Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

كتب ورسائل للكياهي محمد هاشم أشعري التبوإيراني

$
0
0
Muslimedianews.com~
كتب ورسائل للكياهي محمد هاشم أشعري التبوإيراني
 (1)      ترجمة حضرة الشيخ محمّد هاشم الأشعرى
 (2)      آداب العالم والمتعلّم فيما يحتاج إليه المتعلّم فى أحوال التعلّم وما
 (3)      زيادة تعليقات، ردّ فيها منظومات الشيخ عبد الله ابن ياسين الفاسورانى الّتى بحجوبها على أهل جمعيّة نهضة العلماء.
 (4)      التنبيهات الواجبات لمن يصنع المولد المنكرات.
 (5)      التبيان في النهي عن مقاطعة الأرحام والأقارب والإخوان
 (6)   رسالة أهل السنة والجماعة في حديث الموتى وأشراط الساعة وبيان مفهوم أهل السنة والجماعة
 (7)    النور المبين فى محبّة سيّد المرسلين، بيّن فيه معنى المحبّة لرسول الله وما يتعلّق بها من اتّباعها و إحياء سنّته.
 (8)   حاشية على فتح الرحمن بشرح رسالة الوالى رسلان لشيخ الإسلام زكريا الأنصارى
(9)   الدرر المنتثرة فى المسائل التسع عشرة، شرح فيها مسألة الطريقة والولاية وما يتعلّق بهما من الأمور المهمّة لأهل الطريقة.
(10)الرسالة التوحيديّة، وهى رسالة صغيرة فى بيان عقيدة أهل السنّة والجماعة.
(11)  القلائد فى بيان ما يجب من العقائد
source alfathimiyyah.net


Link Terkait : 




Mewarnai Kembali Corak Keislaman Kita

$
0
0
Muslimedianews.com ~

Oleh Zacky Khairul Umam


--Awal bulan ini di Konya, Turki, saya diminta kawan-kawan Nahdiyyin di sana untuk membagi sesuatu tentang Islam Nusantara. Saya tekankan bahwa Islam Nusantara, atau sebut saja kini Islam Indonesia, mengkristal secara global. Sejarah Islam kita adalah sejarah yang terhubung dengan dunia luas.

Selain Islam memang berkembang mula-mula di kawasan antara Sungai Nil dan Oksus, atau yang dalam historiografi Islam disebut mā warāʾ al-nahār atau Transoksania, proses pembawaannya memang lintas-samudera. Kita sebut juga satu hal: sanad. Dari mana silsilah Islam Indonesia atau Jawi (Asia Tenggara) umumnya?

Soal sanad, saya tegaskan, bisa terlacak dengan baik. Islam kita, betapapun kini coraknya khas dan tidak harus mengikuti budaya Arab, adalah sah. Pedagang dan ulama Arab dan Persia sudah lalu lalang di Perairan Nusantara sebelum Portugis menaklukkan Malaka pada 1511. Penamaan terkait tentang khazanah kelautan kita sebagian besar berhutang budi pada nomenklatur Persia. Di antara kitab pertama yang ramai dan berpengaruh di Nusantara, Hikayat Muhammad Hanafiyah, jelas pengaruh Persia-nya. Apalagi jika kita membuka lembaran karangan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatraʾi.

Saat Imperium Aceh dan Banten kuat pada abad ke-17, bahkan seorang Arab yang tinggal di India mengabdi di Aceh dan belajar Bahasa Melayu untuk kemudian mengarang kitab-kitab. Ia juga seorang sastrawan ternama: Nuruddin Arraniri. Buku sejarahnya termasuk dalam genre sejarah universal yang jelas mengikuti langgam historiografi di Persia, termasuk India, saat itu. Sumatera dan Jawa pernah tercatat sebagai pusat intelektual di kawasan Asia Tenggara. Secara politik-intelektual keduanya terhubung pasca-penaklukan Malaka itu.

Dalam abad itu pula, dua ulama garda depan, Abdurrauf Singkeli dan Yusuf Makassari berusaha memperkuat kembali sanad keislaman Nusantara. Mereka menyeberangi Samudera Hindia berguru pada ulama beken di Haramayn yang masyhur dan berjaringan luas, dari Fās (Maroko) hingga Jāwah, dari pedalaman Afrika hingga pedalaman Cina. Guru kita beragam etnisnya: Arab, Kurdi, dan India. Persis dalam masa inilah dua ulama di Madinah, Ahmad al-Qusyasyi/Kosasi dan Mulla Ibrahim al-Kurani, menjadi sangat penting bagi perjalanan Islam kita. Melalui mereka, teologi Asy’ariyyah pascaklasik, Sufi, fikih mazhab Syafii, dan hadis mulai ramai digali oleh jamāʿat al-jāwiyyīn atau ahlu Jāwah—sebutan kaum Jawi di Madinah masa itu. Baik al-Qusyasyi dan al-Kurani itu ulama bukan sembarang ulama. Yang belakangan bahkan disebut beberapa ulama setelahnya sebagai selevel tingkatnya dengan Mulla Sadra di Persia.
Lingkaran intelektual saat itu memungkinkan kita untuk mengenali kembali beberapa tradisi yang kini mendarah-daging di Indonesia. Ulama dari al-Barzanjī mengingatkan kita pada tradisi maulidan,  hingga soal akidah seperti yang ditulis ulama Kurdi yang lain bernama al-Iji atau seperti yang diformulasikan al-Sanusi. Hadis juga bisa kita lacak hingga era Ibn Hajar al-ʿAsqalani, melaluinya transmisi dari abad-abad sebelumnya bersifat autoritatif. Demikian halnya dengan tarekat Sufi yang yang tidak perlu kita ulangi lagi di sini. Transmisi pengetahuan dari tradisi kita, dengan demikian, tidak berhenti pada era Usmani saja. Itu bisa dilacak ke belakang juga hingga era Mamluk, Seljuk, hingga Fatimiyyah.

Hadratussyekh Hasyim Asyari dalam Qanun Asasi menulis begini. Fayā ayyuhā al-ʿulamāʾ! Wa al-sādat al-atqiyāʾ! Min ahli al-sunna wal-jamāʿa ahli madhāhib al-aʾimmat al-arbaʿa antum qad akhadhtum al-ʿulūm mimman qablakum wa man qablakum mimman qablahu bittiṣāl al-sanad ilaykum watanzhurūna ʿamman taʾkhudhūna dīnakum, fa antum khazanatuhā wa abwābuhā wa lā tuʾtū al-buyūt illā min abwābihā. Fa man atāhā min ghayri abwābihā summiya sāriqan.

Gambling bukan pesannya? Kita punya pintu yang sah. Dan sanad ini perlu kita gali lagi bahkan kita perlu teliti secara seksama alam pikiran dan coraknya. Ia semestinya tidak dilacak semasa Hadratussyekh atau Mbah Sahal Mahfudh menimba ilmu di Mekkah. Kita tahu bahwa pada akhir abad ke-19, Ahmad Zayni Dahlan dan Imam Nawawi beserta lingkungan intelektual di sekitarnya, kemudian punya pengaruh penting bagi terbentuknya intelijensia keislaman kita. Ia diteruskan bahkan hingga ketika Muhammad ʿAlawi al-Maliki meninggal pada 2004, betapapun mazhab Salafi-Wahabi mencengkeram Hijaz. Dari gerbang Kairo pun demikian.

Pesan hadratussyekh itu sangatlah penting. Yang dimaksud sebagai “gerbang pengetahuan” (abwāb al-ʿulūm) ialah sanad yang membuat khazanah Islam Indonesia semakin mengkristal coraknya, sejak abad ke-17 hingga era hadratussyekh dan era pascakolonial. Tapi kita tak boleh diam berpangku tangan. Naskah-naskah ulama panutan kita belum banyak kita pelajari. Mereka memberikan fondasi: mazhab fikih, Sufi, Asyariyyah-Maturidiyyah. Kita banyak puas dengan edisi suntingan kitab-kitab klasik, tapi malas untuk ikut meramaikan politik editorial atas kitab-kitab kita, kitab aswaja. Kita terbelakang dalam hal politik editorial (siyasat al-taḥqīq), penerjemahan dan penerbitan nasional serta internasional, dibandingkan dengan buku-buku yang disunting dan didanai oleh penyokong rezim Salafisme modern.

Kalau kita langsung merujuk pada kitab Imam Asyari semacam al-Ibānah atau Imam Haramayn al-Waraqāt memang sangat bagus. Tapi ia belum cukup, seperti halnya orang Eropa dengan modernitasnya hanya mengakui sumbangan filsafat Yunani klasik dan enggan mengakui atau bahkan tidak memahami transmitter sekaligus inovatornya dari khazanah Islam. Ibaratnya, ketika kita melompat langsung ke Aristoteles maka sanad-nya terpotong. Demikian halnya dengan perkembangan pemikiran Islam pascaklasik, yang dihitung sejak abad ke-13 hingga era Muhammad ʿAbduh, perlu sekali kita perkuat lagi.

