Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

Membumikan Maqāṣid Syarī’ah; Telaah Metodologis Tradisi Pemikiran Nadlatul Ulama

$
0
0
Muslimedianews.com ~  Buku terbaru dari Lajnah Ta'lif wa Nasyr (LTN) Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama (NU) Yaman, berjudul "Membumikan Maqāṣid Syarī’ah; Telaah Metodologis Tradisi Pemikiran Nadlatul Ulama". Buku ini merupaan karya Ustadz M. Fu'ad Mas'ud Bsc dkk.


Buku yang ditulis oleh para aktifis NU Yaman ini mencoba menelaah secara metodologis tradisi pemikiran yang berkembang dalam tubuh NU menggunakan kacamata Maqāṣid Syarī’ah. Buku ini juga hendak menjawab sejumlah pertanyaan krusial yang masih dan akan senantiasa hangat untuk terus dibahas dalam konteks ke-Indonesia-an.


"BUKU INI LAYAK DIPERHITUNGKAN UNTUK MENELAAH AKAR-AKAR PEMIKIRAN METODOLOGIS PARA ULAMA NAHDLATUL ULAMA DALAM MENEMPATKAN ISLAM SEBAGAI RAHMATAN LIL'ALAMIN..... MENGAPA NU MENERIMA PANCASILA DAN NKRI, BUKAN DALAM BAHASA SYARIAT ISLAM ATAU NEGARA ISLAM, JAWABANNYA ADA DALAM BUKU INI..."(Kiyai Ahmad Baso, penulis buku Seri Pesantren Studies, NU Studies dan Agama NU untuk NKRI)

"Buku yang ada di tangan kita ini adalah kumpulan karya ilmiyah yang telah dibahas dan didiskusikan pada acara Konfercab II Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Republik Yaman. Saya kira buku yang diberi label “Membumikan Maqasid Syari’ah“ ini merupakan penegasan tentang urgensi kajian Maqasid Syari’ah bagi kalangan intelektual muslim dan kalangan yang memiliki perhatian terhadap istinbath hukum fikih.

Di antara hal yang menjadi daya tarik dari buku ini adalah beberapa sub tema yang secara spesifik mengangkat relasi Maqasid Syari’ah dengan wacana ke-Indonesia-an, seperti ; Maqasid Syari’ah Dalam Nilai Pancasila, Menelusuri Nilai Maqasid Konseptual ; Humanisme Gus Dur, di samping bahasan seputar Nilai-Nilai Maqasid Syari’ah, Ijtihad Maqasidi dan Masalah-Masalah Ke-NU-an.

Tentu buku ini juga merupakan ikhtiar dalam mengenalkan lebih jauh kajian Maqasid Syari’ah kepada komunitas muslim di tanah Air, sehingga dengan “Membumikan Maqasid Syari’ah“ akan menambah semarak khazanah keilmuan Islam di Indonesia
."


(Dr. H. Arwani Syaerozi, Lc, MA Doktor Bidang Maqasid Syari’ah & Problematika Kemanusiaan)

Sumber PCI NU Yaman

NU Minta Syi'ah dan Sunni Tidak Saling Menghina

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Arwani Faishal mengatakan, kekerasan di bukit Az-Zikra, Sentul, Bogor tak perlu terjadi jika semua pihak saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Kelompok Sunni, ujar dia, tidak perlu menulis spanduk yang berisi menolak kehadiran Syiah. Sebab, itu akan menyakiti orang Syiah. “Namun di sisi lain, kelompok Syiah tidak boleh melakukan kekerasan kepada Sunni untuk menurunkan spanduk tersebut,” ujarnya, Senin, (16/2/2015).

Setiap  komunitas harus bisa menjaga diri dan menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang menyinggung pihak lain. Indonesia perlu mengedepankan pentingnya  kerukunan dalam beragama.

Sunni dan Syiah, ujar dia, tidak  boleh saling hina. Agama satu dengan agama yang lain juga tidak boleh saling hina. Setiap kelompok itu punya aliran masing-masing. Kalau pun alirannya berbeda, tidak sepaham maka tidak boleh diganggu.

“Saya lihat kasus di Bukit Az-Zikra menunjukkan kedua belah pihak melakukan tindakan yang tidak terpuji. Masalah jangan dihadapi dengan kekerasan tapi harus diselesaikan dengan musywarah.”

Sumber MoslemForAll.com

Menag Paparkan Konsep Khilafah, Takfir, dan Jihad di Mabes Polri

$
0
0
Jakarta, Muslimedianews.com ~ Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS) didaulat menjadi narasumber  pada Rakor Fungsi Intelkam Tahun 2015, di Mabes Polri, Senin (16/2/2014). Memaparkan Faham ISIS dalam Pandangan Islam,  Menag membahas konsep khilafah, takfir, dan jihad  di hadapan para perwira polisi.

Terkait khilafah, Menag mengungkap, bahwa dalam Islam, tidak ada konsep baku tentang khilafah. Menurutnya, saat Rasulullah meninggal, para sahabat berdebat tentang, siapa yang akan menggantikannya. Mereka kemudian bermusyawarah  dan akhirnya Abu Bakar as-Syiddieq terpilih sebagai pemimpin, pengganti Rasul. “Dengan demikian, Abu Bakar, terpilih melalui Musyawarah,” terang Menag.

Belajar dari proses perdebatan panjang saat dia terpilih, lanjut Menag, maka saat mencari pengganti, Abu Bakar memakai sistem tunjuk, bukan Musyawarah. Saat itu, Abu Bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Dengan berjalannya waktu, saat mencari penggantinya, Umar memakai metode yang berbeda, tidak bermusyawarah, tidak pula menunjuk. Umar, membentuk tim kecil yang beranggotakan 6 sahabat plus satu, yakni putranya Abdullah bin Umar. “Tim 6 plus satu ini lah yang menentukan siapa pengganti Umar. Semua sahabat boleh jadi penggantinya, kecuali anak Umar sendiri, yakni Abdullah bin Umar yang masuk sebagai tim plus,” tutur Menag.

Dikatakan Menag bahwa tim 6 menghasilkan keputusan untuk mengangkat Utsman bin Affan menjadi Khalifah pengganti Umar.  Adapun penunjukan Ali bin Abu Thalib untuk menggantikan Utsman dilakukan dengan memakai sistem musyawarah.

“Jadi,  tidak ada konsep jelas. Yang ada adalah lebih pada mengedepankan substansi dari kepemimpinan, yakni menjunjung tinggi keadilan, HAM, persamaan hak dan lain sebagainya,” terang Menag.

Menag juga bercerita, bahwa dalam sejarah Islam hingga kini, Bani Umayah, yang didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, merupakan satu-satunya kekhalifahan tunggal. Setelah itu, tidak ada. Yang ada, muncul banyak dinasti (kekhalifahan) dalam satu waktu. Jadi, kekhalifahan yang ada bersifat irisan. “Dengan demikian, cita-cita ISIS untuk mendirikan kekhalifahan tunggal berdasarkan syari’ah Islam, sangat tidak bisa dipahami,” ujar Menag.

Takfir
Menag mengatakan bahwa takfir adalah penjatuhan vonis kafir terhadap sesama Muslim yang tidak sependapat, sealiran, dan seideologi. Konsep takfir  yang diperluas sehingga mencakup banyak kelompok muslim, memiliki konsekuensi boleh dibunuh atau diperangi, karena halal darahnya. Kebenaran dimonopoli, sehingga siapa pun yang tidak setuju dianggap sebagai pengkhianat, atau antek kafir, atau penguasa thagut yang harus diperangi.

Dalam memperjuangkan gagasannya, lanjut Menag, ISIS tidak segan untuk menggunakan kekerasan dan teror terhadap siapa pun, baik Muslim maupun non muslim yang berbeda dengan mereka. Kekerasan itu bahkan dipertontonkan di hadapan publik, seperti penyembelihan, pembakaran hidup-hidup, penembakan dan lain sebagainya, dan itu dilakukan atas nama Islam. Padahal, apa yang mereka lakukan, sangat tidak sejalan dengan Islam yang sangat memuliakan manusia.

Islam menekankan akhlak mulia dalam setiap tindakan, karena tujuannya yang mulia, maka harus dicapai dengan cara yang mulia pula,” terang Menag

Menag menyatakan bahwa penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan, tidak dibenarkan dalam Islam. “Islam memerintahkan umatnya untuk mengajak dan merangkul semua kalangan dengan cara dan tujuan yang baik, bukan menebar ketakutan dan kekerasan,” tutur Menag sembari mengutip  sabda Rasulullah Saw, sesungguhnya Allah Swt tidak mengutusku untuk melakukan kekerasan, tetapi untuk mencerdaskan dan memberikan kemudahan. (HR Ahmad).

Jihad
Terkait jihad, Menag melihat konsep ini sering disalahartikan, disalahtafsirkan, serta dipakai alasan untuk melakukan tindakan kekerasan. Menurutnya, jihad adalah upaya mengerahkan segala tenaga, harta, jiwa, dan pikiran untuk mengalahkan musuh. Dalam Islam, Jihad terbagi atas tiga macam; menghadapi musuh yang nyata, menghadapi setan, dan menghadapi nafsu yang ada dalam diri setiap kita.

“Di antara ketiganya, jihad melawan nafsu merupakan jihad paling berat,” ujar Menag seraya menyitir  sabda Nabi Saw ketika baru saja kembali dari medan pertempuran: “Kita kembali dari jihad terkecil (bertempur), menuju jihad yang lebih besar, yakni jihad melawan hawa nafsu”

Ditegaskan Menag, bahwa memahami jihad dengar arti hanya perjuangan fisik dengan senjata adalah sebuah kekeliruan. Menurut Menag, sejarah turunnya ayat-ayat al-Qur’an membuktikan bahwa Rasul Saw telah diperintahkan berjihad sejak masih di Makkah. Hal ini jauh sebelum adanya izin mengangkat senjata untuk membela diri dan agama (QS. Al-Hajj: 39-40).

Namun demikian, pertempuran pertama dalam sejarah Islam, baru terjadi tahun ke-2 hijriyah, yakni Perang Badar. Hal ini menunjukkan bahwa perang yang diperkenankan dalam Islam adalah dalam rangka mempertahankan diri, agama, dan Tanah Air. Karena pada dasarnya,  hubungan Islam dengan dunia luar, dibangun atas dasar perdamaian. “Perang dalam Islam, lebih bersifat defensif mempertahankan diri,” terang Menag.

Bahkan, lanjut Menag, Imam madzab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali) menyatakan bahwa sebab perang dalam Islam adalah karena permusuhan atau penyerangan orang kafir, bukan karena kekafiran atau perbedaan agama. “Karenanya, Islam, melarang muslim menyerang seseorang atau komunitas lantaran berbeda agama,” tandasnya. (g-penk/mkd/mkd)

sumber Kemenag

Sejarah Hitam Sekte Syiah, Pustaka Sidogiri

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Sejarah Hitam Sekte Syiah

Buku ini ditulis untuk berbagi pemahaman mengenai syiah dari akarnya yang paling dalam: mengenai hakikat, fakta-data, sumber-sumber asasi bagi ideologi syiah, sekaligus bagaimana umat islam ahlusunnah waljamaah mesti memahami arti persaudaraan, kasih sayang, dan cinta suci yang ditanamkan dan diajarkan sejak awal oleh rasulullah kepada para keluarga dan sahabat beliau, yang jelas berbalik seratus delapan puluh derajat dengan cinta dusta versi syiah.

Keterangan;
Cover : Soft Cover
Jenis Kertas : HVS 70 Gram
Penulis : Mohammad Achyat Ahmad
Tebal : 175 Halaman
Ukuran : 12 x 17 cm

Harga : Rp. 25.000,-
Order : SMS 081336644407 BBM 2632D34C


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=605711706239281&set=a.580161235460995&type=1

Ajakan Shalat 3 Waktu Ternyata Shalat Jama' Tanpa Sebab Bepergian

$
0
0
Musimedianews.com ~ Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo (PPUW) Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang mengakui telah mengeluarkan himbauan salat tiga waktu. Dzuhur dengan ashar dijamak, magrib dan isya' juga dijamak, meski tidak bepergian jarak jauh.

"Stiker yang kami edarkan ini untuk para pekerja yang sibuk. Diantaranya para sopir, tukang becak, dan para buruh tani. Karena mereka tidak bisa tepat waktu untuk melaksankan salat lima waktu," kata Hj Quratul Ayun, istri pengasuh PPUW Bulurejo, ketika ditemui di kediamannya, Selasa (17/2/2015).

Hj Quratul Ayun merupakan istri dari KH Qoyim Ya'qub, pengasuh PPUW. Sedangkan Kiai Qoyim sendiri enggan menemui wartawan guna memberikan penjelasan. "Saya yang disuruh memberikan keterangan kepada wartawan," ujarnya menambahkan.

Quratul Ayun lantas menyodorkan dasar hukum tentang ajaran salat tiga waktu tersebut, yakni surat Al Isra' ayat 78. Dalam surat itu, lanjutnya, ada tiga waktu salat. Pertama, saat tergelincirnya matahari, kemudian gelap malam, dan terang fajar. "Salat jamak juga ada dalam hadits nabi," pungkas Quratul Ayun.

Kemenag Jombang Minta Tarik Stiker Salat Tiga Waktu

Meskipun demikian, stiker berukuran kecil yang berisi ajakan shalat tiga waktu dan sudah beredar sekitar sepekan ini telah menghebohkan warga dan menuai kontroversi, utamanya kaum muslim di kota santri Jombang.

