Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

Peringatan Maulid: Antara Pecinta Nabi dan Wahabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ W: Mengapa Anda merayakan maulid?
PC: Sebelum saya jawab pertanyaan Anda, tolong jawab dulu pertanyaan saya. Anda sangat bangga dan cinta kepada Muhammad bin Abdul Wahhab?

W: Tentu kami sangat bangga dan mencintai beliau.
PC: Bagaimana cara Anda mengekspresikan kecintaan kepadanya?

W: Kami mengadakan acara Usbu' Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, acara perayaan selama sepekan, diisi dengan ceramah para ulama wahabi, tentang jasa-jasa dan perjuangannya.
PC: Apakah hal tersebut ada dalilnya dalam Al-qur'an dan hadits?

W: Tidak ada.
PC: Mengapa Anda merayakan hari nasional Saudi Arabia?

W: Kami bangga dengan Saudi, dan cinta Saudi.
PC: Apakah ada dalilnya dalam Al-qur'an dan sunnah?

W: Tidak ada.
PC: Nah, sekarang saatnya saya menjawab pertanyaan anda. Mengapa kami merayakan maulid? Karena kami bangga dan bersukacita dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

W: Mengapa anda bangga dan bersukacita dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?
PC: Kami mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?

W: Mengapa anda mencintainya?
PC: Karena kami seorang mukmin.

W: Apakah ada dalilnya dari Al-qur'an dan sunnah?
PC: Ada.

W: Kata ulama wahabi tidak ada dalilnya.
PC: Petunjuk atau dilalah Al-qur'an dan sunnah ada kalanya secara nashshan (tekstual), dan ada kalanya secara istinbathan (kontekstual). Kaum wahabi dalam memahami dalil hanya secara nashshan, tidak istinbathan, karena akalnya lemah.

DIALOG IMAJINER : PERAYAAN MAULID
ANTARA PECINTA NABI SAW (PC) DAN WAHABI (W).
Oleh Ustadz Muhammad Idrus Ramli

Tiga Negara Timur Tengah Yang Tidak Peringati Maulid Nabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Hanya Saudi yang tidak mau memperingati hari kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam . Juga Israel. Juga Qatar. Itu negara sejenis. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa yang ikut mengakui berdirinya Israel termasuk Saudi. Sampai sekarang belum ada seorang warga Saudi yang sahid melawan Israel. Hanya raja Faisal yang akan melawan dan dibunuh.

Ada ahli hadist bani Hasyim yang mengarang kitab mengenai maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam ,dan dilaporkan ke kerajaan agar dihukum mati!! Bukan dibantah dengan ilmu tapi dengan kekuasaan. Oleh kerajaan diminta minta maaf dan tidak boleh lagi mengisi ceramah di Makkah.

Murid beliau ribuan di Indonesia dan ratusan pondok. Adapun Qatar,rajanya mengkudeta ayahnya sendiri dan mengusirnya dari Qatar. Karena itu,para ulama disana

tidak berani membawakan kajian atau ayat ayat ketaatan anak pada orang tua,sayangnya termasuk Syekh Qordowi.

Sampai saat ini belum ada pesawat ataupun peluru dari Saudi yang dijatuhkan ke Israel. Karenanya,fatwa fatwa ulama mereka bukan hujjah atau dalil. Ada satu kitab yang menerangkan perselisihan dan saling membid'ah antar ulama mereka. Kerjaan para ulama mereka hanya urusan bid'ah,syirik dan tauhid versi mereka.

Mereka tak segan merubah sebagaian hadist atau menghilangkannya kalau berkaitan dengan isyarat Nabi shallallahu alaihi wasallam masalah fitnah yang akan timbul dari Najed atau Riyad, ibukota Saudi.

TIGA NEGARA DI TIMUR TENGAH YANG ANTI MAULID (ISRAEL, SAUDI DAN QATAR)
Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli

Maulid Nabi dan Kekonyolan Wahhabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Wahabi:“Berapa kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum merayakan maulid?”

Sunni:“Kalau merayakan maulid dengan berpuasa, maka telah menjadi sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak bisa dihitung berapa kali. Tapi kalau maksudnya merayakan maulid dengan acara yang kami lakukan memang tidak pernah.”

Wahabi: “Kalau tidak pernah merayakan maulid seperti yang kalian rayakan mengapa kalian tidak cukup berpuasa saja, tanpa perayaan yang beliau tidak pernah mencontohkan?”

Sunni: “Pertanyaan Anda justru sejak awal salah dan tidak ilmiah. Sehingga akhirnya Anda mengeluarkan keputusan hukum yang salah pula. Pertanyaan awam Anda yang selalu diulang-ulang kepada kaum awam adalah:

Berapa kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merayakan maulid?
Berapa kali Khalifah Abu Bakar merayakan maulid?
Berapa kali Khalifah Umar merayakan maulid? Dan seterusnya.
Inilah rangkaian dari banyak pertanyaan Anda yang bodoh dan disebarkan kepada kaum Muslimin untuk membodohi mereka dengan kedok kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah.”

Wahabi: “Kok bisa, pertanyaan-pertanyaan kami dianggap salah dan suatu kebodohan?”

Sunni:“Dalam teori ilmu ushul fiqih, seorang penuntut/penggugat (mu’taridh) tidak boleh menanyakan dalil khusus kepada mustadil (ulama yang berdalil), misalnya harus dalil dari al-Qur’an dan hadits secara nash (tekstual). Tuntutan semacam ini adalah kebodohan. Karena di dalam agama, dalil itu ada banyak macamnya. Dalil-dalil yang disepakati oleh seluruh ulama ada empat; al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Sementara dalil-dalil yang masih diperselisihkan masih banyak lagi, seperti mashalih mursalah, saddu al-dzari’ah, istihsan, ‘amal ahl al-madinah, fatwa shahabi, dan lain-lain. Nah, karena dalil dalam pengambilan hukum tidak hanya terbatas pada al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga mencakup terhadap Ijma’ dan Qiyas, maka ketika seorang ulama menjawab suatu persoalan hukum dengan dalil Ijma’ dan Qiyas, jawabannya dapat diterima dan harus dihargai.”

Wahabi:“Mana dalilnya, bahwa fatwa ulama yang tidak berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah harus diterima?”

Sunni:“Fatwa ulama yang tidak berdasarkan nash al-Qur’an dan Sunnah harus diterima apabila memiliki dalil yang lain, seperti Ijma’ dan Qiyas, atau selain Ijma’ dan Qiyas menurut ulama yang mengakuinya. Ini yang disebut dengan proses ijtihad atau istinbath. Hal tersebut sesuai dengan hadits-hadits berikut ini:

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ. رواه البخاري (6805).
“Apabila seorang hakim melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya keliru, maka ia memperoleh satu pahala.” (Al-Bukhari [6805]).

Dalam hadits di atas, jelas sekali keutamaan ulama yang mengeluarkan hukum berdasarkan ijtihad, ketika tidak ada nash dalam al-Qur’an dan hadits, apabila hasil ijtihadnya benar, maka mendapatkan dua pahala, dan jika salah maka mendapatkan satu pahala.

Dalam hadits yang sangat populer juga disebutkan:

عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ « كَيْفَ تَقْضِى إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ ». قَالَ أَقْضِى بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ « فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِى كِتَابِ اللهِ ». قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ « فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِى سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلاَ فِى كِتَابِ اللهِ ». قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِى وَلاَ آلُو. فَضَرَبَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- صَدْرَهُ وَقَالَ « الْحَمْدُ للهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللهِ لِمَا يُرْضِى رَسُولَ اللهِ ». رواه أبو داود والترمذي وأحمد
Dari beberapa orang penduduk Himash dari kalangan sahabat Mu’adz bin Jabal, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam hendak mengutus Mu’adz ke Yaman (sebagai Qadhi), beliau bersabda: ”Bagaimana cara kamu memutuskan hukum, apabila menghadapi suatu persoalan?” Mu’adz menjawab: ”Aku akan memutuskan berdasarkan Kitabullah.” Beliau bertnya: ”Apabila kamu tidak menemukan keputusan dalam Kitabullah? ” Mu’adz menjawab: ”Berdasarkan Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.” Beliau bertanya: ”Apabila kamu tidak menemukan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dan tidak menemukan pula dalam Kitabullah?” Mu’adz menjawab: ”Aku berijtihad dengan pendapatku secara sungguh-sungguh”. Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memukul dada Mu’adz seraya bersabda: ”Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah pada apa yang diridhai oleh Allah.” (HR. Al-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

Perhatikan dalam hadits di atas, bagaimana Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mendidik umatnya, ketika menghadapi persoalan yang tidak terdapat nash dalam al-Qur’an dan hadits, agar melakukan ijtihad, dan hal itu termasuk diridhai oleh Allah. Dalam hadits di atas, ketika Mu’adz bin Jabal ditanya tentang persoalan yang tidak ada nash dalam al-Qur’an dan hadits, beliau tidak menjawab, aku akan menghukumi bid’ah kepada persoalan tersebut, karena setiap bid’ah itu sesat dan masuk neraka. Tetapi Mu’adz akan berijtihad dengan sungguh-sungguh. Semua hukum tidak bisa didalili dengan hadits kullu bid’atin dholalah.
Dalam hadits lain, juga diriwayatkan:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاةِ مِمَّا يُقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ يَا فُلانُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّهَا فَقَالَ حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ. (رواه البخاري).
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu: “Seorang laki-laki dari kaum Anshar selalu menjadi imam mereka di Masjid Quba’. Kebiasaannya, setiap ia akan memulai membaca surat dalam shalat selaku imam mereka, ia akan mendahului dengan membaca surah Qul Huwallaahu ahad sampai selesai, kemudian membaca surah yang lain bersamanya. Dan ia melakukan hal itu dalam setiap raka’at. Lalu para jamaahnya menegurnya dan berkata: “Anda selalu memulai dengan surah (al-Ikhlash) ini, kemudian Anda merasa tidak cukup sehingga membaca surah yang lain pula. Sebaiknya Anda membaca surah ini saja, atau Anda tinggalkan dan membaca surah yang lain saja.” Laki-laki itu menjawab: “Aku tidak akan meninggalkan surah al-Ikhlash ini dalam setiap raka’at jika kalian senang aku menjadi imam kalian, aku tetap begitu. Jika kalian keberatan, akan berhenti menjadi imam kalian.” Sementara para jamaah memandang laki-laki itu orang yang paling utama di antara mereka. Mereka juga tidak mau jika selain laki-laki itu yang menjadi imam shalat mereka. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepada mereka, mereka pun menceritakan perihal imam tersebut. Lalu beliau bertanya kepada laki-laki itu: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh sahabat-sahabatmu dan apabula yang mendorongmu membaca surat al-Ikhlash ini secara terus menerus dalam setiap raka’at?” Ia menjawab: “Aku sangat mencintainya.” Beliau bersabda: “Cintamu pada surah ini akan mengantarmu masuk surga.” (HR. al-Bukhari).

Perhatikan hadits di atas, seorang laki-laki yang menjadi imam kaum Anshar di Masjid Quba’, memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu membaca surah al-Ikhlash dalam setiap raka’at shalatnya ketika menjadi imam, sebelum membaca surah yang lain. Ketika hal tersebut dilaporkan kaumnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau justru bertanya, apa dasarnya membuat kebiasaan yang berbeda dengan orang kebanyakan itu. Lalu laki-laki tersebut menjawab, dasarnya karena sangat mencintai surah al-Ikhlash. Atas dasar inilah, laki-laki tersebut berijtihad untuk membaca surah al-Ikhlash dalam setiap raka’at. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar alasannya, beliau justru memberinya kabar gembira, bahwa ia akan masuk surga karenanya. Coba Anda perhatikan, ketika laki-laki tersebut mempunyai kebiasaan dalam shalat yang berbeda dengan sunnah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak langsung menegurnya dengan berkata: “kullu bid’atin dholalah, wa kullu dholalatin finnar.” Karena hadits ini tidak bisa diapakai untuk semua persoalan yang tidak ada nash nya dalam al-Qur’an dan hadits. Dalam persoalan-persoalan yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan hadits, masih banyak ruang untuk berijtihad, dan tidak berdasarkan hadits kullu bid’atin dholalah.

Dalam hadits lain juga diriwayatkan:

عن ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَصَلَّيْتُ خَلْفَهُ فَأَخَذَ بِيَدِي فَجَرَّنِي فَجَعَلَنِي حِذَاءَهُ فَلَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى صَلاتِهِ خَنَسْتُ فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِي مَا شَأْنِي أَجْعَلُكَ حِذَائِي فَتَخْنِسُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَوَيَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُصَلِّيَ حِذَاءَكَ وَأَنْتَ رَسُولُ اللهِ الَّذِي أَعْطَاكَ اللهُ قَالَ فَأَعْجَبْتُهُ فَدَعَا اللهَ لِي أَنْ يَزِيدَنِي عِلْمًا وَفَهْمًا. رواه أحمد وابو يعلى وصححه الحاكم.
Ibnu Abbas berkata: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada akhir malam, lalu aku shalat (bermakmum) di belakang beliau. Lalu beliau mengambil tanganku, menarikku, hingga menjadikanku lurus dengan beliau. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam konsentrasi pada shalatnya, aku mundur. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat. Ketika beliau selesai, beliau bertanya: “Kenapa diriku? Aku luruskan kamu denganku, kok malah mundur.” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, apakah pantas bagi seseorang menunaikan shalat, berdiri lurus dengan engkau, sedangkan engkau adalah Rasulullah yang telah diberi anugerah oleh Allah.” Lalu beliau kagum dengan jawabanku. Lalu beliau berdoa kepada Allah agar menambah ilmu dan kecerdasanku.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la. Dan al-Hakim menilainya shahih).

Perhatikan dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf Ibnu Abbas dengan beliau, karena menjadi makmum sendirian, tanpa bersama jamaah lain. Tapi kemudian Ibnu Abbas mundur lagi. Setelah selesai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, justru bertanya, apa dasar Ibnu Abbas tidak mau lurus dengan beliau dan justru mundur? Setelah Ibnu Abbas menjawab, bahwa dasar beliau mundur, adalah karena merasa tidak pantas jika harus lurus dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang derajatnya sangat agung, beliau justru mengagumi dasar tersebut dan mendoakannya agar bertambah alim dan cerdas. Dalam kejadian tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung marah kepada Ibnu Abbas dan tidak pula berkata kullu bid’atin dholalah wa kullu dholalatin finnar. Tetapi masih menanyakan dasarnya apa? Hadits kullu bid’atin dholalah, tidak bisa dijadikan dalil setiap persoalan hukum yang tidak ada nash nya dalam al-Qur’an dan hadits. Setiap persoalan ada dalilnya sendiri-sendiri.
Inilah sebagian dalil yang membuktikan kesalahan pertanyaan-pertanyaan kaum Wahabi di atas. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, tidak ilmiah. Hukum perayaan maulid telah difatwakan oleh para ulama besar, ratusan tahun sebelum lahirnya aliran Wahabi. Ketika perayaan maulid ditanyakan hukumnya kepada para ulama ahli hadits, mereka justru berpendapat positif dan menganjurkan untuk melakukannya. Mereka antara lain al-Hafizh Ibnu Dihyah al-Kalbi, al-Hafizh Ibnu al-Jauzi, al-Hafizh Ibnu Katsir, al-Hafizh al-’Iraqi, al-Hafizh Ibnu Nashiruddin al-Dimasyqi, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain. Mereka semuanya ahli hadits, dan hafal di luar kepala hadits kullu bid’atin dholalah.

Wahabi: ”Terus kalau memang acara maulid ada dalilnya, apa saja dalilnya?”

Sunni: ”Dalilnya banyak sekali. Antara lain:

Dalil pertama) Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. al-Anbiya’ : 107)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ. صححه الحاكم (1/91) ووافقه الحافظ الذهبي.
“Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan”. (Hadits sahih menurut al-Hakim (1/91) dan al-Hafizh al-Dzahabi.
Dengan demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah al-rahmat al-‘uzhma (rahmat yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah subhanahu wata’ala telah merestui kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu. Dalam hal ini Allah subhanahu wata’ala berfirman:

قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا
“Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58).

Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan, “Dengan karunia Allah (yaitu ilmu) dan rahmat-Nya (yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (Al-Hafizh al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2/308).

Dengan demikian merayakan maulid, berarti mengamalkan dalil-dalil di atas.
Dalil Kedua) Allah subhanahu wata’ala juga berfirman:

وكلا نقص عليك من أنباء الرسل ما نثبت به فؤادك
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud : 120).

Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-Qur’an adalah untuk meneguhkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan tentu saja kita yang dha’if dewasa ini lebih membutuhkan peneguhan hati dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, melalui penyajian sirah dan biografi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam perayaan maulid, bukankah membacakan dan menguraikan sirah beliau?

Dalil Ketiga) Sisi lain dari perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, mendorong kita untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada beliau sesuai dengan firman Allah:

إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab : 56).

Dan sesuai dengan kaedah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang dapat mengantar pada anjuran agama, juga dianjurkan sebagaimana diakui oleh al-‘Utsaimin dalam al-Ibda’ (hal. 18). Sehingga perayaan maulid menjadi dianjurkan.

Dalil Keempat) Allah subhanahu wata’ala juga berfirman:

قال عيسى ابن مريم اللهم ربنا أنزل علينا مائدة من السماء تكون لنا عيدا لأولنا وآخرنا وآية منك وارزقنا وأنت خير الرازقين
“Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Ma’idah: 114).

Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai hari raya bagi orang-orang yang bersama Nabi Isa ‘alaihissalam dan orang-orang yang datang sesudah beliau di bumi agar mengekspresikan kegembiraan dengannya. Tentu saja lahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai al-rahmat al-‘uzhma lebih layak kita rayakan dengan penuh suka cita dari pada hidangan itu.”

Wahabi:”Mengapa para ulama kami kaum wahabi tidak tahu dengan dalil-dalil di atas?”

Sunni: ”Mereka membaca al-Qur’an, tetapi al-Qur’an tidak sampai melewati kerongkongan mereka, al-Qur’an sebatas sampai di mulut, tidak meresap di hati mereka. Hati mereka buta. Sebagaimana diterangkan dalam hadits-hadits shahih, tentang ciri-ciri kaum Khawarij. Anda tahu bahwa mufti wahabi meskipun membid’ahkan dan mensyirikkan perayaan maulid dan mengenang biografi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka justru mewajibkan mengenang perjalanan hidup dan perjuangan pendiri Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi.”

Wahabi: ”Ah masak begitu.”

Sunni: ”Silahkan Anda buka, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, buku himpunan fatwa mufti wahabi yang tunanetra, Syaikh Ibnu Baz, pada juz 1 halaman 178, beliau mengharamkan dan membid’ahsesatkan perayaan maulid. Tapi pada juz 1 halaman 382, dia berkomentar tentang acara tahunan wahabi yang berjudul Usbu’ al-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (sepekan kewajiban mengenang dan menghayati sejarah perjalanan hidup dan jihad Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab), dia mewajibkan. Dia berkata:

كلمة في أسبوع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله
أيها الإخوة الكرام, إن الاجتماع لدراسة مذهب السلف الصالح ومنه دعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب , وتعريف الناس بها, ... أمر واجب ومن أعظم القرب إلى الله; لأنه تعاون على الخير, وتشاور في المعروف, وبحث للوصول إلى الأفضل, (الشيخ ابن باز، مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ج 1 ص 382).
Prakata Tentang Sepekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Saudara-saudara yang mulia. Sesungguhnya berkumpul untuk mempelajari madzhab salaf yang saleh, antara lain mempelajari dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan mengenalkannya kepada masyarakat … adalah perkara yang wajib dan termasuk ibadah sunnah yang paling agung kepada Allah, karena sesungguhnya hal itu tolong menolong atas kebaikan, tukar pikiran dalam kebaikan dan kajian untuk mencapai pada yang lebih utama.” (Ibn Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 1 hlm 382).