Tradisi ini perlu ditelaah lagi, bukan saja jaringannya, tetapi juga isi di dalamnya. Meski konteksnya sudah banyak berubah, sebagai fondasi ia harus dipelajarikendati harus dengan bertungkus-lumus, bersusah payah. Sebagai generasi muda, ini menjadi fardu kifayah buat kita. Memang bagus belajar dari pemikir-pemikir muslim kontemporer seperti Hasan Hanafi, tetapi alangkah mulianya jika pijakan kita kuatkan juga dengan menilik aspek-aspek tradisionalisme kita. Sehingga kita punya langgam yang bisa kita kembangkan. Yang kita sebut sebagai turāth, seperti panggilan para intelektual muslim untuk menilik warisan yang membekas hingga kini, bukan hanya yang terbentuk di Baghdad, Kairo, Mekkah, Rayy, Maragha, Rum, Tarim dan sekitarnya, tetapi juga di tanah air kita sendiri. Sehingga kita tidak serta merta menerima pandangan klise bahwa tradisi kita hanyalah catatan kaki saja, pinggiran, dan – karena itu – tidak menarik.Yang menentukan pusat dari subjek tradisi kita pertama-tama ialah sikap kita sendiri. Bukankah menjaga al-qadīm al-ṣāliḥ itu perlu? Kepada sarjana non-Muslim, bahkan? Hikmah, hadis Nabi dan kata-kata mutiara dari ulama salaf dulu bilang, dari manapun berasal patut dipelajari.

Kendati Islam kita terbentuk secara global, ia tidaklah linear. Islam Indonesia haruslah dipahami sebagai sesuatu yang dinamis. Ia tidak bisa kita bela sebagai Islam-nya nahdiyyin, Islam-nya muhammadiyyin, dan seterusnya tapi pada saat yang sama kita berhenti menjaga (baca: mempelajari dan menafsirkan kembali) warisan klasik yang mahakaya dan enggan untuk mencari hal baru yang membuat khazanah kita, budaya kita, ekonomi kita, perpolitikan kita, menjadi lebih kosmopolit – menarik berbagai bangsa untuk mulai melirik kita dengan sesungguh.

Sejak pertengahan abad ke-20, corak Islam Indonesia pun tidak lagi serumpun seperti dulu: Islam Jawi. Tetapi sudah berkembang banyak warna yang mulai ingin mengubah corak asal kita. Madrasah-madrasah pun semakin beragam, dari dunia Arab ke India, dan setelah 1979 Iran pun ramai dikunjungi. Seiring dengan tingkat mobilisasi yang semakin tinggi, kita bisa belajar di Afrika Selatan atau sekolah-sekolah Islam di dunia Barat. Perkembangan ini tak perlu disesali asalkan memperkaya khazanah keislaman kita yang luwes dan mengerti tentang ikhtilaf sebagai rahmat. Tapi jika gerakan Islam yang malah menyebarkan sektarianisme, menebarkan fitnah dan seteru, ke manakah Islam yang rahmatan lil-ʿalamin itu?  Sementara sebagian kita menyebut gerakan ini sebagai ‘transnasional’, karena perangkap batas-batas Negara-bangsa, kita tidak lagi seperti ulama dulu: lintas-batas. Menjaga waṭan sangatlah penting, tetapi semestinya kita tak kehilangan kendali sebagai jamʿiyyah yang sesungguhnya transnasional. Apakah kita lupa dengan Komite Hijaz 1926, misalnya?

Maka, penting sekali mempertegas corak keislaman kita yang dalam beberapa hal dipinggirkan. Pada saat yang sama, gerak kita tidak terbatas pada negara-bangsa saja, betapapun dalam lingkaran kebangsaan kita masih memiliki banyak masalah. Di sinilah, letak strategis dari cabang-cabang istimewa Nahdlatul Ulama di berbagai negara. Mereka menjadi cikal bakal penting bagi mobilisasi ide dan gerakan dari keislaman kita. Aspek bahasa, keminderan, dan manajemen perlahan-lahan penting sekali dikelola. Tanpa menata hal ini, mana mungkin gagasan-gagasan besar kita mengenai ekonomi kreatif, teknologi informasi, demokrasi, kemajemukan, dan seterusnya berpengaruh lebih hebat lagi. Pada masanya kini kita perlu menegaskan kepada yang lain bahwa menjadi kader jamʿiyyah ini adalah sesuatu yang membanggakan. Kebanggan itu terletak pada medan jihad yang sangat luas untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan, medan ijtihad yang kreatif untuk mengembangkan keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan yang kita sebut sebagai ukhuwwah islamiyyah, waṭaniyyah, bashariyyah, dan mempersiapkan segala aspek menuju Indonesia sebagai Negara yang maju, demokratis, dan beradab. Visi ini banyak lahir dari rahim kampoengan, tapi karena tercipta dari nuansa pedesaan ini, visi ini jernih dan memiliki perspektif dari bawah. Sebut saja sebagai sebuah misi: global village, kampung dunia.

Akhirulkalam, saya mengucapkan selamat atas terbentuknya Cabang Istimewa NU di Belanda, tempat Gus Dur dulu sempat berlabuh. Saya yakin, cabang ini lahir seperti halnya NU ketika pertama kali terbentuk, yakni sebetulnya sebagai komunitas sudah ada sejak dulu, tapi kini ada momentum yang tepat untuk merapikan barisan dan memperkuat tali sosial-kultural, silaturahim, di Benua Eropa. Tugas besar kita adalah mewarnai kembali corak keislaman kita dengan menafsirkan ulang tentang adab ukhuwwahNU sebagai strategi keagamaan, kebangsaan, dan global.

Zacky Khairul Umam, Koordinator NU Jerman, menempuh studi doktoral bidang kajian Islam dan sejarah di Freie Universität Berlin. Tulisan ini disampaikan sebagai refleksi dalam Sarasehan NU Belanda, 17 Januari 2015, di Den Haag.

Perkembangan Gerakan Salafi Indonesia

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Perkembangan gerakan salafi di Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari dinamika internasional sebagaimana disebutkan di atas. Bahkan boleh dikatakan, dinamika gerakan salafi Indonesia sebagian besar merupakan perpanjangan dari perkembangan internasional.

Sama seperti kecenderungan internasional, gerakan salafi baru muncul di Indonesia pada awal dekade 1980-an. Dorongan utamanya adalah berdirinya lembaga LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab) yang merupakan cabang dari Universitas Imam Muhammad ibn Saud Riyad di Indonesia. LIPIA pertama kali dipimpin oleh Syeikh Abdul Aziz Abdullah al-Ammar, murid tokoh utama salafi Syeikh Abdullah bin Baz.

LIPIA menggunakan kurikulum Universitas Riyad, staf pengajarpun didatangkan langsung dari Saudi. Salah satu yang membuat banyak mahasiswa tertarik belajar di LIPIA, karena LIPIA menyediakan beasiswa berupa uang kuliah dan uang saku. Lebih dari itu, LIPIA juga menjanjikan para alumninya untuk bisa melanjutkan tingkat master dan doktoral di Universitas Riyad di Saudi.

Alumni LIPIA angkatan 1980-an, kini menjadi tokoh terkemuka di kalangan salafi. Diantaranya adalah
  • Yazid Jawwas, aktif di Minhaj us-Sunnah di Bogor; 
  • Farid Okbah, direktur al-Irsyad; 
  • Ainul Harits, Yayasan Nida''ul Islam, Surabaya; 
  • Abubakar M. Altway, Yayasan al-Sofwah, Jakarta; 
  • Ja'far Umar Thalib, pendiri Forum Ahlussunnah Wal Jamaah; and 
  • Yusuf Utsman Bais’a direktur al-Irsyad Pesantren, Tengaran.
Sebagaimana ciri umum salafi, generasi 1980-an LIPIA tersebut sangat anti terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh dan Darul Islam. Jangankan untuk bergaul dengan mereka yang berorganisasi, dengan sesama salafi yang berorganisasipun mereka menolak untuk dibantu secara keuangan.

Dari generasi 1980-an lahir Ja’far Umar Thalib. Dia adalah lulusan pertama LIPIA dan menjadi perintis pertama gerakan dakwah salafi di Indonesia. Diantara lulusan LIPIA, Ja’far berangkat ke Yaman pada tahun 1991 untuk belajar pada Sheikh Mukbil ibn Hadi al-Wad'i, di Dammaz, Yaman. Seperti sudah disinggung sebelumnya, Mugbil adalah tokoh salafi puritan. Karakter ini akan menurun pada  Jafar. Sedangkan Yusuf Baisa, lulusan LIPIA lainnya, belajar langsung ke Arab Saudi dan belajar dari kalangan syeikh sahwah Islamiyah. Karena as-sahwah terpengaruh Ikhwanul Muslimin, maka pandangan Yusuf Baisa nantinya juga sangat berbeda dengan Jafar.

Pembentukan Laskar Jihad Ahl Sunnah Wal Jama’ah (LJASWJ)
Ja’far Umar Thalib, namanya menjadi terkenal setelah menjadi komandan pasukan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah, yang memimpin pasukan perang ke Ambon pada tahun 2001. Dalam mendirikan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah Ja’far tidak sendiri, namun didampingi muridnya Muhammad Assewed.