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jombang mendesak Pondok Pesantren Urwatu Wutsqo (PPUW) segera menarik stiker salat tiga waktu yang sudah sekitar sepekan beredar di masyarakat.

Kemenag khawatir, stiker tersebut menimbulkan salah paham di masyarakat awam
. Selain itu, Kemenag juga akan melakukan kordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat guna menyikapi persoalan itu.

“Ini berbahaya, karena bisa menimbulkan salah paham,” tegas Kepala Kantor Kemenag Jombang, H Barozi, Selasa (17/2/2015). Barozi menjelaskan, dalam stiker itu PPUW menuliskan salat tiga waktu.

Masing-masing dzuhur dengan ashar, yang pelaksanaannya waktu dzuhur. Kemudian magrib dengan isya’ yang dilaksanakan waktu salat isya. Terakhir salat subuh.

Sumber Berita Jatim dan Tribun via Mosleminfo

Gejolak Wahabi Versus Syi'ah, dan Imbasnya ke Aswaja

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Dua kelompok Wahhabi dan Syiah, keberadaannya saat ini di dunia masih minoritas, namun bukan berarti tidak berpengaruh. Kedua kelompok ini sangat agresif dalam merekrut anggota dan simpatisan dari umat Islam, sekalipun dengan segala macam cara tanpa harus melalui etika apapun.

Mau jujur, mau dusta, mau menipu, mau plagiat, mau money politics, bahkan mereka menghalalkan segala cara demi menempuh ambisinya menguasai seluruh umat Islam dunia. Dalam melancarkan misi, mereka tidak mengenal hukum, mau halal atau haram, mau sopan atau biadab, mau legal atau ilegal, maka metode apapun yang mereka lakukan dianggap sah-sah saja dan tidak menjadi masalah, yang penting dapat menambah anggota dan simpatisan sebanyak-banyaknya.

Kini, baik Wahhabi maupun Syiah, keduanya tengah gencar memposisikan diri untuk saling berhadap-hadapan, saling beradu dan saling berlawanan (musuh abadi) antar mereka berdua di hadapan public, dengan slogan-slogan kebohongan seakan-akan ingin menyelamatkan umat Islam dari kesalahan beragama menurut versi mereka. Khususnya dalam upaya mengembangkan propaganda ajaran-ajaran sesatnya, hingga tak jarang di antara keduanya terjadi adu argumen, saling mencaci, saling mengkafirkan, bahkan gesekan fisik hingga upaya pembunuhan dan pengeboman pun terjadi di antara mereka.

Untuk sekedar diingat, konon di era tahun ’80-an, terjadi pengeboman di dalam bis Pemudi serta candi Borobudur yang dilakukan oleh kelompok Syiah. Sedangkan menurut berita, meletusnya bom akhir-akhir ini di beberapa tempat,  banyak dilakukan oleh kelompok Wahhabi ekstrimis.

Di luar negeri, antara kelompok Wahhabi versus kelompok Syiah seringkali saling menfitnah, membunuh, mengebom dan segala macam bentuk perselisihan di antara mereka. Jadi bukan sekedar perang ideologi saja yang mereka lancarkan, namun perang fisik pun sudah mereka kumandangkan dalam membangkitkan nafsu angkara, dalam rangka yufsiduuna fir ardli fasaadan (melakukan kerusakan  di muka bumi).

Kekejaman dua kelompok ini sering berimbas terhadap siapa saja yang dianggap sebagai lawannya atau penghalang, khususnya warga Ahlus Sunnah wal Jamaah. Terutama di saat kedua kelompok ini sudah dapat menguasai sebuah wilayah yang mereka anggap strategis untuk menyebarkan kesesatan-kesesatan ajarannya.

Adapun dalam adu propaganda dan perebutan simpati dari masyarakat, banyak trik-trik khusus yang mereka lakukan, antara lain dengan cara membagi-bagikan buku serta mengadakan cerama-ceramah agama yang sifatnya dingin, bahkan terasa kondusif untuk segala lapisan, agar mendapat simpatik dari masyarakat.

Namun di balik itu semua, mereka mempunyai misi-misi tertentu yang sesungguhnya sangat kejam dan mengkhawatirkan. Pembunuhan karakter pun sudah mereka lakukan yang tanpa disadari oleh kalangan awam. Ironisnya yang dijadikan sasaran tembak dalam mengusung misi utama kelompok Wahhabi dan Syiah adalah warga Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya dari kalangan awam agama.

Kedua kelompok ini sama-sama berani memberikan iming-iming dana yang menggiurkan, iming-iming berbagai fasilitas, bea siswa bagi para pelajar, hingga iming-iming kedudukan yang strategis bagi siapa saja yang pro terhadap program-programnya, tentunya di samping iming-iming kemurnian aqidah dan jaminan-jaminan masuk sorga.

Wahhabi adalah kelompok yang berafiliasi pemahamannya kepada tokoh-tokoh pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab dari bangsa Najed Saudi Arabiah, seperti Bin Baz, Bin Shaleh, Utsaimin, Bin Mani`, Shaleh Fauzan dan sebagainya. Umumnya mereka selalu mengklaim diri sebagai golongan Salafi (penerus ulama Salaf), sekalipun ajaran mereka sangat berlawanan dengan pemahaman para Salaf Ahlus Sunnah wal Jamaah itu sendiri.

Sedangkan Syiah (dalam hal ini Syiah Imamiyah yang masuk Indonesia) adalah kelompok yang berafiliasi pemahamannya kepada tokoh-tokoh Persi Iran terutama tokoh spiritualnya adalah Khomeini. Mereka selalu mengklaim diri sebagai madzhab Ahlul Bait, sekalipun ajaran-ajarannya sangat bertentangan dengan ajaran ulama Salaf khususnya dari kalangan Ahlul Bait-nya Nabi SAW itu sendiri.

Ironisnya, masyarakat awam seringkali tidak menyadari, bahkan program utama kelompok Wahhabi dan Syiah, adalah bagaimanapun caranya agar kedua kelompok ini dapat mengeluarkan umat Islam Indonesia dari ajaran Islam yang masih asli dan murni sebagai madzhab yang dianut oleh warga Indonesia, yaitu madzhab Sunni Syafi`i, aqidah warisan yang diajarkan oleh para Walisongo sebagai penyebar agama Islam pertama kali kepada nenek moyang bangsa Indonesia.

Ajaran para Walisongo ini sudah teruji ketegarannya, sejak masa pra penjajahan Belanda dan Jepang hingga masa kemerdekaan Republik Indonesia, yang mana mayoritas masyarakat Indonesia masih berpegang teguh dengan ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan oleh para Walisongo, bahkan hingga saat ini pun jika dihitung-hitung jumlah penghuni planet bumi yang beragama Islam terbesar, adalah kaum muslimin bangsa Indonesia yang masih istiqamah melestarikan ajaran para Walisongo.

Yang jelas agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan mengikuti fiqih madzhab Syafi`i, bukan ajaran Wahhabi dan bukan ajaran Syiah, alias bukan ajaran kedua pendatang baru itu. Karena itu ajaran kedua kelompok sesat ini tidak cocok dan sangat berseberangan dengan norma-norma kesopanan bangsa Indonesia yang terkenal dengan adat ketimurannya.

Salah satu ajaran Wahhabi, adalah sangat gemar mengkafirkan dan menuduh syirik terhadap orang-orang yang ahli ziarah ke makam kuburan kerabatnya maupun makam kuburan orang-orang shalih, padahal amalan ini termasuk ajaran dasar dari para Walisongo yang sudah mentradisi dan mendarah daging bagi bangsa Indonesia, khususnya di saat datang Hari Raya Idul Fitri, karena ajaran ziarah ke makam kuburan itu hakikatnya berdasarkan perintah Nabi SAW: Dulu aku pernah melarang kalian berziarah makam kuburan, maka berziaralah sekarang ke makam kuburan karena dapat mengingatkan akhirat kalian. (HR. Muslim).

Salah satu ajaran Syiah Iran, adalah sangat gemar mencaci-maki dan mengkafirkan para shahabat Nabi SAW serta mengkafirkan istri-istri Nabi SAW khususnya Sayyidatina `Aisyah RA, serta mengkafirkan para ulama Salaf  Ahlussunnah wal Jamaah. Padahal, istri-istri dan para shahabat Nabi SAW serta para ulama itu termasuk para panutan dan idola kaum muslimin bangsa Indonesia yang sangat dihormati dan dimuliakan.

Keberpihakan umat Islam Indonesia ini terbukti banyaknya nama umat Islam Indonesia yang sengaja diadopsi dari nama-nama para istri maupun para shahabat Nabi SAW serta nama-nama para ulam Salaf, tentunya sebagai bentuk tabarrukan, serta bukti cinta umat kepada para istri Nabi SAW dan para shahabat serta para ulama Salaf Ahlus sunnah wal Jamaah, dan hal semacam ini sudah mendarah daging bagi bangsa Indonesia.

Karena itu, ajaran kedua kelompok minoritas baik Wahhabi maupun Syiah besutan tokoh-tokoh Najed Saudi Arabiah dan besutan tokoh-tokoh Persi Iran ini sangat tidak cocok dengan kultur bangsa Indonesia. Maka umat Islam Indonesia harus berani mengusir para missionaris dari kedua kelompok Wahhabi dan Syiah ini dari daerah-daerah yang dijadikan sasaran tembak dalam propaganda ajaran sesat mereka.

Sebagian ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah mengistilahkan, bahwa Wahhabi dan Syiah ibarat: Ba`ratun tuqsamu qismain (ibarat kotoran sapi dibelah dua), yaitu sama-sama kotornya.

Bukti keserupaan dan kesamaan antara ajaran Wahhabi dan Syiah adalah dalam masalah Tajsim. Arti Tajsim yaitu adanya penisbatan jasmani kepada Dzat Allah, alias Allah itu diyakini memiliki bentuk tubuh selayaknya manusia (makhluk).

Menurut Wahhabi, Allah itu bertempat di langit, Allah juga naik turun di langit dengan kaki-Nya dari satu tingkat ke tingkat lainnya, seperti layaknya manusia bertempat di bumi dan dapat naik turun dari tempat ketinggian ke tempat yang lebih rendah, semisal naik turun di tangga dengan menggunakan kakinya. Dalam keyakinan Wahhabi, bahwa Allah itu memiliki mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh seperti anggota tubuh manusia.

Seorang tokoh Wahhabi Mujassimah (penisbat jasmani kepada Dzat Allah) bernama Addarimi Alwahhabi, (ket: Addarimi Alwahhabi bukanlah Imam Addarimi ahli hadits), dia mengatakan:

1. Para musuh kita (yaitu Ahlussunnah wal Jamaah) berkeyakinan, bahwa Allah itu tidak memiliki bentuk, tidak memiliki sisi penghabisan dan batasan. (Kitab Annaqdl, 23). Pernyataan ini memberi arti jika Addarimi itu meyakini, bahwa Allah itu memiliki bentuk tubuh seperti layaknya makhluk, dengan memiliki batasan berapa tingginya, gemuk dan kurusnya, seperti pernyataannya sbb:

2. Sesungguhnya Allah benar-benar duduk di atas kursi, dan tidak tersisi (kosong) dari kursinya itu kecuali seukuran empat jari saja. (Kitab Annaqdl, 74).

3. Allah berada jauh dari makhluk-Nya. Dia berada di atas Arsy, dengan jarak antara Arsy tersebut dengan langit yang tujuh lapis, seperti jarak Dia sendiri dengan para makhluk-Nya yang berada di bumi. (Kitab Annaqdl, 79).

4. Jika Allah tidak memiliki dua tangan seperti yang engkau yakini, padahal dengan kedua tangan-Nya, Dia telah menciptakan Adam dengan jalan menyentuhnya, maka berarti tidak boleh dikatakan bagi Allah, biyadikal khair (pada tangan-Mu seluruh kebaikan). (Kitab Annaqdl, 29).

Dengan asumsi Wahhabi ini, maka dalam memahami ayat “Kullu syai-in haalikun illa wajhahu”, yang selama ini menurut pemahaman umat Islam adalah: “Segala sesuatu itu akan rusak (di hari Kiamat) kecuali Dzat Allah”, sedangkan menurut pemahaman Wahhabi akan terjerumus pada kesesatan arti: Segala sesuatu itu akan rusak kecuali wajah-Nya (Allah) saja.

Lantas bagaimana dengan mata Allah, tangan Allah, kaki Allah dan seluruh anggota tubuh Allah selain wajah-Nya, apakah semua itu akan rusak? Di sinilah bukti kesesatan pemahaman Tajsimnya kaum Wahhabi yang bertentangan dengan aqidah umat Islam.

Sedangkan ajaran Syiah Indonesia pun meyakini Tajsim pada Dzat Allah, sebagaimana yang tertera pada buku KECUALI ALI, karangan Abbas Rais Kermani yang diterbitkan oleh Penerbit Alhuda Jakarta, pada halaman 22, saat Syiah mengklaim pembicaraan Imam Ja’far Shadiq, tatkala ditanya tentang arti ayat “Kullu syai-in haalikun illa wajhahu”, maka Imam Ja’far Shadiq menjawab: Segala sesuatu itu akan rusak kecuali WAJAH Allah, dan Wajah Allah itu adalah Ali bin Abi Thalib.

