Muslimedianews.com ~ Deskripsi Masalah : Sering kita jumpai di toko-toko, khususnya toko yang melayani jasa foto kopi, terdapat lembaran-lembaran yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi penghuni tempat sampah, bahkan tak jarang yang bercampur dengan kotoran-kotoran yang lain.
Pertanyaan :
- Apakah lembaran-lembaran tersebut masih bisa dinamakan mushaf?
-. Kalau tidak, siapakah yang menjadikannya mushaf, apakah yang memfotocopy atau yang menyuruh foto copy atau penulis yang asli?
Jawaban :
a. Tafsil (Perlu dirinci) :
1. Jika lembaran tersebut murni tulisan Al-Qur’an untuk tujuan dirosah atau bacaan, maka dinamakan mushaf walaupun hanya sebagian ayat atau ada terjemahnya
2. Jika lembaran tersebut ada tafsirnya, dan tafsirnya lebih banyak maka tidak dinamakan mushaf menurut yang lebih shohih dari wajah-wajah (aneka pendapat) yang ada.
3. Jika lembaran tersebut untuk tabarruk seperti jimat maka tidak dinamakan mushaf
4. Jika lembaran tersebut terdapat Kalamullah atau firman Allah yang menurut pandangan umum dinamakan mushaf, maka dianggap mushaf apapun tujuannya.
Keterangan dari kitab
Keterangan dari kitab
c. Apabila tidak temasuk mushaf bolehkah lembaran-lembaran tersebut dibuat membungkus kacang atau yang lainnya ?
Jawaban :
Tidak boleh
Keterangan dari kitab: Idem
d. Kalau tidak boleh apa sebabnya?
Jawaban :
Sebab lembaran tersebut terdapat kalimat-kalimat yang harus dihormati, sedangkan tindakan tersebut termasuk penistaan terhadapnya
Keterangan dari kitab
e. Dan apa yang harus dilakukan oleh orang yang menyuruh memfoto copy setelah tahu bahwa hasil foto copynya ada yang rusak, sehingga dimungkinkan lembaran-lembaran tersebut dibuat membungkus kacang atau yang lainnya?
Jawaban :
Yang harus dilakukan oleh orang yang menyuruh memfoto copy adalah melakukan usaha pencegahan penistaan terhadap lembaran tersebut, misalnya meminta untuk dibakar.
Keterangan dari kitab
Catatan Kaki :
[1] Al-Ramli, Nihayatu Al-Muhtaj………., hal : 32
[2] Ibnu Hajar al-Haitami,Tuhfatul Muhtaj dalam Abdul Hamid al-Syirwani, Hasyiyatu Syirwani (wa Hasyiyatuhu), Juz:1,(Beirut: Dar al-Fikr, tth.), hal: 149
[3] al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri, juz : 1, hal : 118
[4] Nihayatu Fi Irsyadil Mubtadi’in: hal : 33
[5] Al-Nawawi, Al-Majmu’……….., Juz: II, hal: 29
[6] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah ……., juz : 1 hal : 118
[7] Al-Ramli, Nihayatu Al-Muhtaj……., hal : 32
[8] al-Bajuri, Hasyiyah…., juz : 1, hal : 118.
[9] al-Dimyathi, I’anatuth …., Juz: 1, hal : 66.
[10] Al-Ramli,Nihayatul Muhtaj………………., 25/439, lengkapnya adalah :
( كَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ ) أَوْ نَحْوِهِ مِمَّا فِيهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ بَلْ أَوْ اسْمٌ مُعَظَّمٌ أَوْ مِنْ الْحَدِيثِ قَالَ الرُّويَانِيُّ أَوْ مِنْ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ ( بِقَاذُورَةٍ ) أَوْ قَذِرٍ طَاهِرٍ كَمُخَاطٍ أَوْ بُزَاقٍ أَوْ مَنِيٍّ ؛ لِأَنَّ فِيهِ اسْتِخْفَافًا بِالدِّينِ
[11] Ba’alwi, Is’ad al-Rofiq……………, hal: 1
[12] Al-Khothib al-Syarbini, Al Iqna’ Fi Hilli Abi Suja’, juz :1 (Mesir: Mushthafa al-Halabi, tth.), hal: 90
[13] Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, juz : 1 hal : 35
Pertanyaan :
- Apakah lembaran-lembaran tersebut masih bisa dinamakan mushaf?