Adapun yang melatarbelakangi pemikiran Ja’far dan Assewed untuk membentuk laskar Jihad adalah sebagai berikut; pertama, kerusuhan di Ambon dari hari ke hari tidak menunjukan ke arah yag semakin membaik. Kedua, korban dari kalangan muslim terus berjatuhan dan semakin banyak. Ketiga, keresahan dan kemarahan sudah tampak pada kaum muslimin di Indonesia, namun mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. Keempat, Pemerintah tak berdaya menghadapi para perusuh tersebut yang dengan leluasa membunuhi kaum muslimin di Ambon. Kelima, sementara itu, kaum muslimin hanya yang berada di luar Ambon hanya bisa berdemonstrasi yang sama sekali tidak meringankan beban mereka yang berada di Ambon.

Dari keprihatinan tersebut di atas, Muhammad Assewed beserta Ja’far Umar Thalib mengadakan telaah kitab baik al-Qur’an maupun as-Sunnah untuk mendapat kepastian tindakan apa yang harus dilakukan. Setelah mendapat landasan teologis, keduanya berangkat ke Timur Tengah untuk berkonsultasi dengan para guru, tindakan apa sekiranya yang harus dilakukan.

Ulama-ulama Salafi yang dimintai fatwanya oleh Ja’far mengenai Jihad ke Ambon diantaranya adalah 
  • Syeikh Abdul Muhsin al-'Abbad, ahli hadith dari Madinah, ‘wajib menolong orang muslim yang didhalimi’.  
  • Syeikh Ahmad an-Najmi, anggota dewan ulama, mengatakan wajib hukumnya untuk menolong muslim yang di dhalimi, dan menjadi penting untuk tidak langsung terjun ke arena pertempuran tanpa memiliki persiapan dan konsultasi yang bagus.  
  • Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wadi, guru Ja'far di Yaman mengatakan bagi muslim Indonesia menjadi kewajiban masing-masing individu untuk membela saudara muslim lainnya.  
  • Syeikh Rabi' bin Hadi al-Madkholi dari Madinah mengatakan Jihad adalah wajib untuk semua muslim sebab saudara-saudara mereka telah diserang oleh orang Kristen. 
  • Syeikh Wahid al-Jabiri mengatakan dibolehkan dalam hukum Islam untuk mempertahankan saudaranya yang tengah diserang. 
  • Syeikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali, dari Madinah mengatakan wajib jihad menolong saudaranya yang diserang.
Dari berbagai kajian dan konsultasi, maka disimpulkan untuk berangkat jihad ke Ambon secara organisatoris. Perlunya organisasi untuk berangkat ke Ambon dalam rangka mengatur strategi dan mobilisasi massa. Maka dibentuklah Imarah (kepemimpinan) kaum muslimin dalm menjalankan jihad fi sabilillah. Untuk menghindari segala fitnah yang mungkin terjadi maka imarah diberi nama dengan nama Imarah Jihad Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang dipimpin atau panglima tertinggi Ja’far Umar Thalib, sedangkan Assewed bertindak sebagai Ketua Umum Forum Komunikasi Ahlu Sunnah wal Jamaah, posisi yang sangat penting setelah Ja’far Umar Thalib.

Sepulang dari Jihad Ambon, Ja’far lalu membubarkan Laskar Jihad ahlu sunnah wal Jamaah, sebab Ja’far khawatir laskar Jihad akan digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Selain itu juga memang mulai banyak kritik dari kalangan salafi lainnya, bahwa laskar jihad sudah menjadi gerakan hizbiyah, dimana hal ini sangat bertentangan dengan manhaj salafi.

Selebihnya untuk mewadahi alumni laskar jihad, maka dibentuklah Forum Komunikasi Ahl Sunnah Wal Jama’ah (FKASWJ), lembaga ini tak lebih dari sekedar lembaga paguyuban, tempat berkumpul dan bersilaturahmi. Meski demikian, FKASWJ menjadi identitas kelompok tersendiri dikalangan salafi.
Mereka yang tergabung dengan FKASWJ – khususnya sebelum Ja’far Umar Thalib dinyatakan keluar dari salafi – umumnya beraliran salafi puritan dan berkiblat ke Salafi Arab Saudi. 

Konflik Salafi
Perkembangan salafi di Indonesia ternyata rawan konflik. Sumber konflik pertama adalah bias konflik di level internasional. Di Indonesia, hal ini termanifestasikan dalam tindakan saling kecam antara mereka yang tergabung dalam salafi puritan dan mereka yang terkait dengan jaringan Sururiah. Sedang konflik kedua adalah ketegangan guru-murid karena ulah sang murid yang dianggap melenceng oleh sang guru. Tipe konflik kedua inilah yang dialami oleh Ja'far Umar Thalib. Sedang konflik ketiga adalah konflik sesama ulama salafi.

Ada dua konflik besar yang terjadi dikalangan Salafi,
  • pertama konflik antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa. 
  • Kedua konflik Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed, dan Yazid Jawwaz. 
Konflik ini berimplikasi pada jaringan mereka yang terpecah-pecah. Muara dari pertikaian adalah munculnya dua  group besar mengikuti pembelahan di level internasional: sururi dan puritan.
Konflik pertama, antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa sampai pada tahap mubahalah (beradu do’a, siapa yang berbohong akan celaka). Yusuf Baisa seperti juga Ja'far Umar Thalib merupakan alumni pesantren PERSIS Bangil. Keduanya melanjutkan studi ke LIPIA. Namun, Yusuf Baisa meneruskan ke Riyadh sedangkan Jafar meneruskan ke Yaman.

Sekembali dari Yaman, Ja'far Umar Thalib mendengar khabar bahwa Yusuf Baisa mengkampanyekan pandangan yang berbeda dengan salafi. Yusuf Baisa mengatakan agar dakwah menjadi efektif, maka harus mempunyai kemampuan berorganisasi seperti kalangan Ikhwan al Muslimun, bijaksana seperti Jama’ah Tabligh, dan mempunyai ilmu pengetahuan seperti Salafi, dalam hal saling memahami masalah aqidah. Sebagian pendengar menyampaikan pernyataan ini pada Ja'far.

Ja'far mendengar berita ini sangat marah sekali pada Yusuf, karena menganggap gerakan Salafi seperti gerakan Ikhwan yang terorganisir. Abu Nida coba mendamaikan keduanya, berlaku sebagai mediator. Yusuf dan Ja’far bertemu dan untuk memberikan klarifikasi, hal ini terjadi di rumah Ja’far dan dipimpn oleh Abu Nida’ dan dihadiri oleh tiga pemimpin Salafi lainnya.

Yusuf mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan membicarakan manfaat hizbiyah seperti Ikhwan al Muslimun. Pendeknya pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa Yusuf Baisa akan kembali ke riil salafi. Yusuf juga setuju untuk mengumumkan kepada para aktifis Salafi bahwa dia telah kembali ke jalan yang benar, dengan demikian dia meyakinkan bahwa Salafi harus tetap bersatu. Yusuf juga membuat pertemuan pada bulan Juni 1994 di masjid Utsman bin Affan dekat rumah Ja'far, untuk menyelesaikan persoalan mereka.

Namun Yusuf beberapa bulan kemudian menyatakan hal sama kembali. Pada sebuah ceramah tentang konsep keadilan, Yusuf merekomendasikan tulisan beberapa kalangan Salafi dimana Ja’far menyebut mereka sebagai Sururiyah.

Perkembangan pertengkaran antara keduanya semakin memburuk. Yusuf mengadakan diskusi mengkritik buku Ja’far. Ja’far menuduh Yusuf melakukan fitnah, karena itu Ja’far menulis “gerakan Sururi memecah belah Ummat”. Yusuf merespon pandangan Ja’far dengan mengajak mubahalah. 

Setelah diadakan Mubahalah perpecahan semakin tak bisa dihindari. Ja’far meminta semua kalangan salafi untuk ikut bersamanya atau berhadapan dengannya. Semua guru-guru Salafi yang datang bersamanya yang umumnya berasal dari FKASWJ.

Konflik kedua terjadi antara Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed dan Yazid Jawwas. Kedua tokoh tersebut terbilang mantan murid-murid Ja’far Umar Thalib. Namun kini hubungan antara guru dengan murid terputus sudah, mereka saling membid’ahkan satu sama lain.

Konflik antara Ja’far Umar Thalib dengan Muhammad Assewed terjadi setelah kembali dari jihad Ambon. Sepulang dari Ambon Ja’far melakukan perenungan dakwah. Diantara perenungannya adalah menyadari telah terjadi kesalahan yang amat fatal dalam melakukan dakwah Salafiyah yaitu terlalu memprioritaskan aqidah sementara itu dalam segi akhlaq tidak terlalu terperhatikan. Akibatnya, para murid Ja’far sulit untuk toleran terhadap orang lain yang tidak sepaham dengan manhaj Salafi. Dengan demikian, dakwah manhaj Salafi menjadi ditakuti orang lain, bukan malah sebaliknya dicintai kaum muslimin.

Padahal dalam ajaran Islam antara akhlaq dengan aqidah berdiri satu jajar dan tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.