Nama buku ini diambil dari satu ayat Alquran, Kullu syai-in haalikun illaa wajhah, yang telah dirubah oleh kaum syiah menjadi: Kullu syai-in haalikun illaa Ali (Segala sesualtu itu akan rusak Kecuali Ali), lantas dipotong menjadi: KECUALI ALI, lantas dijadikan nama untuk buku karangan tokoh Syiah Imamiyah, Abbas Rais Kermani.

Jadi menurut keyakinan Syiah, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Dzat Allah dalam bentuk manusia. Di sinilah letak kesamaan antara aqidah Syiah dengan aqidah Wahhabi. Maka tidak salah jika dikatakan, antara Wahhabi dan Syiah itu ibarat kotoran sapi dibelah dua.

Bahkan aqidah Syiah ini juga sama dengan keyakinan kaum Nasrani yang mengatakan: Yesus adalah Tuhan dan Tuhan adalah Yesus. Kaum Syiah mengatakan : Ali adalah Allah dan Allah adalah Ali.

Tentu saja hakikat Imam Ja’far Shadiq sebagai Ahlul Bait Nabi SAW, seorang alim, suci nan bersih dari kesyirikan, tidak akan mengatakan keyakinan semacam itu. Maka hanya pengklaiman sesat para pengikut Syiah Indonesia saja yang menisbatkan keyakinan Tajsim terhadap Dzat Allah itu kepada Imam Ja’far Shadiq.

Oleh : Ust. H. Luthfi Bashori 
via PejuangIslam
Dua kelompok Wahhabi dan Syiah, keberadaannya saat ini di dunia masih minoritas, namun bukan berarti tidak berpengaruh. Kedua kelompok ini sangat agresif dalam merekrut anggota dan simpatisan dari umat Islam, sekalipun dengan segala macam cara tanpa harus melalui etika apapun.

Mau jujur, mau dusta, mau menipu, mau plagiat, mau money politics, bahkan mereka menghalalkan segala cara demi menempuh ambisinya menguasai seluruh umat Islam dunia. Dalam melancarkan misi, mereka tidak mengenal hukum, mau halal atau haram, mau sopan atau biadab, mau legal atau ilegal, maka metode apapun yang mereka lakukan dianggap sah-sah saja dan tidak menjadi masalah, yang penting dapat menambah anggota dan simpatisan sebanyak-banyaknya.

Kini, baik Wahhabi maupun Syiah, keduanya tengah gencar memposisikan diri untuk saling berhadap-hadapan, saling beradu dan saling berlawanan (musuh abadi) antar mereka berdua di hadapan public, dengan slogan-slogan kebohongan seakan-akan ingin menyelamatkan umat Islam dari kesalahan beragama menurut versi mereka. Khususnya dalam upaya mengembangkan propaganda ajaran-ajaran sesatnya, hingga tak jarang di antara keduanya terjadi adu argumen, saling mencaci, saling mengkafirkan, bahkan gesekan fisik hingga upaya pembunuhan dan pengeboman pun terjadi di antara mereka.

Untuk sekedar diingat, konon di era tahun ’80-an, terjadi pengeboman di dalam bis Pemudi serta candi Borobudur yang dilakukan oleh kelompok Syiah. Sedangkan menurut berita, meletusnya bom akhir-akhir ini di beberapa tempat,  banyak dilakukan oleh kelompok Wahhabi ekstrimis.

Di luar negeri, antara kelompok Wahhabi versus kelompok Syiah seringkali saling menfitnah, membunuh, mengebom dan segala macam bentuk perselisihan di antara mereka. Jadi bukan sekedar perang ideologi saja yang mereka lancarkan, namun perang fisik pun sudah mereka kumandangkan dalam membangkitkan nafsu angkara, dalam rangka yufsiduuna fir ardli fasaadan (melakukan kerusakan  di muka bumi).

Kekejaman dua kelompok ini sering berimbas terhadap siapa saja yang dianggap sebagai lawannya atau penghalang, khususnya warga Ahlus Sunnah wal Jamaah. Terutama di saat kedua kelompok ini sudah dapat menguasai sebuah wilayah yang mereka anggap strategis untuk menyebarkan kesesatan-kesesatan ajarannya.

Adapun dalam adu propaganda dan perebutan simpati dari masyarakat, banyak trik-trik khusus yang mereka lakukan, antara lain dengan cara membagi-bagikan buku serta mengadakan cerama-ceramah agama yang sifatnya dingin, bahkan terasa kondusif untuk segala lapisan, agar mendapat simpatik dari masyarakat.

Namun di balik itu semua, mereka mempunyai misi-misi tertentu yang sesungguhnya sangat kejam dan mengkhawatirkan. Pembunuhan karakter pun sudah mereka lakukan yang tanpa disadari oleh kalangan awam. Ironisnya yang dijadikan sasaran tembak dalam mengusung misi utama kelompok Wahhabi dan Syiah adalah warga Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya dari kalangan awam agama.

Kedua kelompok ini sama-sama berani memberikan iming-iming dana yang menggiurkan, iming-iming berbagai fasilitas, bea siswa bagi para pelajar, hingga iming-iming kedudukan yang strategis bagi siapa saja yang pro terhadap program-programnya, tentunya di samping iming-iming kemurnian aqidah dan jaminan-jaminan masuk sorga.

Wahhabi adalah kelompok yang berafiliasi pemahamannya kepada tokoh-tokoh pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab dari bangsa Najed Saudi Arabiah, seperti Bin Baz, Bin Shaleh, Utsaimin, Bin Mani`, Shaleh Fauzan dan sebagainya. Umumnya mereka selalu mengklaim diri sebagai golongan Salafi (penerus ulama Salaf), sekalipun ajaran mereka sangat berlawanan dengan pemahaman para Salaf Ahlus Sunnah wal Jamaah itu sendiri.

Sedangkan Syiah (dalam hal ini Syiah Imamiyah yang masuk Indonesia) adalah kelompok yang berafiliasi pemahamannya kepada tokoh-tokoh Persi Iran terutama tokoh spiritualnya adalah Khomeini. Mereka selalu mengklaim diri sebagai madzhab Ahlul Bait, sekalipun ajaran-ajarannya sangat bertentangan dengan ajaran ulama Salaf khususnya dari kalangan Ahlul Bait-nya Nabi SAW itu sendiri.

Ironisnya, masyarakat awam seringkali tidak menyadari, bahkan program utama kelompok Wahhabi dan Syiah, adalah bagaimanapun caranya agar kedua kelompok ini dapat mengeluarkan umat Islam Indonesia dari ajaran Islam yang masih asli dan murni sebagai madzhab yang dianut oleh warga Indonesia, yaitu madzhab Sunni Syafi`i, aqidah warisan yang diajarkan oleh para Walisongo sebagai penyebar agama Islam pertama kali kepada nenek moyang bangsa Indonesia.

Ajaran para Walisongo ini sudah teruji ketegarannya, sejak masa pra penjajahan Belanda dan Jepang hingga masa kemerdekaan Republik Indonesia, yang mana mayoritas masyarakat Indonesia masih berpegang teguh dengan ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan oleh para Walisongo, bahkan hingga saat ini pun jika dihitung-hitung jumlah penghuni planet bumi yang beragama Islam terbesar, adalah kaum muslimin bangsa Indonesia yang masih istiqamah melestarikan ajaran para Walisongo.

Yang jelas agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan mengikuti fiqih madzhab Syafi`i, bukan ajaran Wahhabi dan bukan ajaran Syiah, alias bukan ajaran kedua pendatang baru itu. Karena itu ajaran kedua kelompok sesat ini tidak cocok dan sangat berseberangan dengan norma-norma kesopanan bangsa Indonesia yang terkenal dengan adat ketimurannya.

Salah satu ajaran Wahhabi, adalah sangat gemar mengkafirkan dan menuduh syirik terhadap orang-orang yang ahli ziarah ke makam kuburan kerabatnya maupun makam kuburan orang-orang shalih, padahal amalan ini termasuk ajaran dasar dari para Walisongo yang sudah mentradisi dan mendarah daging bagi bangsa Indonesia, khususnya di saat datang Hari Raya Idul Fitri, karena ajaran ziarah ke makam kuburan itu hakikatnya berdasarkan perintah Nabi SAW: Dulu aku pernah melarang kalian berziarah makam kuburan, maka berziaralah sekarang ke makam kuburan karena dapat mengingatkan akhirat kalian. (HR. Muslim).

Salah satu ajaran Syiah Iran, adalah sangat gemar mencaci-maki dan mengkafirkan para shahabat Nabi SAW serta mengkafirkan istri-istri Nabi SAW khususnya Sayyidatina `Aisyah RA, serta mengkafirkan para ulama Salaf  Ahlussunnah wal Jamaah. Padahal, istri-istri dan para shahabat Nabi SAW serta para ulama itu termasuk para panutan dan idola kaum muslimin bangsa Indonesia yang sangat dihormati dan dimuliakan.

Keberpihakan umat Islam Indonesia ini terbukti banyaknya nama umat Islam Indonesia yang sengaja diadopsi dari nama-nama para istri maupun para shahabat Nabi SAW serta nama-nama para ulam Salaf, tentunya sebagai bentuk tabarrukan, serta bukti cinta umat kepada para istri Nabi SAW dan para shahabat serta para ulama Salaf Ahlus sunnah wal Jamaah, dan hal semacam ini sudah mendarah daging bagi bangsa Indonesia.

Karena itu, ajaran kedua kelompok minoritas baik Wahhabi maupun Syiah besutan tokoh-tokoh Najed Saudi Arabiah dan besutan tokoh-tokoh Persi Iran ini sangat tidak cocok dengan kultur bangsa Indonesia. Maka umat Islam Indonesia harus berani mengusir para missionaris dari kedua kelompok Wahhabi dan Syiah ini dari daerah-daerah yang dijadikan sasaran tembak dalam propaganda ajaran sesat mereka.

Sebagian ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah mengistilahkan, bahwa Wahhabi dan Syiah ibarat: Ba`ratun tuqsamu qismain (ibarat kotoran sapi dibelah dua), yaitu sama-sama kotornya.

Bukti keserupaan dan kesamaan antara ajaran Wahhabi dan Syiah adalah dalam masalah Tajsim. Arti Tajsim yaitu adanya penisbatan jasmani kepada Dzat Allah, alias Allah itu diyakini memiliki bentuk tubuh selayaknya manusia (makhluk).

Menurut Wahhabi, Allah itu bertempat di langit, Allah juga naik turun di langit dengan kaki-Nya dari satu tingkat ke tingkat lainnya, seperti layaknya manusia bertempat di bumi dan dapat naik turun dari tempat ketinggian ke tempat yang lebih rendah, semisal naik turun di tangga dengan menggunakan kakinya. Dalam keyakinan Wahhabi, bahwa Allah itu memiliki mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh seperti anggota tubuh manusia.

Seorang tokoh Wahhabi Mujassimah (penisbat jasmani kepada Dzat Allah) bernama Addarimi Alwahhabi, (ket: Addarimi Alwahhabi bukanlah Imam Addarimi ahli hadits), dia mengatakan:

1. Para musuh kita (yaitu Ahlussunnah wal Jamaah) berkeyakinan, bahwa Allah itu tidak memiliki bentuk, tidak memiliki sisi penghabisan dan batasan. (Kitab Annaqdl, 23). Pernyataan ini memberi arti jika Addarimi itu meyakini, bahwa Allah itu memiliki bentuk tubuh seperti layaknya makhluk, dengan memiliki batasan berapa tingginya, gemuk dan kurusnya, seperti pernyataannya sbb:

2. Sesungguhnya Allah benar-benar duduk di atas kursi, dan tidak tersisi (kosong) dari kursinya itu kecuali seukuran empat jari saja. (Kitab Annaqdl, 74).

3. Allah berada jauh dari makhluk-Nya. Dia berada di atas Arsy, dengan jarak antara Arsy tersebut dengan langit yang tujuh lapis, seperti jarak Dia sendiri dengan para makhluk-Nya yang berada di bumi. (Kitab Annaqdl, 79).

4. Jika Allah tidak memiliki dua tangan seperti yang engkau yakini, padahal dengan kedua tangan-Nya, Dia telah menciptakan Adam dengan jalan menyentuhnya, maka berarti tidak boleh dikatakan bagi Allah, biyadikal khair (pada tangan-Mu seluruh kebaikan). (Kitab Annaqdl, 29).

Dengan asumsi Wahhabi ini, maka dalam memahami ayat “Kullu syai-in haalikun illa wajhahu”, yang selama ini menurut pemahaman umat Islam adalah: “Segala sesuatu itu akan rusak (di hari Kiamat) kecuali Dzat Allah”, sedangkan menurut pemahaman Wahhabi akan terjerumus pada kesesatan arti: Segala sesuatu itu akan rusak kecuali wajah-Nya (Allah) saja.

Lantas bagaimana dengan mata Allah, tangan Allah, kaki Allah dan seluruh anggota tubuh Allah selain wajah-Nya, apakah semua itu akan rusak? Di sinilah bukti kesesatan pemahaman Tajsimnya kaum Wahhabi yang bertentangan dengan aqidah umat Islam.

Sedangkan ajaran Syiah Indonesia pun meyakini Tajsim pada Dzat Allah, sebagaimana yang tertera pada buku KECUALI ALI, karangan Abbas Rais Kermani yang diterbitkan oleh Penerbit Alhuda Jakarta, pada halaman 22, saat Syiah mengklaim pembicaraan Imam Ja’far Shadiq, tatkala ditanya tentang arti ayat “Kullu syai-in haalikun illa wajhahu”, maka Imam Ja’far Shadiq menjawab: Segala sesuatu itu akan rusak kecuali WAJAH Allah, dan Wajah Allah itu adalah Ali bin Abi Thalib.

