اللهُ أَكْبَرُ 3× اللهُ أَكْبَرُ 3× اللهُ أَكْبَرُ 3× الله أكبر كبيراً والحمد لله كثيراً وسبحان الله بكرةً وأصيلاً
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي عَنَتِ الوُجُوْهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ ، وَهُوَ اللهُ فِي السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضِ، لَهُ الْمُلْكُ وَالْحَمْدُ فِي اْلأُوْلَى وَاْلآخِرَةِ، يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمٰوَاتِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُوْمُ وَالْجِبَالُ وَكَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلٰكِنْ لاَ تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ وَلَهُ الدِّيْنُ وَاصِبًا. نَحْمَدُهُ تَعَالَى أَنِ اقْتَضَتْ حِكْمَتُهُ أَنْ جَعَلَ لِعِبَادِهِ عِيْدًا فِيْهِ يُكَبِّرُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ فَيَجْتَمِعُ أَمْرُهُمْ يَشُدُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوْصٌ.
وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيكَ لَه وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِهِ وَسَفِيْرِهِ أَرْسَلَهُ إِلَى أَهْلَ اْلأَرْضِ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
أيها الناس ...أُوْصِيْنِي نَفْسِي وإياكم بِتَقْوَى اللهِ وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ إِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ اللهِ لِلْأَوَّلِيْنَ وَاْلأۤخِرِيْنَ. إِتَّقُوْا اللهَ وَكَبِّرُوْا عَلَى مَا هَدَاكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. وَصَلُّوْا فَإِنَّهَا شِعَارُ وَحْدَتِكُمْ وَاجْتِمَاعِكُمْ وَطَاعَتِكُمْ.
واعلموا أن يومَكم هذا يومٌ مباركٌ يومُ عيدٍ لنا أهلِ الإسلام، يومُ ذكرٍ وتحميدٍ وتكبيرٍ وتسبيحٍ لله، فاحمدوا فيه ربَّكم على نعمته عليكم وإعانتكم على الصيام والقيام وتجنبوا فيه جميع الذنوب والآثام. وَاجْتَهِدُوْا فِي الْعِيْدِ فِي الصَّدَقَةِ وَأَعْمَالِ الْبِرِّ وَالْخَيْرِ مِنْ صَلاَةٍ وَتَسْبِيْحٍ وَذِكْرٍ وَتَهْلِيْلٍ واستغفَارٍ فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي يَغْفِرُ اللهُ تَعَالَى فِيْهِ ذُنُوْبَكُمْ وَيَسْتَجِيْبُ دُعَاءَكُمْ وَيَنْظُرُ إِلَيْكُمْ بِالرَّحْمَةِ.
Ma'asyiral Muslimin wa Zumratal Mu'minin rahimakumullah
Merujuk kepada sejarah Islam, pelaksanaan shalat ied pertama kali disyariatkan pada tahun pertama hijriah, baik ied pada bulan Syawal atau ied pada bulan dzul hijjah. Jika begitu, shalat ied ini dan di tempat-tempat lain di seluruh dunia merupakan yang ke-1435, sama dengan tahun hijriah, terlepas dari perbedaan penentuan hari raya yang sering terjadi di negara kita.
Setiap daerah atau negara memiliki tradisi perayaan ied masing-masing. Islam hanya mensyariatkan untuk menyalurkan zakat fitri, menghidupkan malamnya dan berangkat shalat ied di pagi harinya. Selepas itu, umat Islam dipersilahkan mengekspresikan tradisi ied masing-masing, selama itu baik-baik dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Di Indonesia, kita memiliki tradisi lebaran yang kita sebut dengan halal bi halal, di mana setiap keluarga saling mengunjungi dan saling maaf-memaafkan. Itu tradisi yang sangat baik, yang katanya hanya ada di dalam tradisi Melayu.
Hadirin Jama'ah Shalat Ied yang dimulyakan Allah swt.
Pada kesempatan yang penuh berkah ini, perkenankanlah saya menyampaikan beberapa hal terkait dengan hiruk-pikuk yang terjadi akhir-akhir, supaya menjadi perhatian dan catatan bagi umat Islam khususnya dan bagi seluruh bangsa Indonesia pada umumnya. Beberapa saya himpun dari himbauan ulama dan organisasi-organisasi Islam.
Pertama, marilah kita gunakan momen ied mubarak untuk melakukan rekonsiliasi, mengakhiri ucapan-ucapan buruk, menjernihkan kekeruhan, menjaga ketenangan dan mentata kembali persatuan dan kesatuan kita yang sempat kisruh. Marilah dalam kesempatan yang bahagia ini kita saling maaf-memaafkan, melupakan segala omong kosong yang tidak berdasar yang hanya ingin memecah belah gotong-royong dan keguyuban bangsa kita. Jangan sampai kita terus terjerumus pada perselisihan yang tidak ada habisnya.
[لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ [الحج: 53
Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (QS al-Hajj: 53)
Kita sebagai bangsa tentu tidak menghendaki Indonesia terseret dalam konflik berkepanjangan dan terbawa arus disintegrasi (perpecahan) sebagaimana banyak melanda negara-negara di timur tengah.
Kedua, Islam tidak memperkenankan ambisius dalam meraih jabatan atau kepemimpinan, apalagi sampai menghalalkan segala cara. Untuk meraih kebaikan (katakanlah itu kepemimpinan), harus juga dengan cara yang baik. Tidak ada itu namanya menjelek-jelekan saudaranya sendiri. Begitu juga dengan adat istiadat kita yang santun dalam prilaku, sopan dalam tutur kata dan ramah dalam setiap tindakan.
Ketiga, biarlah kejadian yang telah berlalu kita jadikan sebagai pembelajaran berpolitik dan berdemokrasi. Di antaranya adalah, dalam segala hal, kita tidak gampang percaya terhadap suatu berita yang simpang siur, belum jelas kebenarannya, dan dipertanyakan sumbernya. Apalagi berita yang bersumber dari media-media sosial (khususnya bagi para pengguna yang biasanya muda-mudi). Berita di sana yang muncul begitu masif dan silang sengkarut tanpa filter. Setiap orang dapat melemparkan apa saja. Baiknya kita kroscek dulu dan bila perlu klarifikasi dan cek dari berbagai sumber agar sumber itu tidak sepihak. Namun, alangkah baiknya kita tidak terlalu terjebak pada berita-berita yang memancing perpecahan. Lebih baik kita diamkan saja, itu lebih aman bagi kita.
Jangan sampai kita justru ikut serta dalam menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya itu. Karena, satu berita jika itu ternyata fitnah, kita ikut menanggung dosa orang-orang yang ikut juga mempercayainya. Rasulullah saw bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
[رواه مسلم: 1016]
Dan barang siapa mencontohkan dalam Islam sunah (prilaku) yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no 1016)
Keempat, jangan juga kita asal menuduh, apalagi dengan bahasa-bahasa sesat, kafir, atau murtad. Nauzubillah. Sering kali saya mendengar bahasa-bahasa tersebut ditunjukan kepada tokoh-tokoh bangsa ini. Menuduh kafir, bid'ah, syi'ah, liberal, sekuler sampai halal darahnya. Subhanallah. Sudahkah kita melihat kesehariannya, ibadahnya, muamalahnya. Sudahkan kita membaca seluruh karya-karyanya. Pakai kriteria apa tuduhan semacam itu. Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan "oh enggak dia itu emang sesat, sekuler, liberal." Allah swt. Mengingatkan agar kita tidak asal menuduh atau berprasangka buruk:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (al-Hujurat: 12)
اللهُ أَكْبَرُ 3× ولله الحمد
Hadirin yang berbahagia ...
Islam sangat menjaga kehormatan seseorang. Islam mengajarkan agar menjaga aib saudaranya. Di dalam fiqh ada hukuman/hadd bagi orang yang tanpa bukti menuduh muslim lainnya dengan zina. Kita tidak bisa asal bekomentar atau nyeletuk ketika melihat perempuan di malam hari dengan pakaian tidak senonoh dengan kata-kata yang menunjuk seolah-olah ia lacur. Tidak boleh itu. Apalagi menuduh kafir/murtad. Baiknya kita tanyakan langsung atau dengan melakukan dialog yang baik. namun, ini bukan berarti Islam tidak memiliki standar kesesatan. Yang saya maksudkan di sini adalah agar kita berhati-hati dengan bahasa-bahasa seperti itu. Ketika seseorang masih shalat, zakat atau masih memiliki tanda-tanda keislaman, maka semua adalah bersaudara. Haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ - رواه مسلم
Yang terakhir, mari kita sambut pemimpin terpilih nanti. Semoga membawa perubahan. Kita tidak perlu terlalu menggantungkan nasib kepada pemimpin. Yang harus kita yakini betul bahwa ada Dzat yang Maha Besar yang maha mengatur seluruh kehidupan kita, yang menumbuhkan padi, yang memekarkan bunga, yang mengatur siang-malam, menggantikan musim demi musim. Mari kita juga mendoakan agar para pemimpin kita amanah, mampu menjalankan tugas-tugasnya, cinta rakyatnya dan dicintai rakyatnya. Dan semoga para pemimpin kita adalah yang dikehendaki dan diridhai oleh Allah swt. karena dikehendaki oleh Allah swt. belum tentu diridhai-Nya.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَاب
[سورة آل عمران: 26-27]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ ولسائر المؤمنين وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Kontributor : Muh. Taqiyudin Khaer, alumni PP Krapyak Yogyakarta
Sumber gambar : pixabay.com