Coba perhatikan fatwa di atas, berkumpul untuk mempelajari perjalanan hidup dan dakwah pendiri wahabi termasuk wajib dan ibadah yang paling agung. Mengapa memperingati kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam malah bid’ah dan haram. Alangkah konyolnya mufti wahabi tersebut dalam berfatwa.”

Bersambung … insya Allah. (Dialog Imajiner)

Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli


Islam Pro Tradisi Versus Wahabi Anti Tradisi, Jawaban Terhadap Wahabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ WAHABI: “Mayoritas umat Islam Indonesia itu ahli bid’ah, karena mereka masih kuat memegang tradisi-tradisi yang berkembang dari nenek moyang mereka sebelumnya. Sedangkan Islam itu jelas anti tradisi. Islam itu hanya al-Qur’an dan hadits saja.’
SUNNI: “Pernyataan Anda berangkat dari konsep yang keliru, yakni beranggapan bahwa Islam anti tradisi. Padahal tidak demikian. Dalam pernyataan Anda ada dua kesalahan fatal. Pertama, menganggap dasar Islam hanya al-Qur’an dan hadits. Padahal sejak masa ulama salaf, dasar agama itu ada empat, al-Qur’an, hadits, ijma’ dan Qiyas. Kedua, Anda berasumsi bahwa Islam anti tradisi. Padahal tidak demikian. Tradisi itu ada yang dapat diterima oleh Islam dan ada yang tidak dapat diterima. Cara berpikir Anda sangat picik dan sempit.”

WAHABI: “Mana dalil Anda bahwa Islam dapat menerima tradisi?”

SUNNI: “Anda harus memahami, bahwa Islam itu agama. Islam bukan budaya dan bukan tradisi. Tapi harus dipahami bahwa Islam tidak anti budaya dan tradisi. Bahkan ketika suatu budaya dan tradisi masyarakat yang telah berjalan tidak dilarang dalam agama, maka dengan sendirinya menjadi bagian dari syari’ah Islam. Demikian ini sesuai dengan dalil-dalil al-Qur’an, Hadits dan atsar kaum salaf yang dipaparkan oleh para ulama dalam kitab-kitab yang mu’tabar (otoritatif).

1. Tradisi menurut al-Qur’an.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (الأعراف: 199)
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi yang baik), serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”. (QS. al-A’raf : 199).

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar menyuruh umatnya mengerjakan yang ma’ruf. Maksud dari ‘urf dalam ayat di atas adalah tradisi yang baik. Syaikh Wahbah al-Zuhaili berkata:

وَالْوَاقِعُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْعُرْفِ فِي اْلآَيَةِ هُوَ الْمَعْنَى اللُّغَوِيُّ وَهُوَ اْلأَمْرُ الْمُسْتَحْسَنُ الْمَعْرُوْفُ
“Yang realistis, maksud dari ‘uruf dalam ayat di atas adalah arti secara bahasa, yaitu tradisi baik yang telah dikenal masyarakat.” (Al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, 2/836).

Penafsiran ‘urf dengan tradisi yang baik dan telah dikenal masyarakat dalam ayat di atas, sejalan dengan pernyataan para ulama ahli tafsir. Al-Imam al-Nasafi berkata dalam tafsirnya:

(وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ) هُوَ كُل ُّخَصْلَةٍ يَرْتَضِيْهَا الْعَقْلُ وَيَقْبَلُهَا الشَّرْعُ.
“Suruhlah orang mengerjakan yang ‘urf , yaitu setiap perbuatan yang disukai oleh akal dan diterima oleh syara’.” (Tafsir al-Nasafi, juz 2 hlm 82).

Al-Imam Burhanuddin Ibrahim bin Umar al-Biqa’i juga berkata:

(وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ) أَيْ بِكُلِّ مَا عَرَفَهُ الشَّرْعُ وَأَجَازَهُ، فَإِنَّهُ مِنَ الْعَفْوِ سُهُوْلَةً وَشَرَفاً
“Suruhlah orang mengerjakan yang ‘urf, yaitu setiap perbuatan yang telah dikenal baik oleh syara’ dan dibolehkannya. Karena hal tersebut termasuk sifat pemaaf yang ringan dan mulia.” (Al-Biqa’i, Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, juz 3 hlm 174).

Oleh karena yang dimaksud dengan ‘urf dalam ayat di atas adalah tradisi yang baik, al-Imam al-Sya’rani berkata:

وَمِنْ أَخْلاَقِهِمْ أَي السَّلَفِ الصَّالِحِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ تَوَقُّفُهْم عَنْ كُلِّ فِعْلٍ أَوْ قَوْلٍ حَتَّى يَعْرِفُوْا مِيْزَانَهُ عَلىَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ أَوِ الْعُرْفِ، لأَنَّ الْعُرْفَ مِنْ جُمْلَةِ الشَّرِيْعَةِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (الأعراف: 199)
“Di antara budi pekerti kaum salaf yang shaleh, semoga Allah meridhai mereka, adalah penundaan mereka terhadap setiap perbuatan atau ucapan, sebelum mengetahui pertimbangannya menurut al-Qur’an dan hadits atau tradisi. Karena tradisi termasuk bagian dari syari’ah. Allah SWT berfirman: ““Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ‘urf (tradisi yang baik), serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”. (QS. al-A’raf : 199).” (Al-Imam al-Sya’rani, Tanbih al-Mughtarrin, hlm 14).

Paparan di aras memberikan kesimpulan, bahwa tradisi dan budaya termasuk bagian dari syari’ah (aturan agama), yang harus dijadikan pertimbangan dalam setiap tindakan dan ucapan, berdasarkan ayat al-Qur’an di atas.”

WAHABI:“Owh, ternyata ajaran al-Qur’an tidak menolak tradisi dan budaya, selama tidak bertentangan dengan agama. Sekarang, apakah ada dalil hadits yang menguatkan paparan di atas?”

SUNNI: “Jelas ada. Islam itu datang tidak untuk menghapus tradisi, tetapi dalam rangkamemperbaiki dan menyempurnakan tradisi. Dalam hadits diterangkan:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ. أخرجه أحمد ، وابن سعد والحاكم وصححه على شرط مسلم. والبيهقى و الديلمى.
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.” (HR. Ahmad [8939], Ibnu Sa’ad (1/192), al-Baihaqi [20571-20572], al-Dailami [2098], dan dishahihkan oleh al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim (2/670 [4221]).

Dalam banyak tradisi, seringkali terkandung nilai-nilai budi pekerti yang luhur, dan Islam pun datang untuk menyempurnakannya. Oleh karena itu, kita dapati beberapa hukum syari’ah dalam Islam diadopsi dari tradisi jahiliah seperti hukum qasamah, diyat ‘aqilah, persyaratan kafa’ah (keserasian sosial) dalam pernikahan, akad qiradh (bagi hasil), dan tradisi-tradisi baik lainnya dalam Jahiliyah. Demikian diterangkan dalam kitab-kitab fiqih. Sebagaimana puasa Asyura, juga berasal dari tradisi Jahiliyah dan Yahudi, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim.

Islam juga sangat toleran terhadap tradisi. Dalam hadits lain diterangkan:

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى اْلأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثََ أَحَدًا مِنْ أََصْحَابِهِ فِيْ بَعْضِ أَمْرِهِ ، قَالَ : «بشِّروا ، ولا تُنَفِّرُوا ، ويسِّروا ولا تُعَسِّروا». رواه مسلم.
“Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus seseorang dari sahabatnya tentang suatu urusan, beliau akan berpesan: “Sampaikanlah kabar gembira, dan jangan membuat mereka benci (kepada agama). Mudahkanlah dan jangan mempersulit.” (HR. Muslim [1732]).

Hadits di atas memberikan pesan bahwa Islam itu agama yang memberikan kabar gembira, dan tidak menjadikan orang lain membencinya, memudahkan dan tidak mempersulit, antara lain dengan menerima system dari luar Islam yang mengajak pada kebaikan. Sebagaimana dimaklumi, suatu masyarakat sangat berat untuk meninggalkan tradisi yang telah berjalan lama. Menolak tradisi mereka, berarti mempersulit keislaman mereka. Oleh karena itu dalam konteks ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَسْأَلُونِي خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللهِ إِلاَّ أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا. رواه البخاري
“Dari Miswar bin Makhramah dan Marwan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, mereka (kaum Musyrik) tidaklah meminta suatu kebiasaan (adat), dimana mereka mengagungkan hak-hak Allah, kecuali aku kabulkan permintaan mereka.” (HR. al-Bukhari [2581]).

Dalam riwayat lain disebutkan:

أَمَّا وَاللهِ لاَ يَدْعُونِي الْيَوْمَ إِلَى خُطَّةٍ ، يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرْمَةً ، وَلاَ يَدْعُونِي فِيهَا إِلَى صِلَةٍ إِلاَّ أَجَبْتُهُمْ إِلَيْهَا. رواه ابن أبي شيبة
“Ingatlah, demi Allah, mereka (orang-orang musyrik) tidak mengajakku pada hari ini terhadap suatu kebiasaan, dimana mereka mengagungkan hak-hak Allah, dan tidak mengajukku suatu hubungan, kecuali aku kabulkan ajakan mereka.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, [36855]).

Hadits di atas memberikan penegasan, bahwa Islam akan selalu menerima ajakan kaum Musrik pada suatu tradisi yang membawa pada pengagungan hak-hak Allah dan ikatan silaturrahmi. Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak anti tradisi.”

Perhatian Islam terhadap tradisi juga ditegaskan oleh para sahabat, antara lain Abdullah bin Mas’ud yang berkata:

قال عبد الله بن مسعود : مَا رَآَهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَآَهُ الْمُسْلِمُوْنَ سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّءٌ. رواه أحمد وأبو يعلى والحاكم
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tradisi yang dianggap baik oleh umat Islam, adalah baik pula menurut Allah. Tradisi yang dianggap jelek oleh umat Islam, maka jelek pula menurut Allah.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan al-Hakim).”

WAHABI:“Apa yang Anda paparkan itu kan konsep umum. Kami masih harus menggugat, apakah konsep tersebut dipraktekkan oleh para ulama sejak generasi salaf?”

SUNNI:“Anda ini bagaimana, diberi konsep, malah tanya penerapannya di kalangan ulama. Ya pasti hal tersebut dipraktekkan oleh para ulama.”

WAHABI:“Mana buktinya bahwa para ulama salaf menerapkan konsep yang Anda paparkan tersebut.”

SUNNI: “Anda ini lucu, masak ulama salaf tidak mengamalkan konsep yang sangat jelas dalam al-Qur’an dan hadits? Ya jelas banyak contohnya. Dalam kitab-kitab hadits diriwayatkan:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ صَلَّى عُثْمَانُ بِمِنًى أَرْبَعًا فَقَالَ عَبْدُ اللهِ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ أَبِى بَكْرٍ رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ عُمَرَ رَكْعَتَيْنِ وَمَعَ عُثْمَانَ صَدْرًا مِنْ إِمَارَتِهِ ثُمَّ أَتَمَّهَا. قَالَ الأَعْمَشُ فَحَدَّثَنِى مُعَاوِيَةُ بْنُ قُرَّةَ عَنْ أَشْيَاخِهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ صَلَّى أَرْبَعًا قَالَ فَقِيلَ لَهُ عِبْتَ عَلَى عُثْمَانَ ثُمَّ صَلَّيْتَ أَرْبَعًا قَالَ الْخِلاَفُ شَرٌّ. رواه أبو داود والبيهقي
Dari Abdurrahman bin Yazid, berkata: “Utsman menunaikan shalat di Mina empat raka’at.” Lalu Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua raka’at. Bersama Abu Bakar dua raka’at. Bersama Umar dua raka’at. Bersama Utsman pada awal pemerintahannya dua raka’at. Kemudian Utsman menyempurnakannya (empat raka’at). Ternyata kemudian Abdullah bin Mas’ud shalat empat raka’at. Lalu beliau ditanya: “Anda dulu mencela Utsman karena shalat empat raka’at, sekarang Anda justru shalat empat raka’at juga.” Ia menjawab: “Berselisih dengan jama’ah itu tidak baik.” (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi).

Perhatikan dalam riwayat di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhuma menunaikan shalat di Mina (ketika menunaikan ibadah haji, dengan di-qashar) dua raka’at. Kemudian Khalifah Utsman tidak melakukan qashar. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mencela Khalifah Utsman karena tidak melakukaan qashar shalat sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya. Meski begitu, karena Khalifah Utsman dan umat Islam pada saat itu tidak melakukajn qashar, Ibnu Mas’ud juga tidak melakukan qashar, demi menjaga kebersamaan dengan jama’ah, karena berbeda dengan jama’ah suatu keburukan. Lalu Anda bandingkan dengan sikap sebagian ormas Wahabi di Indonesia, setiap awal Ramadhan dan Syawal selalu berbeda dengan pemerintah dan mayoritas umat Islam dalam menetapkan waktu ibadah. Kaum Wahabi juga demikian, senang berbeda dengan umat Islam di sekitarnya, karena tidak tahu bahwa berbeda dengan mayoritas umat Islam itu suatu keburukan dalam kacamata ulama salaf.

Dalam kitab-kitab sejarah disebutkan:

قال محمد بن رافع : "كنت مع أحمد بن حنبل وإسحاق عند عبدالرزاق فجاءنا يوم الفطر ، فخرجنا مع عبدالرزاق إلى المصلى ومعنا ناس كثير ، فلما رجعنا من المصلى دعانا عبدالرزاق إلى الغداء ، فقال عبدالرزاق لأحمد وإسحاق : رأيت اليوم منكما عجباً ، لمْ تكبّرا !قال أحمد وإسحاق : يا أبابكر ، نحن كنا ننظر إليك : هل تكبّر فنكبّر ؟ فلما رأيناك لم تكبّر أمسكنا .قال : أنا كنت أنظر إليكما : هل تكبران فأكبّر "
“Muhammad bin Rafi’ berkata: “Aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Ishaq di tempat Abdurrazzaq. Lalu kami memasuki hari raya Idul Fitri. Maka kami berangkan ke mushalla bersama Abdurrazzaq dan banyak orang. Setelah kami pulang dari mushalla, Abdurrazzaq mengajak kami sarapan. Lalu Abdurrazzaq berkata kepada Ahmad dan Ishaq: “Hari ini saya melihat keaneha pada kalian berdua. Mengapa kalin tidak membaca takbir?” Ahmad dan Ishaq menjawab: “Wahai Abu Bakar, kami melihat engkau apakah engkau membaca takbir, sehingga kami juga bertakbir. Setelah kami melihat engkat tidak bertakbir, maka kami pun diam.” Abdurrazzaq berkata: “Justru aku melihat kalian berdua, apakah kalian bertakbir, sehingga aku akan bertakbir juga.” (Al-Hafizh Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyq, juz 36 hlm 175; dan al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’juz, 9 hlm 566 ).

Perhatikan dalam riwayat di atas, bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih tidak bertakbir ketika berangkat ke mushalla pada hari raya idul fitri, karena melihat guru mereka, Imam Abdurrazzaq al-Shan’ani tidak bertakbir. Sementara Imam Abdurrazzaq tidak bertakbir, karena melihat kedua muridnya yang sangat alim tidak bertakbir. Suatu budi pekerti yang sangat bagus, meninggalkan amalan sunnah, karena khawatir menyinggung perasaan orang di sekitarnya.

Paparan di atas semakin jelas apabila kita membaca pernyataan al-Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, yang berkata dalam kitabnya al-Adab al-Syar’iyyah sebagai berikut:

وَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لاَ يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ النَّاسِ إلاَّ فِي الْحَرَامِ فَإِنَّ الرَّسُولَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ الْكَعْبَةَ وَقَالَ (لَوْلاَ حِدْثَانُ قَوْمِكِ الْجَاهِلِيَّةَ) وَقَالَ عُمَرُ لَوْلاَ أَنْ يُقَالَ عُمَرُ زَادَ فِي الْقُرْآنِ لَكَتَبْتُ آيَةَ الرَّجْمِ. وَتَرَكَ أَحْمَدُ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ لإِنْكَارِ النَّاسِ لَهَا، وَذَكَرَ فِي الْفُصُولِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَفَعَلَ ذَلِكَ إمَامُنَا أَحْمَدُ ثُمَّ تَرَكَهُ بِأَنْ قَالَ رَأَيْت النَّاسَ لا يَعْرِفُونَهُ، وَكَرِهَ أَحْمَدُ قَضَاءَ الْفَوَائِتِ فِي مُصَلَّى الْعِيدِ وَقَالَ: أَخَافُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِهِ بَعْضُ مَنْ يَرَاهُ . (الإمام الفقيه ابن مفلح الحنبلي، الآداب الشرعية، ٢/٤٧)
“Imam Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membiarkan Ka’bah dan berkata, “Seandainya kaummu tidak baru saja meninggalkan masa-masa Jahiliyah…” Umar berkata: “Seandainya orang-orang tidak akan berkata, Umar menambah al-Qur’an, tentu aku tulis ayat rajam di dalamnya.” Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan dua raka’at sebelum maghrib karena masyarakat mengingkarinya. Dalam kitab al-Fushul disebutkan tentang dua raka’at sebelum Maghrib bahwa Imam kami Ahmad bin Hanbal pada awalnya melakukannya, namun kemudian meninggalkannya, dan beliau berkata, “Aku melihat orang-orang tidak mengetahuinya.” Ahmad bin Hanbal juga memakruhkan melakukan qadha’ shalat di mushalla pada waktu dilaksanakan shalat id (hari raya). Beliau berkata, “Saya khawatir sebagian orang-orang yang melihat akan ikut-ikutan melakukannya.” (Al-Imam Ibnu Muflih al-Hanbali, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, hal. 47).

Kaedah di atas sangat jelas, agar kita mengikuti tradisi masyarakat, selama tradisi tersebut tidak haram. Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan shalat sunnah qabliyah Jum’at, juga karena tradisi masyarakatnya yang tidak pernah melakukannya dan menganggapnya tidak sunnah, untuk menjaga kebersamaan dan kerukunan dengan mereka.

Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama panutan kaum Wahabi juga berkata:

إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه ، سواء قنت قبل الركوع أو بعده ، وإن كان لا يقنت لم يقنت معه ، ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لايستحبونه ، فتركه لأجل الإتفاق والإئتلاف كان قد أحسن ... وكذلك لو كان رجل يرى الجهر بالبسملة فأمّ قوماً لا يستحبونه أو بالعكس ووافقهم فقد أحسن "
“Apabila makmum bermakmum kepada imam yang membaca qunut dalam shalat shubuh atau witir, maka ia membaca qunut bersamanya, baik ia membaca qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’. Apabila imamnya tidak membaca qunut, maka ia juga tidak membaca qunut. Apabila imam berpendapat sunnahnya sesuatu, sementara para makmum tidak menganggapnya sunnah, lalu imam tersebut meninggalkan sesuatu itu demi kekompakan dan kerukunan, maka ia telah melakukan kebaikan. Demikian pula apabila seorang laki-laki berpendapat mengeraskan membaca basmalah dalam shalat, lalu menjadi imam suatu kaum yang tidak menganjurkannya, atau sebaliknya, dan ia menunaikan shalat seperti madzhab mereka, maka ia benar-benar melakukan kebaikan.” (Syaikh Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, juz 22 hlm 268).