Nama buku ini diambil dari satu ayat Alquran, Kullu syai-in haalikun illaa wajhah, yang telah dirubah oleh kaum syiah menjadi: Kullu syai-in haalikun illaa Ali (Segala sesualtu itu akan rusak Kecuali Ali), lantas dipotong menjadi: KECUALI ALI, lantas dijadikan nama untuk buku karangan tokoh Syiah Imamiyah, Abbas Rais Kermani.

Jadi menurut keyakinan Syiah, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Dzat Allah dalam bentuk manusia. Di sinilah letak kesamaan antara aqidah Syiah dengan aqidah Wahhabi. Maka tidak salah jika dikatakan, antara Wahhabi dan Syiah itu ibarat kotoran sapi dibelah dua.

Bahkan aqidah Syiah ini juga sama dengan keyakinan kaum Nasrani yang mengatakan: Yesus adalah Tuhan dan Tuhan adalah Yesus. Kaum Syiah mengatakan : Ali adalah Allah dan Allah adalah Ali.

Tentu saja hakikat Imam Ja’far Shadiq sebagai Ahlul Bait Nabi SAW, seorang alim, suci nan bersih dari kesyirikan, tidak akan mengatakan keyakinan semacam itu. Maka hanya pengklaiman sesat para pengikut Syiah Indonesia saja yang menisbatkan keyakinan Tajsim terhadap Dzat Allah itu kepada Imam Ja’far Shadiq. - See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=636#.dpuf

Kalian Bela Agama dengan Kekerasan, Kenapa Beliau Tidak Boleh Membela dengan Kasih Sayang?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Tulisan ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap aksi-aksi pihak yang mengaku santri tetapi menjelekkan ulama.
"Kalau kalian merasa benar membela agama dengan kekerasan, kenapa beliau tidak boleh membela agama dengan kasih sayang?"
***
Kemarin (15/2/2015) saya sempat membaca status seorang santri yang menjelek-jelekkan Simbah Kakung. Sebagai puterinya, wajar bila saya merasa sedih dan tidak terima.

Tapi kemudian saya ingat, tiap kali beliau mendapat tuduhan dari orang yang tidak benar-benar kenal beliau, reaksi beliau santai saja dan hanya tertawa-tawa. Saya yang wadul dengan emosi jiwa bingung sendiri jadinya. Kenapa sih beliau tidak tergerak untuk sekedar klarifikasi?

Akhirnya saya mengerti. Bagi beliau penilaian manusia tidaklah penting. Berbuat baik tidak untuk dipamer-pamerkan. Bersikap tulus dan apa adanya lebih nyaman buat beliau daripada selalu berbungkus pencitraan. Alih-alih marah, beliau memilih memaklumi, sebagai manusia, siapa saja bisa bertindak keliru..
Tapi saya kadung geregetan. Jadi saya ingin bertanya pada orang-orang yang dengan mudah menghakimi beliau berdasarkan pendapatnya sendiri itu..

Kalau kalian merasa benar membela agama dengan kekerasan, kenapa beliau tidak boleh membela agama dengan kasih sayang?

Kalau kalian boleh menganggap yang berbeda pemahaman dengan kalian itu sesat dan pantas dihajar, kenapa beliau tidak boleh memandang mereka yang berbeda itu sebagai sesama makhluk Allah yang layak dikasihi?

Siapa yang tahu, di akhir hidup justru merekalah yang mendapatkan rahmah dan hidayah?

Saya iseng kepoin lagi akun si santri. Ternyata status yang ditulisnya kmarin telah dihapus.

Hai, siapapun Anda dan apapun prasangka Anda, tidak sedikitpun mengurangi rasa kagum, hormat dan cinta saya pada beliau
***
~Oleh: Kautsar Mustofa Uzmut
via facebook / Foto : Dua ulama besar Indonesia yaitu KH. Mustofa Bisri (Gus) dan KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen)

Masak dan Mencuci Bukan Kewajiban Istri

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Apapun bentuk hubungan suami istri dalam keluarga bisa dianggap sebagai bagian dari ibadah. Apalagi jika hubungan itu didasari dengan keikhlasan dan kasih sayang. Meski demikian jangan sampai unsur ubudiyah ini dijadikan alasan untuk ‘menindas’ satu sama lain. Karena hal inilah yang biasa terjadi dalam keluarga. Seringkali perempuan di keluarga menjadi ‘objek penderita’. Mulai dari memasak, mencuci, dan juga pekerjaan lain yang berhubungan dengan kebersihan.

Padahal ajaran Islam yang sangat menghormati perempuan. Memposisikannya sebagai makhluk yang terhormat. Seorang suami tidak bisa seenaknya saja memperlakukan sang istri. Begitu juga seorang anak tidak bisa demikian saja memerintah ibunya. Walaupun demikian kebiasaan dan adat yang berlaku.
Mengenai pekerjaan rumahan ini Madzhab Syafi’iyah, Hanabilah dan sebagaian Malikiyah berpendapat bahwa hal itu bukan kewajiban istri. Hanya saja lebih baik jika istri membantu suami dalam urusan rumah sebagaimana yang telah berlaku di masyarakat. Sebagaimana diterangkan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah juz 29 

ذهب الجمهور (الشافعية والحنابلة وبعض المالكية) الى أن خدمة الزوج لاتجب عليها لكن الأولى لها فعل ما جارت العاجة به
 Jumhur Ulama (Syafiiyyah, Hanabilah dan sebagian Malikiyah) berpendapat bahwa tidak wajib bagi istri membantu suamianya. Tetapi lebih baik jika melakukan seperti apa yang berlaku (membantu).

Karena itulah meskipun seorang istri dengan ikhlas melakukan itu semua, tetapi wajib bagi suami untuk menjelaskan dan mekonfirmasi bahwa pekerjaan itu bukanlah kewajibannya. Dan hendaknya diperjelas pula bahwa pemberian nafkah sang suami  tidak ada hubungannya dengan pekerjaan rumah tersebut. Dalam Khasyiyatul Jamal juz 4 dikatakan 

وقع السؤال فى الدرس هل يجب على الرجل اعلام زوجته بأنها لاتجب عليها خدمة مما جرت به العادة من الطبخ والكنس ونحوهما مماجرت به عادتهن أم لا وأوجبنا بأن الظاهر الأول لأنها اذا لم تعلم بعدم وجوب ذلك ظنت أنه واجب وأنها لاتستحق نفقة ولاكسوة إن لم تفعله فصارت كأنهامكرهة على الفعل...
Wajib atau tidakkah bagi suami memberitahu istrinya bahwa sang sitri tidak wajib  membantu memasak, mencuci dan sebagainya sebagaimana yang berlaku selama ini? Jawabnya adalah wajib bagi suami memberitahukan hal tersebut, karena jika tidak diberitahu seorang istri bisa menyangka hal itu sebagai kewajiban bahkan istri akan menyangka pula bahwa dirinya tidak mendapatkan nafkah bila tidak membantu (mencuci, memasak dan lainnya). Hal ini akan manjadikan istri merasa menjadi orang yang terpaksa.  

Singkatnya, tidak ada kewajiban bagi istri membantu pekerjaan suaminya. Tidak juga mencuci dan memasak. Namun jika istri melaksanakan hal tersebut sungguh tidak ada ruginya.

Oleh ; Ustadz Ulil Hadlrawi
via nu.or.id

Tergesa-gera berasal dari Setan, kecuali 5 Hal Ini

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Tergesa-gesa itu berasal dari setan, inilah ungkapan yang sering kali didengar. Memang benar bahwa tergesa-gesar berasal dari setan, sebagaimana juga disampaikan oleh ulama. Tetapi ada pengecualian untuk 5 hal berikut ini.

Dari Hatim al-Ashamm berkata:

كَانَ يُقَالُ الْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا فِي خَمْسٍ , إِطْعَامُ الطَّعَامِ إِذَا حَضَرَ الضَّيْفُ وَتَجْهِيزُ الْمَيِّتِ إِذَا مَاتَ , وَتَزْوِيجُ الْبِكْرِ إِذَا أَدْرَكَتْ , وَقَضَاءُ الدَّيْنِ إِذَا وَجَبَ , وَالتَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ إِذَا أَذْنَبَ
"Ada dikatakan bahwa Ketergesa-gesaan adalah dari berasal dari setan, kecuali dalam lima perkara, yaitu:

1. Menyajikan makanan ketika ada tamu yang datang
2. Mengurus mayit ketika ia mati
3. Menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya
4. Melunasi utang ketika sudah jatuh tempo
5. Segera bertaubat jika berbuat dosa."


Hal diatas terdapat dalam kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya', karangan Imam Abu Nu'aim al-Ashbahani (w. 430 H).


Melafadhkan Niat Menjelang Shalat, Dialog Imajiner

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Dalam sebuah pertemuan, Ahmad (santri) terlibat obrolan dengan seorang bernama Rendy. Rendy memulai obrolan tentang melafadhkan niat, lalu dijelaskan dan diluruskan oleh Ahmad.

Rendy : "Bro, ada kerancuan tersebar di masyarakat?"
Ahmad : "Kerancuan apa?"

Rendy : "Katanya shalat harus melafadhkan niat Bro".
Ahmad : "Itu bukan keharusan saudaraku. Kalau melafadhkan niat itu termasuk keharusan berarti masuk kedalam rukun shalat atau fardlu shalat. Rukun shalat yang diajarkan kepada masyarakat dari dulu-dulu tidak terdapat "melafadhkan niat". Sebab melafadhkan niat itu termasuk hal yang dianjurkan sebelum atau menjelang shalat, bukan termasuk rukun/fardlu shalat.

Konsekuensi dari suatu keharusan itu bila tidak dikerjakan maka shalatnya tidak sah. Tetapi bila termasuk kesunnahan, meskipun tidak dikerjakan maka shalat tetap sah".

Ahmad lalu balik bertanya.

Ahmad : "Rukun shalat ada berapa saudaraku?"
Rendy : "$##$#%$$$#$&^$".

Rendy bingung tidak tahu jumlah rukun shalat, mau jawab pun bingung.

Rendy : "Mengeraskan melafadhkan niat itu mengganggu ma'mun lain"
Ahmad : "Kalau yang dimaksud mengeraskan itu berteriak (raf'ush shaut), memang bisa saja menggangu ma'mun lain, tetapi bila sekedar menjaharkan saja, tidak pernah ada makmum yang merasa terganggu. Saya pun tidak merasa terganggu sama sekali".

Rendy : "Ada pula yang mengulang takbiratul Ihram dengan alasan niatnya takut tertolak".
Ahmad : "Itu biasanya karena mereka was-was. Bila ada orang yang memiliki penyakit was-was, justru ulama menganjurkan untuk melafadhkan niat, salah satunya untuk menghindari was-was".

Rendy : "Mayoritas ulama menentang adanya melafadhkan niat"
Ahmad : "Mayoritas ulama yang mana saudaraku?"
Rendy : "%$$^^%$#$#%^^^%$$##" (bingung lagi)

Ahmad akhirnya menjelaskan panjang lebar.

Ahmad : "Mayoritas ulama justru menganjurkan melafadhkan niat. Syaikh Wahbah Az-Zuhaili didalam kitabnya al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu menyebutkan,

لكن يسن عند الجمهور غير المالكية التلفظ بها لمساعدة القلب على استحضارها، ليكون النطق عوناً على التذكر، والأولى عند المالكية: ترك التلفظ بها
"Tetapi disunnahkan melafadhkan niat menurut jumhur atau mayoritas ulama, kecuali ulama Malikiyah. Melafadhkan niat itu bertujuan untuk membantu menghadirkan niat didalam hati, agar ucapan (lisan) membantu mengingat (memantapkan hati). Tetapi yang utama menurut ulama Malikiyah : meninggalkan melafadhkan niat"

Jadi, dalam hal melafadhkan niat ini, mayoritas ulama (Hanafi, Syafi'i, Hanbali, dan lain-lain) itu justru menganjurkan (mensunnahkan). Kecuali ulama Malikiyah tidak melafadhkan niat. Tetapi perlu digaris bawahi bahwa ada pula ulama Malikiyah yang menganjurkan (mensunnahkan) melafadhkan niat bila memiliki penyakit was-was.

Simak baik-baik ya saudaraku.! Imam Ad-Dardir al-Maliki didalam kitabnya al-Syarh al-Kabiir mengatakan

(ولفظه) أي تلفظ المصلي بما يفيد النية كأن يقول نويت صلاة فرض الظهر مثلا (واسع) أي جائز بمعنى خلاف الأولى. والأولى أن لا يتلفظ لأن النية محلها القلب ولا مدخل للسان فيها
"Melafadhkan niat, yaitu orang yang shalat (mushalli) mengucapkan niat, seperti (misalnya) mengucapkan Nawaitu Shalata Fardlidh Dhuhri (Aku niat shalat Fardlu Dhuhur) atau semacamnya, itu wasi'maksudnya jaiz (boleh), dengan pengertian menyelisihi yang aula (khilaful aula). Sedangkan yang aula (lebih utama) adalah tidak melafadhkannya karena niat tempatnya didalam hati dan bukan bagian dari amaliyah lisan".