Memprioritaskan antara aqidah atau akhlaq akan menimbulkan kepincangan dalam dakwah. Seperti yang dialami kalangan Salafi, masyarakat bukan tidak mau menerima kebenaran ajaran, namun menjadi takut melihat akhlaq da’i yang tidak mempunyai jiwa toleran sama sekali.

Tak hanya itu, kuatnya doktrin dalam rangka membina aqidah berakibat pada keengganan murid berbeda pendapat dengan gurunya. Hal ini berimplikasi tidak adanya penelaahan terhadap kitab yang ada, sebab segalanya telah diserahkan pada guru (syaikh). Sikap demikian, pelan namun pasti menimbulkan sikap taqlid, dimana hal ini sangat ditentang dalam manhaj Salafi.

Refleksi pemikiran ini rupanya tak bisa diterima para muridnya. Diantaranya yang menolak pemikiran Ja’far adalah Muhammad Assewed. Menurut Assewed, pemikiran Ja’far ini dianggap sebagai melemahnya sikap Ja’far terhadap ahlul bid’ah. Padahal menurut Assewed, memperingatkan ummat dari ahlul bid'ah dan mentahdzir ahlul bid'ah, membenci mereka, menghajar mereka, memboikot mereka dan tidak bermajlis dengan mereka, adalah kesepakatan dalam ajaran salafi.
Hasil perenungan Ja’far dianggap sebagai sikap kompromi terhadap bid’ah, karena itu aqidah Ja’far patut dipertanyakan, apakah masih dalam manhaj Salafi atau sudah keluar? Berita ini sampai juga ketelinga para guru di Timur Tengah. Repotnya para guru hanya menerima informasi sebelah pihak, walhasil keluar fatwa dari syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali bahwa Ja’far Umar Thalib sudah keluar dari manhaj Salafi. Tentu saja Ja’far tidak menerima fatwa ini, sebab menurutnya apa yang disampaikan pada para syaikh hanya kedustaan belaka.

Namun menurut Ja’far, itulah persoalannya, kaum muslimin di Indonesia jangan dibayangkan kalau mereka itu semua mengerti akan agama Islam secara mendetail. Umat Islam di Indonesia, pada umumnya tidak tahu Islam secara mendetail. Maka silang pendapatpun terjadi, yang berujung pada saling tuding. Sampai tulisan ini diturunkan Muhammad Assewed sudah tak tinggal lagi di Yogyakarta, melainkan di Cirebon kembali membina madrasah Al-Irsyad. [1]

Silang pendapat yang cukup tajam juga terjadi antara Ja’far Umar Thalib dengan Yazid Jawaaz Perbedaan pendapat mengenai apakah kelompok Salafi perlu pergi untuk berjihad ke Ambon. Yazid Jawaaz berpendapat bahwa kalangan Salafi tak perlu berangkat ke Ambon, karena masih ada pemerintah yang bertanggung jawab. Namun, Ja’far dan Assewed berpendapat lain. Bahwa telah terjadi pendhaliman terhadap umat Islam di Ambon dan memerlukan bantuan. Silang pendapat ini berujung pada saling tuding, bahwa Ja’far menganggap Yazid enggan untuk berangkat Jihad, sementara Yazid menuduh Ja’far hanya mencari popularitas saja.

Tak hanya itu, perbedaan pendapat juga terjadi mengenai pemikiran para tokoh Ikhwanul Muslimin, antara Yazid Jawwas dengan kalangan Salafi lainnya, menyebabkan Yazid tidak lagi dianggap Salafi. Dalam pandangan Yazid, tidak semua pendapat atau tindakan para tokoh Ikhwan bisa dikategorikan sebagai ahlul bid’ah, sebab mereka adalah para pejuang Islam, yang rela berkorban demi Izzul Islam wal Muslimin. Namun lain halnya dengan pandangan para syaikh Salafi terutama yang berada di Timur Tengah, dimana mereka menganggap para tokoh Ikhwanul Muslimun adalah orang-prang hizbiyyah (yang selalu mendahulukan kelompoknya) dan itu termasuk dalam dosa besar.

Setelah terjadi konflik yang berterusan antara Ja’far dengan yang lain, maka gerakan salafi terpecah menjadi semakin jelas antara yang politik dan non politik – terjaring dalam FKASWJ.

Salafi  Sururiah

Bagi kalangan Salafi yang mentolerir adanya kehidupan berpolitik lebih sering disebut kelompok sururiyah. Di Indonesia sendiri, banyak sekali kalangan salafi yang mendapat gelar sururiyah atau yang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kalangan salafi puritan. Mereka adalah
  • Yusuf Baisa, 
  • Abu Nida Chomsaha Sofwan dkk, 
  • Abu Sa'ad Muhammad Nur Huda, MA,
  •  Arif Syarifuddin, Lc, 
  • Abu Ihsan Al Maidani Al Atsary, 
  • Afifi Abdul Wadud, 
  • Abul Hasan Abdullah bin Taslim, Lc, 
  • Abu Abdil Muhsin Firanda, 
  • Asmuji (Imam Syafi'i, Cilacap). 
  • Umar Budiargo, Lc, 
  • Khudlori, Lc, 
  • Aris Munandar, SS, 
  • Ridwan Hamidi, Lc ,
  •  Muhammad Yusuf Harun, MA, dan 
  • Farid Ahmad Okbah dari PP Al Irsyad.
Demikian juga dengan kelembagaannya, kalangan salafi politik, relatif bergerak dalam kelembagaan dibandingkan dengan kalangan salafi non politik. Mereka diantaranya adalah Yayasan al-Sofwah, kelompok Yazid Jawwas dan Abdul Hakim Abdat, yang dekat tetapi tidak secara institusional berhubungan dengan al-Sofwah.

Abu Nida', Ahmad Faiz, dan jaringan at-Turots. Kelompok Abu Nida' menerbitkan majalah al-Fatawa, Ahmad Faiz's juga menerbitkan majalah as-Sunnah. Ketiga, majalah, al-Furqon, yang diterbitkan oleh kelompok Annur Rofiq dari Mahad al-Furqon al-Islami, Gresik, yang mempunyai jaringan yang sama.

Yusuf Baisa dan Farid Okbah jaringan al-Irsyad (sangat dekat dengan at-Turots tetapi bukan bagian dari jaringannya). Yayasan al-Irsyad selalu dikritik karena mempunyai acara muktamar tahunan, ini merupakan bukti dari kegiataan hizbiyah.

PP Taruna Al Qur'an, Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc (alumni Madinah, disebut tokoh freeline). PP Taruna Al Qur'an alias L-Data cabang Jogjakarta ini akrab dengan ikhwani dimanapun. L-Data pusat dipimpin (aldakwah.org) Muhammad Yusuf Harun, MA, dai al Sofwa, penerjemah al Al Sofwa Jakarta.

Para tokoh kalangan salafi politik tersebar di berbagai negara dan mereka melakukan pembinaan dengan organisasi non profit (LSM) yang ada di Indonesia. Di antara tokoh Salafi politik internasional adalah,
  • Muhammad Surur Nayif Zainal Abidin (kini tinggal di London), 
  • Abdul Karim Al Katsiri (Saudi Arabia), 
  • Syarif Fuadz Hazza (Mesir), 
  • Musthofa bin Isma’il Abul Hasan as Sulaimani Al Ma’ribi al hizbi (Yaman).
Mereka juga memberikan banyak bantuan pada LSM seperti, As-Sofwah, at-Turots dan lain-lain dalam rangka penyebaran paham salafi politik.

Ketidaksukaan sebagian Salafi seperti as-Sewed (salafi puritan) kepada lembaga at-Turots  merupakan refleksi dari pendirian mentor mereka di Saudi Arabia dan Yaman kepada Abdul Khaliq. Pertentangan ini semakin muncul ketika website salafi memuat pemikiran Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wadi, guru Ja’far dari kaset yang direkam tahun 1995. Syeikh Muqbil menuduh Abdul Khaliq mencoba untuk memecah komunitas Salafi dengan secara terbuka membagikan uang dinar di Kuwait, Indonesia, Yaman, dan Sudan.

Pertentangan kalangan Salafi diketahui Ja’far sejak awal. Ja’far selain mengenal para Imam Salafi, Ja’far juga mengenal para tokoh Salafi yang dianggap menyimpang dari manhaj Salafi. Mereka adalah
  • Muhammad Surur bin Zainal Abidin, 
  • Salman Al-Audah, 
  • Safar Al-Hawali, 
  • A’idl Al-Qarni, dan 
  • Abdurahman Abdul Khaliq. 
Penyimpangan mereka karena para tokoh ini menganggumi para tokoh Ikhwanul Muslimin seperti
  • Sayyid Quthb, 
  • Hasan Al-Banna, 
  • Muhammad Abduh, 
  • Jamaludin Al-Afghani, 
  • Muhammad Rashid Ridha 
  • dan lain-lain, yang dianggap sesat oleh para Imam Salafi.
Kalangan Salafi yang dianggap menyimpang ini juga mempunyai banyak murid di Indonesia. Bahkan untuk mengkomunikasikan para murid Abdurahman Abdul Khaliq mendirikan lembaga Ihya’ut Turats. Untuk memperdalam komunikasi dengan para murid Abdurahman Abdul Khaliq sering datang ke Indonesia.

