nishfu Sya’ban, sebagaimana riwayat dari beberapa sahabat berikut:
وَقَالَ وَأَنَا إِلَى جَانِبِ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ. فَقَالَ لِي: يَا ابْنَ اْلأَسْقَعِ مَا أَحْسَنَ قَمَرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَأَنْوَرَهُ، فَقُلْتُ: يَا ابْنَ عَمِّ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَهِيَ لَيْلَةٌ مُبَارَكَةٌ عَظِيْمَةٌ، وَفِي هَذِهِ تُكْتَبُ الْأَرْزَاقُ وَالْآجَالُ وَتُغْفَرُ فِيْهَا الذُّنُوْبُ وَالسَّيِّئَاتُ وَكُنْتُ أَرَدْتُ أَنْ أَقُوْمَهَا. فَقُلْتُ: إِنَّ سَيْرَنَا فِي سُبُلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِهَا وَاللهُ جَزِيْلُ الْعَطَاءِ. فَقَالَ: صَدَقْتَ (فتوح الشام - ج 1 / ص 73)
Watsilah bin Asqa’ berkata: Saya berada di dekat Abdullah bin Ja’far. Ia berkata kepada saya: “Wahai putra Asqa’, betapa indahnya dan bersinarnya rembulan malam ini”. Saya berkata: “Wahai sepupu Rasulullah Saw. Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, malam yang diberkahi nan agung. Di malam inilah rezeki dan ajal akan dicatat. Di malam ini pula dosa dan kejelekan akan diampuni. Saya ingin beribadah di malam ini”. Saya berkata: “Perjalanan kita di jalan Allah (perang) lebih baih dari pada beribadah di malamnya. Allah maha agung pemberiannya”. Abdullah bin Ja’far berkata: “Kamu benar” (al-Waqidi, Futuh asy-Syam 1/74)
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَحَبُّ الشُّهُوْرِ إِلَيْكَ أَنْ تَصُوْمَهُ شَعْبَانُ ؟ قَالَ إِنَّ اللهَ يَكْتُبُ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مَنِيَّةً تِلْكَ السَّنَةَ فَأُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَنِي أَجَلِي وَأَنَا صَائِم (رواه أبو يعلى وفيه مسلم بن خالد الزنجي وفيه كلام وقد وثق وحسنه البوصيري)
“Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah berpuasa bulan Sya’ban, secara keseluruhan. Saya bertanya: Apakah bulan yang paling Engkau cintai untuk berpuasa adalah Sya’ban? Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah mencatat kematian tiap seseorang di tahun tersebut (saat bulan Sya’ban). Dan aku senang saat ajal menjemputku, aku dalam keadaan berpuasa” (HR Abu Ya’la, di dalamnya ada perawi Muslim bin Khalid az-Zanji, ia mendapat komentar dan terkadang dinilai terpercaya. Dan al-Bushiri menilainya sebagai hadis hasan)
Kapankah tepatnya? Yaitu di malam Nishfu Sya’ban, sebagaimana riwayat dari beberapa sahabat berikut:
وَقَالَ وَأَنَا إِلَى جَانِبِ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ. فَقَالَ لِي: يَا ابْنَ اْلأَسْقَعِ مَا أَحْسَنَ قَمَرَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَأَنْوَرَهُ، فَقُلْتُ: يَا ابْنَ عَمِّ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَهِيَ لَيْلَةٌ مُبَارَكَةٌ عَظِيْمَةٌ، وَفِي هَذِهِ تُكْتَبُ الْأَرْزَاقُ وَالْآجَالُ وَتُغْفَرُ فِيْهَا الذُّنُوْبُ وَالسَّيِّئَاتُ وَكُنْتُ أَرَدْتُ أَنْ أَقُوْمَهَا. فَقُلْتُ: إِنَّ سَيْرَنَا فِي سُبُلِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِهَا وَاللهُ جَزِيْلُ الْعَطَاءِ. فَقَالَ: صَدَقْتَ (فتوح الشام - ج 1 / ص 73)
Watsilah bin Asqa’ berkata: Saya berada di dekat Abdullah bin Ja’far. Ia berkata kepada saya: “Wahai putra Asqa’, betapa indahnya dan bersinarnya rembulan malam ini”. Saya berkata: “Wahai sepupu Rasulullah Saw. Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, malam yang diberkahi nan agung. Di malam inilah rezeki dan ajal akan dicatat. Di malam ini pula dosa dan kejelekan akan diampuni. Saya ingin beribadah di malam ini”. Saya berkata: “Perjalanan kita di jalan Allah (perang) lebih baih dari pada beribadah di malamnya. Allah maha agung pemberiannya”. Abdullah bin Ja’far berkata: “Kamu benar” (al-Waqidi, Futuh asy-Syam 1/74)
Oleh : Ust. Muhammad Ma'ruf Khozin