Keterangan dalam kitab al-Syarh al-Kabiir ini diperjelas lagi oleh ulama Maliki lainnya yaitu Imam Ad-Dusuqi dalam kitabnya yang dikenal dengan Hasyiyah al-Dasuqi ala al-Syarhi al-Kabiir, sebagai berikut

(قوله: بمعنى خلاف الأولى) لكن يستثنى منه الموسوس فإنه يستحب له التلفظ بما يفيد النية ليذهب عنه اللبس
Redaksi ucapan: "Dengan pengertian menyelisihi yang utama (khilaful aula)", tetapi pengecualian bagi orang yang was-was maka disunnahkan baginya melafadhkan niat untuk menghilangkan kebingungan darinya".

Paham ya... !"

Rendy : "Ooo.. ternyata mayoritas ulama mensunnahkan, dan ulama Maliki pun mengatakan boleh, bahkan mensunnahkan juga bagi orang yang was-was. Kok kamu tahu sedetail itu Bro!

Ahmad : "Aku hanya ikut kyai saudara... (ikut ngaji)"

Dialog Imajiner oleh Ibnu L' Rabassa,

tulisan orang yang tidak mengerti shalat


Melafadhkan Niat Imam Syafi'i dan Ulama Syafi'iyah

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Pada dasarnya, melafadhkan niat merupakan hal yang dianjurkan menjelang shalat, termasuk bagian dari kesunnahan (menjelang) shalat. Hal ini merupakan pandangan mayoritas ulama. Sedangkan ulama Malikiyah berpandangan jaiz (boleh) namun lebih utama ditinggalkan, kecuali memiliki ke-was-was-an, maka ulama Malikiyah pun menganjurkan agar melafadhkan niat.

Dalam madzhab Syafi'iyah, melafadhkan niat termasuk hal yang disunnahkan agar lisan membantu hati dalam menghadirkan dan memantapkan niat, yaitu sebagai penguat hati. Pandangan ulama Syafi'iyah ini diketahui oleh seluruh ulama dan umat Islam, kecuali orang-orang yang memang tidak pernah menyentuh kitab.

Secara ringkas, didalam kitab al-Najmul Wahaj fi Syarhi al-Minhaj, dijelaskan

قال: (ويندب النطق قبيل التكبير)؛ ليساعد اللسان القلب، ولأن ذلك أبعد عن الوسواس، وتقدم أن الزبيري أوجب التلفظ بالنية في كل عبادة وهو بعيد
"Mushannif berkata: (Yundzabu/disunnahkan mengucapkan niat menjelang Takbiratul Ihram) agar lisan membantu meneguhkan niat dalam hati, dan karena yang demikian itu menjauhkan daripada ke-was-was-san. Adapun yang telah berlalu pendapat Az-Zubairi yang mewajibkan melafadhkan niat pada seluruh ibadah, itu merupakan pendapat yang jauh (menyimpang)".

Dari penjelasan diatas, ulama Syafi'iyah berpandangan bahwa melafadhkan niat adalah sunnah, bukan wajib. Sedangkan ulama yang mengatakan wajib melafadhkan niat itu pendapat yang menyimpang.


Imam al-Syafi'i Melafadhkan Niat
Imam Syafi'i rahimahullah juga melafadhkan niat menjelang Takbiratul Ihram. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh murid beliau, yaitu Imam Ar-Rabi'. Imam Ibnul Muqri' (w. 381 H) didalam al-Mu'jam-nya meriwayatkan,

أخبرنا ابن خزيمة، ثنا الربيع قال: "كان الشافعي إذا أراد أن يدخل في الصلاة قال: بسم الله، موجها لبيت الله مؤديا لفرض الله عز وجل الله أكبر "
Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' (murid Imam al-Syafi'i), ia berkata: Apabila Imam al-Syafi'i hendak masuk dalam shalat, beliau mengucapkan "Bismillahi, Muwajjihan La-Baitillahi Mu'diyyan li-Fardlillahi 'Azza wa Jalla Allahu Akbar (Dengan nama Allah, dengan menghadap ke Baitullah, dengan mengerjakan fardlu kepada Allah, Allahu Akbar..)".

Ulama menyatakan bahwa sanad riwayat ini terang bederang bak sinar mentari. Dalam hal ini Imam al-Syafi'i mengucapkan atau menjaharkan niat menjelang Takbiratul Ihram.


Oleh : Ibnu L' Rabassa

Beda Produk Liqa' dan Halaqah dengan Produk 'Pesantren'

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Tulisan ini merupakan curhatan Ust. Ahmad Sarwat Lc, tentang Liqa' yang pernah dijalani olehnya. Istilah liqa'biasanya banyak digunakan oleh kader tarbiyah, sedagkan istilah halaqah digunakan oleh Hizbut Tahrir untuk menyebut pertemuan mingguan mereka yang berlangsung antara satu sampai dua jam.

Ada berapa pelajaran yang bisa diambil dari tulisan Ust. Ahmad Sarwat :
  • Bahwa ilmu syari'ah tidak bisa didapat hanya dengan ikut pengajian, majelis taklim, liqa' tarbiyah dan halaqah mingguan saja. Selain jamnya sedikit, pembinanya pun ada yang yang bukan ahli syari'ah, bahkan rata-rata tidak bisa bahasa Arab.
  • Meskipun sering kali ada murabbi salah tulis arab, tetapi hal itu bisa dimaklumi karena memang tidak mengerti ilmu nahwu dan sharaf. Berbeda halnya dengan Ust. Rahmat Abdullah meskipun hanya lulusan aliyah tetapi ilmu agamanya matang karena santri kesayangan ulama Betawi.
  • Bahwa ilmu yang dimiliki Ust. Rahmat Abdullah bukanlah karena hasil liqa' tarbiyah tetapi hasil berguru di perguruan Syafi'iyah. 
  • Hal ini sekaligus menjadi pelajaran penting bagi kalangan santri bahwa santri (produk pesantren) memiliki nilai plus daripada orang-orang yang mengaku sebagai aktifis dakwah diluar sana yang hanya mengaji satu sampai dua jam setiap minggu. 
 
Berikut tulisannya :
***
Sejak diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) dari akhir tahun 80-an, sebagai PHD (pakar halaqah dan daurah) sejak di kelas satu SMAN 3 Jakarta, saya sudah merasakan bahwa porsi ilmu syariah yang diajarkan di dalam liqo' tarbiyah sangat kurang.

Padahal murabbi saya bukan sembarang murabbi, beliau adalah Ustadz Rahmat Abdullah, yang pernah dibuatkan filmnya (Sang Murabbi). Oleh karena itu di semester tiga, saya keluar dari UGM dan pulang ke Jakarta mendaftarkan diri ke LIPIA.

Disanalah saya belajar bahasa Arab dari awal lagi dan tiap hari menghabiskan waktu untuk kuliah belajar ilmu-ilmu syariah. Total menghabiskan waktu tidak kurang tujuh tahun, belum ditambah tarabbush-nya.

Dari situ akhirnya saya berkesimpulan bahwa ilmu syariah tidak bisa didapat hanya dengan ikut pengajian, majelis taklim atau liqo' tarbiyah saja. Selain jamnya sangat sedikit, umumnya para murabbi yang ada bukan ahli syariah, bahkan rata-rata tidak bisa bahasa Arab. Kalau bahasa Arab saja tidak bisa, apalagi ilmu syariah?

Lha wong teman-teman saya yang pada jadi murobbi itu, kalau lagi mengisi liqo' dan menulis di whiteboard kalimat makna syahadatain dalam bahasa Arab, seringkali salah tulis. Maklumlah, mereka memang tidak pernah belajar ilmu nahwu dan sharaf. Maka kalau tulisan Arabnya keliru, mohon dimaklumi.

Hanya yang jadi masalah, tidak sedikit dari mereka bukan sekedar murabbi, tapi eyangnya murobbi. Sebab para mad'unya sudah jadi murobbi juga, dan cucu mad'unya itu juga sudah jadi murobbi lagi. Lalu salah tulis itu pun menurun ke cucu-cucu muridnya. Walhasil, buku fotocopian materi tabiyah itu mengalami kesalahan sejak dari sanad pertamanya. (hehe)

Tapi kalau Ustadz Rahmat yang jadi murabbinya, tentu tidak salah tulis. Beliau itu termasuk guru bahasa Arab saya, selepas saya lulus dari madrasah Ibtidaiyah sebelum masuk ke LIPIA. Tapi berapa biji sih murabbi yang seperti ustadz Rahmat Abdullah ini? Meski beliau tidak pernah kuliah ke Mesir atau Saudi, bahkan tidak lulus Madrasah Aliyah, tapi ilmu agama beliau lumayan matang.

Beliau adalah santri dan anak didik kesayangan ulama besar betawi, yaitu Kiyai Haji Abdullah Syafi'i, yang punya Asy-Syafi'iyah, ayahanda dari Kiyai Haji Abdurrasyid Abdullah Syafi'i. Ilmu yang beliau miliki terus terang bukan karena hasil ikut liqo' tarbiyah. Dan beliau duduk mengaji dan menjadi santri di perguruan Asy-syafi'iyah bertahun-tahun lamanya.

Maka saya sering katakan kepada adik-adik aktifis dakwah di zaman sekarang, bahwa tidak cukup kita hanya ikutan liqo tabiyah seminggu sekali dengan murobbi yang (afwan jiddan) buta huruf arab itu.

Semangat dan cinta Islam yang dipompakan itu kita hargai, tapi berkomitment pada Islam itu tidak boleh berhenti sebatas semangat saja, justru yang lebih penting adalah kafa'ah dalam ilmu-ilmu syariah itu sendiri.

Masalahnya, iIlmu syariah tidak bisa didapat hanya lewat liqo'-liqo' itu, apalagi murabbinya tidak punya kafaah syar'iyah. Dalam pandangan saya, ilmu syariah itu hanya bisa didapat lewat mulazamah dengan para ulama, seperti yang dilakukan oleh Ustadz Rahmat Abdullah itu kepada guru beliau, di antaranya Kiyai Abdullah Syafi'i.

Dan kalau mau lebih ideal, ya terbanglah ke Mesir, kuliah di Al-Azhar atau setidaknya mendaftarkan diri ke LIPIA di Jakarta. Karena disana bukan hanya ada satu ulama, tetapi ada lusinan bahkan ratusan ulama yang pakar di bidang ilmu syariah.

Khusus di LIPIA, kuliah disampaikan dalam bahasa Arab fushah, persis dengan bahasa yang dipakai oleh Nabi SAW, para shahabat, ulama dan juga umat Islam sedunia sepanjang 13 abad lamanya.

Kitab-kitab rujukannya juga bukan kitab sembarangan, rata-rata menggunakan kitab-kitab turats karya para ulama klasik. Sudah pasti gundul tanpa harakat.

Kitab yang paling utama tidak lain adalah kitab karya Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Kitab ini kita jadikan bantal tidur selama delapan semester kuliah di LIPIA dalam mata kuliah fiqih.

Karya Ash-Shan'ani dijadikan muqarrar untuk mata kuliah hadits. Dan Fathul Qadir dijadikan muqarrar dalam kuliah tafsir. Dan kitab super njelimet, Raudhatun-Nadzhir-nya Ibnu Qudamah jadi lalapan kuliah Ushul Fiqih.

Di lemari kitab saya saat ini, kitab-kitab itu masih ada dan berjejer dengan kitab-kitab berbahasa Arab lainnya, sehingga rak-rak itu sudah lumayan penuh.

Dan di paling pojok bawah, ada sebundel buku fotocopian, judulnya materi tarbiyah. Isinya panah-panah dalam bahasa Arab yang (hmm) banyak salah ejaannya. Hmm, materi tarbiyah jaman jadul rupanya masih tersimpan disini. Dengan berbekal materi inilah banyak pemuda Islam ditarbiyah. hmm . . .
***

Oleh : Ust. Ahmad Sarwat L.c

PWNU Lampung Sambut Kunjungan Silaturahmi Ponpes Darul Falah

$
0
0
Lampung Selatan, Muslimedianews.com ~ Pengasuh Ponpes Darul Falah Lampung Ki. Irmansyah, bersama Ust. Mirza Alwanda Ketua Ikatan Keluarga Besar Pondok Pesantren Daar El-Qolam IKPD Lampung mengunjungi Ponpes Roudhotussolihin Lampung dibawah asuhan KH. RM Soleh Bajuri Ketua PWNU Lampung dalam rangka mempererat silaturahmi, Senin (19/02/2015)

Ki. Irmansyah mengungkapkan kebahagiaannya karena kedatangannya dari Bandar Lampung disambut hangat oleh KH. RM Soleh Bajuri, ini merupakan langkah awal untuk menjalin silaturahmi antara dua lembaga, serta menjadi sarana  saling bertukar pikiran sebagai pesantren yang kecil sehingga bisa menata dan mengembangkan pendidikan Ponpes Darul Falah Lampung menjadi lebih baik dan menjadi unggulan.

Ki. Irmansyah juga menyampaikan rasa syukurnya kunjungan Darul Falah Lampung ke Ponpes Roudhotussolihin Lampung dapat disambut dengan nuansa kekeluargaan yang begitu akbrab. Dalam kesempat yang berbahagia ini saya sangat berharap KH. Soleh Bajuri dapat memberikan nasihat dan berbagi pengalaman dalam keberhasilannya merintis dan mengembangkan ponpes yang berbasis NU, sehingga hasil silaturahmi kita dapat diimplementasikan dipondok kami Darul Falah Lampung.