Pada tahun 2004 Umar as-Sewed mengkritik ungkapan Abdul Khaliq yang telah mendiskreditkan para pemimpin Saudi. Menurut as-Sewed, Abdul Khaliq pantas juga diberikan gelar sebagai thaghut, sebagaimana juga diungkapkan oleh semua syeikh Salafi termasuk bin Baz dan Utsaimin. As-Sewed juga mendorong bahwa ketidaksukaan Abdul Khaliq pada Saddam terjadi baru-baru ini karena adanya perang, karena itu Abdul Khaliq pada dasarnya adalah orang munafik nomer satu.  

Dengan demikian jelas, bahwa gerakan salafi di Indonesia sangat amat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di Timur Tengah. Saling tuding dengan mengatasnamakan agama, menjadi ciri khas dari gerakan salafi. Yang ironis dari kelompok salafi ini adalah mereka mengajarkan doktrin anti taqlid kepada para pengikutnya, namun pada kenyataannya, mereka juga taqlid kepada para syeikh mereka di Timur Tengah. Hal ini terlihat dari apa yang terjadi konflik di Timur Tengah maka di Indonesiapun terjadi konflik.


Oleh : H. As'ad Ali Sa'id, via nu.or.id
[1]Koreksi: Muhammad Sewed ke Cirebon bukan membina al-Irsyad, tetapi mendirikan Yayasan al-Sunnah. Dalam al-Sunnah pun terjadi konflik antara dirinya dengan Ust. Tohari/Toharah, sehingga dia keluar dan sekarang memimpin Yayasan Dhiyaus Sunnah di Cirebon.

Ngaji Yuk ! Kajian Kitab Kuning dan Pemikiran Islam

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Belakangan ini banyak beredar ajakan mengaji keislaman di kalangan remaja yang ternyata dibina oleh pembina yang tidak mengerti ilmu agama. Akibatnya bukan ilmu yang diperoleh, sebaliknya terjebak pada sistem pengkaderan kelompok transnasional.

Untuk itu, penting mengarahkan remaja kepada kajian yang benar. Salah satunya, bertempat di Masjid Manarul Ilmi ITS setiap Jum'at pukul 20.00 WIB.

Kajian keislaman berupa kajian kitab kuning Nashoihud Diniyah dibina oleh Bpk. Agus Zainal Arifin.

Haus Ilmu Agama? Gabung dalam kajian tersebut, umat dan free.

Pengajian Rutin di Masjid Al-Ikhlas Dian Regency Keputih Surabaya

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Minggu 1 Maret 2015 pukul 08.00 WIB akan digelar pengajian rutin yang merupakan pengajian rutin bulanan dengan tema "Ciri-Ciri Manusia Yang Mendapat Rahmat dan Hidayah Allah SWT" bertempat di Masjid Al Ikhlas Jalan Rejeki 2 Sukolilo Dian Regency Keputih, Surabaya.

Pengajian yang digelar oleh Dinas Pengajian Rutin DPR, M2 dan R2 ini menghadirkan penceramah dar Tulungan Sidoarjo yaitu KH. Agoes Ali Masyhury atau Gus Ali.

NU Minta ISIS Disidang di Pengadilan Internasional

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Tindakan brutal Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah yang membunuh 21 orang Kristen mesir di Libya, terus menuai kecaman. Aksi keji itu dianggap sebagai kejahatan genosida dan harus dipertanggungjawabkan di pengadilan Internasional.

"Ini adalah kejahatan genosida yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Internasional," ujar Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama Maksum Machfoedz dalam keterangan tertulisnya, Jumat 20 Februari 2015.

Menurut dia, kelompok ISIS telah menistakan semua nilai kemanusiaan. Mereka telah melakukan kejahatan paling keji baik kepada orang Syiah, Sunni, Kristen, Turkmen, Shabak ataupun Yazidi, hingga etnis bangsa lainnya.

Sebab itu, kata Maksum, PBNU mengutuk keras perbuatan ISIS. Mereka pun menyerukan agar pemerintah Indonesia ikut dalam gerakan melawan ISIS.  "Indonesia diharapkan negara terdepan yang paling anti ISIS. Itu kita dukung," kata dia.

Maksum juga mengingatkan, agar pemerintah lebih mewaspadai usaha ISIS merekrut anggota dari Indonesia. Dalam usaha membendung pengaruh ISIS, dia menegaskan NU akan membantu pemerintah.

"NU harus di depan membangun Islam yang berakhlak, berbudaya, dan berperadaban," katanya. (hd)

sumber via Vivanews

Peringatan Maulid Nabi dan Peresmian Masjid Nurul Amin di Bekasi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Mengundang segenap kaum Muslimin dan Muslimat di manapun anda berada khususnya warga Bekasi dsk untuk menghadiri peringatan Maulid Nabi Saw sekaligus peresmian Masjid Nurul Amin serta peletakan batu pertama pembangunan Pondok Pesantren Al Amin yang Insya Alloh akan di laksanakan pada :

Hari : Ahad 22 Februari 2015
Waktu : pukul 07.30 WIB sd Selesai
Lokasi : Perum Mega Regency Blok A Sukasari, Serang Baru, Bekasi ( Depan kecamatan Serang Baru )

Insya Alloh acara tsb akan di Hadiri Bupati Bekasi dan H. Amin sendiri selaku pemilik PT Sri Pertiwi Sejati yang bergerak di bidang property. Puncak acara akan di isi dengan ceramah Agama yang Insya Alloh akan di sampaikan langsung oleh Dr. KH. Manarul Hidayat selaku pengasuh Ponpes Al Amin Serang Baru Bekasi dan sekaligus ponpes Al Mahbubiyyah Jakarta.

Mari hadiri acara bergengsi ini dan ajak saudara2 kita kaum Muslimin dan Muslimat. Mohon bantu sebarkan Informasi ini.
Qomar Arisandi

Kisah Taubatnya Ibnu Taimiyah Ditangan Ulama, Sebuah Fakta Sejarah

$
0
0
Muslimedianews.com ~
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله ذي الحمد المجيد، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله محمد خير العَبيد، ثم على المُبَشِّرين به وآله وصَحْبِه وخُلفائه وورثته إلى يوم المَزيد.
Sedikit saya akan mengungkap fakta sejarah yang jarang dikupas secara singkat tentang kisah taubatnya seorang figur yang menjadi cikal bakal ajaran wahhabiyah yaitu Ibnu Taimiyyah Al-Harrani. Fakta sejarah ini telah ditulis oleh banyak ulama Ahlus sunnah wal jama'ah yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyyah bahkan di antara mereka adalah mantan murid dari Ibnu Taimiyyah, seperti Adz-Dzahabi dan Ibnu Syakir.

Para ulama yang menulis sejarah Ibnu Taimiyyah adalah orang-orang yang hidup semasa dengan Ibnu Taimiyyah, mereka menyaksikan, bertemu langsung dan bahkan ada yang berguru kepadanya sebelum Ibnu Taimiyyah menyimpang dari ajaran salaf kemudian membebaskan diri setelah mengetahui Ibnu Taimiyyah menyimpang dari ajaran mayoritas umat muslim. Maka mereka para ulama tersebut lebih mengetahui sejarah dan ajaran Ibnu Taimiyyah ketimbang kita dan para wahhabi sekarang ini.

KOMENTAR ULAMA TENTANG IBNU TAIMIYAH

Sebelumnya ada baiknya kita mengetahui sedikit komentar para ulama Ahlus sunnah wal jama'ah tentang ajaran Ibnu Taimiyyah :

قال المحدث الحافظ الفقيه ولي الدين العراقي ابن الشيخ الحفاظ زين الدين العراقي : انه خرق الاجماع في مسائل كثيرة قيل تبلغ ستين مسألة بعضها في الاصول و بعضها في الفروع خالف فيها بعد انعقاد الاجماع عليها. ( الاجوبة المرضية على المسألة المكية)
"Seorang Ahli Hadits yang mendapat gelar Al-Hafidz Al-Faqih, Waliyuddin Al-Iraqi bin Syaikh Al-Haffadz Zainuddin Al-Iraqi berkata " Sesungguhnya Ibnu Taimiyyah telah merusak mayoritas umat muslim di dalam banyak permasalahan, dikatakan mencapai 60 permasalahan sebagian mengenai akidah dan sebagian lainnya mengenai furu'. Ia telah menyalahi permasalahan-permasalahan yang telah disepakati oleh umat Islam ". (Al-Ajwibatul Mardhiyyah 'alal mas-alatil makkiyyah)