Paparan di atas memberikan kesimpulan suatu kaedah, bahwa keluar dari tradisi masyarakat itu tidak baik, selama tradisi tersebut tidak diharamkan dalam agama. Kaedah tersebut didasarkan pada al-Qur’an, hadits, atsar para sahabat dan ulama salaf yang shaleh. Para ulama salaf yang shaleh terkadang meninggalkan amalan sunnah, semata menjaga kebersamaan dengan kaumnya yang menganggapnya tidak sunnah, sebagaimana banyak diceritakan dalam kitab-kitab sejarah dan hadits. Tidak jarang pula fatwa-fatwa para ulama juga berubah sesuai dengan perubahan tradisi, sebagaimana ditegaskan dalam kitab-kitab ushul fiqih dan qawa’id. Terdapat sebelas macam kaedah fiqih yang berkaitan dengan tradisi. Bahkan Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah sangat membela kaedah tradisi berikut ini:

تتغير الأحكام بتغير الأحوال والأزمان
“Hukum-hukum agama dapat berubah sebab perubahan tradisi dan perkembangan zaman.”

Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam kitabnya A’lam al-Muwaqqi’in. Tentu saja hukum-hukum yang berubah sebab tradisi bukan hukum-hukum yang ditetapkan berdasarkan nash yang mutlak seperti wajibnya shalat lima waktu dan semacamnya.

Kiranya paparan sekelumit ini menjadi pelajaran bagi kita tentang pentingnya menjaga tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan agama.”.

WAHABI:“Owh, begitu ya. Terima kasih.”

Bersambung… insya Allah.


Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli

Kaidah Fiqih Mufti Wahabi Wajibkan Perayaan Maulid Nabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Sebelumnya, pembaca jangan terkecoh dulu dengan judul di atas. Tapi baca tulisan berikut ini baik-baik.

SOAL: Apa yang melatarbelakangi lahirnya aliran-aliran sempalan dalam Islam, seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Qadariyah, Mu’tazilah, Hasyawiyah dan Wahabi?

JAWAB: Aliran-aliran dalam Islam dilahirkan oleh latar belakang yang berbeda. Sebagian dilahirkan oleh perasaan dan emosi politik yang memuncak, yaitu aliran Khawarij dan Syiah. Jadi lahirnya aliran Khawarij dan Syiah, tidak berkaitan dengan kajian ilmu pengetahuan sama-sekali.

Sebagian dilahirkan oleh kajian ilmiah, seperti Murji’ah, Qadariyah dan Mu’tazilah. Bedanya, kalau Murji’ah sebagai respon kontra terhadap aliran Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Sedangkan Mu’tazilah sebagai produk dari obsesi untuk mengetahui hakikat pengetahuan apa saja secara rasional.
Sedangkan Hasyawiyah (Mujassimah/pendahulu kaum Wahabi) dilahirkan dari kebodohan dan kejumudan, serta mengadopsi paham Jahiliyah yang tajsim dengan menyembah berhala.

SOAL: Apakah latar belakang lahirnya aliran-aliran tersebut berpengaruh terhadap sikap mereka?

JAWAB: Jelas berpengaruh. Bedanya begini;

Pertama) aliran yang dilahirkan oleh kajian ilmiah, para pengikutnya senang melakukan perdebatan ilmiah. Hal ini seperti yang terjadi pada aliran Mu’tazilah, Qadariyah dan Murji’ah.

Kedua) sedangkan aliran yang dilahirkan oleh perasaan, emosi, kebodohan dan kejumudan, ciri-ciri pengikutnya sebagai berikut:
  • 1) Tidak senang berdebat secara ilmiah dengan para pakar. Mereka siap berdebat dengan kaum awam.\
  • 2) Memaksakan ajarannya kepada pengikutnya dan orang lain, dengan cara doctrinal dan tidak ilmiah
  • 3) Menyebarkan ajarannya dengan propaganda kosong, seperti propaganda mengikuti al-Qur’an dan Hadits.
  • 3) Tidak berpegangan pada kaedah-kaedah ilmiah yang baku. Suatu kaedah akan mereka gunakan ketika mendukung ajaran mereka. Tetapi ketika kaedah tersebut tidak mendukung ajaran mereka, mereka akan menendangnya jauh-jauh.
SOAL: Bisa dicontohkan bahwa ajaran Wahabi disebarkan melalui propaganda dan tidak berpegangan dengan kaedah yang baku?

JAWAB: Contohnya banyak sekali. Salah satu contoh yang actual, adalah soal larangan perayaan maulid menurut mufti Wahabi. Di sisi lain, ia mewajibkan merayakan kehidupan pendiri Wahabi selama sepekan setiap tahun.

SOAL: Bisa dijabarkan lebih jelas?

JAWAB: Misalnya ketika mewajibkan perayaan sepekan kehidupan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Ibnu Baz, mufti Wahabi berkata:

كلمة في أسبوع الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله
أيها الإخوة الكرام, إن الاجتماع لدراسة مذهب السلف الصالح ومنه دعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب , وتعريف الناس بها, ... أمر واجب ومن أعظم القرب إلى الله; لأنه تعاون على الخير, وتشاور في المعروف, وبحث للوصول إلى الأفضل, (الشيخ ابن باز، مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ج 1 ص 382).
Prakata Tentang Sepekan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Saudara-saudara yang mulia. Sesungguhnya berkumpul untuk mempelajari madzhab salaf yang saleh, antara lain mempelajari dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan mengenalkannya kepada masyarakat … adalah perkara yang wajib dan termasuk ibadah sunnah yang paling agung kepada Allah, karena sesungguhnya hal itu tolong menolong atas kebaikan, tukar pikiran dalam kebaikan dan kajian untuk mencapai pada yang lebih utama.” (Ibn Baz, Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 1 hlm 382).


Kesimpulan dari fatwa tersebut:
  • 1) Perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah wajib dan termasuk ibadah yang paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah
  • 2) Dasar mufti Wahabi tersebut, bukan al-Qur’an dan hadits secara tekstual, bukan pula perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan kaum salaf
  • 3) Dasar mufti Wahabi tersebut, justru karena hal tersebut termasuk tolong menolong atas kebaikan
  • 4) Termasuk tukar menukar pikiran dalam kebaikan
  • 5) Termasuk kajian yang mengantarkan pada kebaikan yang lebih utama.
Nah berangkat dari sekian alasan yang dijadikan dasar mufti Wahabi tersebut dalam mewajibkan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, harusnya berlaku pula dalam perayaan Maulid. Karena dalam acara maulid juga mengandung:
  • 1) Tolong menolong pada kebaikan, seperti sedekah, membaca sholawat, mempelajari sirah
  • 2) Tukar menukar pikiran dalam kebaikan, seperti memperdalam sirah 
  • 3) Kajian yang mengantarkan pada kebaikan yang lebih utama, yaitu menghayati kehidupan dan meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi, berhubung ajaran Wahabi memang tidak berpegang pada kaedah yang baku, maka fatwa mufti tersebut sangat berbeda ketika memfatwakan hukumperayaan maulid. Syaikh Ibnu Baz berkata:

لا يجوز الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ولا غيره ; لأن ذلك من البدع المحدثة في الدين; لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله, ولا خلفاؤه الراشدون, ولا غيرهم من الصحابة رضوان الله على الجميع, ولا التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة, وهم أعلم الناس بالسنة, وأكمل حبا لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم, (الشيخ ابن باز، مجموع فتاوى ومقالات متنوعة، ج 1 ص 178).
Tidak boleh merayakan kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan lainnya. Karena hal tersebut termasuk bid’ah yang diada-ada dalam agama. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukannya, tidak pula Khulafaur Rasyidin, tidak pula para sahabat yang lain, tidak pula kaum tabi’in dalam masa-masa yang utama. Mereka adalah manusia yang paling mengetahui sunnah dan paling sempurna cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti syariatnya dari pada orang-orang sesudah mereka. (Syaikh Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 1 hlm 178).

Kesimpulan dari fatwa tersebut, perayaan maulid tidak boleh karena alasan:
  • 1) Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukan
  • 2) Khulafaur Rasyidin tidak pernah melakukan
  • 3) Para sahabat tidak pernah melakukan
  • 4) Para tabi’in tidak pernah melakukan
Seandainya keempat alasan ini benar-benar dijadikan kaedah yang baku oleh Ibnu Baz, tentu Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, juga bid’ah dan haram, bukan malah wajib dan ibadah yang paling agung. Karena acara seperti Usbu’ tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, para Khulafaur Rasyidin, para sahabat dan kaum salaf.

Ini membuktikan bahwa Wahabi tidak berpegangan pada kaedah keilmuan yang baku. Mereka seperti ular, yang licin kulitnya ketika dipegang.

Dan kalau kita berpijak pada fatwa Syaikh Ibnu Baz yang di atas, tentang wajibnya perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maulid seharusnya lebih wajib selama satu bulan.

SOAL: Secara hukum syar’iy, perayaan Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas apakah baik atau tidak baik?

JAWAB: Berhubung Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, oleh para ulama dianggap sebagai biang fitnah dan kerusakan di muka bumi, maka acara tersebut jelas tidak baik dan harus dijauhi. Seandainya, yang di-Usbu’-kan itu seorang ulama yang shaleh dan berjasa, tentu akan menjadi baik.

SOAL: Dari kedua fatwa di atas, mana yang lebih ilmiah?

JAWAB: Fatwa tentang Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di atas agak ilmiah, ditinjau dari segi alasan. Sedangkan fatwa larangan maulid, tidak ilmiah sama sekali, karena berpijak pada ketidaktahuan dalil.
Wallahu a'lam.


Oleh : Ustadz Muhammad Idrus Ramli



Kalam Ulama Penuh Hikmah dan Nasehat

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ustadz Muhammad Idrus Ramli dalam akun jejaring sosial facebooknya kerap kali membagikan artikel yang membahas mengenai amaliyah Aswaja dan bantahan terhadap aliran yang menyimpang. Disamping itu, kalam para ulama yang mengandung hikmah, nasehat dan pelajar juga sering dibagikan di akunnya. Berikut diantara nasehat atau mutiara hikmah tersebut :
1. CARA MEMBALAS MUSUH
لا يجب على العاقل أن يكافيء الشر بمثله وأن يتخذ اللعن والشتم على عدوه سلاحا
Orang yang berakal tidak harus membalas keburukan musuh dengan keburukan yang sama, dan tidak harus menjadikan laknat dan caci maki sebagai senjata.

إذ لا يستعان على العدو بمثل إصلاح العيوب وتحصين العورات حتى لا يحد العدو إليه سبيلا
Tidak ada senjata yang lebih membantu menghadapi musuh seperti memperbaiki cela dan membentengi celah-celah kelemahan sehingga musuh tidak menemukan jalan untuk menyerangnya.

والعاقل لا يرحم من يخافه
Orang yang berakal tidak akan mengasihi orang yang ia takuti
Dikutip dari Raudlatul 'Uqala' / ابن حبان، روضة العقلاء

2. KIAT MENYIKAPI MUSUH
Al-Imam Ibnu Hibban (dalam Raudlatul 'Uqala'), ulama salaf, radhiyallahu anhu berkata:
الواجب على العاقل أن يعلم أن من يوده لم يحسده ومن لم يحسده لم يعاده فيكون للعدو المكاتم أشد حذرا منه للعدو المبارز
Orang yang berakal harus tahu bahwa orang yang tidak akan pernah iri hati kepadanya.
Orang yang tidak pernah iri hati kepadanya tidak akan pernah memusuhinya.
Ia harus lebih berhati-hati terhadap musuh yang menyamar daripada musuh yang terang-terangan.

والرأي إذا كان من الأريب كان أبلغ في هلاك العدو من العدد الكثير من الجنود
Pendapat yang jitu dari seorang yang cerdas lebih ampuh dalam mencelakakan musuh daripada tentara yang berjumlah besar.

وترك العداوة على الأحوال كلها أحوط للعاقل من الخوض في سلوكها
Meninggalkan permusuhan dalam setiap kesempatan lebih berhati-hati daripada menyelami dalam jalan permusuhan.
3. KIAT MERAIH KESUKSESAN DAN KEKAYAAN
Diriwayatkan dari Zaid bin Abi Tsabit radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من كانت نيته الدنيا فرق الله عليه أمره، وجعل فقره بين عينيه، ولم يأخذ منها إلا ما كتب له، ومن كانت نيته الآخرة جمع الله شمله، وجعل غناه في قلبه، وأتته الدنيا وهي راغمة
Barangsiapa yang niatnya dalam beramal adalah kepentingan dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di depan kedua matanya dan ia tidak akan memperoleh dunia kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niatnya dalam beramal adalah kepentingan akhirat, maka Allah akan menyatukan golongannya, menjadikan kekayaan di dalam hatinya dan dunia akan mendatanginya sebagai pelayan.
رواه ابن ابي عاصم، في الزهد
Semoga kita bisa memperbaiki niat kita dalam beramal, amin.

4. BAHAYA UCAPAN YANG MELEBIHI KEBUTUHANAl-Imam Malik bin Anas, ulama salaf, radhiyallahu anhu berkata:
كل شيء ينتفع بفضله إلا الكلام فإن فضله يضر
Sisa apa saja dapat dimanfaatkan, kecuali perkataan, sisanya berbahaya.

الامام ابن حبان، روضة العقلاء
Sisa uang, sisa makanan dan sisa apa saja yang melebihi kebutuhan pasti bisa dimanfaatkan. Kecuali sisa perkataan yang tidak dibutuhkan, pasti berbahaya.
5. PERSATUAN SESUAI DENGAN KETAKWAAN
Al-Imam Ibnu Hibban, ulama salaf, radhiyallahu anhu berkata:
أهل طاعة الله قلوبهم وأهواؤهم مجتمعة وإن تفرقت ديارهم وأهل معصية الله قلوبهم مختلفة وإن اجتمعت ديارهم
Orang-orang yang taat kepada Allah, hati dan keinginan mereka menyatu meskipun rumah-rumah mereka saling berpencar. Sedangkan orang-orang yang maksiat kepada Allah, hati mereka berpecah-belah meskipun rumah-rumah mereka berkumpul.
الامام ابن حبان، روضة العقلاء

6. HATI-HATI DENGAN HASUD
Seorang penyair berkata :
كل العداوة قد ترجى إماتتها # إلا عداوة من عاداك من حسد
Setiap permusuhan masih ada harapan untuk disembuhkan # Kecuali permusuhan seseorang yang memusuhimu karena latar belakang hasud (iri hati)
7. KEUTAMAAN MENAFKAHI ORANG TUA
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ألا أخبركم بخمسة دنانير؟ أفضلها دينار أنفقته على والدتك، ودينار أنفقته على والدك، ودينار أنفقته على نفسك وعيالك، ودينار أنفقته على ذي قرابتك، وأخسها وأقلها أجرا، دينار أنفقته في سبيل الله
Tidakkah aku ceritakan kalian tentang uang lima dinar? Yang paling utama adalah satu dinar yang engkau nafkahkan untuk ibumu, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk ayahmu, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk dirimu dan keluargamu, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk kerabatmu. Dan yang paling rendah serta paling sedikit pahalanya adalah satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah.
رواه ابن الجوزي في البر والصلة

Ternyata menafkahi orang tua, pahalanya lebih besar dari pada sedekah yang lain. Apalagi dibandingkan dengan sedekah di jalan Allah.

8. KIAT PANJANG UMUR DAN BANYAK RIZKI
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
من أحب أن يمد له في عمره، ويزاد له في رزقه، فليبر والديه، وليصل رحمه
Siapa yang senang dipanjangkan usianya dan ditambah rizkinya, maka berbaktilah kepada kedua orang tuanya dan sambunglah keluarganya.
رواه الحسين بن حرب في البر والصلة

9. MENGHORMATI SAUDARA ORANG TUA
عن أبي بكر بن حفص، أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم وقد ألم بذنب، فقال له: «§هل لك والدة؟» قال: لا، قال: «فهل لك خالة؟» قال: نعم، قال: «اذهب فبرها»
Dari Abu Bakar bin Hafsh, bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan ia telah melakukan suatu perbuatan dosa. Beliau bersabda kepadanya: "Apakah kamu masih punya ibu?" Ia menjawab: "Tidak." Beliau bersabda: "Apakah kamu masih punya bibi?" Ia menjawab: "Ya." Beliau bersabda: "Pergilah ke bibimu, lalu berbaktilah padanya."
رواه الحسين بن حرب في البر والصلة
Saudara orang tua, posisinya sama dengan orang tua dalam hal keharusan menghormati .

10. PENTINGNYA KONSULTASI SEBELUM MEMUTUSKAN
Yahya bin Abi Katsir, radhiyallahu anhu berkata, bahwa Nabi Sulaiman bin Dawud alaihimassalam berkata kepada putranya:
يا بني لا تقطع أمرا حتى تشاور مرشدا، فإنك إذا فعلت لم تحزن عليه
Wahai anakku, janganlah kamu mengambil keputusan sebelum berkonsultasi kepada orang yang dapat memberimu petunjuk. Karena apabila kamu melakukan hal itu, kamu tidak akan bersedih karenanya.
رواه ابن أبي شيبة في الآداب

11. KEWAJIBAN ADIK KEPADA KAKAK
Dari Said bin Amr bin al-Ash, radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
حق كبير الأخوة على صغيرهم حق الوالد على ولده
Hak saudara tertua kepada adiknya sama dengan hak orang tua kepada anaknya.
رواه الحسين بن حرب في البر والسلم

Seorang adik wajib menghormati kakaknya seperti halnya anak menghormati orang tuanya.

12. HAKIKAT WANITA
Alqamah bin Abdah, dari kaum walaf, berkata:
فإن تسألوني بالنّساء فإنّني ... بصيرٌ بأدواء النّساء طبيب
Apabila kalian bertanya kepadaku tentang wanita,
Sesungguhnya aku seorang pakar dan dokter bagi penyakit wanita

إذا شاب رأس المرء أو قلّ ماله ... فليس له في ودّهنّ نصيب
Apabila kepala seseorang telah beruban, atau hartanya sedikit
Maka ia tidak akan mendapat bagian dari cinta kaum wanita
13. JANGAN MEMUTUS PERSAHABATAN
Al-Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq 'alaihimassalam berkata:
مودة يوم صلة ومودة شهر قرابة ومودة سنة رحم ثابتة من قطعها قطعه الله عز و جل
Persahabatan satu hari adalah silaturrahmi. Persahabatan satu bulan adalah kekerabatan. Persahabatan satu tahun adalah ikatan keluarga yang kokoh, siapa yang memutusnya, maka Allah 'azza wajalla akan memutusnya.
14. KIAT AGAR BANYAK ILMU
Para ulama berkata:
من أراد أن يكثر علمه فليجالس غير عشيرته
Barangsiapa yang menghendaki ilmunya banyak, maka bergaullah dengan orang-orang di luar keluarganya.
15. KEUTAMAAN LIDAH
Para ulama berkata:
من فضل اللسان أن الله عز و جل أنطقه بتوحيده من بين سائر الجوارح
Di antara keutamaan lidah atas organ tubuh yang lain, Allah 'azza wajalla membuatnya berbicara tentang keesaan-Nya, di antara organ-organ tubuh yang lainnya.
16. HAKIKAT KAUM WANITA
Seorang penyair berkata :
إن النساء رياحين خلقن لكم ... وكلكم يشتهي شم الرياحين
Sesunguhnya kaum wanita itu parfum yang diciptakan untuk kalian
Kalian semua pasti menginginkan mencium berbagai macam parfum.
17. PENTINGNYA MEMBANTU ORANG LAIN
Al-Imam al-Hasan al-Bashri, ulama salaf, radhiyallahu anhu berkata:
قضاء حاجة أخ مسلم أحب إلي من اعتكاف شهرين
Memenuhi hajat sesama muslim lebih aku sukai daripada i'tikaf selama dua bulan.
الامام ابن حبان، روضة العقلاء

Perhatikan, membantu orang lain ternyata lebih utama daripada ibadah sunnah selama dua bulan.