Sementara, KH RM Soleh Bajuri menyambut baik kedatangan rombongan Ponpes Darul Falah Lampung. Semoga silaturahmi ini bisa membawa berkah sekaligus terjalin hubungan yang baik antar ponpes, dan menjadi sarana berbagi ilmu dan manfaat. Aamiin

Setelah itu, rombongan Darul Falah Lampung diajak untuk berkeliling melihat gedung belajar, asrama putra dan putri Ponpes Roudhotussolihin Lampung serta melihat gedung sekolah mulai dari MI-MA dan SMA yang dirintis dan dikembangkan oleh KH. RM Soleh Bajuri.

Kontributor: Rudi Santoso

Membangun Pendidikan Berbasis Karakter

$
0
0
"Begitu terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam berbagai kesempatan mengemukakan pendapatnya, “Untuk membangun bangsa ini dengan melakukan  revolusi mental.”

Muslimedianews.com
~ Revolusi mental hanya bisa diwujudkan melalui dunia pendidikan (Gramsci). Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat  Indonesia  melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan dini kepada anak-anak. Dari kasus kekerasan yang semakin marak di tanah air ini menunjukan bahwa masyarakat ternyata mampu melakukan tindak   kekerasan yang sebelumnya mungkin belum pernah terbayangkan. Hal ini karena globalisasi telah membawa kita pada “penuhanan” materi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya karakter bangsa  Indonesia pada saat ini. Di antaranya adalah faktor pendidikan. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai arena mencapai tiga hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa.

Ada tiga hal prinsipal dalam membangun karakter bangsa; Pertama, pendidikan sebagai arena untuk re-aktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan , nasionalisme , sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau  adalah  bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh.

Kedua, pendidikan sebagai sarana  untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa.

Ketiga, pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas, yakni se-aktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif , ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh i dan pemerintah.

Berdasar fenomena tersebut dan menyadari akan pentingnya pendidikan berbasis karakter sebagai tindak lanjut dan jalan keluar dari berbagai masalah dan testimoni tantangan multidimensional dunia pendidikan.

Di mana dunia pendidikan di Indonesia dinilai belum mendorong pembangunan bangsa. Hal ini disebabkan oleh ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak dikembalikan pada karakter peserta didik, tapi dikembalikan pada pasar. Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini. Pendidikan nasional telah kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan , padahal pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Dunia pendidikan telah kehilangan ruhnya lantaran tunduk dengan pasar bukan pencerahan pada peserta didik.Pasar tanpa karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-aspek manusia dan kemanusiaan , karena kehilangan  karakter itu sendiri.

Selain itu faktor kemunduran bangsa Indonesia adalah karena bobroknya mental pejabat di pemerintahan. Ini bisa dilihat dari skor korupsi, di mana Indonesia merupakan rangking tertinggi sebagai negara terkorup se Asia Tenggara.

Jika melihat kondisi terburuk dalam korupsi, maka pantaslah bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam berbagai macam posisi di dunia. Untuk mengawasi permasalahan tersebut, pemerintahan yang  terbentuk di bawah Kabinet duet H. Joko Widodo dan H. Yusuf Kala (Jokowi-Kala), pemerintah harus membina membangun bangsa dengan menanamkan nilai-nilai positif (pendidikan berbasis karakter), agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang positif dan mampu bersaing dengan negara lain di era  globalisasi.

Gagasan pembangunan bangsa yang unggul sebenarnya telah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Di mana Presiden Soekarno pada waktu itu telah menyatakan perlunya nation and character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa.

Ir Soekarno (Presiden 1) pada waktu itu menyadari bahwa karakter bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Cukup banyak fakta empiris yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar dalam mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa. Contoh pertama adalah bangsa Cina. Negeri Cina dikatakan tidak lebih makmur di banding Indonesia pada tahun 1970-an.

Namun, dalam kurun kurang lebih 30 tahun, dengan disiplin baja dan kerja keras, Cina telah berhasil bangkit menggerakan mesin produksi nasionalnya. Budaya disiplin Cina tercermin dari berhasilnya negeri ini menekan masalah korupsi di kalangan birokrat (pemerintahan) tanpa pandang bulu baik secara struktural maupun substansial.

Sementara itu, budaya kerja keras menampak pada semangat rakyat Cina untuk bersedia selama 7 hari dalam seminggu untuk bekerja demi mencapai keunggulan dan kejayaan negerinya. Saat ini Cina tidak saja menjadi pengekspor terbesar, akan tetapi produksi ekspor Cina semakin banyak yang memiliki kandungan teknologi menengah dan teknologi tinggi.

Contoh lainnya adalah India. Negeri India telah berhasil menjadi berswasembada pangan. Dengan jumlah penduduk kedua terbesar sedunia, pencapaian posisi kesanggupan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri merupakan prestasi  yang membanggakan. Keberhasilan ini didorong  keinginan yang kuat (karakter) bangsa India untuk dan membangun dengan kemampuan sendiri atau dikenal dengan budaya swadesi.

Prinsip inilah yang membuat India tumbuh menjadi negara paling mandiri di Asia saat ini. Berbagai kebutuhan hidup mulai dari paling sederhana  seperti sabun mandi  hingga mobil, mesin-mesin industri, kapal laut bahkan  pesawat terbang dibuat sendiri. Meskipun produk-produk tersebut kualitasnya rendah (tidak mempunyai keunggulan kompetitif) dengan bangsa Jepang maupun barat, namun semangat Swadesi (cinta produk dalam negeri) secara komparatif produk-produk domestik India telah menjadikan ketergantungan India terhadap produk impor yang sangat rendah. Ekonomi India bukanlah yang terbaik di Asia, namun hutang luar negeri India tidak ada (zero).

Karakter bangsa-bangsa lainnya juga hampir sama.Prinsipnya adalah ada kombinasi antara semangat  juang, disiplin, dan kerja keras. Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan sumber  daya manusia yang melimpah ruah seharusnya dapat menjadi salah satu bangsa yang unggul di kancah dunia. Namun, untuk mencapai hal tersebut bangsa Indonesia haruslah berbenah diri terlebih dahulu dan harus membangun bangsa ini dengan menumbuhkan karakter positif diri setiap bangsa Indonesia. Pemerintah Jokowi-JK sebagai rregulator dan instruktur bahkan sekaligus dirigen dari kabinet sudah terbentuk sejak bulan Oktober 2014 perlu membangun  langkah-langkah strategis agar dapat membentuk karakter bangsa Indonesia yang unggul dan siap bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi.

Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk membangun karakter bangsa antara lain: Pertama, menginternalisasikan pendidikan karakter pada instansi pendidikan sejak tingkat dini atau anak-anak. Kedua, menanamkan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan bersama generasi muda, yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap upaya nihilisasi pihak luar terhadap nilai-nilai budaya positif bangsa Indonesia.

Ketiga, meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan entitas lainnya, bukanlah baru muncul di era  abad ke 21 sekarang ini namun sudah muncul sejak jaman yang lampau. Daya saing di sini tentunya harus dipahami dalam arti yang lebih luas. Peran teknologi dan informasi serta telekomunikasi hanya sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya.

Keempat, menggunakan media sebagai penyalur upaya pembangunan karakter bangsa. Dimana peran media ada tiga yakni sebagai informasi, edukasi dan hiburan. Peran strategis ini dapat diberdayakan pemerintah dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan pemilik media dalam penayangan informasi yang positif dan mendorong karakter bangsa yang kompetitif.

Keempat langkah di atas hanyalah sebagian dari langkah-langkah strategis yang dapat diambil  oleh pemerintahan yang baru akan terbentuk untuk membangun karakter bangsa ini. Masih banyak cara yang dapat ditempuh agar dunia pendidikan bangsa ini memiliki  kapasitas daya saing yang tinggi, agar  mampu memberikan komplementasi baik keunggulan komparatif maupun kompetitif pada persaingan global sehingga mampu menyumbangkan dan memberikan peran pada sektor perekonomian dan sektor-sektor lainnnya. Semoga! (***)

Penulis :Aji Setiawan,ST,
*Alumni Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Peringati Harlah PPP ke-42 dengan Pengajian

$
0
0
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Harlah Partai Persatuan Pembangunan  (PPP) yang ke 42 yang diselenggarakan Pimpinan Anak Cabang (PAC) PPP Kec Bukateja Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah berlangsung meriah.

Muslimedianews.com ~ Sekitar 1000 an jamaah yang kebanyakan jamaah laki-laki dan perempuan tumplek blek memadati halaman rumah H.Muntoriq Ibnu Hasan, SH, M.Si desa Kedarpan Kecamatan Kejobong Kabupaten Purbalingga pada hari Kamis, 19 Februari 2015.

Sebelum acara dimulai, rampak rebana yang dipimpin ustadz Mu’id, kelompok rebana dari desa Pandansari, Kec Kejobong menemani jama’ah dengan tembang-tembang shalawat. Sekitar jam 9 pagi acara baru dimulai dengan pembacaan kalam illahy. Lepas itu berlanjut dengan sambutan dengan Ketua Panitia oleh Tejo Imam Raharjo. “Acara ini adalah acara tasyakuran dan sekaligus peringatan Hari Lahir (Harlah) Partai Persatuan Pembangunan yang ke 42. Semoga Peringatan acara ini bisa menyuburkan dan membesarkan PPP. Di mana PPP ikut serta menyebarkan ajaran agama Islam di bumi Indonesia,” kata Tejo Imam Raharjo, yang juga adalah Sekretaris PAC PPP Kejobong.

Lepas itu bersambut dengan kata sambutan dari Shahibul bayt oleh H. Muntoriq Ibnu Hasan, SH, MH. ”Saya menyelenggarakan acara Harlah PPP ini sebagai wujud rasa senang dan bersyukur kepada Allah SWT karena nikmat iman dan sehat serta Islam. Kemudian saya juga menyatakan telah kembali ke rumah besar Umat Islam Indonesia yakni PPP.Kita berharap PPP Kejobong pada Pemilu 2019 akan dapat kursi di DPRD II , setuju?” kata H. Muntoriq yang diamini dengan keras oleh para jamaah pengajian.

Sambutan selanjutnya oleh Ketua DPC PPP Purbalingga, Hj. Nurul Hidayah SH, M.Si binti H. Supriyadi. “Saya menyambut gembira dengan bergabungnya H. Muntoriq Ibnu Hasan, SH, MH ke dalam PPP. Ahlan wa sahlan bi khuduriqum, selamat bergabung dengan PPP dan kembali berjuang bersama PPP,” kata Hj Nurul Hidayah S, SH,M.Si.

Selanjutnya Ketua DPC PPP itu menyampaikan pentingnya ,  keutamaan shalawat. Dimana para malaikat saja bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. “Rasulullah SAW saat Isro Mi’roj ke langit ketujuh, saat di langit ketiga Nabi SAW bertanya pada pada malaikat? ‘Aku melihat malaikat yang memiliki seribu tangan dan di setiap tangannya terdapat seribu jari. Ketika ia sedang menghitung tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi.Aku bertanya kepada malaikat itu.’

‘Apakah kamu mengetahui jumlah tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi sejak Allah menciptakan dunia?’ Malaikat itu menjawab, ’Ya Rasulullah, demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran kepada makhluq –Nya, aku tidak hanya mengetahui setiap tetesan hujan yang turun dari langit ke bumi, tetapi aku juga mengetahui secara rinci berapa jumlah tetesan hujan yang jatuh di lautan, di daratan, di bangunan, di perkebunan, di daratan yang bergaram dan di pekuburan?’

Aku berkata, ’aku kagum terhadap kemampuan hafalan dan ingatanmu dalam perhitungan.’

Ia berkata,’Ya Rasulullah, ada yang tak sanggup aku menghafal dan mengingatnya dengan perhitungan tangan dan jari jemariku.’

Aku bertanya, ’perhitungan apakah itu?’

“Rasulullah SAW menjawab, ’aku tidak sanggup menghitung pahala shalawat yang disampaikan oleh sekelompok umatmu ketika namamu disebut di suatu majelis’. Demikian kata Rasulullah SAW dalam Hadist yang diriwayatkan Musnad Imam Turmudzi,” kata Hj. Hj Nurul Hidayah S, SH,M.Si kepada jama’ah yang hadir memadati halaman rumah H. Muntoriq.

“Jadi jangan pernah meremehkan pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itu meninggikan pangkat dan kedudukan Nabi Muhammad SAW. Allah SWT sendiri berhalawat kepada Nabi Muhammad SAW. ’Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan sampaikanlah salam penghormatan kepadanya’.” jelas ketua DPC PPP kab Purbalingga sembari membacakan QS Al Ahzab:56.

Demikian juga shalawat kita sampaikan kepada Nabi SAW pada setiap shalat di saat tasyahud awal dan akhir, jelasnya sambil membacakan Hadist yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dan Muslim.”Apabila seseorang di antara kalian shalat, maka hendaklah ia membaca ,’Attahiyyatul mubarokatuhu, assholawatut tayyibatulillah washolatu wassalamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu, waroh matullahi wa barakatuhu…’. ’Dengan shalawat, kita menambah kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW diutus ke dunia ini, lanjutnya untuk menyempurnakan Akhlaq manusia’,” lanjut Hj Nurul Hidayah SH, MSi.