قال الشيخ ابن حجر الهيتمي ناقلا المسائل التي خالف فيها ابن تيميه اجماع المسلمين ما نصه : وان العالم قديم بالنوع ولم يزل مع الله مخلوقا دائما فجعله موجبا بالذات لا فاعلا بالاختيارتعالى الله عن ذالك, وقوله بالجسمبة والجهة والانتقال و انه بقدر العرش لااصغر ولا اكبر , تعالى الله عن هذا الافتراء الشنيع القبيخ والكفر البراح الصريح. (الفتاوى الحديثية ص: ١١٦)
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamy berkata dengan menukil permasalahan-permasalahan Ibnu Taimiyyah yang menyalahi kesepakaran umat Islam, yaitu : (Ibnu Taimiyyah telah berpendapat) bahwa Alam itu bersifat dahulu dengan satu macam, dan selalu makhluk bersama Allah. Ia telah menyandarkan alam dengan Dzat Allah Swt bukan dengan perbuatan Allah scra ikhtiar, sungguh Maha Luhur Allah dari penyifatan yang demikian itu. Ibnu Taimiyyah juga berkeyakinan adanya jisim pada Allah Swt, arah dan perpindahan. Ia juga berkeyakinan bahwa Allah tidak lebih kecil dan tidak lebih besar dari Arsy. Sungguh Allah maha Suci atas kedustaan keji dan buruk ini serta kekufuran yang nyata ". (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 116)

وقال ايضا ما نصه : واياك ان تصغي الى ما في كتب ابن تيمية وتلميذه ابن القيم الجوزية وغيرهما ممن اتخذ الهه هواه واضله الله على علم و ختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعدالله. و كيف تجاوز هؤلاء الملحدون الحدود و تعدواالرسوم وخرقوا سياج الشربعة والحقيقة فظنوا بذالك انهم على هدى من ربهم وليسوا كذالك. (الفتاوى الحديثية ص:۲۰۳)
Beliau Syaikh Ibnu Hajar juga berkata "Maka berhati-hatilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dan selain keduanya dari orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatkannya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangannya. Maka siapakah yang mampu member petunjuk atas orang yang telah Allah jauhkan ?. Bagaimana orang-orang sesat itu telah melampai batasan-batasan syare'at dan aturan, dan mereka pun juga telah merobek pakaian syare'at dan hakikat, mereka masih menyangka bahwa mereka di atas petunjuk dari Tuhan mereka, padahal sungguh tidaklah demikian ". (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 203)

Seorang ulama besar Syaikh Abu Al-Hasan Ali Ad-Dimasyqi Rh berkata dari ayahnya bahwasanya beliau bercerita "Ketika kami sedang duduk di majlis Ibnu Taimiyyah, dan ia berceramah hingga sampai pada pembahasan ayat Istiwa, ia berkata " Allah Swt beristiwa di atas arasy-Nya seperti istiwaku ini ", maka manusia kaget dan segera melompat ke arah Ibnu Taimiyyah dengan satu lompatan dan menurunkanya dari kursi kemudian orang-orang segera menampar dan memukulnya dengan sandal-sandal mereka dan selainnya. Mereka membawa Ibnu Taimiyyah ke salah satu hakim, maka berkumpullah di majlis tersebut para ulama dan mereka mulai mengintrogasinya " Apa dalil dari yang telah engkau katakan tadi ? ", Ibnu Taimiyyah menjawab " Firman Allah Swt ; Ar-Rahmaanu 'alal arsyis tawaa ", maka para ulama tertawa dan tahulah mereka bahwa ibnu taimiyyah adalah orang bodoh. Yang tidak mengetahui kaidah-kaidah ilmu.

Kemudian para ulama bertanya lagi untuk memastikan urusannya " Apa pendapatmu tentang firman Allah : فاينما تولوا فثم وجه الله " Dimanapun kamu menghadap maka di sanalah wajah Allah " ? Maka Ibnu Taimiyyah menjawab dengan jawaban yang meyakinkan bahwa ia termasuk orang bodoh yang sebenarnya, ia tidak mengetahui apa yang ia katakana dan ia telah tertipu oleh pujian orang-orang awam padanya dan beberapa para ulama jumud yang kosong dari ilmu yang berdasarkan dalil-dalil
(Al-Maqoolat As-Sunniyah : 36)

ULAMA YANG BANTAH IBNU TAIMIYAH

Sangat banyak hujatan para ulama Aswaja (Ahlus sunnah wal jama'ah) kepada Ibnu Taimiyyah mengenai ajaran-ajarannya yang menyimpang dari mayoritas ulama dan umat Islam, bahkan para ulama sempat mengarang kitab-kitab untuk membantaha ajaran-ajarannya dan demi menyelamatkan umat Islam dari kesesatannya. Di antaranya :
1. Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama'ah asy-Syafi'i (w 733 H).
2. Al-Qâdlî Ibn Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi.
3. Al-Qâdlî Muhammad ibn Abi Bakr al-Maliki.
4. Al-Qâdlî Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali.
Ke empat ulama yang juga menjabat qodhi inilah yang merekomendasikan fatwa untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah. Dan sempat berpindah-pindah penjara.
4. Syekh Shaleh ibn Abdillah al-Batha-ihi, Syekh al-Munaibi' ar-Rifa'i. salah seorang ulama terkemuka yang telah menetap di Damaskus (w 707 H).
5. Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abi al-Hasan Ali as-Sarraj ar-Rifa'i al-Qurasyi asy-Syafi'i. salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. Tuffâh al-Arwâh Wa Fattâh al-Arbâh
6. Ahli Fiqih dan ahli teologi serta ahli tasawwuf terkemuka di masanya; Syekh Tajuddin Ahmad ibn ibn Athaillah al-Iskandari asy-Syadzili (w 709 H).
7. Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) di seluruh wilayah negara Mesir; Syekh Ahmad ibn Ibrahim as-Suruji al-Hanafi (w 710 H) • I'tirâdlât 'Alâ Ibn Taimiyah Fi 'Ilm al-Kalâm.
8. Pimpinan para hakim madzhab Maliki di seluruh wilayah negara Mesir pada masanya; Syekh Ali ibn Makhluf (w 718 H). Di antara pernyataannya sebagai berikut: "Ibn Taimiyah adalah orang yang berkeyakinan tajsîm, dan dalam keyakinan kita barangsiapa berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir yang wajib dibunuh".
9. Syekh al-Faqîh Ali ibn Ya'qub al-Bakri (w 724 H). Ketika suatu waktu Ibn Taimiyah masuk wilayah Mesir, Syekh Ali ibn Ya'qub ini adalah salah seorang ulama terkemuka yang menentang dan memerangi berbagai faham sesatnya.
10. Al-Faqîh Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi'i (w 749 H). Salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah yang telah mengutip langsung bahwa di antara kesesatan Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah berada di atas arsy, dan secara hakekat Dia berada dan bertempat di atasnya, juga mengatakan bahwa sifat Kalam Allah berupa huruf dan suara.
11. Imam al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H). • al-I'tibâr Bi Baqâ' al-Jannah Wa an-Nâr. • ad-Durrah al-Mudliyyah Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah. • Syifâ' as-Saqâm Fî Ziyârah Khair al-Anâm. • an-Nazhar al-Muhaqqaq Fi al-Halaf Bi ath-Thalâq al-Mu'allaq. • Naqd al-Ijtimâ' Wa al-Iftirâq Fî Masâ-il al-Aymân Wa ath-Thalâq. • at-Tahqîq Fî Mas-alah at-Ta'lîq. • Raf'u asy-Syiqâq Fî Mas'alah ath-Thalâq.
12. Al-Muhaddits al-Mufassir al-Ushûly al-Faqîh Muhammad ibn Umar ibn Makki yang dikenal dengan sebutan Ibn al-Murahhil asy-Syafi'i (w 716 H). Di masa hidupnya ulama besar ini telah berdebat dan memerangi Ibn Taimiyah.
13. Imam al-Hâfizh Abu Sa'id Shalahuddin al-'Ala-i (w 761 H). Imam terkemuka ini mencela dan telah memerangi Ibn Taimiyah. Lihat kitab Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum Nubalâ' al-'Ashr karya Ibn Thulun pada halaman 32-33. • Ahâdîts Ziyârah Qabr an-Naby.
14. Pimpinan para hakim (Qâdlî al-Qudlât) kota Madinah Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Musallam ibn Malik ash-Shalihi al-Hanbali (w 726 H).
15. Imam Syekh Ahmad ibn Yahya al-Kullabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w 733 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Risâlah Fî Nafyi al-Jihah.
16. Al-Qâdlî Kamaluddin ibn az-Zamlakani (w 727 H). Ulama besar yang semasa dengan Ibn Taimiyah ini telah memerangi seluruh kesesatan Ibn Taimiyah, hingga beliau menuliskan dua risalah untuk itu. Pertama dalam masalah talaq, dan kedua dalam masalah ziarah ke makam Rasulullah.
17. Al-Qâdlî Shafiyuddin al-Hindi (w 715 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri.
18. Al-Faqîh al-Muhaddits Ali ibn Muhammad al-Baji asy-Syafi'i (w 714 H). Telah memerangi Ibn Taimiyah dalam empat belas keyakinan sesatnya, dan telah mengalahkan serta menundukannya.
19. Sejarawan terkemuka (al-Mu-arrikh) al-Faqîh al-Mutakallim al-Fakhr ibn Mu'allim al-Qurasyi (w 725 H). • Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu'tadî
20. Al-Faqîh Muhammad ibn Ali ibn Ali al-Mazini ad-Dahhan ad-Damasyqi (w 721 H). • Risâlah Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah ath-Thalâq. • Risâlah Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah az-Ziayârah
21. Al-Faqîh Abu al-Qasim Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad asy-Syirazi (w 733 H). • Risâlah Fi ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah
22. Al-Faqîh al-Muhaddits Jalaluddin al-Qazwini asy-Syafi'i (w 739 H).
23. As-Sulthan Ibn Qalawun (w 741 H). Beliau adalah Sultan kaum Muslimin saat itu, telah menuliskan surat resmi prihal kesesatan Ibn Taimiyah.
24. Al-Hâfizh adz-Dzahabi (w 748 H) yang merupakan murid Ibn Taimiyah sendiri. • Bayân Zaghl al-'Ilm Wa ath-Thalab. • an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah.
Al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi (745 H). • Tafsîr an-Nahr al-Mâdd Min al-Bahr al-Muhîth
25. Syekh Afifuddin Abdullah ibn As'ad al-Yafi'i al-Yamani al-Makki (w 768 H).
26. Al-Faqîh Syekh Ibn Bathuthah, salah seorang ulama terkemuka yang telah banyak melakukan rihlah (perjalanan).
27. Al-Faqîh Tajuddin Abdul Wahhab ibn Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H). • Thabaqât asy-Syâfi'iyyah al-Kubrâ
28. Seorang ulama ahli sejarah terkemuka (al-Mu-arrikh) Syekh Ibn Syakir al-Kutubi (w 764 H). • 'Uyûn at-Tawârikh.
29. Syekh Umar ibn Abi al-Yaman al-Lakhmi al-Fakihi al-Maliki (w 734 H). • at-Tuhfah al-Mukhtârah Fî ar-Radd 'Alâ Munkir az-Ziyârah
30. Al-Qâdlî Muhammad as-Sa'di al-Mishri al-Akhna'i (w 750 H). • al-Maqâlât al-Mardliyyah Fî ar-Radd 'Alâ Man Yunkir az-Ziyârah al-Muhammadiyyah, dicetak satu kitab dengan al-Barâhîn as-Sâthi'ah karya Syekh Salamah al-Azami.
31. Syekh Isa az-Zawawi al-Maliki (w 743 H). • Risâlah Fî Mas-alah ath-Thalâq.
32. Syekh Ahamad ibn Utsman at-Turkimani al-Jauzajani al-Hanafi (w 744 H). • al-Abhâts al-Jaliyyah Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah.
33. Imam al-Hâfizh Abdul Rahman ibn Ahmad yang dikenal dengan Ibn Rajab al-Hanbali (w 795 H). •
34. Bayân Musykil al-Ahâdîts al-Wâridah Fî Anna ath-Thalâq ats-Tsalâts Wâhidah.
35. Imam al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani (w 852 H). • ad-Durar al-Kâminah Fî A'yân al-Mi-ah ats-Tsâminah. • Lisân al-Mizân. • Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri. • al-Isyârah Bi Thuruq Hadîts az-Ziyârah.
36. Imam al-Hâfizh Waliyuddin al-Iraqi (w 826 H). • al-Ajwibah al-Mardliyyah Fî ar-Radd 'Alâ al-As-ilah al-Makkiyyah.
37. Al-Faqîh al-Mu-arrikh Imam Ibn Qadli Syubhah asy-Syafi'i (w 851 H). • Târîkh Ibn Qâdlî Syubhah.
38. Al-Faqîh al-Mutakallim Abu Bakar al-Hushni penulis kitab Kifâyah al-Akhyâr (829 H). • Daf'u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba Dzâlika Ilâ Imam Ahmad.
39. Salah seorang ulama terkemuka di daratan Afrika pada masanya; Syekh Abu Abdillah ibn Arafah at-Tunisi al-Maliki (w 803 H).
40. Al-'Allâmah Ala'uddin al-Bukhari al-Hanafi (w 841 H). Beliau mengatakn bahwa Ibn Taimiyah adalah seorang yang kafir. Beliau juga mengkafirkan orang yang menyebut Ibn Taimiyah dengan Syekh al-Islâm jika orang tersebut telah mengetahui kekufuran-kekufuran Ibn Taimiyah. Pernyataan al-'Allâmah Ala'uddin al-Bukhari ini dikutip oleh Imam al-Hâfizh as-Sakhawi dalam kitab adl-Dlau' al-Lâmi'.