18. KIAT MELANCARKAN RIZKI
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu, meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang bersabda:
إن الله لا يظلم المؤمن حسنته يثاب عليها الرزق في الدنيا، ويجزى بها في الآخرة
Sesunguhnya Allah tidak akan menganiaya kebaikan yang dikerjakan oleh seorang mukmin. Allah akan membalasnya dengan kelancaran rizki di dunia, dan akan membalasnya pula di akhirat kelak.
رواه ابن المبارك في كتاب الزهد

Perhatikan, ternyata amal ibadah dapat melancarkan rizki di dunia, selain balasan di akhirat kelak.

19. BAHAYA HARTA BENDA
Sayyidina Umar bin al-Khaththab, radhiyallahu anhu berkata:
فوالله إن هذا المال ما أعطيه قوم إلا ألقي بينهم العداوة والبغضاء
Demi Allah, sesungguhnya harta benda ini tidaklah diberikan kepada suatu kaum, kecuali pasti menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka.
الإمام المعافى بن عمران الموصلي، كتاب الزهد

20. MILIK SESEORANG YANG PALING BERHARGA
عن حبيب الجلاب قال قيل لابن المبارك ما خير ما أعطى الرجل قال غريزة عقل قيل فإن لم يكن قال أدب حسن قيل فإن لم يكن قال أخ صالح يستشيره قيل فإن لم يكن قال صمت طويل قيل فإن لم يكن قال موت عاجل
Habib al-Jallab berkata: "Ibnul Mubarak ditanyakan, "Apakah anugerah atau milik seseorang yang paling baik?" Ia menjawab: "Kecerdasan akal." Ia ditanya lagi: "Kalau tidak punya kecerdasan akal?" Ia menjawab: "Etika yang baik." Ia ditanya lagi: "Kalau tidak punya etika yang baik?" Ia menjawab: "Saudara atau kawan yang shalih yang dapat dimintai pendapatnya." Ia ditanya lagi: "Kalau tidak punya saudara atau kawan seperti ini?" Ia menjawab: "Ia harus selalu diam." Ia ditanya lagi: "Kalau tidak bisa diam?" Ia menjawab: "Sebaiknya segera mati saja.".
(الامام الحافظ ابن حبان، روضة العقلاء)

21. KEUTAMAAN TAQWA DAN KAYA
Al-Imam Abu Shaleh al-Asadi, ulama salaf, radhiallahu anhu berkata:
وجدت خير الدنيا والآخرة في التقى والغنى , وشر الدنيا والآخرة في الفقر والفجور
Aku temukan kebaikan dunia dan akhirat dalam ketakwaan dan kekayaan, sedangkan keburukan dunia dan akhirat dalam kefakiran dan kejahatan.
Al-Imam al-Hafizh Ibnu Abi al-Dunya, Ishlal al-Mal.

22.PENTINGNYA MENJAGA PERKATAAN
كلام الشخص فيما لا يعنيه يقسي القلب ويضعف البدن ويعسر أسباب الرزق. (الشريف مسعود القناوي، شرح لامية ابن الوردي ص/349).
Pembicaraan yang tidak perlu akan menyebabkan hati keras, badan lemah dan mempersulit jalan-jalan rizqi. (Al-Syarif Mas'ud al-Qinawi, Syarh Lamiyah Ibn al-Wardi, hlm 349).

red. Ibnu L' Rabassa

Ideologi Khilafah Gagal Diusulkan Jadi Dasar Negara Indonesia

$
0
0
Jeddah, Muslimedianews.com ~ Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan, Islam moderat adalah solusi terbaik bagi umat Muslim Indonesia. Islam moderat ala Ahlussunnah wal Jamaah adalah dapat menjadi solusi berbagai persoalan yang ada dan sesuai dengan budaya Indonesia.

“Saat ini, di Indonesia banyak sekali ideologi ekspor yang dipaksakan masuk, seperti ideologi khilafah, sedangkan ideologi Pancasila dalam istilah agama sudah disepakati dan menjadi dasar kita dalam bernegara,” tuturnya kepada warga Nahdliyin di acara sarasehan yang digelar di Masjid Indonesia Jeddah di distrik Sarafiyah Kota Jeddah, Arab Saudi, Kamis (29/1/2015) malam lalu.

“Indonesia bukan negara Islam tapi negara Islami. Contohnya, di Indonesia kita bisa melaksanakan shalat 5 waktu kapanpun dan dimanapun,” lanjut Mahfud.

Dalam acara yang digagas oleh PCINU Arab Saudi, GP-Ansor Arab Saudi, OSIS Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ) ini, Mahfud juga menyinggung sejarah berdirinya Republik Indonesia. Waktu itu ideologi Khilafah sempat diusung oleh sebagain kelompok untuk diterapkan sebagai dasar negara tetapi tidak berhasil

“Tahun 1945 ideologi khilafah yang dibawa sebagian golongan mencoba untuk diterapkan melalui jalur legal dan konstitusional tetapi tidak berhasil, begitu juga di tahun 1959 mencoba diperjuangkan kembali tetapi tidak berhasil juga, kalau saat ini sudah tidak mungkin. Kalau secara teoritis mungkin saja, tetapi secara politik praktis tidak mungkin terjadi,” ujar Mahfud bercerita.

“Ulama-ulama kita sudah membahas bagaimana berislam di dalam negara Pancasila dan yang relevan hingga saat ini adalah Islam Moderat, jadikan islam sebagai nafas kehidupan bukan sebagai simbol atau bendera,” pesan Mahfud.

Mahfud juga bercerita bagaimana cara berdakwah santun seperti yang pernah dilakukan Gus Dur. “Dahulu Gus Dur pernah dicaci-maki karena berstatemen kalau ucapan ‘assalamualaikum’ diganti dengan ‘selamat pagi’, ‘selamat siang’, ‘selamat malam’ dengan alasan arti dan maksudnya sama. Banyak orang tidak faham apa maksud Gus Dur, tetapi sekarang kita baru tahu, di mana banyak bahasa agama sudah menjadi bahasa nasional,” katanya.

Di Indonesia saat ini, kata ‘assalamualaikum’ tidak hanya digunakan oleh umat Muslim, kalimat ‘bismillahirrahnirrahim’ bukan sekedar digunakan di forum pengajian tetapi juga digunakan  di forum-forum nasional,” cerita Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur  itu. (Ridho El-Qudsy/Anam)

sumber nu.orid

Mesir Putuskan Sayap Militer Hamas Sebagai Teroris

$
0
0
Kairo, Muslimedianews.com ~ Pengadilan Mesir memutuskan sayap militer Hamas, Palestina, sebagai organisasi teroris. Keputusan itu mengacu pada tindakan keras yang sistematis kelompok tersebut pada kaum Islam.

Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, mengatakan, Mesir menghadapi kampanye berkepanjangan terhadap militansi. “(Ini) akan sulit, kuat, jahat dan akan memakan waktu yang lama,” katanya dalam komentar yang disiarkan televisi pemerintah dan dikutip Reuters, Minggu 1 Februari 2015.

Hamas merupakan sebuah cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir. Pihak berwenang juga menyatakan kelompok ini sebagai teroris. Ikhwanul Muslimin juga ditekan secara menyeluruh sejak militer menggulingkan salah satu pemimpinnya, Mohamed Mursi, dari kursi kepresidenan pada tahun 2013.

“Kami menolak keputusan pengadilan Mesir terhadap (Hamas) Qassam. Ini adalah politik, keputusan berbahaya yang berfungsi hanya untuk pendudukan Zionis,” kata juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengacu pada kontrol Israel atas wilayah Palestina.

Keputusan itu terjadi beberapa hari setelah pasukan keamanan Mesir dipukul oleh serangan militan Islam.
“Pengadilan memutuskan untuk melarang (Hamas) Qassam dan didaftar sebagai kelompok teroris,” kata Hakim Mohamed al-Sayid, di pengadilan khusus Kairo.

Kasus ini didasarkan pada dugaan bahwa Brigade Qassam melancarkan serangan teroris untuk mendukung Ikhwan, dan melakukan pemboman dan penembakan yang menewaskan 33 personel keamanan di Semenanjung Sinai pada bulan Oktober 2014.

Sebuah sumber yang dekat dengan sayap bersenjata Hamas mengisyaratkan kelompok tidak lagi menerima Mesir. “Setelah keputusan pengadilan Mesir tidak lagi menjadi mediator Palestina-Israel,” kata sumber itu kepada Reuters. (jaz/onk)

Sumber via SantriNews


Lailatul Ijtima' NU Jateng dan Peringatan Harlah NU 4 Februari 2015

$
0
0
Muslimedianews.com ~  NU Jawa Tengah melalui akun jejaring sosial facebooknya (1/2/2015) menyampaikan undangan kepada  Bapak, Ibu, Saudara, Saudari, Nahdliyin, Nahdliyat, Muslimin, Muslimat, untuk menghadiri “Lailatul Ijtima’ NU Jawa Tengah & Peringatan Harlah NU Ke-89” yang insyaallah akan dilaksanakan pada hari Rabu 04 Februari 2015, pukul 19.00 WIB sampai Selesai.

Tempat di halaman kantor PWNU Jateng Jl. Dr. Cipto 180 Semarang, dengan rangkaian acara:
- Shalat 'isya
- Shalat ghaib
- Tahlil
- Dialog bersama PWNU Jateng tentang Aswaja
- Dialog bersama Prof Dr Fathur Rokhman MHum (Rektor Unnes) tentang Kurikulum 2013 & Madrasah di Kemendikdasmen.

*Terbuka untuk umum.

Waspadai Buku 'Islami' Ini Mendistorsi Manhaj Imam Syafi'i

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Buku-buku Islami mulai banyak digandrungi oleh umat Islam yang ingin mengenal dan belajar mengenai agamanya. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua buku bernuansa Islami berisi kebenaran, bahkan tidak jarang berisi kepalsuan dan kebohongan.

Utamanya umat Islam perlu mewaspadai buku-buku yang dikarang dan diterbitkan oleh penerbit Wahhabi dan kelompok menyimpang lainnya. Sebab mereka tidak segan melakukan distorsi terhadap ayat, hadits maupun perkataan ulama.

Diantara sekian banyak buku yang berisi kebohongan, salah satunya buku berjudul " Manhaj Salafi Imam Syafi'i - Prinsip-Prinsip Imam Syafi'i dalam Beragama"yang ditulis oleh ustadz Wahhabi bernama Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, diterbitkan oleh Pustaka Al Furqon. Situs wahhabi yang menyebarkan buku ini, antara lain pustaka-muslim.com,  atsar.ilmusunnah.com, etalasemuslimmurah.coml, lelong.com.my, dll.

Buku itu mengulas manhaj Imam al-Syafi'i versi Wahhabi yang ternyata didapati banyak kepalsuan. Hal itu terungkap dalam sesi tanya jawab pada sebuah seminar ilmiah di Malang bersama Ustadz Muhammad Idrus Ramli ketika seorang penanya menanyakan perihal buku tersebut.

Setelah Ust. Idrus Ramli melihat isi buku tersebut ternyata isinya penuh dengan kepalsuan, misalnya tentang bid'ah menurut Imam al-Syafi'i, ilmu kalam, hadits ahad, dan sebagainya. Berikut sebagian transkip komentar Ust. Idrus Ramli dalam rekaman video yang telah di upload di Youtube:

***
"...Memang sekarang ini banyak buku-buku yang mengatas-namakan Imam al-Asy'ari... ada jg wahhabi yang nulis buku (berjudul) "Abul Hasan Al-Asy'ari Imam Yang Terzhalimi" (Agus Hasan Bashori, Lc,. M.Ag)... isinya itu.. kita ini kan madzhabnya Asy'ari tetapi katanya tidak sama dengan Imam Asy'ari, .. yang ikut (dikatakan) tidak sama dan yang tidak ikut bisa sama.., sama [kasusnya] dengan buku ini (Manhaj Salafi Imam Syafi'i karya Yusuf bin Mukhtar)..

kita ini dari kecil mempelajari fiqh Syafi'i dan aqidah Syafi'i, lalu kok ada orang wahhabi yang tidak pernah belajar (tetapi mengklaim) ajarannya sama dengan Imam Syafi'i.. inikan luar bisa, .. ini fitnah..

Misalnya [dalam buku tersebut], Imam Syafi'i dianggap benci bid'ah.. tadi kan jelas bahwa Imam Syafi'i membagi bid'ah [hasanah dan dlolalah], cuma dibuku ini perkataan Imam Syafi'i ditakwil, (menurut wahhabi) bid'ah yang dimaksud Imam Syafi'i adalah bid'ah secara bahasa .. inilah kebohongan mereka.. Yang memahami konsep Imam Syafi'i ini [dalam masalah bid'ah ini] Syafi'iyah atau selain syafi'iyah?! .. ya pasti Syafi'iyah...

Kemudian [dalam buku itu disebutkan] Imam Syafi'i dikatakan membela hadits Ahad., tetapi (itu) maksudnya membela hadits Ahad ini didalam bab furu' bukan didalam bab aqidah, kalau didalam bab aqidah, hadits ahad memang tidak bisa menjadi dasar... [dalam buku ini] dibolak balik ..

Kemudian [dalam buku itu disebutkan] Imam Syafi'i tidak beragama dengan ilmu kalam. Imam Syafi'i memang melarang ilmu kalam tetapi ilmu kalam ahli bid'ah, bukan berarti Imam Syafi'i tidak ahli kalam, didalam Manaqib Imam Syafi'i (karangan Imam al-Baihaqi) dikatakan bahwa Imam Syafi'i pernah berdebat dengan orang Muktazilah dihadapan murid-muridnya menggunakan teori ilmu kalam sampai orang muktazilah itu takluk, setelah itu murid-muridnya tanya mengapa [Imam Syafi'i] ahli ilmu kalam?! kata Imam Syafi'i "Saya ini pakar ilmu kalam sebelum menjadi pakar fiqih".

... ... ... ...
***

Lebih lengkapnya simak dalam video http://youtu.be/2H-a70Y4odY yang diupload di Youtube dengan judul "Bid'ah Hasanah Dan Hukum Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Ustadz Muhammad Idrus Ramli ". Download versi Mp3 di http://riyadluljannah.org/download/2771/

Oleh : Ibnu L' Rabassa
Buku Wahhabi

Merayakan Maulid Nabi atau Wafatnya Nabi ? Ini Jawabnya

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Sejatinya peringatan Maulid Nabi telah banyak dijelaskan oleh para ulama, mereka menyatakan bahwa memperingatan Maulid Nabi sebagai sesuatu yang baik. Salah satuya Ahli Hadits, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani secara jelas menyatakan peringatan Maulid Nabi sebaai bid'ah hasanah (baik). Dan tidak ada ulama terdahulu yang mengingkari peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Tetapi, sebagian kecil umat Islam terus berupaya menolak peringatan Maulid Nabi, bahkan menyesatkan peringatan tersebut dan orang-orang yang memperingatinya. Dalam upaya penolakannya, beberapa alasan mereka kemukakan yang mana hujjah mereka tidak tepat digunakan untuk mengingkari maulid Nabi.

Salah satu pertanyaan yang kerap mereka jadikan hujjah untuk mengingkari peringatan maulid Nabi adalah berkaitan dengan waktu lahir dan wafatnya Nabi. Kelahiran Nabi Muhammad Saw. terjadi pada Senin 12 Rabi'ul Awwal, demikian pula wafatnya. Mengapa yang diperingati hari kelahiran Nabi (maulid Nabi) bukan wafarnya Nabi ?.

Dalam hal, al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi dalam risalah Husnul Maqshid di Amalil Maulid yang terdapat dalam kitabnya al-Hawi lil-Fatawai pernah mengatakan sebagai berikut:

إن ولادته صلى لله عليه وسلم أعظم النعم علينا، ووفاته أعظم المصائب لنا، والشريعة حثت على إظھار شكر النعم، والصبر والسلوان والكتم عند المصائب، وقد أمر الشرع بالعقيقة عند الولادة، وھي إظھار شكر وفرح بالمولود، ولم يأمر عند الموت بذبح ولا غيره، بل نھى عن النياحة وإظھار الجزع، فدلت قواعد الشريعة على أنه يحسن في ھذا الشھر إظھار الفرح بولادته صلى لله عليه .وسلم دون إظھار الحزن فيه بوفاته
"Lahirnya Baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan paling agungnya nikmat bagi kita, sedangkan wafatnya merupakan musibah yang paling besar bagi kita. Syari'at mendorong untuk menampakkan syukur atas berbagai nikmat, dan sabar tabah menghadapi berbagai musibah, syari'at juga memerintahkan melaksanakan Aqiqah pada waktu kelahiran, dan itu merupakan bentuk menampakan syukur dan kegembiraan dengan lahirnya seorang anak, syari'at tidak memerintahkan menyembelih hewan atau jenis lainnya saat kematian, bahkan melarang prilaku niyahah (meratap). Dalam hal ini, kaidah-kaidah syariat tlah menunjukkan bahwa yang hasan (baik) dilaksanakan pada kelahiran Nabi adalah menampakkan kegembiraan / kesenangan dengan kelahiran beliau Saw, bukan menampakkan kesedihan sebab wafatnya beliau Saw. "

Sebagaimana diketahui bahwa peringatan maulid Nabi dalam rangka bersyukur dan bergembira atas kelahiran Nabi, atas nikmat yang agung yang telah Allah berikan. Wujud kegembiraan dan rasa syukur itu berbeda-beda, ada yang bersedekah (makanan, uang, dll), berpuasa, istiqamah dalam menjalankan kebaikan, berdzikir, mengkaji ilmu agama, mendengarkan ceramah, dan sebagainya. Semua kebajikan itu ternyata ada dalam peringatan maulid Nabi.
Oleh : Ibnu L' Rabassa

Inilah Nama-Nama 313 Utusan Allah (Rasul Allah)

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Telah kita ketahui bersama bahwa nama-nama rasul yang wajib kita hafal dan ketahui ada 25. Sedangkan jumlah keseluruhan para rasul ada 313. Mungkin ini yang tidak banyak diketahui orang, yakni tentang nama-nama para rasul yang berjumlah 313.