Dalam kesempatan itu Hj Nurul Hidayah S, SH MSi dalam kesempatan itu, juga menyampaikan pentingnya bertawakal, bersyukur dan bersabar kepada Allah SWT dalam menjalani kehidupan ini. Untuk itu, Hj. Nurul Hidayah S, SH.MSi  menganjurkan kepada jama’ah untuk memperbanyak melafalkan, “,‘Hasbunalloh wa nikmal wakil, nikmal mawla wa nikmal nashiir…’ Semoga pertolongan Allah selalu menyertai kita,”.

Mengenai sikap sabar, menurut Hj Nurul Hidayah itu susah. “Makanya karena susahnya, sabar itu susah dan sulit sehingga keberuntungan senantiasa bersama orang-orang yang sabar,” katanya sambil menyitir QS Al Anfal :46. ”Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Dengan niat bismillah dan istighfar kepada Allah SWT kita senantiasa sabar dalam menjalani kehidupan saat-saat sekarang ini, katanya mengakhiri pidato politik sebagai Ketua DPC PPP Kab Purbalingga. Selepas sambutan Ketua DPC PPP Purbalingga, acara bersambung dengan penyerahan KTA PPP dan pemakaian Jas PPP kepada H. Muntoriq Ibnu Hasan, SH, MH.

Lepas acara itu, berlanjut dengan sambutan Wakil Bupati Purbalingga, H. Tasdi, SH, MM. Dalam kesempatan itu H Tasdi, SH, MM menyampaikan rasa syukur (tasyakur) atas peringatan acara Harlah ke 42 PPP yang digelar PAC PPP Kejobong. “Mudah-mudahan acara silaturahim ini bisa memupuk rasa ukhuwah Islamiyah, Basyariah dan Wathoniyah dalam membangun Purbalingga dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta,” kata H. Tasdi yang juga adalah Ketua DPC PDI-P Perjuangan Purbalingga Jawa Tengah.

Sebentar lagi Kab Purbalingga akan melaksanakan Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung sekitar bulan Desember 2015, lanjutnya.”Paling tidak ada lima tantangan bagi Calon Bupati dan Wakil bupati yang akan memimpin Purbalingga pada 2015-2019. Kelima pekerjaan itu adalah pertama, jumlah orang miskin masih ada sekitar 20,2% dari jumlah penduduk. Kedua, angka pengangguran ada sekitar 5,6%. Ketiga , tingkat Sumber Daya Manusia dimana Purbalingga no 17 dari 35 Kabupaten di Jawa Tengah. Keempat terjadi kesenjangan wilayah desa dan kota. Kelima, keterbatasan anggaran dimana Pendapatan Asli Daerah Purbalingga hanya 10%  dari Anggaran Belanja Pembangunan Daerah (APBD). Karena itu perlu dicari pemimpin  yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah.

Sementara dalam menghadapi Pilkada Bupati dan Wakil bupati 2015, Wakil Bupati Purbalingga itu berharap Pilkadal bisa berjalan sukses.”Ada lima parameter yakni sukses secara yuridis, partisipatif, teknis, sosiologis dan sukses saat sebelum, sedang dan sesudah pilkadal sehingga Pilkadal di Kab Purbalingga bisa aman dan lancer,” pungkas H. Tasdi.

Lepas sambutan Camat Kejobong, Suwardi. Acara bersambung dengan pengajian oleh Kyai Mumasdar Luthfillah, Pengasuh Pondok Pesantren Fa’ Uyun, Desa Cipawon, Kec Bukateja Kab Purbalingga. Dalam kesempatan itu Kyai Masdar , demikian para santri kerap memanggilnya menyampaikan pentingnya mendidik anak. “Karena harapan orang tua mempunyai anak yang shalih dan shalihah. Karena orang yang mati butuh doa, apalagi orang yang masih hidup juga butuh do’a. Tapi orang sekarang butuhnya dunia. Mestinya orang sekarang butuh dunia dan do’a menuju perjalanan ke akhirat,” kata K Mumasdar.

“Karena itu, saat ini di dunia ini mari kita doakan orang-orang yang sudah meninggal didoakan. Serta anak-anak kita bisa diharapkan bisa menjadi orang-orang soleh solehah, bisa mendapat rezeki yang barokah, bisa berangkat haji ke Mekkah dan berziarah ke  makam Kanjeng Nabi Muhammad SAW di Madinah,” kata Kyai Mumasdar yang juga adalah alumnus Ponpes Tanbighul Ghofilien, Mantrianom, Banjarnegara, Jawa Tengah. Tepat pukul 12.00 acara ditutup dengan doa oleh H. Mustollah Hadi. (***)


Kontributor: Aji Setiawan

Kitab Pertama Ulama Indonesia yang Mengkritik Wahabi

$
0
0
Jombang, Muslimedianews.com ~ Kitab berjudul “An-Nushush al-Isamiyyah fi Radd al-Wahhabiyyah” karya salah seorang ulama Indonesia asal Gresik, Syekh Faqih Abdul Jabbar, dianggap sebagai karangan berbahasa Arab pertama yang membantah paham Islam anti-madzhab seperti Wahabi.

"Ini kitab pertama ulama Indonesia berbahasa Arab yg mengkritik aliran Wahabi, terbit pada tahun 1922, sebelum lahirnya NU," ujar Ketua Aswaja NU Center Jombang Ustadz Yusuf Suharto, Kamis (19/02/2015), dalam Pembekalan Aswaja yang diselenggarakan MWCNU Mojowarno, Jombang, Jawa Timur.

Selain kitab tersebut, di Tanah Air karangan berbahasa Arab generasi awal yang juga mengkritik Wahabi adalah Risalah Ahlissunnah wal Jama'ah karya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Syarah al-Kawakib al-Lama'ah karya Syekh Abi Fadhl Senori (Mbah Fadhol). Keduanya berisi penjelasan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Yusuf mengingatkan, kitab ini karangan Kiai Faqih mengingatkan dua aliran yang tidak sesuai dengan Aswaja, yakni Hasyawiyah dan Mu’tazilah.

"Hasyawiyah adalah aliran yang berpegangan dengan dhahir (bentuk luar)-nya teks, walaupun itu bertentangan dengan akal. Misalnya ayat yang jika dibiarkan apa adanya akan mengarah pada pemaknaan tajsim (menyifatkan wujud jasmani) kepada Allah. Sisi lain, mu’tazilah yang bertindak sebaliknya, mengunggulkan akal di atas nash,” urainya.

Adapun Aswaja, lanjut Yusuf, mengaplikasikan syara' dan akal secara bersama dan proporsional. Menurutnya, paham tekstualis (hasyawiyah) ini bisa mengarah kepada mudahnya seseorang mengeluarkan vonis bid’ahkan atau kafir kepada aliran lain yang tidak sepaham. Baginya, ini bencana ilmiah, seperti terlihat pada kelompok ISIS yang memahami teks suci secara sepotong-potong.

Pembekalan Aswaja digelar bersamaan dengan acara rapat kerja pengurus Majelis Wakil Cabang NU (MWCNU) Mojowarno. Kegiatan diikuti segenap pengurus dari unsur Lembaga, Lajnah, serta Badan Otonom NU di lingkungan MWCNU Mojowarno. Acara dibuka oleh Sekretaris PCNU Jombang, Muslimin Abdilla yang sekaligus mengisi materi ke-NU-an. (Red: Mahbib)
sumber nu.or.id

Sebaiknya Suami Turuti Keinginan Istri Saat Ngidam

$
0
0
Muslimedianews.com ~  Ngidam adalah fenomena spikologis yang terjadi pada perempuan yang sedang mengandung. Ngidam bagi ibu hamil adalah sesuatu yang luar biasa. Keinginan itu terkadang tidak rasional dan terkadang terkesan mengada-ada.

Menurut sebagian orang keinginan seorang istri yang sedang ngidam merupakan ujian bagi suaminya. Memenuhi permintaan perempuan ngidam berarti menunjukkan kasih sayang kepadanya, dan juga sebaliknya. Bahkan jika keinginannya tidak dipenuhi, sebagian masyarakat percaya hal itu berdampak pada calon bayi yang ada dalam kandungan.

Karena itulah bagi seorang suami diharuskan bisa memenuhi permintaan istri yang sedang ngidam. Bahkan keharusan memenuhinya selama tidak membahayakan dan tidak melanggar norma syariah. Dalam Khasyiatul Bujairomi alal Khatib diterangkan

ينبغى أن يجب ما تطلبه المرأة عند ما يسمى بالوحم من نحو ما يسمى بالملوحة اذا اعتيد ذلك...
"Sebaiknya suami menuruti selera perempuan hamil yang dikenal dengan ngidam seperti halnya ketika menginginkan yang asam-asam sebagaimana yang menjadi adat kebiasaan".

Memang tidak ada dalil yang mewajibkan seorang suami memenuhi permintaan istri yang sedang ngidam sebagaimana tidak adanya pelarangan untuk memenuhinya pula. Akan tetapi mempertimbangkan kepayahan perempuan yang hamil, tentunya pemenuhan itu bisa menjadi dukungan moral tersendiri bagi istri yang sedng hamil.

Oleh : Ust. Ulil Hadlrawi 
via nu.or.id

Polemik Shalat Tiga Waktu dalam Khazanah Fiqh

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Oleh : Ustadz M Alim Khoiri

Beberapa waktu yang lalu, Pondok Pesantren Urwatul Wutsqa (PPUW) yang terletak di Jombang, Jawa Timur sempat membuat heboh masyarakat akibat kebijakan kontroversialnya yang menerapkan hukuman cambuk untuk para santrinya yang melanggar peraturan. Seolah belum ‘kapok’, kini PPUW kembali membuat ulah kontroversial dengan menyebar stiker ajakan untuk melaksanakan shalat tiga waktu.

Tak ayal, stiker berukuran kecil tersebut langsung membuat gempar masyarakat. Dalam stiker tersebut tertulis keterangan bahwa shalat 3 waktu disebut shalat jama’. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan di waktu Dzuhur, kemudian Maghrib dan Isya’ dikerjakan di waktu Maghrib. Ketentuan tersebut di dalam fiqih sebetulnya bukanlah hal aneh. Yang menjadikan edaran stiker tersebut sedikit berbeda adalah adanya tambahan keterangan bahwa shalat jama’ bisa dilakukan meski tidak sedang dalama keadaan ‘safar’ (bepergian). Jadi, Pedagang kaki lima, petani atau tukang becak diperbolehkan melaksanakan shalat 3 waktu saja.

Di dalam hukum Islam atau yang lebih dikenal dengan istilah fiqh, shalat jama’ diakui keberadaan dan kebolehannya. Hampir semua fuqaha’ sepakat tentang itu. Namun, terkait dengan ‘illah (alasan) diberbolehkannya terdapat beberapa pandangan.

Abdur Rahman al-Jaziri dalam al-Fiqh ‘ala Mazhahib al-Arba’ah, menyebutkan bahwa shalat jama’ hukumnya jawaz (boleh). Sedangkan sebabnya terdapat khilaf di antara para ulama. Ulama Malikiyah mengatakan bahwa sebab diperbolehkan menjama’ shalat antara lain; bepergian (baik jauh maupun dekat), sakit, hujan atau kondisi jalan yang penuh lumpur dan suasana gelap. Ulama Syafi’iyyah –sebagaimana dikutip Wahbah az-Zuhailiy–berpendapat bahwa illah (alasan dasar) shalat jama’ hanyalah safar (bepergian), hujan dan saat haji di Arafah dan Muzdalifah. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa shalat jama’ diberbolehkan ketika dalam keadaan safar thawil (bepergian jauh), sakit, sedang menyusui, tidak menemukan air atau debu untuk bersuci, tidak mengetahui masuk waktu shalat dan wanita yang sedang istihadlah. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak diperbolehkan menjama’ shalat kecuali pada saat di Arafah dan Muzdalifah.

Dari berbagai pandangan ulama di atas, sementara dapat disimpulkan bahwa shalat jama’ atau bisa juga disebut “shalat tiga waktu” adalah legal dengan beberapa syarat tertentu. Permasalahan kemudian muncul, bagaimana jika shalat jama’ dilaksanakan dengan tanpa adanya udzur seperti yang telah disebutkan di atas? Saat bekerja, narik becak, sedang sibuk seminar atau kuliah misalnya. Dalam masalah ini, para ulama pun sebetulnya sudah melakukan kajian. Hasilnya, ternyata khilaf.

Polemik boleh-tidaknya jama’ shalat tanpa udzur ini bermula dari sebuah riwayat Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah pernah melakukan shalat Dzuhur dan Ashar secara jama’ di Madinah padahal beliau tidak sedang ketakutan atau bepergian. Riwayat inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk  memperbolehkan jama’ shalat pada saat ada hajah muthlaq (semua keperluan) tetapi dengan syarat tidak menjadi kebiasaan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Ibnu Sirin, Rabi’ah, Ibnu Mundzir dan al-Qaffal.

Sedangkan sebagian ulama lainnya memahami riwayat tersebut dari sudut pandang yang berbeda. Imam Nawawi misalnya, menyatakan bahwa saat itu boleh jadi Rasulullah sedang dalam keadaan sakit. Ada pula yang memahami bahwa jama’ yang dimaksud dalam riwayat di atas adalah adalah jama’ shuriy, yaitu menunda pelaksanaan shalat sampai pada batas akhir waktu kemudian melanjutkan shalat berikutnya di awal waktu. Sekilas shalat seperti ini mirip shalat jama’ pada umumnya, tetapi sebenarnya masing-masing shalat dikerjakan pada waktunya.