Dan masih banyak lagi ulama yang lainnya.
PROSES SIDANG ULAMA TERHADAP IBNU TAIMIYAH
Sekarang marilah kita simak penuturan seorang ulama yang sezaman dengan Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnu Syakir Al-Kutuby dalam salah satu kitab tarikhnya juz 20 yang telah diabadikan oleh seorang ulama besar dari kalangan Ahlus sunnah yang terkenal di seluruh penjuru dunia yaitu Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Astqolani dalam kitabnya "Ad-Duroru Al-Kaaminah" dan beliau juga penyarah kitab Shohih Bukhori yang dinamakan Fathu Al-Bari. Berikut penuturan beliau yang begitu panjang namun saya singkat dengan tanpa menghilangkan maksud tujuannya :

Sidang Pertama :

" Di tahun 705 di hari ke delapan bulan Rajab, Ibnu Taimiyyah disidang dalam satu majlis persidangan yang dihadiri oleh para penguasa dan para ulama ahli fiqih di hadapan wakil sulthon. Maka Ibnu Taimiyyah ditanya tentang aqidahnya, lalu ia mengutarakan sedikit dari aqidahnya. Kemudian dihadirkan kitab aqidahnya Al-Wasithiyyah dan dibacakan dalam persidangan, maka terjadilah pembahasan yang banyak dan masih ada sisa pembahasan yang ditunda untuk sidang berikutnya.

Dan di tahun 707 hari ke-6 bulan Rabi'ul Awwal hari kamis, Ibnu Taimiyyah menyatakan taubatnya dari akidah dan ajaran sesatnya di hadapan para ulama Ahlus sunnah wal jama'ah dari kalangan empat madzhab, bahkan ia membuat perjanjian kepada para ulama dan hakim dengan tertulis dan tanda tangan untuk tidak kembali ke ajaran sesatnya, namun setelah itu ia pun masih sering membuat fatwa-fatwa nyeleneh dan mengkhianati surat perjanjiannya hingga akhirnya ia mondar-mandir masuk penjara dan wafat di penjara sebagaimana nanti akan diutarakan ucapan dari para ulama.

Berikut ini pernyataan Ibnu taimiyyah tentang pertaubatannya :
الحمد الله، الذي أعتقده أن في القرءان معنى قائم بذات الله وهو صفة من صفات ذاته القديمة الأزلية وهو غير مخلوق، وليس بحرف ولا صوت، وليس هو حالا في مخلوق أصلا ولا ورق ولا حبر ولا غير ذلك، والذي أعتقده في قوله: ? الرحمن على آلعرش آستوى ? [سورة طه] أنه على ما قال الجماعة الحاضرون وليس على حقيقته وظاهره، ولا أعلم كنه المراد به، بل لا يعلم ذلك إلا الله، والقول في النزول كالقول في الاستواء أقول فيه ما أقول فيه لا أعرف كنه المراد به بل لا يعلم ذلك إلا الله، وليس على حقيقته وظاهره كما قال الجماعة الحاضرون، وكل ما يخالف هذا الاعتقاد فهو باطل، وكل ما في خطي أو لفظي مما يخالف ذلك فهو باطل، وكل ما في ذلك مما فيه إضلال الخلق أو نسبة ما لا يليق بالله إليه فأنا بريء منه فقد تبرأت منه وتائب إلى الله من كل ما يخالفه وكل ما كتبته وقلته في هذه الورقة فأنا مختار فى ذلك غير مكره.

(كتبه أحمد بن تيمية) وذلك يوم الخميس سادس شهر ربيع الآخر سنة سبع وسبعمائة.

" Segala puji bagi Allah yang aku yakini bahwa di dalam Al-Quran memiliki makna yang berdiri dengan Dzat Allah Swt yaitu sifat dari sifat-sifat Dzat Allah Swt yang maha dahulu lagi maha azali dan al-Quran bukanlah makhluq, bukan berupa huruf dan suara, bukan suatu keadaan bagi makhluk sama sekali dan juga bukan berupa kertas dan tinta dan bukan yang lainnya. Dan aku meyakini bahwa firman Allah Swt "الرحمن على آلعرش آستوى adalah apa yang telah dikatakan oleh para jama'ah (ulama) yang hadir ini dan bukanlah istawa itu secara hakekat dan dhohirnya, dan aku pun tidak mengetahui arti dan maksud yang sesungguhnya kecuali Allah Swt, bukan istawa secara hakekat dan dhohir seperti yang dinyatakan oleh jama'ah yang hadir ini. Semua yang bertentangan dengan akidah I ni adalah batil. Dan semua apa yang ada dalam tulisanku dan ucapanku yang bertentangan dari semua itu adalah batil. Semua apa yang telah aku gtulis dan ucapkan sebelumnya adalah suatu penyesatan kepada umat atau penisbatan sesuatu yang tidak layak bagi Allah Swt, maka aku berlepas diri dan menjauhkan diri dari semua itu. Aku bertaubat kepada Allah dari ajaran yang menyalahi-Nya. Dan semua yang aku dan aku ucapkan di kertas ini maka aku dengan suka rela tanpa adanya paksaan "
Telah menulisnya :

(Ahmad Ibnu Taimiyyah)

Kamis, 6-Rabiul Awwal-707 H.