Al-Alim al-‘Allamah asy-Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (kelahiran Tanara, Serang, Banten tahun 1813 M dan wafat di Mekkah tahun 1897 M), dalam kitabnya yang berjudulats-Tsamaru al-Yani’ah fi Riyadh al-Badi’ah menjelaskan:

فمن كتب اسمائهم ووضعهم فى بيته او قراها اوحملها تعظيما لهم وتكريما لذواتهم واحتراما لنبوتهم واستمدادا من هممهم العالية واستغاثة بارواحهم المقدسة سهل عليه امورالدنيا والاخرة وفتح عليه ابواب الخيرات ونزول الرحمة والبركات ودفع عنه الشرور , وقال صلى الله عليه وسلم حياتهم ومماتهم سواء فهم متصرفون في الارض والسماء.
“Barangsiapa yang menulis nama-nama rasul dan meletakkannya di rumah atau membacanya atau membawanya dengan mengagungkan mereka, memuliakan keberadaan mereka, menghormati kenabian mereka, berharap dari keinginan mereka yang tinggi dan beristighatsah dengan ruh-ruh mereka yang suci, maka akan dimudahkan oleh Allah Swt. segala urusan di dunia dan akhirat. Dan akan dibukakan pintu-pintu kebaikan dan diturunkan rahmat, keberkahan serta menolak segala kejelekan. Rasulullah Saw. bersabda: “Hidup dan matinya mereka (para rasul) itu sama saja, tetap beraktivitas (hidup) di bumi dan di langit.”

والمشهور ان المرسلين ثلاثمائة وثلاثا عشر كما في حديث ابي ذر وهاهي اسماؤهم على ماروى عن انس : ادم , شيث, انوش, قيناق, مهيائيل, اختوخ, ادريس, متوشلخ, نوح, هود, عبهف, مرداريم, شارع, صالح, ارفخشذ, صفوان, حنظلة, لوط, عصان, ابراهيم, اسمعيل, اسحق, يعقوب, يوسف, شمائيل, شعيب, موسى, لوطان, يعوا, هرون, كليل, يوشع, دانيال, بونش, بليا, ارميا, يونس, الياس, سليمان, داود, اليسع, ايوب, اوس, ذانين, الهميع, ثابت, غابر, هميلان, ذوالكفل, عزير, عزقلان, عزان, الوون, زاين, عازم, هريد, شاذن, سعد, غالب, شماس, شمعون, فياض, قضا, سارم, عيناض, سايم, عوضون, بيوزر, كزول, باسل, باسان, لاخين, غلضات, رسوغ, رشعين, المون, لوغ,برسوا, الاظيم, رشاد, شريب, هيبل, ميلان, عمران, هرييب, جريت, شماع, صريخ, سفان, قبيل, ضعضع, عيصون, عيصف, صديف, برواء,حاصيم, هيان, عاصم, وجان, مصداع, عاريس, شرحبيل, خربيل, حزقيل, اشموئيل, غمصان, كببر, سباط, عباد بثلخ, ريهان, عمدان, مرقان, حنان, لوحنا, ولام, بعيول, بصاص, هبان, افليق, قازيم, نصير, اوريس, مضعس, جذيمة, شروحيل, معنائيل, مدرك, حارم, بارغ هرميل, جابد, زرقان, اصفون, برجاج, ناوى, هزرابن اشبيل, عطاف, مهيل, زنجيل, شمطان, القوم, حوبلد, صالح, سانوخ, راميل, زاميل, قاسم, باييل, بازل, كبلان, باتر, حاجم, جاوح, جامر, حاجن, راسل, واسم, رادن, سادم, شوشا, جازان, صاحد, صحبان, كلوان, صاعد,غفران, غاير, لاحون, بلدخ, هيدان, لاوى, هيراء, ناصى, حانك, حافيخ, كاشيخ, لافث, نايم, حاشم, هجام, ميزاد,اسيمان, رحيلا, لاطف, برطفون, ابان, عورائض, مهمتصر, عانين, نماخ, هندويل, مبصل, مضعتام, طميل, طابيح, مهمم حجرم, عدون, منبد, بارون, روان, معبن, مزاحم, يانيد, لامى, فردان,جابر, سالوم, عيص, هربان, جابوك, عابوج, مينات, قانوح, دربان, صاخم, حارض, حراض, حرقيا, نعمان, ازميل, مزحم, ميداس, يانوح, يونس, ساسان, فريم, فريوش, صحيب, ركن, عامر, سحنق, زاخون, حينيم, عياب, صباح, عرفون, مخلاد, مرحم, صانيد, غالب, عبدالله, ادرزين, عدسار, زهران, بايع, نظير, هورين, كايواشيم, فتوان, عابون, رباخ, صابح, مسلون, حجان, روبال, رابون, معيلا, سايعان, ارجيل, بيغين, متضح, رحين, محراس, ساخين, حرفان, مهمون, حوضان, البؤن, وعد, رخيول, بيغان, بتيحور, حوظبان, عامل, زحرام, عيس, صبيح, يطبع, جارح, صهيب, صبحان, كلمان, يوخى, سميون, عرضون, حوحر, يلبق, بارع, عائيل, كنعان, حفدون, حسمان, يسمع, عرفور, عرمين, فضحان, صفا, شمعون, رصاص, اقلبون, شاخم, خائيل, احيال, هياج, زكريا, يحيى, جرجيس, عيسى بن مريم, محمد صلى الله عليه وسلم عليهم اجمعين .
“Dan menurut pendapat yang masyhur, sesungguhnya para rasul itu berjumlah 313, seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dzar Ra. Dan inilah nama-nama rasul itu seperti yang diriwayatkan dari sahabat Anas Ra.:

1. Adam As.
2. Tsits As.
3. Anuwsy As.
4. Qiynaaq As.
5. Mahyaa’iyl As.
6. Akhnuwkh As.
7. Idris As.
8. Mutawatsilakh As.
9. Nuh As.
10. Hud As.
11. Abhaf As.
12. Murdaaziyman As.
13. Tsari’ As.
14. Sholeh As.
15. Arfakhtsyad As.
16. Shofwaan As.
17. Handholah As.
18. Luth As.
19. Ishoon As.
20. Ibrahim As.
21. Isma’il As.
22. Ishaq As.
23. Ya’qub As.
24. Yusuf As.
25. Tsama’il As.
26. Su’aib As.
27. Musa As.
28. Luthoon As.
29. Ya’wa As.
30. Harun As.
31. Kaylun As.
32. Yusya’ As.
33. Daaniyaal As.
34. Bunasy As.
35. Balyaa As.
36. Armiyaa As.
37. Yunus As.
38. Ilyas As.
39. Sulaiman As.
40. Daud As.
41. Ilyasa’ As.
42. Ayub As.
43. Aus As.
44. Dzanin As.
45. Alhami’ As.
46. Tsabits As.
47. Ghobir As.
48. Hamilan As.
49. Dzulkifli As.
50. Uzair As.
51. Azkolan As.
52. Izan As.
53. Alwun As.
54. Zayin As.
55. Aazim As.
56. Harbad As.
57. Syadzun As.
58. Sa’ad As.
59. Gholib As.
60. Syamaas As.
61. Syam’un As.
62. Fiyaadh As.
63. Qidhon As.
64. Saarom As.
65. Ghinadh As.
66. Saanim As.
67. Ardhun As.
68. Babuzir As.
69. Kazkol As.
70. Baasil As.
71. Baasan As.
72. Lakhin As.
73. Ilshots As.
74. Rasugh As.
75. Rusy’in As.
76. Alamun As.
77. Lawqhun As.
78. Barsuwa As.
79. Al-‘Adzim As.
80. Ratsaad As.
81. Syarib As.
82. Habil As.
83. Mublan As.
84. Imron As.
85. Harib As.
86. Jurits As.
87. Tsima’ As.
88. Dhorikh As.
89. Sifaan As.
90. Qubayl As.
91. Dhofdho As.
92. Ishoon As.
93. Ishof As.
94. Shodif As.
95. Barwa’ As.
96. Haashiim As.
97. Hiyaan As.
98. Aashim As.
99. Wijaan As.
100. Mishda’ As.
101. Aaris As.
102. Syarhabil As.
103. Harbiil As.
104. Hazqiil As.
105. Asymu’il As.
106. Imshon As.
107. Kabiir As.
108. Saabath As.
109. Ibaad As.
110. Basylakh As.
111. Rihaan As.
112. Imdan As.
113. Mirqoon As.
114. Hanaan As.
115. Lawhaan As.
116. Walum As.
117. Ba’yul As.
118. Bishosh As.
119. Hibaan As.
120. Afliq As.
121. Qoozim As.
122. Ludhoyr As.
123. Wariisa As.
124. Midh’as As.
125. Hudzamah As.
126. Syarwahil As.
127. Ma’n’il As.
128. Mudrik As.
129. Hariim As.
130. Baarigh As.
131. Harmiil As.
132. Jaabadz As.
133. Dzarqon As.
134. Ushfun As.
135. Barjaaj As.
136. Naawi As.
137. Hazruyiin As.
138. Isybiil As.
139. Ithoof As.
140. Mahiil As.
141. Zanjiil As.
142. Tsamithon As.
143. Alqowm As.
144. Hawbalad As.
145. Solih As.
146. Saanukh As.
147. Raamiil As.
148. Zaamiil As.
149. Qoosim As.
150. Baayil As.
151. Yaazil As.
152. Kablaan As.
153. Baatir As.
154. Haajim As.
155. Jaawih As.
156. Jaamir As.
157. Haajin As.
158. Raasil As.
159. Waasim As.
160. Raadan As.
161. Saadim As.
162. Syu’tsan As.
163. Jaazaan As.
164. Shoohid As.
165. Shohban As.
166. Kalwan As.
167. Shoo’id As.
168. Ghifron As.
169. Ghooyir As.
170. Lahuun As.
171. Baldakh As.
172. Haydaan As.
173. Lawii As.
174. Habro’a As.
175. Naashii As.
176. Haafik As.
177. Khoofikh As.
178. Kaashikh As.
179. Laafats As.
180. Naayim As.
181. Haasyim As.
182. Hajaam As.
183. Miyzad As.
184. Isyamaan As.
185. Rahiilan As.
186. Lathif As.
187. Barthofun As.
188. A’ban As.
189. Awroidh As.
190. Muhmuthshir As.
191. Aaniin As.
192. Namakh As.
193. Hunudwal As.
194. Mibshol As.
195. Mudh’ataam As.
196. Thomil As.
197. Thoobikh As.
198. Muhmam As.
199. Hajrom As.
200. Adawan As.
201. Munbidz As.
202. Baarun As.
203. Raawan As.
204. Mu’biin As.
205. Muzaahiim As.
206. Yaniidz As.
207. Lamii As.
208. Firdaan As.
209. Jaabir As.
210. Saalum As.
211. Asyh As.
212. Harooban As.
213. Jaabuk As.
214. Aabuj As.
215. Miynats As.
216. Qoonukh As.
217. Dirbaan As.
218. Shokhim As.
219. Haaridh As.
220. Haarodh As.
221. Harqiil As.
222. Nu’man As.
223. Azmiil As.
224. Murohhim As.
225. Midaas As.
226. Yanuuh As.
227. Yunus As.
228. Saasaan As.
229. Furyum As.
230. Farbusy As.
231. Shohib As.
232. Ruknu As.
233. Aamir As.
234. Sahnaq As.
235. Zakhun As.
236. Hiinyam As.
237. Iyaab As.
238. Shibah As.
239. Arofun As.
240. Mikhlad As.
241. Marhum As.
242. Shonid As.
243. Gholib As.
244. Abdullah As.
245. Adruzin As.
246. Idasaan As.
247. Zahron As.
248. Bayi’ As.
249. Nudzoyr As.
250. Hawziban As.
251. Kaayiwuasyim As.
252. Fatwan As.
253. Aabun As.
254. Rabakh As.
255. Shoobih As.
256. Musalun As.
257. Hijaan As.
258. Rawbal As.
259. Rabuun As.
260. Mu’iilan As.
261. Saabi’an As.
262. Arjiil As.
263. Bayaghiin As.
264. Mutadhih As.
265. Rahiin As.
266. Mihros As.
267. Saahin As.
268. Hirfaan As.
269. Mahmuun As.
270. Hawdhoon As.
271. Alba’uts As.
272. Wa’id As.
273. Rahbul As.
274. Biyghon As.
275. Batiihun As.
276. Hathobaan As.
277. Aamil As.
278. Zahirom As.
279. Iysaa As.
280. Shobiyh As.
281. Yathbu’ As.
282. Jaarih As.
283. Shohiyb As.
284. Shihats As.
285. Kalamaan As.
286. Bawumii As.
287. Syumyawun As.
288. Arodhun As.
289. Hawkhor As.
290. Yaliyq As.
291. Bari’ As.
292. Aa’iil As.
293. Kan’aan As.
294. Hifdun As.
295. Hismaan As.
296. Yasma’ As.
297. Arifur As.
298. Aromin As.
299. Fadh’an As.
300. Fadhhan As.
301. Shoqhoon As.
302. Syam’un As.
303. Rishosh As.
304. Aqlibuun As.
305. Saakhim As.
306. Khoo’iil As.
307. Ikhyaal As.
308. Hiyaaj As.
309. Zakariya As.
310. Yahya As.
311. Jurhas As.
312. Isa As.
313. Muhammad Saw.


# Alhasil, menurut saya pribadi sesuai dengan konteks kekinian, kalau kita posting ataupun share status 313 nama-nama rasul ini insya Allah juga akan mendapatkan keutamaan sebagaimana mereka yang meletakkannya di rumah atau membacanya atau membawanya dengan mengagungkan mereka, memuliakan keberadaan mereka, menghormati kenabian mereka, berharap dari keinginan mereka yang tinggi dan beristighatsah dengan ruh-ruh mereka yang suci, sebagaiman disebutkan di atas. Aamiin.

Penulis : Sya'roni As-Samfury  (Pustaka Al-Muhibbin)

Mahfud MD Bicara Soal Khilafah

$
0
0
Muslimedianews.com~ Ada pernyataan menarik Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, ketika di daulat menjadi pembicara di Masjid Indonesia Jeddah, distrik Sarafiyah Kota Jeddah, Arab Saudi beberapa hari yang lalu. Menurutnya, Islam moderat adalah solusi terbaik bagi umat Muslim Indonesia.

“Saat ini, di Indonesia banyak sekali ideologi ekspor yang dipaksakan masuk, seperti ideologi khilafah, sedangkan ideologi Pancasila dalam istilah agama sudah disepakati dan menjadi dasar kita dalam bernegara,” kata Mahfud MD seperti diwartakan NU online.

Meski demikian, ia menyebut Indonesia sebagai negara yang Islami, meskipun bukan negara Islam.
“Indonesia bukan negara Islam tapi negara Islami. Contohnya, di Indonesia kita bisa melaksanakan shalat 5 waktu kapanpun dan dimanapun,” ucapnya.

Pada kesempatan tersebut, Mahfud MD juga memaparkan sekelumit  sejarah berdirinya Republik Indonesia, khususnya soal penerapan ideology khilafah yang saat ini digembor-gemborka oleh sekelompok orang.

“Tahun 1945 ideologi khilafah yang dibawa sebagian golongan mencoba untuk diterapkan melalui jalur legal dan konstitusional tetapi tidak berhasil, begitu juga di tahun 1959 mencoba diperjuangkan kembali tetapi tidak berhasil juga, kalau saat ini sudah tidak mungkin. Kalau secara teoritis mungkin saja, tetapi secara politik praktis tidak mungkin terjadi,” papar Mahfud.

“Ulama-ulama kita sudah membahas bagaimana berislam di dalam negara Pancasila dan yang relevan hingga saat ini adalah Islam Moderat, jadikan islam sebagai nafas kehidupan bukan sebagai simbol atau bendera,” pesan Mahfud.

Mahfud juga bercerita bagaimana cara berdakwah santun seperti yang pernah dilakukan Gus Dur. “Dahulu Gus Dur pernah dicaci-maki karena berstatemen kalau ucapan ‘assalamualaikum’ diganti dengan ‘selamat pagi’, ‘selamat siang’, ‘selamat malam’ dengan alasan arti dan maksudnya sama. Banyak orang tidak faham apa maksud Gus Dur, tetapi sekarang kita baru tahu, di mana banyak bahasa agama sudah menjadi bahasa nasional,” katanya.

Di Indonesia saat ini, kata ‘assalamualaikum’ tidak hanya digunakan oleh umat Muslim, kalimat ‘bismillahirrahnirrahim’ bukan sekedar digunakan di forum pengajian tetapi juga digunakan  di forum-forum nasional,” cerita Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur  itu. (Ridho El-Qudsy/Anam/Pekik)

'Rapor' Merah Untuk Felix Yanwar Siauw

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Artikel dengan judul "SEBUAH “RAPOR” UNTUK FELIX SIAUW' yang ditulis oleh Edi Akhiles di blog pribadinya ediakhiles.blogspot.com para 21 Februari 2015 menarik untk disimak semua orang.

Banyak nitizen yang menyambut baik artikel tersebut, tetapi seperti biasa layaknya fans, para pendukung Felix tidak begitu saja menerima, dan komenter bernada negatif kerap kali muncul.

Edi Akhiles dalam hal ini menyajikan sebuah teks tulisan yang siapapun boleh setuju atau tidak setuju terhadap isi tulisan tersebut. Berikut tulisan EdiAkhiles tersebut:

***
Rapor ini saya tulis dalam keadaan sadar; sadar bakal banyak jamaah Felix yang gedek, lalu (seperti biasanya) ngejudgesaya liberalis, JIL, atau Syi’ah, dan ujungnya dikafirin. Tetapi, tulisan ini tetap harus saya tuliskan dengan utuh, dalam rangka bersikap kritis atas rasa nyesek saya melihat tampang Islam ala sosmed yang kian “dangkal, gampangan, galak”, di kalangan anak-anak muda yang tak berkesempatan nyantri dan sekolah Islamic Studies yang intensif.
 
Saya saranin panjenengan baca tuntas tulisan ini, lalu monggo direnungkan. Tulisan ini panjang, jadi sediakan waktu luang, jangan menyimpulkan sepenggal-sepenggal. 

Pertama, khilafah. Kita tahu Felix adalah pejuang khilafah (pemerintahan Islam) di Indonesia. Di bio Fans Page-nya, dengan terbuka ia menuliskan hal itu. Ia berdiri sejajar bersama kelompok HTI di sini. Setidaknya, secara ideologis. Gerakan ini bisa diurai dari Ikhwanul Muslimin, Mesir.
 
Ia pernah menulis begini: “Nasionalisme itu tak ada dalilnya, lebih jelas membela Islam, jelas dalil dan pahalanya.
 
Ia pun pernah mengaplod sebuah video di Youtubeyang menyajikan forumnya tentang khilafah. Dengan bersemangat, ia menyimpulkan bahwa menegakkan khilafah itu kewajiban bagi umat Islam. Ia mengutip beberapa ayat tentang politik Islam, juga sejarah Ottoman. Meski ia tampak tidak menguasai Ilmu Nahwu lantaran salah baca harakat slide Arab gundul yang ditayangkannya, juga “salah ingat” ketika mengatakan bahwa pengarang kitab Al-Muwattha’ yang merupakan salah satu dari Kutub al-Tis’ahadalah Imam Syafi’ie, padahal aslinya adalah Imam Malik bin Anas, kepiawaiannya berolah kata sebagai public speaker berhasil membius ratusan orang di forum itu. Ya, orang-orang yang pasti tak bisa baca kitab gundul juga.
 
