Muslimedianews.com ~ Saya (Santri desa) Asli keturunan orang biasa / keluarga petani, suku Jawa dari sebuah desa terpencil, di antara kegemaran saya adalah bersilaturrahim dengan para habib. Alhamduliilah cukup banyak kenalan dari kalangan keturunan Nabi Muhamad saw itu.
Langkah Pertama:
Dalam suatu kesempatan, ada seseorang kiyai (Bukan Habib) Dengan nada santun Ia bertanya kepada saya:
"Kenapa Sampeyan ketika bertemu dan berkumpul dengan para habib tidak bisa menyesuaikan pakaian? umumnya para habib dan orang orang (jama'ah, Pen) yang berkumpul dengan para habib mereka berpakain serba putih, sedangkan sampeyan selalu berpakain warna gelap atau hitam?".
Saya pun jawab:
" Ya ini saya sengaja, kiyai, agar dari pakaian saja, orang yang melihat saya, ketika saya berkumpul dengan para Habib, mereka sudah bisa paham dari pakean saya, bahwa saya(Nasrul) Bukan habib", jawabku,
"Dan perlu diingat, tambahku, dari wajah saja tidak bisa dibedakan, karena belakang ini banyak sekali para habib wajahnya sudah berwajah jawa, sedangkan saya wajah agak mirip orang Arab" imbuh ku dengan nada bercanda.
Langkah Kedua :
Suatu kesempatan, di daerah Jawa Tengah, di majlis yang hadirinnya terdapat beberapa habib, di penghujung acara setelah seorang habib membacakan do'a panjang lebar dan intonasi bahasa Arab yang fasich,
Tiba- tiba para Habib memaksa saya untuk membacakan do'a selanjutnya, tentu saja sayapun menolak
, --karena hal itu bagian dari su'ul adab(Saya santri Desa) asli keturunan orang biasa, kok saya mau membacakan doa di hadapan para habib--- demikian dalam benakku.
Namun para Habib di depan saya pun beliau-beliau terus memaksa saya, katanya barokah Duyuf(Tamu) dari jauh. Sayapun tetap menolaknya.
Tetapi beliau-beliau terus memaksa. Akhirnya sayapun terpaksa melancangkan diri membaca doa singkat, padat berisi, berbunyi:
"Robbanaa Atina Fiddunya Hasanah Wafil achiroti Chasanah, Wa Qina Adzabannar".
Saya akhiri do'a sampai di situ.
Raut wajah para hadirin tampak kaget, dengan do'a saya yang singkat itu. Saya pun bersikap santai-santai saja.
Selepas acara seorang kiyai bertanya kepada saya:
" Kenapa antum baca do'a singkat sekali , tidak imbang dengan do'a habib sebelumnya panjang lebar".
Saya jawab :
" Lho saya sengaja kiyai, karena saya yakin do’a Habib tadi sudah lebih mustajab dari do’a saya, Dan JUGA dengan demikian, hadirin paham, bahwa saya yang barusan baca do'a ini, adalah orang biasa, bisa dilihat dari do'anya juga beda banget dengan do'a Habib,
“Jadi nanti pas bersalam-salaman, tidak ada jama'ah atau hadirin yang salah CIUM TANGAN SAYA dan kasih salaman Tempel amplop ke saya, Tetapi jama’ah tetap CIUM TANGAN dan salaman temple amplop dengan para habib yang mulia",..he he...
Oleh Ustadz Nasrulloh Afandi
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=853956204635964&set=a.104195446278714.8599.100000647787125&type=1
Langkah Pertama:
Dalam suatu kesempatan, ada seseorang kiyai (Bukan Habib) Dengan nada santun Ia bertanya kepada saya:
"Kenapa Sampeyan ketika bertemu dan berkumpul dengan para habib tidak bisa menyesuaikan pakaian? umumnya para habib dan orang orang (jama'ah, Pen) yang berkumpul dengan para habib mereka berpakain serba putih, sedangkan sampeyan selalu berpakain warna gelap atau hitam?".
Saya pun jawab:
" Ya ini saya sengaja, kiyai, agar dari pakaian saja, orang yang melihat saya, ketika saya berkumpul dengan para Habib, mereka sudah bisa paham dari pakean saya, bahwa saya(Nasrul) Bukan habib", jawabku,
"Dan perlu diingat, tambahku, dari wajah saja tidak bisa dibedakan, karena belakang ini banyak sekali para habib wajahnya sudah berwajah jawa, sedangkan saya wajah agak mirip orang Arab" imbuh ku dengan nada bercanda.
Langkah Kedua :
Suatu kesempatan, di daerah Jawa Tengah, di majlis yang hadirinnya terdapat beberapa habib, di penghujung acara setelah seorang habib membacakan do'a panjang lebar dan intonasi bahasa Arab yang fasich,
Tiba- tiba para Habib memaksa saya untuk membacakan do'a selanjutnya, tentu saja sayapun menolak
, --karena hal itu bagian dari su'ul adab(Saya santri Desa) asli keturunan orang biasa, kok saya mau membacakan doa di hadapan para habib--- demikian dalam benakku.
Namun para Habib di depan saya pun beliau-beliau terus memaksa saya, katanya barokah Duyuf(Tamu) dari jauh. Sayapun tetap menolaknya.
Tetapi beliau-beliau terus memaksa. Akhirnya sayapun terpaksa melancangkan diri membaca doa singkat, padat berisi, berbunyi:
"Robbanaa Atina Fiddunya Hasanah Wafil achiroti Chasanah, Wa Qina Adzabannar".
Saya akhiri do'a sampai di situ.
Raut wajah para hadirin tampak kaget, dengan do'a saya yang singkat itu. Saya pun bersikap santai-santai saja.
Selepas acara seorang kiyai bertanya kepada saya:
" Kenapa antum baca do'a singkat sekali , tidak imbang dengan do'a habib sebelumnya panjang lebar".
Saya jawab :
" Lho saya sengaja kiyai, karena saya yakin do’a Habib tadi sudah lebih mustajab dari do’a saya, Dan JUGA dengan demikian, hadirin paham, bahwa saya yang barusan baca do'a ini, adalah orang biasa, bisa dilihat dari do'anya juga beda banget dengan do'a Habib,
“Jadi nanti pas bersalam-salaman, tidak ada jama'ah atau hadirin yang salah CIUM TANGAN SAYA dan kasih salaman Tempel amplop ke saya, Tetapi jama’ah tetap CIUM TANGAN dan salaman temple amplop dengan para habib yang mulia",..he he...
Oleh Ustadz Nasrulloh Afandi
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=853956204635964&set=a.104195446278714.8599.100000647787125&type=1