Muslimedianews.com ~
Oleh: Fadh Ahmad Arifan*
Alhamdulillah di hari yang cerah ini saya masih diberi kesempatan oleh Allah swt untuk mengikuti upacara memperingati HUT Republik indonesia ke 70. Upacara kali ini merupakan wujud cinta terhadap bangsa ini. Kebetulan saya ditunjuk oleh Kepala sekolah menjadi Pembina upacara. Menjadi Pembina upacara juga diharuskan memberikan pidato berupa refleksi singkat kepada jajaran guru dan murid-murid.
Usia 70 tahun untuk ukuran manusia sudah tergolong usia tua. Namun untuk ukuran sebuah bangsa, masih relatif muda. Kemerdekaan bangsa kita berkat rahmat Allah swt. Selain itu atas perjuangan para pahlawan. Pahlawan bukan hanya kalangan militer. Ada dari kalangan ulama, guru agama, dan petani yang turut berjuang membebaskan bangsa ini dari jerat penjajahan. Mereka punya semboyan, “Merdeka atau mati syahid”.
Ada pangeran Diponegoro yang ternyata seorang ulama dan Musyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiah. Dalam perang jawa, beliau dibantu Kyai Maja sebagai guru spiritual. Perang jawa menelan korban yang tidak sedikit, disebutkan 200 ribu jiwa rakyat yang wafat. Sosok Panglima besar jendral Sudirman ternyata seorang ustadz. Menariknya pak Sudirman pernah menjual perhiasan istrinya demi membiayai perang khususnya ransum untuk tentaranya. Kemudian KH hasyim asyari, ulama besar asal Tebuireng-jombang. Beliau penggagas Resolusi jihad. Bahkan kalau kita menonton film “Sang kyai”, di sana ada santri beliau yang berhasil menghabisi jendral AWS Malaby di Surabaya.
Kalau di kota Malang ini banyak pahlawan yang berjasa, nama-nama mereka diabadikan menjadi nama jalan raya dan tugu peringatan. Misalnya Kyai tamin,dan Hamid rusdi. Hamid rusdi adalah pahlawan yang berasal dari Pagak, kabupaten Malang. Beliau pejuang 3 zaman, era belanda, jepang dan pra kemerdekaan. Hamid rusdi ternyata seorang guru agama, sehari harinya berkerja menjadi supir dan pernah jadi staf partai NU. Tolong jangan lupakan fakta sejarah ini.
Usia bangsa memasuki 70 tahun merupakan tugas generasi sekarang untuk mempertahankannya. Generasi sekarang bukanlah generasi pejuang (baca: angkat senjata) seperti Cut nyak dien, Pangeran Antasari, Pattimura maupun I gusti Ngurah Rai, bukan pula generasi perintis seperti bung Karno, bung Hatta, Haji Agus salim, Pak M. Natsir, Tan malaka, KH Wahid hasyim dll. Kita ini posisinya generasi pembangun sekaligus mempertahankan keutuhan NKRI. Tantangan kita dalam mempertahankan bangsa ini cukup berat, karena yang dihadapi bukan hanya pihak asing melainkan "bangsa kita sendiri". Contoh pejabat korup, mafia hukum dan birokrat yang bertingkah feodal.
Boleh jadi kita lepas dari penjajahan fisik, tapi belum tentu lepas dari penjajahan berbentuk pemikiran atau ideologi. Ambil contoh dibidang hukum kita belum bisa lepas dari produk hukum peninggalan kolonial Belanda. Di bidang budaya kita masih dirongrong budaya atau gaya hidup kebarat-baratan yang orientasinya 3F: Food, Fun dan Fashion. Dibidang ekonomi, kita belumlah berdikari. Masih mengandalkan utang luar negeri untuk menyokong APBN.
Usia 70 tahun sudah banyak pencapaian yang dilalui bangsa kita. Dulu awal kemerdekaan, buta aksara masih tinggi. Sekitar 9 dari 10 orang mengalami buta aksara. Syukurlah untuk sekarang tersisa 5% dari jumlah total penduduk bangsa Indonesia. Dulu kita dilarang mengkritik kolonial maupun pemerintah berlatar belakang militer. Kini berubah drastis, kita boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Dalam bidang teknologi, kita boleh berbangga hati karena putra terbaik Bangsa BJ habibie mampu membuat Pesawat. Selain itu ilmuwan-ilmuwan kita sudah mampu membuat pesawat tanpa awak, memanipulasi cuaca hingga membuat Panser dan kapal perang.
Tidak dapat dipungkiri kondisi bangsa sedang diambang krisis moneter, yang bisa kita lakukan sebagai orang yang bukan pelaku moneter adalah berdoa semoga bangsa ini dilepaskan dari krisis. Jangan apatis terhadap kondisi bangsa ini, mari kita optimis saja. Supaya bangsa ini tetap eksis kedepannya, jadilah generasi yang baik. jadilah orang baik yang bisa memperbaiki orang lain. Bangsa ini tidak butuh pemuda yang bisanya mencaci maki kegelapan tapi enggan menyalakan lilin atau lentera (baca: harapan & aksi). Demikian refleksi saya untuk HUT republik Indonesia ke 70. Mudah mudahan bermanfaat bagi anda semua. Wallahu’allam
Oleh: Fadh Ahmad Arifan*
Alhamdulillah di hari yang cerah ini saya masih diberi kesempatan oleh Allah swt untuk mengikuti upacara memperingati HUT Republik indonesia ke 70. Upacara kali ini merupakan wujud cinta terhadap bangsa ini. Kebetulan saya ditunjuk oleh Kepala sekolah menjadi Pembina upacara. Menjadi Pembina upacara juga diharuskan memberikan pidato berupa refleksi singkat kepada jajaran guru dan murid-murid.