Perlu Panjenengan sekalian ketahui bahwa tak ada sepotong ayat pun dalam al-Qur’an, juga hadist Rasul, yang memberikan panduan legal-formal sistem pemerintahan Islam. Yang ada adalah ayat-ayat “prinsip etik” bagaimana sebuah sistem pemerintahan itu dijalankan. Musawah (persamaan), syura (musyawarah), ta’awun (tolong-menolong), dan ‘adalah (keadilan), hanya itu prinsip-prinsip etiknya. Selebihnya, mekanisme teknis diserahkan kepada setiap umat, tentu berdasar zaman dan tempat hidupnya. Mau pakai monarki ala Ottoman atau demokrasi ala Indonesia, tidak ada petunjuk legal-formalnya sama sekali.
 
Felix juga kudu mencermati sejarah Rasulullah dalam memimpin Madinah. Tidak ada satu pun hadits yang mengatakan bahwa kepemimpinan Rasulullah di Madinah itu adalah praktik kekhalifahan(kenegaraan). Istilah khalifah sebagai fa’il dari khilafahyang berupa masdar, baru muncul sepeninggal Rasulullah. Khulafaur Rasyidin disebut khalifah oleh masyarakat setempat BUKAN karena menjalankan sebuah sistem Negara Islam, tetapi semata sebutan fungsional dalam bahasa Arab yang menunjuk pada pemimpin itu.
 
Tentu, kewajaran belaka dalam sebuah komunitas harus ada pemimpinnya. Demikian pula yang terjadi di tanah Madinah kala itu. Sebab kondisi sosial-kultural masa itu adalah Islam, maka wajar saja bila aturan-aturan sosial-kemasyarakatan yang dijalankan saat itu adalah Islam. Tetapi, tetap saja harus ditegaskan bahwa hal itu bukanlah representasi legal-formal pemerintahan Islam yang harus dijalankan sepanjang zaman dan tempat. 
 
Antum a’lamu biumuri dunyakum,” sabda Rasul. “Engkau lebih tahu tentang urusan duniawimu.”
Dalam literatur keislaman salaf maupun kontemporer, isu tentang khilafah ini juga berada dalam posisi minor. Hanya ada sosok Abul A’la al-Maududi sebagai top leader-nya yang pernah menuliskan garis-garis besar haluan (GBHN) Negara Islam. Sistem khilafahyang benar-benar legal-formal baru muncul di era Umayyah. Aslinya, sistem khilafahmasa itu lebih tepat disebut monarki. Monarki yang dijalankan berdasar asas syariat Islam. Kondisi ini terus berlanjut hingga era Abbasiyah dan Ottoman (Utsmaniyah).
 
Catat di sini bahwa sepeninggal Rasulullah pun, para khalifah penggantinya (4 sahabat) tidak menjalankan kepemimpinan Islam dengan sistem monarki. Bila panjenengan membaca sejarah bagaimana transfer kekuasan terjadi sepeninggal Ali bin Abi Thalib, yang sempat digantikan oleh Hasan bin Ali, serta kemudian memantik peristiwa Karballa yang merenggut nyawa Husein bin Ali, ke tangan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, semua itu berjalan dalam “ranah politik” murni, bukan agama. 
 
Sampai di sini, perintah menegakkan khilafahsama sekali tidak memiliki landasan normatif (ayat dan hadits) dan historisnya. 
 
Inilah yang melandasi sikap kooperatif kubu Islam di hadapan kubu Nasionalis dari founding fathers kita dulu, yang dimotori M. Natsir, Agus Salim, Mohamad Roem, hingga Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan (orang-orang yang pastinya ahli ilmu agama dan umum dong), untuk menerima Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, bukan Syariah Islam. Bagi mereka, Pancasila sudah sangat Islami karena sudah berlandas pada “prinsip etik” ajaran politik Islam, sehingga harus diterima oleh umat Islam Indonesia
Kedua, tentang Syi’ah. Anak-anak muda muslim dan muslimah kini begitu doyan menjadikan sebutan Syi’ah sebagai sebuah keburukan dan kesesatan tanpa pilah pilih.
 
Mari teliti sejarah lahirnya Syi’ah. Syi’ah sejatinya telah ada sejak berpulangnya Rasullullah, yang diisi oleh para sahabat yang meyakini bahwa penerus Rasulullah haruslah dari Ahlul Bait, dalam hal ini Ali bin Abi Thalib. Kaum Syiah pembela Ali ini kian menguat sikapnya sepeninggal Ustman bin Affan. Sebagian faksi Syi’ah ini bahkan sampai pada level “menuhankan Ali” dengan mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Ustman, dan siapa pun yang dituding “mengambil hak” Ali untuk menjadi pemimpin penerus Rasulullah, yang sikap itu ditentang oleh Ali sendiri, .

Saat Ustman bin Affan terbunuh, sepupunya di Suriah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang memiliki massa militer dan politik besar, menuntut Ali untuk menyerahkan pembunuhnya. Bila tidak, maka Mu’awiyah akan memasuki Madinah. Para sahabat Madinah berang dengan ultimatum itu. Mereka bersiap “menyambut” pasukan Mu’awiyah (belum Umayah).
 
Di tengah situasi genting inilah, Ali membuat dealdengan Mu’awiyah, yang di antara isinya ialah menyerahkan tongkat kepemimpinan umat Islam ke tangan Mu’awiyah sepeninggalnya kelak. Di antara sahabat kecewa atas sikap politik Ali ini. Sebagian dari mereka memilih keluar dari kubu Ali sebagai aksi protes dan dikenal dengan nama Khawarij yang memang radikal. 
 
Salah satu ciri Syi’ah secara teologis ialah menolak semua hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Abu Hurairah, misal, yang riwayat-riwayat haditsnya banyak diambil sebagai hadist shahih, ditolak oleh kubu Syi’ah, meski dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan pula. Namun, penting dicatat segera di sini, bahwa sebagian hadist shahih yang diriwayatkan oleh kaum Syi’ah diterima oleh Bukhari dan Muslim. 
 
Penting pula dimengerti bahwa di dalam tubuh Syi’ah itu sendiri terdapat begitu banyak faksi. Ada faksi yang sangat radikal, yakni Syi’ah Rafadhah. Ada pula faksi yang sangat besar dan intelek, yang melahirkan mazhab fiqh sendiri, yakni Syi’ah Zaidiyah. Faksi ini lebih concernpada kemazhaban, dan tidak sibuk dengan urusan kafir-mengkafirkan. 
 
Di masa Fathimiyah, yang mendirikan Universitas al-Azhar, mazhab Syi’ah inilah yang dipakai, sebelum kemudian diganti oleh Salahuddin al-Ayyubi menjadi beraliran Sunni. Tetapi, dulu, Mazhab Syi’ah Zaidiyah ini diajarkan di sana. Bahkan, mazhab ini juga masih diajarkan berjejer dengan mazhab-mazhab fiqh lainnya hingga kini di banyak universitas dunia sebagai kajian komparatif.
 
Jadi, catat, Syi’ah pada mulanya lahir sebagai “faksi politik”, lalu sebagiannya berkembang menjadi sebuah aliran mazhab dalam Islam. Syi’ah tak patut untuk digebyah uyah sebagai keseluruhannya sesat (sama halnya dengan kubu aliran lain apa pun), sebab secara teologis ada pula kelompok Syi’ah yang sejatinya sama dengan Sunni; sama-sama sebagai sebuah aliran teologis, sama-sama bagian dari Islam.
 
Lalu, di sini, di tangan muslim awam umumnya, Syi’ah dipuklul rata sebagai sesat, bahkan kafir, bukan bagian dari Islam. 
 
Memang benar bahwa sebagian ritual Syi’ah ada yang berbeda dengan ritual Sunni yang kita anut di sini dan di banyak negara berpenduduk muslim lainnya. Tetapi, dalam ranah apa pun, perbedaan akan selalu ada dan tidak perlu dibesar-besarkan, bukan? Mengurai itu tentu akan butuh penelitian khusus yang intensif. Syi’ah begitu populer di Irak dan Iran, misalnya. Mungkin, bila panjenengan lahir dan hidup di Iran, panjenengandengan sendirinya akan menjadi penganut Syi’ah. Bukankah mayoritas kita dalam berislam dan bermazhab mewarisi siapa orang tua kita, ya?
 
Kita di sini lalu gampangan mengatakan Syi’ah itu sesat, bukan bagian dari Islam, secara gebyah-uyah, sebab mayoritas kita memang tak paham peta sejarah dan teologis ini. Sebab yang ada di cakrawala Islam kita hanyalah Islam Sunni, plus keawaman itu, jadilah yang berbeda dengan Sunni cenderung mudah divonis sesat. Demikian faktanya.


Ketiga, Islam liberal. Di sini, kian ke sini, istilah Islam liberal seolah merupakan hantu buruk rupa yang wajib dijauhi. Betapa mudahnya anak-anak muda yang awam studi akademik Islam itu menyebut Islam liberal sebagai sesat, bahkan kafir. Dan, Felix berada di rel yang sama dalam memperlakukan istilah liberal ini.
 
Baiklah, mari cermati ini. Kita semua tahu, termasuk Felix dan Reza, bahwa Islam itu terbagi jadi dua: unsur normativitas (dalil-dalil) dan unsur historisitas (kesejarahan, kezamanan). 
 
Al-Qur’an dan hadits pun, bila panjengantahu ilmu asbab al-nuzul dan ilmu asbab al-wurud untuk hadist, sebagiannya merupakan respons Allah dan RasulNya terhadap realitas zaman yang terjadi di tanah Arab, tempat diturunkannya kedua sumber utama Islam itu. Artinya, di dalam normativitas Islam termuat historisitas. Dalam ilmu Musthalah Hadits, misal, ada kaidah bahwa hadits ada yang bersifat qaulan (ucapan), fi’lan(perbuatan), dan taqriran (penetapan) Rasulullah.
 
Dalam kitab al-Ilm fi Ushul al-Fiqhkarangan Abdul Wahhab Khallaf, sebuah kitab primer di pesantren-pesantren, suatu hari Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Irak untuk berdakwah. Beberapa masa kemudian, sekembalinya ke Madinah, Mu’adz melapor pada Rasulullah bahwa di Irak ia mendapat pertanyaan dari masyarakat setempat tentang sebuah hukum yang Mu’adz sendiri tak pernah tahu statusnya dari Rasulullah. Lalu, karena zaman itu belum ada gadget, Mu’adz berijtihad memutuskan status hukum itu. Beliau menanyakan kepada Rasulullah tentang sikapnya itu, dan Rasulullah membenarkannya mengambil langkah itu.
 
Inilah yang di kalangan ulama Ushul Fiqh (Ilmu tentang metodologi pembentukan hukum Islam/fiqh) disebut-sebut sebagai ijtihadpertama dalam sejarah Islam yang terjadi di masa Rasul masih sugeng.
 
Terlihat dari i’tibar ini bahwa wajah hukum Islam tidaklah sama karena perbedaan realitas sosial-kultural antara Madinah dan Irak, yang relatif dekat. Apalagi wajah Islam Madinah dengan Indonesia.
 
Dalam studi akademik Islam, inilah yang lazim disebut kontekstualisasi Islam; berkesesuaiannya dalil-dalil Islam dengan realitas masa dan tempat hidup umat Islam. Maka, Islam ala Arab tidaklah harus dijiplak habis-habisan oleh umat Islam Indonesia, misal, lantaran pada sebagian fenomenanya tidaklah sesuai.
 
Apakah ini berarti bahwa wajah hukum Islam akan terus berubah?
 
Iya. Tepatnya, berdinamisasi. Dinamisasi hukum Islam ini hanya pada hal-hal yang sifatnya mu’amalah, bukan ‘ubudiyyah. Shalat Subuh di Masjidil Haram Mekkah yang dua rakaat akan selalu sama dengan shalat Subuh di masjid Bantul atau masjid di dekat Gua Pindul Gunung Kidul yang juga dua rakaat. Ini ‘ubudiyyah.
 
Makan kurma atau memelihara jenggot yang di Arab sangat subur tidaklah harus diikuti oleh umat Islam Indonesia, sebab kurma sulit dan mahal di sini, serta gen kita tidak “murah hati” pada jenggot. Ini mu’amalah. Wujud hijab sebagai penutup aurat di Arab yang berkurung lebar, bahkan sebagiannya ditambahin cadar, tidaklah harus ditiru atas nama apa pun oleh muslimah Indonesia, sebab keduanya memiliki kultur yang berbeda. 
 
Inilah kontekstualisasi dalil-dalil Islam; pembumian dalil-dalil Islam dengan realitas hidup umatnya. Dan, catat, kontekstualisasi ini secara epistemologis berbeda dengan liberalisasi Islam.
 
Secara epistemologis, kontekstualisasi Islam ialah “sekadar” upaya menyelaras-sesuaikan ajaran Islam dengan realitas hidup sebuah masyarakat. Membumikan, menyambung-kelindankan, menjadikannya spirit/ruh perilaku masyarakat setempat. Tentu, di dalamnya dibutuhkan tafsir yang dinamis. 
 
Liberalisasi Islam, secara epistemologis, adalah gerakan menafsirkan atau memahami dalil-dalil Islam dengan semangat progresif berkebebasan. 
 
Perbedaan paling mencolok di sini ialah bila kontekstualisasi Islam menjadikan dalil sebagai hierarki nomor satunya dalam spirit menafsirkan sesuai realitas zaman dan tempat, maka Liberalisasi Islam “cenderung” mendahulukan kekuatan nalar di atas normativitas itu. 
 
Tak heran, dalam beberapa tafsirnya, Islam Liberal memang terlihat mengejutkan kalangan awam. Ya, dalam sebagainnya lho, dalam sebagian lainnya tidak. Misal, tafsir liberalis bahwa wine yang notabenemengandung zat yang memabukkan itu halal dengan menimbang unsur manfaatnya. Memeluk lawan jenis non muhrim itu boleh dalam kaidah qiyashi terhadap ajaran idkhal al-surur (menyenangkan orang lain). Ini beberapa contoh tafsir baru kaum liberalis yang mengejutkan kaum awam, yang juga tidak diamini oleh kaum kontekstualis. 
 
Maka, sepatutnya, ke depan, kita hanya perlu lebih jeli dalam menimbang sebuah “fatwa” itu apakah layak kita terima atau tidak, sesuai atau tidak dengan konteks realitas hidup kita. Plus, yang tak kalah pentingnya, menjadikan maqashid al-syar’ie (tujuan pokok hukumnya) sebagai landasannya (nanti saya bahas khusus hal ini).
 
Sungguh menjadi ironi bila segala apa yang “baru”, disebut liberalis dalam artian sesat dan kafir. Menyedihkan sekali ini. Parah lagi sedihnya bila judge ini distigmakan oleh Felix yang banyak jamaahnya, sehingga otomatis jamaahnya yang awam akan mengamininya tanpa ampun.
 
Jadi, Felix harus mengerti betul peta ini; bagaimana kaidah metodologis dalam memperlakukan dalil-dalil yang “teks mati” dan tak bakal bertambah lagi di hadapan realitas zaman yang “manusia hidup” yang akan terus bergerak. Felix perlu pula membaca biografi Imam Syafi’ie, misal, yang menerbitkan Qaul Qadim untuk kemudian dilengkapi dalam Qaul Jadid, sebagai bukti empirik betapa imam hebat sekaliber beliau pun memiliki spirit tafsir kontekstual seiring perpindahan realitas hidupnya.
Keempat, maqashid al-syar’ie. Di kalangan pelajar atau ahli Ushul Fiqh, maqashid al-syar’ie ini menjadi “ibu” dari segala penyimpulan hukum Islam (al-asas fi istinbath al-hukmi al-islami). Sebuah hukum baru timbul selalu karena dua hal: fenomena baru dan landasan normatifnya (dalil). Dalil sampai akhir zaman akan tetap begitu adanya. Mabni. Alias tetap. Di dalam setiap dalil, terkandung maqashid al-syar’ie. Ia juga mabni, alias tetap. Tetapi, catat segera di sini, maqashid al-syar’ie itu adalah spirit atau tujuan pokok yang dikandung sebuah dalil. 
 
Misal, ayat tentang menghormati orang tua. Ayatnya begini, “Janganlah kamu berkata uuhh pada kedua orang tuamu.” Penafsir yang memegang metodologi tafsir yang baik, Ushul Fiqh itu, harus mencari tahu dulu apa gerangan maqashid al-syar’ie dari ayat ini. Oke, sebutlah maqashid al-syar’ie-nya adalah “dilarang berkata kasar pada orang tua”.  Inilah yang harus selalu dipegang oleh setiap penafsir.
 
Di sisi lain, kita mengerti bahwa etika itu relatif aktualisasinya dalam banyak adat masyarakat. Boleh jadi seorang anak biasa berkata “Bro” pada ayahnya, dan itu diterima sebagai etik oleh kedua orangnya, maka itu tak perlu disebut melanggar ayat itu. Tetapi boleh jadi dalam sebuah keluarga, salaman dengan tidak mencium tangan orang tua dianggap lancang, maka itu berarti pelanggaran terhadap maqashid al-syar’ie itu.
 
Perhatikan dengan detail di sini, bahwa yang paling pokok ialah menegakkan maqashid al-syar’ie itu, bagaimana caranya agar ia terpelihara, sedangkan remah-remah teknisnya bukanlah masalah untuk berbeda antar satu wilayah dan masa dengan wilayah dan masa lainnya. ‘Illah al-hukmi-nya pegang, selebihnya biarkan dinamis bentuknya.
 
Tafsir dinamis apa pun bila esensinya menabrak maqashid al-syar’ie ini, maka ia tidak layak digugu. Sebaliknya, tafsir Felix pun yang begitu sibuk dengan remah-remah teknis yang notabene alamiah untuk berbeda-beda sebab kejamakan realitas masyarakat, sampai menyulitkan hidup kita, dan apalagi ternyata bukanlah esensi dari sebuah ajaran atau dalil (maqashid al-syar’ie) itu, ya tidak perlu didapuk. 
 
Selfie, misal. Hari ini tak ada seorang pun yang tidak memiliki gadget. Dan setiap gadget selalu ada kameranya. Panjenenganbakal jadi aktor Srimulat bila datang ke counter handphone, lalu mencari handphone yang tidak ada kameranya sebab takut dosa karena tergoda selfie.
 
Come on, Felix, dengan memahami dulu maqashid al-syar’iesetiap ajaran atau dalil, lalu didakwahkan secara membumi, hukum Islam akan menjadi mudah diikuti kok. Yassir wala tu’ashshir, mudahkanlah dan jangan mempersulit.
 
Baiklah, dalam fatwa Felix tentang selfieitu, anggap saja ia sangat mengedepankan kehati-hatian. Agar hati tidak obahjadi ujub, riya’, dan takabbur, sebab itu semua penyakit hati yang berbahaya. Tetapi Felix juga harus fair dan proporsional bahwa kehati-hatian tidaklah sama dengan paranoid. Bila semua laku kita sehari-hari dibelenggu oleh kehati-hatian agar tak ujub, riya’, dan takabbur, yang itu berarti poinnya adalah tentang niat di dalam hati, maka berhentilah kita menulis, ngetwet, tampil di podium, sebab khawatir hati jadi goyah, jadi ujub, riya’, dan takabbur. Berhentilah bersedekah sebab khawatir hati jadi sombong di hadapan dhuafa yang menerimanya.
 