Kesimpulan terakhirnya, bahwa shalat tiga waktu dengan tetap menggunakan 17 raka’at adalah sah dengan beberapa syarat tertentu.  


*) Ustdz M Alim Khoiri,
Pengajar di STAIN Kediri Jawa Timur

via nu.or.id

Daurah Aswaja di Pamekasan Madura, Aswaja Center Pulau Garam Lengkap

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Selama dua hari, Sabtu-Ahad (14-15/2/2015) telah terlaksana Daurah Aswaja atau Ahlussunnah Wal-Jama'ah di Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

"Praktis, sampai saat ini semua cabang Nahdlatul Ulama di pulau garam telah menyelanggarakan daurah, sekaligus memiliki perangkat lengkap pengurus Aswaja NU Center.", ujar Ustadz Faris Khairul Anam, salah seorang pemateri dari Aswaja Center.

Aswaja NU Center Jawa Timur juga telah mengadakan daurah keaswajaan di berbagai cabang, mulai Tremas di ujung Barat, hingga Banyuwangi di ujung Timur. Bahkan beberapa wilayah di luar Jawa Timur dan di luar Jawa, berkenan menyelenggarakan daurah dengan bekerja sama dengan Aswaja NU Center Jatim.

Berdiri sejak 2011, Aswaja NU Center Jatim juga berhasil menyelenggarakan Seminar Internasional dan Daurah Nasional Ahlussunnah Wal-Jama'ah di awal tahun ini. Nas-alullah at-tawfiiq wal-qabuul. Amin.

Hadir dalam sebagai pemateri dalam Daurah tersebut, antara lain KH. Abdurrahman Navis, KH. Muhammad Idrus Raml, Ust. Faris Khoirul Anam, Ust. Muhammad Ma'ruf Khozin, dan lainnya. 

Foto-Foto di Pemekasan :


KH. Abdurrahman Navis, Ust. Faris Khairul Anam dan Ust. Muhammad Idrus Ramli memakai kopyah Gus Dur.


 
oleh : Ibnu L Rabassa, foto: Ust. Faris Khoirul Anam


Ratib Al-Attas atau Ratib al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan (rattaba) bererti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Ratib al-Attas merupakan susunan dzikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa yang telah sedia tersusun oleh al-Habib Umar bin Abdul Rahman al-Attas yang juga dibaca pada waktu-waktu yang tertentu.

Istilah Ratib digunakan kebanyakkandi negeri Hadhramaut dalam menyebut dzikir-zikir yang biasanya pendek dengan bilangan tertentu (seperti 3, 7, 10, 11 dan 40 kali), senang diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu yaitu sekali pada waktu pagi dan malam. Terdapat Ratib al-Haddad, Ratib al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor dan lain-lain. Terkait dengan faidahnya adalah semua dzikir memiliki faidah yang besar bila diamalkan.

BERIKUT RATIB AL-ATTAS :

اَلْفَاتِحَةُ اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ, اَعُوذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ...) الخرسُوْرَةُ الْفَاتِحَة
اَعُوْذُبِا للهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّجِيْمِ (ثَلاَثًا)
 ( لَوْاَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَاَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وِتِلْكَ اْلاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. هُوَاللهُ الَّذِيْ لاَاِلَهَ اِلاَّ هُوَعَالِمُ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ هُوَاللهُ الَّذِيْ لآ اِلَهَ اِلاَّ هُوَاْلمَلِكُ اْلقُدُّوْسُ السَّلاَمُ اْلمُؤْمِنُ اْلمُهَيْمِنُ اْلعَزِيْزُاْمجَبَارُ اْلمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّايُشْرِ كُوْنَ هُوَاللهُ اْمخَالِقُ اْلبَارِئُ اْلمُصَوِّرُلَهُ اْلاَسْمَاءُ اْمحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَافِى السَّمَوَاتِ وِاْلاَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُاْمحَكِيْمِ ) اَعُوْذُبِاللهِ السَّمِيْحِ اْلعَلِيْمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (ثلاثا) اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّا مَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ (ثلاثا) بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَيَضُرُّمَعَ اسْمِهِ    شَىْءٌ فِى اْلاَرْضِ وَلاَفِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (ثلاثا) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ.وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ (عَشْرًا) بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ (ثَلاَثًا) بِسْمِ اللهِ تَحَصَّنَّا بِاللهِ.بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْنَا بِاللهِ (ثَلاَثًا) بِسْمِ اللهِ آمَنَّابِاللهِ. وَمَنْ يُؤْ مِنْ بِاللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ عَزَّاللهِ. سُبْحَانَ اللهِ جَلَّ اللهِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ.سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ (ثَلاَثًا) سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِلَّهِ وَلآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ (اَرْبَعًا) يَالَطِيْفًا بِخَلْقِهِ يَاعَلِيْمًا بِخَلْقِهِ يَاخَبِيْرًا بِخَلْقِهِ. اُلْطُفْ بِنَايَالَطِيْفُ,يَاعَلِيْمُ يَاخَبِيْرً (ثلاثا) يَا لَطِيْفًا لَمْ يَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَافِيْمَانَزَلْ اِنَّكَ لَطِيْفٌ لَمْ تَزَلْ. اُلْطُفْ بِنَاوَ الْمُسْلِمِيْنَ (ثَلاَثًا) لآ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ (اَرْبَعِيْنَ مَرَّةً) مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ. حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ (سبعا) اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ (عَشْرًا)  اَسْتَغْفِرَاللهَ (اا مَرَّةً). تَائِبُوْنَ اِلَىاللهِ (ثَلاَثًا) يَااَللهُ بِهَا.يَااَللهُ بِهَا يَااَللهُ بِحُسْنِاْلخَاتِمَةِ (ثَلاَثً) غُفْرَا نَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ اْلمَصِيْرُلاَيُكَلِفُ اللهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسُعَهَا لَهَا مَا اكَسَبَتْوَعَلَيْهَا مَا اكَتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَا خِذْنَا اِنْ نَسِيْنَااَوْاَخْطَأْ نَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَاحَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَامَا لاَ طَا قَةَلَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَااَنْتَ مَوْلاَ نَا فَانْصُرْنَا عَلَى اْلقَوْمِ اْلكَا فِرِيْنَ.

Kemudian membaca :

اَلْفَاتِحَةُاِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَاوَ حَبِيْبِنَاوَ شَفِيْعِنَ رَسُوْلِ اللهِ , مُحَمَّدِ بِنْ عَبْدِاللهِ , وَاَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِوَذُرِّيَّتِهِ , اَنَّ اللهَ يُعْلىِ دَرَجَاتِهِمْ فِى اْلْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِ هِمْ وَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْمِهِمْ فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآ خِرَةِ وَيَجْعَلُنَا مِنْ حِزْ بِهِمْ وَيَرْزُقُنَا مَحَبَّتَهُمْ وَيَتَوَفَّانَا عَلَى مِلَّتِهِمْ وَيَحْشُرُنَافِىزُمْرَ تِهِمْ . فِى خَيْرٍ وَ لُطْفٍ وَعَافِيَةٍ , بِسِرِ الْفَا تِحَةْاَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَا الْمُهَا جِرْ اِلَى اللهِاَحْمَدْ بِنْ عِيْسَى وَاِلَى رُوْحِ سَيِّدِنَااْلاُ سْتَاذِاْلاَعْظَمِ اَلْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ , مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيّبَاعَلَوِيْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ , وَذَوِىْ الْحُقُوْقِعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّ اللهَ يَغْفُرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْوَيُعْلِيْ دَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ , وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْوَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ فِى الدِّ يْنِوَالدُّنْيَاوَاْلاَخِرَةِ . اَلْفَا تِحَةُ اَلْفَاتِحَةُ اِلَى رُوْحِسَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَبَرَكَاتِنَا صَاحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِاْلاَنْفَاسِ اَلْحَبِيْبِ عُمَرْ بِنْ عَبْدِالرَّحْمَنِ الْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ الشَّيْخِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ بَارَاسْ , ثُمَّاِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَبْدُالرَّحْمَنِ بِنْ عَقِيْل اَلْعَطَّاسْ , ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب حُسَيْن بِنْ عُمَرْ اَلْعَطَّاسْوَاِخْوَانِهِ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ عَقِيْل وَعَبْدِ اللهِ وَصَا لِحْ بِنْعَبْدُالرَّحْمَنِ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب عَلِيِّبْنِ حَسَنْ اَلْعَطَّاسْ ثُمَّ اِلَى رُوْحِ اَلْحَبِيْب اَحْمَدْ بِنْحَسَنْ اَلْعَطَّاسْ وَاُصُوْلِهِمْ وَفُرُوْعِهِمْ وَذَوِى الْحُقُوْقِعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ اَنَّاللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْ حَمُهُمْوَيُعْلِى دَرَجَا تِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِاَسْرَارِهِمْوَاَنْوَارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَنَفَحَا تِهِمْ فِى الدِّ يِنِ وَالدُّنْيَاوَاْلآخِرَةِ )اَلْفَا تِحَةْ(
اَلْفَاتِحَةُ اِلَى اَرْوَحِاْلاَوْالِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّا لِحِيْنَ . وَاْلاَ ئِمَّةِالرَّاشِدِ يْنَ وَاِلَى اَرْوَاحِ وَالِدِيْنَا وَمَشَا يِخِنَا وَذَوِىالْحُقُوْقِ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ , ثُمَّ اِلَى اَرْوَاحِاَمْوَاتِ اَهْلِ هَذِهِ الْبَلْدَةِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَنَّ اللهَ يَغْفِرُلَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيُعْلِىدَرَجَاتِهِمْ فِى الْجَنَّةِ وَيُعِيْدُ عَلَيْنَا مِنْ اَسْرَ ارِهِمْوَانْوَ ارِهِمْ وَعُلُوْ مِهِمْ وَبَرَكَاتِهِمْ فِى الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآ خِرَةِ . اَلْفَاتِحَةْ.
اَلْفَاتِحَةُ بِالْقَبُوْلِوَتَمَامِ كُلِّ سُوْلٍ وَمَأْمُوْلٍ وَصَلاَحِ الشَّأْنِ ظَا هِرًا وَبَاطِنًافِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ دَافِعَةً لِكُلِّشَرٍّجَالِبَةً لِكُلِّ خَيْرٍ , لَنَا وَلِوَ الِدِيْنَاوَاَوْلاَدِنَاوَاَحْبَا بِنَا وَمَشَا ئِخِنَا فِى الدِّ يْنِ مَعَاللُّطْفِ وَالْعَا فِيَةِ وَعَلَى نِيَّةِ اَنَّ اللهَ يُنَوِّرُ قُلُوْبَنَا وَقَوَ الِبَنَا مَعَ الْهُدَى وَالتَّقَى وَالْعَفَافِ وَالْغِنَى . وَالْمَوْتِ عَلَى دِيْنِ اْلاِسَلاَمِ وَاْلاِ يْمَانِ بِلاَ مِحْنَةٍوَلاَ اِمْتِحَانٍ , بِحَقِّ سَيِّدِ نَاوَلَدِ عَدْ نَانِ , وَعَلَىكُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ .وَاِلَى حَضْرَةِ النَِّبيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (اَلْفَاتِحَةْ)

Kemudian membaca :

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ, يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِسُلْطَا نِكْ, سُبْحَا نَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَا ءً عَلَيْكَ اَنْتَ كَمَااَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ, فَلَكَ الْحَمْدُ حَتىَّ تَرْضَى, وَلَكَالْحَمْدُ اِذَارَضِيْتَ, وَلَكَ الْحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى. اَللَّهُمَّصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى اْلاَوَّلِيْنَ وَصَلِّوَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنّا مُحَمَّدٍ فِى اْلآ خِرِيْنَ وَصَلِّوَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ, وَصَلِّوَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِى الْمَلَإِ اْلاَ عْلَى اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ, وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ حَتىَّتَرِثَ اْلاَرْضَ وَمَنْ عَلَيْهَا وَاَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ. اَللَّهُمَّ اِنَّا نَسْتَحْفِظُكَ وَنَسْتَوْ دِعُكَ اَدْيَا نَنَا وَاَنْفُسَنَا وَاَمْوَ الَنَا وَاَهْلَنَا وَكُلَّ ثَيْءٍ اَعْطَيْتَنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا وَاِيَّا هُمْ فِى كَنَفِكَ وَاَمَانِكَ وَعِيَاذِكَ, مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَرِيْدٍ وَجَبَّارٍ عَنِيْدٍ وَذِىْ عَيْنٍ وَذِيْ بَغْيٍ وَذِيْ حَسَدٍ وَمِنْ شَرِّ كَلِّ ذِيْ شَرٍّ, اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شّيْىءٍ قَدِيْرُ. اَللَّهُمَّ جَمِّلْنَا بِالْعَا فِيَةِ وَالسَّلاَ مَةِ, وَحَقِقْنَا بِااتَقْوَى وَاْلاِسْتِقَامَةِ وَاِعِذْنَا مِنْ مُوْ جِبَا تِ النَّدَا مَةِفِى اْلحَالِ وَاْلمَالِ, اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ بِجَلاَلِكَ وَجَمَالِكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ, وَارْزُقْنَا كَمَالَ اْلمُتَا بَعَةِ لَهُ ظَا هِرًا وَبَا طِنًا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, بِفَضْلِ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمُ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ


(Ibnu L' Rabassa)
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live