Usia 70 tahun untuk ukuran manusia sudah tergolong usia tua. Namun untuk ukuran sebuah bangsa, masih relatif muda. Kemerdekaan bangsa kita berkat rahmat Allah swt. Selain itu atas perjuangan para pahlawan. Pahlawan bukan hanya kalangan militer. Ada dari kalangan ulama, guru agama, dan petani yang turut berjuang membebaskan bangsa ini dari jerat penjajahan. Mereka punya semboyan, “Merdeka atau mati syahid”.
Ada pangeran Diponegoro yang ternyata seorang ulama dan Musyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiah. Dalam perang jawa, beliau dibantu Kyai Maja sebagai guru spiritual. Perang jawa menelan korban yang tidak sedikit, disebutkan 200 ribu jiwa rakyat yang wafat. Sosok Panglima besar jendral Sudirman ternyata seorang ustadz. Menariknya pak Sudirman pernah menjual perhiasan istrinya demi membiayai perang khususnya ransum untuk tentaranya. Kemudian KH hasyim asyari, ulama besar asal Tebuireng-jombang. Beliau penggagas Resolusi jihad. Bahkan kalau kita menonton film “Sang kyai”, di sana ada santri beliau yang berhasil menghabisi jendral AWS Malaby di Surabaya.
Kalau di kota Malang ini banyak pahlawan yang berjasa, nama-nama mereka diabadikan menjadi nama jalan raya dan tugu peringatan. Misalnya Kyai tamin,dan Hamid rusdi. Hamid rusdi adalah pahlawan yang berasal dari Pagak, kabupaten Malang. Beliau pejuang 3 zaman, era belanda, jepang dan pra kemerdekaan. Hamid rusdi ternyata seorang guru agama, sehari harinya berkerja menjadi supir dan pernah jadi staf partai NU. Tolong jangan lupakan fakta sejarah ini.
Usia bangsa memasuki 70 tahun merupakan tugas generasi sekarang untuk mempertahankannya. Generasi sekarang bukanlah generasi pejuang (baca: angkat senjata) seperti Cut nyak dien, Pangeran Antasari, Pattimura maupun I gusti Ngurah Rai, bukan pula generasi perintis seperti bung Karno, bung Hatta, Haji Agus salim, Pak M. Natsir, Tan malaka, KH Wahid hasyim dll. Kita ini posisinya generasi pembangun sekaligus mempertahankan keutuhan NKRI. Tantangan kita dalam mempertahankan bangsa ini cukup berat, karena yang dihadapi bukan hanya pihak asing melainkan "bangsa kita sendiri". Contoh pejabat korup, mafia hukum dan birokrat yang bertingkah feodal.
Boleh jadi kita lepas dari penjajahan fisik, tapi belum tentu lepas dari penjajahan berbentuk pemikiran atau ideologi. Ambil contoh dibidang hukum kita belum bisa lepas dari produk hukum peninggalan kolonial Belanda. Di bidang budaya kita masih dirongrong budaya atau gaya hidup kebarat-baratan yang orientasinya 3F: Food, Fun dan Fashion. Dibidang ekonomi, kita belumlah berdikari. Masih mengandalkan utang luar negeri untuk menyokong APBN.
Usia 70 tahun sudah banyak pencapaian yang dilalui bangsa kita. Dulu awal kemerdekaan, buta aksara masih tinggi. Sekitar 9 dari 10 orang mengalami buta aksara. Syukurlah untuk sekarang tersisa 5% dari jumlah total penduduk bangsa Indonesia. Dulu kita dilarang mengkritik kolonial maupun pemerintah berlatar belakang militer. Kini berubah drastis, kita boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Dalam bidang teknologi, kita boleh berbangga hati karena putra terbaik Bangsa BJ habibie mampu membuat Pesawat. Selain itu ilmuwan-ilmuwan kita sudah mampu membuat pesawat tanpa awak, memanipulasi cuaca hingga membuat Panser dan kapal perang.
Tidak dapat dipungkiri kondisi bangsa sedang diambang krisis moneter, yang bisa kita lakukan sebagai orang yang bukan pelaku moneter adalah berdoa semoga bangsa ini dilepaskan dari krisis. Jangan apatis terhadap kondisi bangsa ini, mari kita optimis saja. Supaya bangsa ini tetap eksis kedepannya, jadilah generasi yang baik. jadilah orang baik yang bisa memperbaiki orang lain. Bangsa ini tidak butuh pemuda yang bisanya mencaci maki kegelapan tapi enggan menyalakan lilin atau lentera (baca: harapan & aksi). Demikian refleksi saya untuk HUT republik Indonesia ke 70. Mudah mudahan bermanfaat bagi anda semua. Wallahu’allam
*Fadh Ahmad Arifan
Alumni Jurusan Studi Islam, Pascasarjana UIN Malang