-. Kalau tidak, siapakah yang menjadikannya mushaf, apakah yang memfotocopy atau yang menyuruh foto copy atau penulis yang asli?
Jawaban :
a. Tafsil (Perlu dirinci) :
1. Jika lembaran tersebut murni tulisan Al-Qur’an untuk tujuan dirosah atau bacaan, maka dinamakan mushaf walaupun hanya sebagian ayat atau ada terjemahnya
2. Jika lembaran tersebut ada tafsirnya, dan tafsirnya lebih banyak maka tidak dinamakan mushaf menurut yang lebih shohih dari wajah-wajah (aneka pendapat) yang ada.
3. Jika lembaran tersebut untuk tabarruk seperti jimat maka tidak dinamakan mushaf
4. Jika lembaran tersebut terdapat Kalamullah atau firman Allah yang menurut pandangan umum dinamakan mushaf, maka dianggap mushaf apapun tujuannya.
Keterangan dari kitab
a). Nihayatu Al-Muhtaj, [1]:b. Adapun yang dianggap berpengaruh menjadikan lembaran itu sebagai mushaf ataukah tidak adalah pihak yang menfoto copy, jika foto copy tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain atas dasar sukarela, bila bukan atas dasar suka rela, namun murni pelayanan jasa yang berorentasi bisnis, maka pihak yang dianggap berpengaruh menjadikan lembaran itu sebagai mushaf ataukah tidak adalah orang yang menfoto copykan (orang yang menyuruh foto copy)
وَالْمُراَدُ بِالْمُصْحَفِ كُلُّ ماَ كُتِبَ فِيْهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ بِقَصْدِ الدِّرَاسَةِ
Artinya : Dan yang dikehendaki dengan mushaf adalah setiap perkara yang terdapat tulisan Al-Qur’an dengan tujuan dirosah.
b). Tuhfatul Muhtaj wa Hasyiyatuhu [2]:
وَحَمْلُ – وَ مَسُّ مَا كُتِبَ لِدَرْسِ قُرْآنٍ وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ
Artinya : dan haram membawa dan menyentuh perkara yang terdapat tulisan Al-Qur’an untuk tujuan membaca Al-Qur’an, meskipun hanya sebagian ayat.
c) al-Bajuri [3].:
(وَقَوْلُهُ لِدِرَاسَةٍ) اَيْ قِراَئَتِهِ
Artinya : Dan perkataan pengarang kitab untuk tujuan dirosah, maksudnya ialah untuk membaca Al-Qur’an.
d). Nihayatu Fi Irsyadil Mubradi’in [4]:
أَمَّا تَرْجَمَةُ الْمُصْحَفِ الْمَكْتُوْبَةُ تَحْتَ سُطُوْرِهِ فَلاَ تُعْطَي حُكْمَ التَّفْسِيْرِ بَلْ تَبْقَى لِلْمُصْحَفِ حُرْمَةُ مَسِّهِ وَحَمْلِهِ كَمَا أَفْتَى بِهِ السَّيِّدُ أَحْمَدُ دَحْلَانُ
Artinya : Adapun terjemah mushaf yang tertulis di bawah tulisannya, maka tidak dihukumi tafsir, akan tetapi bagi mushaf tersebut tetap mendapat hukum keharaman menyentuh dan membawanya sebagaimana fatwa Sayyid Ahmad Dahlan.
e). al-Majmu’, Syarh al-Muhadzdzab [5]:
وَاِنْ كَانَ التَّفْسِيْرُ أَكْثَرَ كَمَا هُوَ الْغاَلِبُ فَفِيْهِ أَوْجُهٌ أَصَحُّهاَ لَا يَحْرُمُ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِمُصْحَفٍ
Artinya : Dan apabila tafsirnya lebih banyak (dari Al-Qur’an), seperti yang banyak terjadi, maka terdapat beberapa wajah/pandangan, dan wajah yang paling shahih adalah tidak haram karena perkara tersebut bukan mushaf.