Ini bukan lagi kehati-hatian, tetapi paranoid; kafa Sigmund Freud, itu adalah kondisi neurosis pengidap masalah jiwa. Sorry to say. Demikian pula dalam fatwa Felix tentang keharaman televisi. 
 
Akan lebih bijak bila dalam konteks kehati-hatian agar hati tidak ujub, riya’, dan takabbur ini, cukuplah Felix menyandarkan pemahamannya pada hadits, misal, “Siapa yang di hatinya ada sebesar biji zarrah dari kesombongan, maka ia tidak berhak atas surga Allah.” Hadits ini bisa diurai begini bila menggunakan metodologi ilmiah Ushul Fiqh: maqashid al-syar’ie­-nyaadalah jangan pernah sombong dalam hal apa pun. Pelaksanaannya bagaimana? Biarkan umat personal yang mencernanya. Sebagai sebuah geliat hati berupa niat, ya itu sangat privat. Yang penting, sebagai ustadz yang menegakkan jalan dakwah, ente sudah menyampaikan bahwa Allah membenci orang sombong. 
 
Saking pedulinya saya sama ente, saya sungguh cemas lain hari ente akan mengharamkan traveling, outbound, internet, otomotif, gethuk, tiwul, dll., sehingga suatu kelak Indonesia ini akan hidup di abad pertengahan bersama kaum Khawarij, sementara bangsa-bangsa lain sudah pelesiran ke bulan dan Mars.
Kelima, komodifikasi. Hari ini, komodifikasi merupakan strategi marketing yang sangat ampuh, yang karenanya didaku oleh banyak orang dan perusahaan besar. Komodifikasi ialah “bisnis” alias jualan sebuah produk, boleh barang atau konsep, dengan dilabeli nilai-nilai agama. Intinya ya jualan itu, bisnis itu. Biar lebih mencengkeram hati segmen yang disasarnya, dikemaslah ia dengan label-label Islam. Orang awam akan mangapdan menelannya begitu saja, dengan sugesti bahwa inilah yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya. Bila panjenengan jalan-jalan ke Mekkah, lihatlah di supermarket Bin Daood, misal, betapa cerdasnya brand Coca Cola melakukan komodifikasi ini dengan menuliskan merek Coca Cola dalam bahasa Arab, sehingga bagi jamaah umrah/haji yang awam, yang faktanya itu adalah mayoritas, ia dianggap minuman buatan Mekkah yang sama berkahnya dengan Zamzam.

Dalam sebuah presentasi di kelas doktoral yang mengangkat tema Komodifikasi Agama ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa sebagai sebuah strategi marketing, komodifikasi itu hebat banget, tetapi sebagai sebuah pertanggungjawaban moral muslim, itu tega banget. Itu adalah pembodohan umat. 
 
Beberapa waktu ini, kita dijejali dengan slogan bernama Hijab Syar’ie. Hijab yang secara maqashid al-syar’ie untuk menutupi aurat bergeser menjadi fatwa-fatwa marketing Hijab Syar’ie ala komodifikasi: sebuah model hijab yang didesain sedemikian rupa, sehingga “efek fiqh-nya” adalah siapa pun muslimah yang tidak mengenakan hijab demikian belumlah sempurna ia menunaikan kewajibannya menutup aurat. Belum sempurnalah kemuslimahannya. 
 
Bila fiqh menutup aurat ini dikembalikan kepada Mazhab Syafi’ie, misal, jelas bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Sudah. Kalau mengikuti mazhab lainnya, misal Hanafi, batasannya sedikit lebih longgar.
 
Tidak ada kaitan sama sekali antara kewajiban menutup aurat bagi muslimah dengan kewajiban mengenakan hijab model begini dan begitu itu. Nggak ada blas! Yang penting sudah sempurna menutup aurat, ya sudah cukup. Di Topkapi, Istanbul, sampai hari ini masih menyimpan jubah Fatimah, putri Rasulullah, yang bentuknya biasa saja. Tidak aneh-aneh, ora ndakik-ndakik kudu menjuntai kanan-kiri dan begini begitu.
 
Sungguh messakke para simbok dan simbahkita di kampung bila Hijab Syar’ie yang notabene tidak murah harganya itu, sebutlah merek Alila milik Felix, dijadikan ukuran benar menutup aurat muslimah yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya. Sungguh kasihan. 
 
Efek lain dari komodifikasi Hijab Syar’ie yang laris manis berkat fanatiknya orang awam pada fatwa rente ini ialah bermunculannya turunan komodifikasi lainnya, mulai kaos kaki Syar’ie, sepatu dan sandal Syar’ie, baju renang Syar’ie, dan entah kelak Syar’ie-Syar’ie apa lagi. 
 
Tentu saja, Felix juga manusia biasa seperti saya yang suka duit, karenanya ia berdagang bagai Rasulullah (sebutlah begitu), itu sah-sah saja. Tetapi, sebagai idola umat, sewajibnya Felix memahami kapasitas dirinya sebagai ustadz di satu sisi dan pedagang di sisi lain. Membaurkan kedua pangkat itu, demi larisnya dagangan, sungguh sangat memilukan. Memfatwakan sesuatu atas nama Syariat, tetapi efeknya menjadikan larisnya sebuah dagangan, sungguh itu cara mengais nafkah yang tergopoh.
Keenam, terakhir, ilmu dan konsistensi. Seseorang menjadi anutan umat, dan akan kian terhormat, bila memiliki kedalaman ilmu dan konsistensi tinggi. Saya tidak berkepentingan untuk meragukan kapasitas Felix. Tidak, sama sekali tidak. Namun saya hanya hendak mengatakan di sini bahwa seorang mufti(pemberi fatwa) seperti yang kerap dilakukan Felix harus melandaskan fatwanya selalu pada metodologi ilmiah ilmu pengetahuan yang kapabel: secara ilmu alat tafsir (sebutlah ilmu Ushul Fiqh, Asbab al-Nuzul, Asbab al-Wurud, Nasakh Mansukh, ilmu bahasa macam Nahwu, Sharf, Mantiq, dan Balaghah, hingga ilmu muqaranah al-mazahib) dan secara ilmu umum (sebutlah sosiologi, antropologi, hingga hermeneutika).
 
Felix hanya perlu menyadari bahwa fatwa-fatwanya akan memiliki dampak kepada (setidaknya) jamaahnya, menjadi prinsip hidup, kemudian perilaku. Apa jadinya bila sebuah fatwa dilahirkan dengan ugal-ugalan tanpa memiliki landasan metodologis yang kuat. Yang terjadi bukanlah tuntunan hidup umat, tetapi kegelisahan umat.
 
Dalam kitab Al-Luma’ fi Ushul al-Fiqhkarangan Abu Ishaq Ibrahim, disebutkan bahwa seorang mufti (kayak Ustadz Felix) harus pula memenuhi syarat amanah dan terpercaya. Dalam bahasa kita, ustadz pemberi fatwa haruslah memiliki konsistensi tinggi. Ini mencerminkan betapa sangat tingginya derajat mufti yang bukan hanya pandai menarikan jempolnya di atas gadget untuk kultwet, tetapi juga harus selalu konsisten perilakunya agar patut digugu.
 
Bila manusia umum macam saya ini sukanya isuk kedele sore tempe,Nakmas Bagus Felix ndak boleh lho begitu. Atas nama kredibilitas ente yang harus konsisten sebagai seorang mufti. Sebab fatwa ente akan diasup jamaah ente, jadi ente harus selalu sahih konsistennya.
 
Ndak elok to, Felix, bila ente memfatwa tivi haram tapi ente terima order untuk tampil di sana atas nama dakwah, misal. Pun ndak jumawato bila ente bilang selfieitu mengancam hati tetapi ente ya selfie di Vatikan. Pun menyedihkan saya lihatnya kala ente begitu heorik mencuci otak jamaah untuk mendukung ideologi ente menegakkan khilafah di sini, sampai tega bilang nasionalisme itu tak ada dalilnya dan pula tak berguna (masak sih harus saya ajarin tentang ajaran hizbu al-wathan), tetapi ente menikmati kewarganegaraan Indonesia dalam bentuk KTP dan passport lho.
Hormat dan maaf saya yang sebesar-besarnya untuk panjengenganipun, Nakmas Bagus Felix Siauw, bila banyak mata pelajaran dalam rapor ini yang masih berwarna merah. Tetapi, percayalah, saya melakukan ini karena tiga hal belaka: pertama, selo banget, lalu kedua, peduli banget sama anak-anak muda muslim/muslimah yang aslinya awam ilmu agama tetapi begitu militan memperjuangkan hal-hal yang belum diketahuinya dengan baik, dan ketiga, sebab saya merindukan ente, Felix, jadi cendekiawan muslim yang sanggup menyumbangkan kesejukan dan kedamaian bagi bangsa ini.
 
Kulo nuwun.
 
Jogja, 22 Januari 2015
 
***
Sumber : http://ediakhiles.blogspot.com

KH. Hasyim Muzadi: Jangan Sampai NU Disusupi Orang yang Beda Ideologi dengan NU

$
0
0
Jombang, Muslimedianews.com ~ Rais Syuriah PBNU KH Hasyim Muzadi mengingatkan semua elemen NU Jombang agar turut memikirkan arah perjuangan organisasi Islam terbesar ini ke depan. Nilai-nilai perjuangan NU harus senantiasa dijaga dengan teguh, tidak boleh tersusupi ideologi lain yang bisa merusak organisasi.

"Saya datang bukan karena ingin memperoleh dukungan untuk menduduki jabatan tertentu di kepengurusan NU, ini karena menjalankan amanah sebagai perwujudan komitmennya menjadi kader NU," paparnya.

Kiai Hasyim menyampaikan hal itu pada acara halaqah "Tantangan Masa Depan Ideologi Aswaja Annahdliyah” oleh kader muda NU yang tergabung dalam Kampoeng Nahdliyin, di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan, Sabtu (31/1/2015).

Di hadapan sekitar 100 peserta yang memenuhi Aula Pesantren Darul Ulum, mantan ketua umum PBNU ini mengatakan, NU membutuhkan pikiran bersama. Kemajuan NU menjadi tanggung jawab semua kader-kader muda NU. Apalagi, katanya, banyak gerakan yang tidak rela NU menjadi besar. Upaya-upaya pelemahan baik dari dalam maupun dari luar harus benar-benar diwaspadai.

"Jangan sampai NU disusupi oleh orang-orang yang nyata-nyata tidak sepaham dengan nilai-nilai ideologi NU," tambahnya.

Hasyim yang juga anggota Watimpres ini menambahkan,  sekarang sudah banyak ideologi-ideologi dari luar telah masuk ke Indonesia, tak terkecuali di Jombang. Ancaman tersebut, menurutnya, di antaranya adalah fundamaentalisme, radikalisme, serta kapitalisme.

“Karenanya, ideologi Aswaja Annahdiiyah harus menjadi benteng dalam meng-counter masuknya budaya-budaya dari luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," tandasnya.

Selain itu, ia menegaskan sebentar lagi Jombang akan menjadi tuan rumah pagelaran akbar Muktamar ke-33 NU. Ia berharap khususnya pada generasi muda NU untuk senantiasa teguh mengawal komitmen nilai-nilai perjuangan organisasi.

"Di sini ada kelompok Gawagis, perkumpulan gus gus pesantren, kalian semua yang akan melanjutkan perjuangan kami setelahnya nanti," pungkasnya, sembari berpesan, menjelang muktamar kaum muda harus bisa menjaga diri dari politik uang dan kecurangan, karena KPK juga sudah memantau Jawa Timur.

Sementara itu, Sholahul Am Notobuwono, ketua Kampoeng Nahdliyin, mengatakan, sarasehan Kampoeng Nahdliyin tidak hanya digelar di Jombang, tapi juga akan bersambung di beberapa kabupaten/kota lain di Jawa Timur.

"Selain di Jombang, kegiatan seperti ini akan diadakan juga di Pasuruan, Pacitan mungkin juga di Sidoarjo, karena kaum muda sekarang yang akan memimpin NU masa depan," ujarnya seraya mengatakan kaum muda harus paham tantangan dan misi NU ke depan. (Muslim Abdurrahman/Mahbib)

sumber nu.or.id

KH. Muchith Muzadi dan KH. Tholhah Hasan Calon Rais 'Amm ?

$
0
0
Surabaya, Muslimedianews.com ~ Pejabat Rais Aam PBNU KH Mustofa Bisri atau Gus Mus mengajukan dua nama kiai sepuh untuk menjadi calon Rais Aam menggantikan KH Sahal Mahfudh yang meninggal setahun lalu. Mereka adalah KH Muchith Muzadi dan KH Tholchah Hasan.

Hal itu disampaikan Gus Mus di sela bedah buku "Kiai Bisri Syansuri, Tegas Berfiqih, Lentur Bersikap" di Gedung PWNU Jatim di Surabaya, Ahad (1/2/2015) kemarin. Menurut Gus Mus, dua tokoh senior NU itu layak dipilih pada Muktamar NU di Jombang pada 1-5 Agustus 2015 mendatang.

Gus Mus mengakui, saat ini sudah beredar dua nama calon rais aam yakni KH Hasyim Muzadi (Rais Syuriyah PBNU) dan dirinya sendiri. Namun, menurutnya, dua nama yang beredar di media massa itu masih belum pas memimpin NU.

"Ada media yang menyebut saya dan Pak Hasyim itu bisa menjadi Rais Aam PBNU. Saya kira penulisnya tidak paham NU, karena saya dan Pak Hasyim disangka top, padahal saya dan Pak Hasyim itu tidak ada apa-apanya," ujar Gus Mus.

Lebih dari itu, Gus Mus mengingatkan bahwa rais aam bukan posisi yang layak diperebutkan. Dalam acara bedah buku tentang KH Bisri Syansuri itu, ia bercerita, dulu para peserta muktamar memilih Kiai Bisri sebagai Rais Aam, namun Kiai Bisri menolak dan menyerahkan kepemimpinan kepada KH Wahab Chasbullah yang lebih senior.

Waktu itu muktamirin mendukung Kiai Bisri karena Rais Aam Kiai Wahab sudah sepuh dan udzur akibat mata yang sulit untuk melihat. Namun, kata Gus Mus, Kiai Bisri Syansuri yang didukung para ulama justru mengambil mikrofon dan mengumumkan bahwa dirinya tidak akan mau menjadi Rais Aam Syuriyah PBNU selama KH Wahab Chasbullah masih hidup. “Janji itu dipenuhi hingga Kiai Wahab Chasbullah wafat," kata Gus Mus.

Dua orang yang dijagokan Gus Mus adalah tokoh senior NU yang aktif dalam organisasi semenjak masih muda. KH Muchit Muzadi (90 tahun) atau Mbah Muchit adalah salah seorang santri KH Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Kakak kandung KH Hasyim Muzadi ini menjadi sekretaris pribadi Rais Aam PBNU KH Achmad Siddiq yang memimpin NU bersama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Sementara KH Tolchan Hasan (77 tahun) adalah menteri agama di era Presiden Gus Dur. Kiai Thochah pernah menjabat wakil Rais Aam pada periode kedua kepemimpinan Rais Aam KH Sahal Mahfudh. (Red: Anam)

~sumber nu.or.id~

Media Mesir: Aljazeera Terus Kobarkan Perang Lawan Mesir

$
0
0
Kairo, Muslimedianews.com ~ Perang verbal terus dilancarkan oleh Aljazeera terhadap Mesir, terhitung sejak tumbangnya rezim Ikhwanul Muslimin. Media yang bermarkas di Qatar ini, meski kantor cabangnya di Mesir telah ditutup oleh pemerintah, masih tetap mengeluarkan pemberitaan negatif terkait Mesir.

Dalam momentum peringatan revolusi Mesir 25 Januari yang menumbangkan rezim Hosni Mubarak, Ajazeera tetap dalam kebijakannya untuk menggelari pemerintah Mesir saat ini dengan sebutan ‘rezim kudeta’. Pemberitaan negatif Aljazeera itu mendapatkan respon balik dari sejumlah media di Mesir.

Almasryalyoum, koran harian di Mesir mengatakan, seharusnya kesepakatan Riyadh yang dipelopori oleh Raja Abdullah beberap waktu lalu, memberikan jaminan rekonsiliasi Mesir-Qatar. Namun pasca wafatnya Raja Abdullah, Qatar dengan Aljazeeranya kembali kepada kebijakannya semula untuk tetap tidak mengakui legitimasi pemerintah Mesir saat ini.

Sejumlah pengamat politik berpendapat bahwa wafatnya Raja Abdullah dan kesibukan Raja Salman dengan persoalan intern, serta kembali memanasnya situasi Yaman, akan berdampak buruk pada hubungan Mesir-Qatar yang sebelumnya sempat membaik.

Dr. Aiman Salamah, Anggota Departemen Luar Negeri Mesir menyatakan, Qatar tidak akan mengubah kebijakan media Aljazeera, selama mereka tetap menjadi tempat yang aman bagi jamaah-jamaah Islam radikal, semisal Ikhwanul Muslimin. [is/mosleminfo.com)

Sumber Almasry alYoum via MoslemInfo.com

Amien Rais: Kader Muhammadiyah Harus Bisa Ber-Tauhid Sosial

$
0
0
Sleman, Muslimedianews.com~ Hari keempat Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur Nasional (Dapimnas) Majelis Pendidikan Kader (MPK) PP Muhammadiyah, menghadirkan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. HM Amien Rais. Amien menyinggung masalah kader Muhammadiyah yang masih belum memahami tentang konsep tauhid sosial. Sesungguhnya orang yang betauhid sosial itu, menurut Amien Rais, adalah sosok umat Islam yang mengejawantahkan menjadi makhluk yang punya kepedulian terhadap masalah sosial. Dapimnas MPK PP Muhammadiyah ini dilaksanakan sejak hari Jumat (23/1) hingga Jumat depan (30/1/2015) di Gedung Diklat PPPPTK Seni Budaya, Kaliurang, Sleman, DIY.

Amien menambahkan, Islam bukan hanya agama Tauhid yang berarti meng-Esa-kan Allah semata tetapi lebih dari itu. Di dalam ajaran Tauhid terdapat nilai-nilai sosial yang tinggi seperti keadilan, demokrasi, persamaan, dan pemerataaan.

“Islam bukan hanya agama langit yang tidak membumi. Sebaliknya Islam membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid sosial ini berarti Islam bukan hanya agama yang melulu mementingkan ritualitas kosong melainkan agama yang berinteraksi dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, penindasan, kezaliman, kediktatoran dan lain sebagainya.” tegasnya.

Amien berharap lulusan kader Dapimnas ini harus berinteraksi dengan berbagai permasalahan sosial dan menanggulanginya. Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak melulu bicara soal ibadah tetapi juga bicara mengenangi masalah-masalah sosial. Oleh karena itu seorang kader yang saleh bukan hanya senang beribadah ritual di masjid-masjid melainkan harus turun ke masyarakat dan ikut berkontribusi menanggulangi berbagai permasalahan sosial. (dzar)

Sumber Muhammadiyah

Apakah Mengadzankan Bayi Bid'ah dan Tidak Ada Dasarnya?

$
0
0
Muslimedianews.comAssalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Ustadz,  bagaimana sebenarnya hukum mengumandangkan adzan dan iqamah bagi bayi yang baru lahir? Benarkah tidak ada dasar tuntunannya yang sahih? Dan apakah kita boleh belajar agama Islam lewat mesin pencari Google?