f). Al-Bajuri [6]:
وَالْمُرَادُ بِهِ كُلُّ مَا كُتِبَ عَلَيْهِ قُرْآنٌ لِدِرَاسَتِهِ وَلَوْ عَمُوْدًا أَوْ لَوْحاً أَوْ نَحْوَهُماَ وَخَرَجَ بِذَلِكَ التَّمِيْمَةُ وَهِيَ ماَ يُكْتَبُ فِيْهاَ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ لِلتَّبَرُّكِ وَتُعُلِّقَ عَلَى الرَّأْسِ مَثَلًا
Artinya : Dan yang dikehendaki dengan mushaf adalah setiap perkara yang terdapat tulisan Al-Qur’an dengan tujuan dirosah meskipun hanya sekedar kayu atau papan atau yang lainnya. Dan dikecualikan darinya adalah tamimah (azimat), yaitu sesuatu yang terdapat tulisan Al-Qur’an untuk tujuan mengambil berkah, dan biasanya dikalungkan di kepala.
g). Nihayatu Al-Muhtaj, [7]
وَالْمُرَادُ بِهِ مَا يُسَمَّى مُصْحَفًا عُرْفًا وَلَوْ قَلِيلًا كَحِزْبٍ ، وَلَا عِبْرَةَ فِيهِ بِقَصْدِ غَيْرِ الدِّرَاسَةِ .
Artinya : Dan yang dikehendaki dengan mushaf adalah setiap perkara yang dinamakan mushaf menurut urf (pandangan manusia), meskipun hanya sedikit, seperti hizib. Dan tidak dianggap di dalamnya tujuan selain dirosah.
Keterangan dari kitab
a). Al Bajuri [8],
وَالْعِبْرَةُ بِقَصْدِ الْكَاتِبِ اِنْ كَانَ يَكْتُبُ لِنَفْسِهِ وَإِلَّا فَالْآمِرُ أَوْ الْمُسْتَأْجِرُ
Artinya : Dan yang dipertimbangkan (dalam penentuan status mushaf dan tidaknya) adalah tujuan (dirosah) penulisnya ketika ia menulis untuk dirinya sendiri, dan apabila tidak untuk dirinya sendiri maka tergantung tujuan yang menyuruh atau orang yang menyewanya
b). Hasyiyah I’anah Al Tholibin [9]:
وَالْعِبْرَةُ فِي قَصْدِ الدِّرَاسَةِ وَالتَّبَرُّكِ بِحَالِ الْكِتَابَةِ دُونَ مَا بَعْدَهَا ، وَبِالْكَاتِبِ لِنَفْسِهِ أَوْ لِغَيْرِهِ مُتَبَرِّعًا وَإِلَّا فَآمِرُهُ
Artinya : Dan yang dipertimbangkan dalam tujuan dirosah dan mengambil berkah adalah tujuan ketika menulisnya bukan tujuan setelahnya, dan penulisnya ketika untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain dengan sukarela, dan apabila tidak maka tergantung tujuan yang menyuruhnya.
c. Apabila tidak temasuk mushaf bolehkah lembaran-lembaran tersebut dibuat membungkus kacang atau yang lainnya ?
Jawaban :
Tidak boleh
Keterangan dari kitab: Idem
d. Kalau tidak boleh apa sebabnya?
Jawaban :
Sebab lembaran tersebut terdapat kalimat-kalimat yang harus dihormati, sedangkan tindakan tersebut termasuk penistaan terhadapnya
Keterangan dari kitab
a). Nihayatul Muhtaj [10]:
( وَالْفِعْلُ الْمُكَفِّرُ مَا تَعَمَّدَهُ اسْتِهْزَاءً صَرِيحًا بِالدِّينِ ) أَوْ عِنَادًا لَهُ ( أَوْ جُحُودًا لَهُ )…
Artinya : Dan pekerjaan yang menyebabkan kufur adalah pekerjaan yang sengaja dilakukan dengan menghina terhadap agama dengan jelas….
b).Is’ad al-Rofiq [11]:
وَمِنْهَا اَلْإِسْتِهَانَةُ بِالْمُصْحَفِ يَعْنِيْ بِكُلِّ ماَ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ …… وَمَرَّ قَرِيْباً ………. أَنَّ تَقْذِيْرَ وَرَقَةٍ فِيْهاَ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ اَوْ الْعِلْمِ الشَّرْعِيِّ يَكُوْنُ كُفْراً
Artinya : Dan sebagian dari maksiat adalah menghina mushaf, yakni setiap perkara yang terdapat tulisan Al-Qur’an. Dan telah lewat bahwa mengotori kertas yang di dalamnya terdapat tulisan Al-Qur’an atau ilmu syara’ hukumnya kufur
e. Dan apa yang harus dilakukan oleh orang yang menyuruh memfoto copy setelah tahu bahwa hasil foto copynya ada yang rusak, sehingga dimungkinkan lembaran-lembaran tersebut dibuat membungkus kacang atau yang lainnya?