Demikian, terima kasih atas pencerahannya
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh


Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Masalah adzan di telinga bayi ini adalah masalah khilafiyah, ada sebagian yang memandangnya mustahab dan sunnah, dimana sebenarnya cukup banyak ulama yang berpendapat sunnahnya adzan di telinga bayi. Karena urusan shahih tidaknya hadits adalah masalah yang masih diperdebatkan di antara para ahli hadits sendiri.

Namun tidak bisa dipungkiri ada juga tidak mau mengadzani bayi yang baru lahir, dengan beberapa alasan. Yang paling masuk akal karena dianggapnya tidak ada hadits shahih bisa dijadikan dasar. Sekilas pandangan ini bisa diterima, walaupun kalau kita kaji lebih dalam, sebenarnya pendapat ini masih kurang lengkap dan terburu-buru mengambil kesimpulan. Setidaknya para ulama masih berbeda pendapat atas hukumnya.

Selain itu juga ada alasan yang tidak bisa diterima syariah, yaitu pandangan yang sampai kepada vonis bahwa mengadzani bayi itu haram dan bid'ah, dengan alasan bahwa adzan itu hanya untuk memanggil orang shalat.

Kenapa pandangan yang seperti itu tidak bisa diterima syariah?

Karena ternyata sebagian ulama, khususnya para ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah memandang bahwa selain berfungsi untuk memanggil orang-orang untuk shalat berjamaah, adzan juga boleh dikumandangkan dalam konteks di luar shalat.

Dr. Wahbah Az-Zuhaily, ulama ahli fiqih kontemporer abad 20 menuliskan dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami Wa Adillathu bahwa selain digunakan untuk shalat, adzan juga dikumandangkan pada beberapa even kejadian lainnya. Dan salah satunya adalah untuk mengadzan bayi yang baru lahir. [1]

Bukankah Hadits Adzan Bayi Itu Tidak Shahih?
Kalau kita belajar syariat Islam lewat kaidah yang benar, khususnya lewat ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih, sekedar ada klaim bahwa sebuah hadits itu tidak shahih, sebenarnya tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa sebuah perbuatan itu bid'ah. Mengapa?

Banyak orang kurang mengerti bahwa shahih tidaknya suatu hadits itu sendiri cuma hasil 'rekayasa' manusia biasa. Keshahihan suatu hadits itu bukan wahyu, sama sekali bukan datang dari Nabi Muhammad SAW. Beliau SAW tidak pernah menetapkan suatu hadits itu shahih atau tidak shahih. Malaikat Jibril pun tidak memberikan informasi tentang shahih tidaknya suatu hadits.

Lalu kalau bukan dari Nabi SAW, siapa yang boleh dan berhak menentukan keshahihan suatu hadits?
Jawabnya adalah para ahli hadits, yang dalam hal ini sering disebut sebagai muhaddits. Mereka adalah manusia biasa yang ketika memfatwakan suatu hadits, sama sekali tidak menggunakan wahyu melainkan semata-mata menggunakan akal. Jadi shahih tidaknya suatu hadits semata-mata merupakan hasil ijtihad akal semata.

Dan salah satu buktinya ternyata keshahihan suatu hadits agak jarang disepakati oleh para muhaddits. Yang paling sering terjadi adalah suatu hadits dishahihkan oleh satu muhaddits, sementara ada sekian muhaddits lain tidak menshahihkan. Begitu juga sebaliknya, satu hadits dianggap dhaif oleh satu muhaddits, sementara di tempat lain ada puluhan muhaddits menshahihkannya.

Maka sebagai orang awam yang baru berkenalan dengan agama Islam, wajib hukumnya mengetahui dasar-dasar ilmu hadits, agar jangan sampai malah jadi penyesat umat Islam dengan pemahaman yang dangkal dan menampakkan kekosongan ilmu agama.

Ulama Syariah Sangat Mengerti Hadits
Kalau kita mau tahu siapakah ulama hadits yang paling tinggi derajat keilmuannya, ternyata bukan Bukhari atau Muslim. melainkan para ulama empat mazhab, yaitu Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi'i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.

Kenapa mereka lebih tinggi derajat keilmuannya dari Bukhari dan Muslim?

Jawabnya karena ilmu yang mereka milik bukan sebatas mengetahui apakah suatu hadits itu shahih atau tidak. Tetapi lebih jauh dari itu, mereka juga menyusun kaidah dan ketentuan, kapan suatu hadits bisa diterapkan untuk satu kasus dan kapan tidak bisa diterapkan. Dan tolok ukurnya bukan semata keshahihan, tetapi ada lusinan pertimbangan lainnya.

Maka para fuqaha dan mujtahid itu lebih tinggi dan lebih luas ilmunya dari sekedar menjadi ulama muhaddits biasa.

Hadits-hadits Tentang Adzan di Telinga Bayi
Setidaknya ada tiga hadits yang menjadi dasar masyru'iyah dalam melantunkan adzan untuk bayi yang baru lahir.

1. Hadits Pertama


رَوَى أَبُو رَافِعٍ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ  أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
Abu Rafi meriwayatkan : Aku melihat Rasulullah SAW mengadzani telinga Al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah. (HR. Abu Daud, At-Tirmizy dan Al-Hakim)

Secara status hadits, Al-Imam At-Tirmizy menegaskan bahwa yang beliau riwayatkan itu adalah hadits hasan shahih. Demikian juga Al-Imam Al-Hakim menyebutkan keshahihan hadits ini juga. Al-Imam An-Nawawi juga termasuk menshahihkan hadits ini sebagaimana tertuang di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab[1].

2. Hadits Kedua
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
Orang yang mendapatkan kelahiran bayi, lalu dia mengadzankan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri, tidak akan celaka oleh Ummu Shibyan. (HR. Abu Ya’la Al-Mushili)

Ummu shibyan adalah sebutan untuk sejenis jin yang mengganggu anak kecil.

Hadits inilah yang dijadikan titik perbedaan pendapat. Sebagian ulama hadits menerima hadits ini meski ada kelemahan. Al-Imam Al-Baihaqi sendiri memang mengatakan bahwa dalam rangkaian perawinya ada kelemahan. Namun beliau justru menggunakan hadits yang ada kelemahan ini sebagai penguat atau syawahid dari hadits shahih lainnya.

Walhasil sebenarnya kalau pun hadits ini dianggap dhaif dan tidak bisa dijadikan dasar pengambilan hukum, tentu tidak mengapa. Sebab masih ada hadits lain yang shahih dan disepakati ulama keshahihannya. Posisi hadits yang lemah ini sekedar menjadi syawahid saja.

Sedangkan Al-Albani bukan hanya mendhaifkan tetapi malah bilang bahwa hadits ini palsu (maudhu'), di dalam kitab Silsilah Ahadits Adh-Dha'ifah[2] maupun dalam kitab Al-Irwa' Al-Ghalil. [3]

Dan hanya berdasarkan kepalsuan hadits ini, hukum adzan di telinga bayi pun juga dianggap bid'ah dan terlarang.

3. Hadits Ketiga 

عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ  أَنَّ النَّبِيَّ  أَذَّنَ فيِ أُذُنِ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ وَأَقَامَ فيِ أُذُنِهِ اليُسْرَى
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW melantunkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan, dan melantunkan iqamah di telinga kirinya. (HR. Al-Baihaqi)

Inti dari masalah ini, ternyata para ulama ahli hadits sendiri berbeda pendapat tentang status keshahihan masing-masing hadits. Dan mereka juga berbeda pendapat tentang apakah bisa digunakan sebagai dasar hukum atau tidak.

Pendapat Yang Mendukung Adzan di Telinga Bayi
1. Ulama Mazhab Empat

Umumnya para ulama di dalam mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menyunnahkan adzan untuk bayi yang baru lahir, yaitu pada telinga kanan dan iqamat dikumandangkan pada telinga kirinya.


Selain mazhab Asy-Syafi’iyah, umumnya ulama tidak menyunnahkannya, meski mereka juga tidak mengatakannya sebagai bid’ah. Mazhab Al-Hanafiyah menuliskan masalah adzan kepada bayi ini dalam kitab-kitab fiqih mereka, tanpa menekankannya.

Namun mazhab Al-Malikiyah memkaruhkan secara resmi dan mengatakan bahwa adzan pada bayi ini hukumnya bid’ah. Walau pun ada sebagian ulama dari kalangan Al-Malikiyah yang membolehkan juga.[7]

2. Pendapat Umar bin Abdul AzizDiriwayatkan daam kitab Mushannaf Abdurrazzaq bahwa Umar bin Abdul Aziz apabila mendapatkan kelahiran anaknya, beliau mengadzaninya pada telinga kanan dan mengiqamatinya pada telinga kiri.[4]

3. Pendapat Ibnu Qudamah
Ibnu Qudamah sebagai salah satu icon ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan tentang masalah ini di dalam kitab fiqihnya yang fenomenal, Al-Mughni.

قال بعض أهل العلم: يستحب للوالد ‏أن يؤذن في أذن ابنه حين يولد
Sebagian ahli ilmu berpendapat hukumnya mustahab (disukai) bagi seorang ayah untuk mengumandangkan adzan di telinga anaknya ketika baru dilahirkan. [5]

4. Pendapat Ibnul Qayyim
Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menuliskan dalam kitabnya, Tuhfatul maudud bi ahkamil maulud, bahwa adzan pada telinga bayi dilakukan dengan alasan agar kalimat yang pertama kali didengar oleh seorang anak manusia adalah kalimat yang membesarkan Allah SWT, juga tentang syahadatain, dimana ketika seseorang masuk Islam atau meninggal dunia, juga ditalqinkan dengan dua kalimat syahadat.[6]

5. Pendapat Syeikh Abdullah bin Baz Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ketika ditanya tentang mengadzani bayi pada telinga kanan dan mengiqamati pada telinga kiri, beliau menjawab sebagaimana tertuang dalam situsnya :

هذا مشروع عند جمع من أهل العلم وقد ورد فيه بعض الأحاديث وفي سندها مقال فإذا فعله المؤمن حسن لأنه من باب السنن ومن باب التطوعات
Ini perbuatan masyru' (disyariatkan) menurut pendapat semua ahli ilmu dan memang ada dasar haditsnya, meskipun dalam sanadnya ada perdebatan. Tetapi bila seorang mukmin melakukannya maka hal itu baik, karena merupakan bagian dari pintu sunnah dan pintu tathawwu'at. [8]

Pendapat Yang Tidak Membolehkan
Umumnya semua pendapat yang tidak membenarkan adzan di telinga bayi kalau kita runut kembali kepada satu tokoh, yaitu Nashiruddin Al-Albani, sebagaimana yang tertunang dalam kitab Silsilah dan Irwa' di atas.

Sejatinya beliau bukan ulama syariah (fiqih) dan sebenarnya ilmu haditsnya agak sedikit diperdebatkan di kalangan guru besar hadits masa kini. Tentu saja selalu ada murid-muridnya yang selalu membela gurunya dan kebetulan beliau rajin menulis buku.

Kebetulan pula oleh para murid dan pembelanya, tulisan-tulisannya banyak diupload di internet dan memenuhi mesin pencari Google. Sehingga kalau ada orang awam yang tidak mengerti syariah mencari dengan Google, tulisan-tulisan yang membela pendapat Al-Albani terasa lebih dominan.

Hati-hati Belajar Agama Islam Lewat Internet Google
Di luar masalah perbedaan pendapat antara yang mendukung adzan dan tidak mendukung, ada satu hal yang perlu kita perhatikan, yaitu hati-hati belajar agama Islam lewat internet atau Google.

Internet itu teknologi buatan manusia, fungsinya memang luar biasa karena bisa menyatukan begitu banyak manusia di dunia ini lewat alam maya. Dan Google sendiri adalah sebuah 'keajaiban' di dalam dunia modern ini. Karena apapun yang tertuang di internet, Google bisa mencarinya. Termasuk salah satunya informasi tentang agama Islam. Banyak orang bisa memanfaatkan mesin pencari yang satu ini untuk mendapat ilmu agama.

Tetapi harus pula disadari bahwa Google itu bukan ahli fiqih dan bukan ahli hadits. Google cuma robot yang bisa mencari data di jagat alam maya, tanpa bisa memilah mana data sampah dan mana data yang valid.

Kalau ada sejuta orang menulis di internet bahwa babi itu halal, dan cuma ada sepuluh orang menulis bahwa babi itu haram, maka berdasarkan mesin pencari Google, hukum babi itu jadi halal. Kenapa ? Karena hasilnya lebih banyak yang bilang halal dari pada yang bilang haram.

Google tidak bisa membedakan mana tulisan para ulama yang ahli di bidang ilmu syariah, dan mana tulisan orang yang awam dengan agama. Dalam beberapa sisi, 'demokrasi' ala Google ini agak menyesatkan juga. Maka kita tidak boleh menyerahkan agama kita secara pasrah bongkokan kepada Mbah Google.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Sumber : Rumah Fiqh


[1] Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhzdzdzab, jilid 9 hal. 348
[2] Al-Albani, Silsilah Al-Ahadits Ad-Dha'ifah, jilid 1 hal. 320
[3] Al-Albani, Irwa' Al-Ghalil, jilid 4 hal. 401
[4] Mushannaf Abdurrazzaq, jilid 4 hal. 336
[5] Ibnu Qudamah, jilid 11 hal, 120
[6] Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfatul maudud bi ahkamil maulud, hal. 22.
[7] Nihayatul Muhtaj jilid 3 hal. 133
[8] http://www.binbaz.org.sa/mat/9646

Valentine's Day: Generasi Seperti Apa Kita?

$
0
0
Muslimedianews.com ~  Ada tiga generasi yang menjadi fenomena sekarang ini: Pertama, generasi mind-set, yaitu generasi yang pikiran dan alam bawah sadarnya sudah disetir oleh media besar dan gegap gempita informasi. Dia tak punya pendirian kokoh. Ini parah.

Kedua, generasi mind-less, yaitu generasi yang tidak punya pikiran. Ini lebih parah dari yang pertama.
Ketiga, generasi mind-power, yaitu generasi yang melakukan sesuatu dengan dasar pengetahuan ilmu. Dia menyadari bahwa semua perbuatan ada dampak dan konsekuensinya.

Nah, remaja kita, anak-anak kita, murid-murid dan santri kita, atau bahkan kita sendiri (yang sudah nggak remaja), masuk generasi mana?

Mudah-mudahan generasi-generasi Islam itu, dan seharusnya, menjadi generasi yang mind power. Pemuda-pemudi muslim seharusnya menjadi pribadi yang memiliki pendirian, pijakan, dan keyakinan pada kebaikan budaya timur, terutama ajaran Islam.

Pernah dengar istilah S+3F?
Secara makro, kita harus memahami dan waspada, jangan-jangan fenomena ini adalah suatu strategi untuk merusak generasi kita. Ada namanya S+3F. Ada yang lebih lengkap lagi: 4S+4F.

S”-nya adalah Sex. Kita tahu berapa jumlah penderita AIDS di negara kita. Berapa jumlah hubungan bebas di negara kita. Bahkan berapa kali penelitian yang dilakukan berbagai pihak, berapa persen siswa, mahasiswa, atau remaja, yang sudah pernah berhubungan di luar nikah. Belum lagi seks yang dipasarkan lewat internet, media, dan sebagainya. Semoga anak dan murid kita, juga kita, dihindarkan dari fitnah ini.

Di antara “F” itu adalah fashion atau busana. Sekarang busana kan makin hancur saja. Lalu, “F” lain adalah festival atau fun. Festival itu hura-hura, pesta-pesta. Sekali lagi, kita harus mewaspadai semua itu sebagai godaan terbesar untuk mengikis mental anak-anak muda.

Marilah kita berfikir, merayakan kasih sayang melalui valentine itu benar atau salah?

Ini soal mind-set! Sekali lagi, lebih penting dari sekedar hura-hura dan pesta itu, adalah mind-set kita. Jangan sampai melakukan sesuatu karena kita disetir informasi yang salah.

Misalnya, mengapa harus merayakan kasih sayang pada hari valentine, meskipun misalnya oleh pasangan yang sudah menikah? Mari dalam bersikap dan berperilaku, kita menggali dari pengetahuan agama kita sendiri, sumber kita sendiri, agar ajaran kita menjadi universal.

Mengkorelasikan wujud cinta kepada sahabat, istri, atau suami dengan valentine itu benar atau tidak? Apa perlu kita mengkorelasikan seperti itu?

Marilah kita membuka pikiran kita. Kata orang, open your mind! Karena konsep cinta dan kasih sayang dalam Islam sangat banyak. Misalnya, dengan tahaadduu tahaabbuu (saling menghadiahilah kamu, supaya kamu saling mencintai). Itu kan perintah Rasulullah SAW, tanpa mengait-ngaitkan dengan valentine.

Dan yang lebih penting lagi, kita ini lebih mempunyai ajaran-ajaran dahsyat dari pada sekedar simbolisasi. Rasulullah memiliki sifat penyayang yang luar biasa, baik kepada istri, sahabat, anak kecil, bahkan kepada musuh sekalipun. Bahkan, sifat sayang Nabi itu “lintas makhluk”. Kepada binatang dan benda matipun Nabi memiliki sifat sayang. Banyak riwayat yang mengisahkan hal itu.

Nah, kita ini nggak kenal siapa itu Cak Valentino – yang menjadi simbolisasi perasaan cinta di bulan Pebruari itu. Hanya karena bombardir informasi dan gegap gempita personalisasi Valentino, kita ikut-ikutan. Itu problem terbesar anak-anak sekarang, tidak mengetahui dasar apa yang ia lakukan.

Saya punya kawan sekaligus guru, Gus Achmad Shampton Masduqie. Beliau ini seorang kepala KUA di salah satu kecamatan di kota Malang. Beliau pernah cerita, “Suatu hari seorang modin bertamu dan berkata kepada saya, ‘Gus, coba panjenengan perhatikan. Setiap Maret-April pasti ada yang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama, karena yang perempuan itu hamil duluan. Ini akibat bapak ibunya bersuka cita, atau tak mau tahu, di jalan-jalan di malam tahun baru, sementara anak gadisnya dititipkan ke pacarnya. Pola yang sama didapati pada bulan April-Mei. Kalau yang ini hasil ‘produksi’ valentine day di bulan Pebruari.”
Astaghfirullah… Kata orang Malang: Ini Ayahab (Bahaya)!

Peradaban itu akan naik dan maju ketika yang dijadikan nilai-nilai dalam kehidupan kita adalah nilai-nilai mulia. Dan nilai mulia yang paling besar itu adalah agama. Peradaban itu akan stagnan dan jalan di tempat kalau kehidupan kita didominasi oleh nilai materialisme, dengan hanya mengejar pencapaian-pencapaian material.

Misalnya, hanya membangun gedung hotel, berapa untungnya, program apa yang digulirkan untuk menarik konsumen. Hanya membangun kota wisata, berapa pengunjungnya, berapa untungnya.

Tanpa membangun manusianya.
Tanpa memikirkan halal-haramnya. 
Peradaban itu akan hancur kalau sudah didominasi oleh nilai-nilai syahwat.
Peradaban tanpa iman itu pasti hancur dan anak-anak muda kita akan hancur.
Tentu hal ini tidak kita inginkan.

Wallahul-Musta’an.
Penulis : Ust. Faris Khoirul Anam,
Bapak Dua (Mau Tiga) Anak, via sosmed
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>