Jawaban :
Yang harus dilakukan oleh orang yang menyuruh memfoto copy adalah melakukan usaha pencegahan penistaan terhadap lembaran tersebut, misalnya meminta untuk dibakar.
Keterangan dari kitab
a).Al Iqna’ [12]:
وَيُكْرَهُ إحْرَاقُ خَشَبٍ نُقِشَ بِالْقُرْآنِ إلَّا إنْ قُصِدَ بِهِ صِيَانَتُهُ فَلَا يُكْرَهُ
Artinya :Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat ukiran Al-qur’an, kecuali untuk tujuan menjaganya maka tidak makruh
b).Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro [13].
وَسُئِلَ فَسَّحَ اللَّهُ في مُدَّتِهِ عَمَّنْ وَجَدَ وَرَقَةً مُلْقَاةً في الطَّرِيقِ فيها اسْمُ اللَّهِ ما الذي يَفْعَلُ بها فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ قال ابن عبد السَّلَامِ الْأَوْلَى غَسْلُهَا لِأَنَّ وَضْعَهَا في الْجِدَارِ تَعْرِيضٌ لِسُقُوطِهَا وَالِاسْتِهَانَةِ بها
Artinya : Dan Imam Ibnu Hajar ditanyai tentang orang yang menemukan kertas yang tergeletak di jalan dan di dalamnya terdapat nama Allah, apa yang harus dilakukan terhadap kertas tersebut? Dan Imam Ibnu Hajar menjawab dengan dengan perkataannya :” Imam Izzuddin berkata : yang lebih utama dilakukan adalah membasuhnya karena menempelkannya pada dinding dapat menyebabkannya jatuh dan menghinanya
Catatan Kaki :
[1] Al-Ramli, Nihayatu Al-Muhtaj………., hal : 32
[2] Ibnu Hajar al-Haitami,Tuhfatul Muhtaj dalam Abdul Hamid al-Syirwani, Hasyiyatu Syirwani (wa Hasyiyatuhu), Juz:1,(Beirut: Dar al-Fikr, tth.), hal: 149
[3] al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri, juz : 1, hal : 118
[4] Nihayatu Fi Irsyadil Mubtadi’in: hal : 33
[5] Al-Nawawi, Al-Majmu’……….., Juz: II, hal: 29
[6] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah ……., juz : 1 hal : 118
[7] Al-Ramli, Nihayatu Al-Muhtaj……., hal : 32
[8] al-Bajuri, Hasyiyah…., juz : 1, hal : 118.
[9] al-Dimyathi, I’anatuth …., Juz: 1, hal : 66.
[10] Al-Ramli,Nihayatul Muhtaj………………., 25/439, lengkapnya adalah :
( كَإِلْقَاءِ مُصْحَفٍ ) أَوْ نَحْوِهِ مِمَّا فِيهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ بَلْ أَوْ اسْمٌ مُعَظَّمٌ أَوْ مِنْ الْحَدِيثِ قَالَ الرُّويَانِيُّ أَوْ مِنْ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ ( بِقَاذُورَةٍ ) أَوْ قَذِرٍ طَاهِرٍ كَمُخَاطٍ أَوْ بُزَاقٍ أَوْ مَنِيٍّ ؛ لِأَنَّ فِيهِ اسْتِخْفَافًا بِالدِّينِ
[11] Ba’alwi, Is’ad al-Rofiq……………, hal: 1
[12] Al-Khothib al-Syarbini, Al Iqna’ Fi Hilli Abi Suja’, juz :1 (Mesir: Mushthafa al-Halabi, tth.), hal: 90
[13] Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, juz : 1 hal : 35
Dikutip dari http://alfathimiyyah.net/?p=4020#more-4020