Di atas surat pernyaan itu telah ditanda tangani di bagian atasnya oleh Ketua hakim, Badruddin bin jama'ah.

Pernyataan ini telah disaksikan, diakui dan ditanda tangani oleh :
  • Muhammad bin Ibrahim Asy-Syafi'i, beliau menyatakan :
 اعترف عندي بكل ما كتبه بخطه في التاريخ المذكور  
(Aku mengakui segala apa yang telah dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah ditanggal tersebut)
  • Abdul Ghoni bin Muhammad Al-Hanbali :
 اعترف بكل ما كتب بخطه
(Aku mengakui apa yang telah dinyatakannya)
  • Ahmad bin Rif'ah
  • Abdul Aziz An-Namrowi :
 أقر بذلك
(Aku mengakuinya)
  • Ali bin Miuhammad bin Khoththob Al-Baji Asy-Syafi'i :
أقر بذلك كله بتاريخه
(Aku mengakui itu dengan tanggalnya)
  • Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al-Husaini :
جرى ذلك بحضوري في تاريخه
(Ini terjadi di hadapanku dengan tanggalnya)
  • Abdullah bin jama'ah (Aku mengakuinya)
  • Muhammad bin Utsman Al-Barbajubi :
أقز بذلك وكتبه بحضوري 
(Aku mengakuinya dan menulisnya dihadapanku)
Mereka semua adalah para ulama besar di masa itu salah satunya adalah Syaikh Ibnu Rif'ah yang telah mengarang kitab Al-Matlabu Al-'Aali "syarah dari kitab Al-Wasith imam Ghozali sebanyak 40 jilid. Namun faktanya Ibnu Taimiyah tidak lama melanggar perjanjian tersebut dan kembali lagi dengan ajaran-ajaran menyimpangnya. Sampai-sampai dikatakan oleh seorang ulama :

لكن لم تمض مدة على ذلك حتى نقض ابن تيمية عهوده ومواثيقه كما هو عادة أئمة الضلال ورجع إلى عادته القديمة في الإضلال.
" Akan tetapi tidak lama setelah itu Ibnu Taimiyyah melanggar perjanjian dan pernyataannya itu sebegaimana kebiasaan para imam sesat dan ia kembali pada kebiasaan lamanya di dalam menyesatkan umat "

Sidang kedua :

Diadakan hari jum'ah hari ke-12 dari bulan Rajab. Ikut hadir saat itu seorang ulama besar Shofiyuddin Al-Hindiy. Maka mulailah pembahasan, mereka mewakilkan kepada Syaikh Kamaluddin Az-Zamalkani dan akhirnya beliau memenangkan diskusi itu, beliau telah membungkam habis Ibnu Taimiyyah dalam persidangan tersebut. Ibnu Taimiyyah merasa khawatir atas dirinya, maka ia member kesaksian pada orang-orang yang hadir bahwa ia mengaku bermadzhab Syafi'i dan beraqidah dengan aqidah imam Syafi'i. Maka orang-orang ridho dengannya dan mereka pun pulang.

Sidang ketiga :

Sebelumnya Ibnu Taimiyyah mengaku bermadzhab Syafi'i, namun pada kenyataannya ia masih membuat ulah dengan fatwa-fatwa yang aneh-aneh sehingga banyak mempengaruhi orang lain. Maka pada akhir bulan Rajab, para ulama ahli fiqih dan para qodhi berkumpul di satu persidangan yang dihadiri wakil shulthon saat itu. Maka mereka semua saling membahas tentang permasalahan aqidah dan berjalanlah persidangan sbgaiamana persidangan yang pertama.

Setelah beberapa hari datanglah surat dari sulthon untuk berangkat bersama seorang utusan dari Mesir dengan permintaan ketua qodhi Najmuddin. Di antara isi surat tersebut berbunyi"Kalian mengetahui apa yang terjadi di tahun 98 tentang aqidah Ibnu Taimiyyah ". Maka mereka bertanya kepada orang-orang tentang apa yang terjadi pada Ibnu Taimiyyah. Maka orang-orang mendatangkan aqidah Ibnu Taimiyyah kepada qodhi Jalaluddin Al-Quzwaini yang pernah dihadapkan kepada ketua qodhi Imamuddin. Maka mereka membincangkan masalah ini kepada Raja supaya mengirim surat untuk masalah ini dan raja pun mnyetujuinya.

Kemudian setelah itu Raja memerintahkan Syamsuddin Muhammad Al-Muhamadar Ibnu untuk mendatangi Ibnu Taimiyyah dan ia pun berkata kepada Ibnu Taimiyyah "Raja telah memerintahkanmu untuk pergi esok hari". Maka Ibnu Taimiyyah berangkat ditemani oleh dua Abdullah dan Abdurrahman serta beberapa jama'ahnya.

Sidang keempat :

Maka pada hari ketujuh bulan Syawwal sampailah Ibnu Taimiyyah ke Mesir dan diadakan satu persidangan berikutnya di benteng Kairo di hadapan para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat madzhab.

Kemudian Syaikh Syamsuddin bin Adnan Asy-Syafi'i berbicara dan menyebutkan tentang beberapa fasal dari aqidah Ibnu Taimiyyah. Maka Ibnu Taimiyyah memulai pembicaraan dengan pujian kepada Allah Swt dan berbicara dengan pembicaraan yang mengarah pada nasehat bukan pengklarifikasian. Maka dijawab "Wahai syaikh, apa yang kau bicarakan kami telah mengetahuinya dan kami tidak ada hajat atas nasehatmu, kami telah menampilkan pertanyaan padamu maka jawablah !". Ibnu Taimiiyah hendak mengulangi pujian kepada Allah, tapi para ulama menyetopnya dan berkata"Jawablah wahai syaikh". Maka Ibnu Taimiyyah terdiam ".

Dan para ulama mengulangi pertanyaan berulang-ulang kali tapi Ibnu Taimiyyah selalu berbeli-belit dalam berbicara. Maka seorang qodhi yang bermadzhab Maliki memerintahkannya untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah di satu ruangan yang ada di benteng tersebut bersama dua saudaranya yang ikut bersamanya itu. Begitu lamanya ia menetap di penjara dalam benteng tersebut hingga ia wafat dalam penjara pada malam hari tanggal 22, Dzulqo'dah tahun 728 H.

Sejarah ini telah ditulis oleh para ulama di dalam banyak literaul kitab yang mu'tabar di antaranya kitab Ad-Duraru Al-Kaminah karya Ibnu Hajar, kitab Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab karya As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah dan yang lainnya.

Demikian lah sejarah singkat Ibnu Taimiyah seorag figur dari cikal-bakal munculnya ajaran wahhabiyyah dan seorang ulama andalan yang dijadikan rujukan oleh para ulama wahhabi. Semoga hal ini menjadi renungan bagi para pengikut wahhabi…


Oleh : Ustadz Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Nb : Insya Allah (jika Allah menaqdirkan umur panjang), berikutnya saya akan menulis sejarah lengkapnya Ibnu Taimiyah dan saya tampikan teks surat-surat dari para hakim saat itu dan juga surat dari para ulama besar serta mantan-mantan muridnya yang juga sempat menulis surat nasehat untuk Ibnu Taimiyyah.)

Bacan Terkait:

Seminar Aswaja di Ponpes Al-Akhyar Tambak Agung Labang Bangkalan

$
0
0
Bangkalan, Muslimedianews.com ~ Pondok Pesantren Al-Akhyar Tambak Agung Kec. Labang Kab. Bangkalan mengadakan seminar ASWAJA dengan tema “ Aswaja Dan Kebenarannya” acara tersebut dilaksanakan di halaman Pondok Pesantren Al-Akhyar Tambak Agung dan diikuti oleh semua santri dan alumni, Kamis. (19/02/2015)

Acara seminar ini dibuka oleh KH. Abbas Humaidi, S.Pd.I mewakili pengasuh Ponpes Al-Akhyar, dalam sambutannya menyampaikan, lembaga pondok pesantren Al-Akhyar ini dibangun atas dasar Ahlus Sunnah wal Jamaah, bagaimana santri ini mampu untuk menjalankan ajaran-ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan mampu menjawab tantangan-tantangan zaman yang saat ini sudah banyak ajaran yang menyimpang dari faham Aswaja Annahdiyah.

“Pondok Pesantren Al-Akhyar ini didirikan atas dasar Ahlus Sunnah Wal Jamaah, semua santri di tuntut untuk mampu menjalankan ajaran-ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan mampu menjawab tantangan-tangan zaman yang saat ini sudah banyak ajaran yang menyimpang dari faham ASWAJA”

Dalam seminar ini menghadirkan narasumber tunggal dari Aswaja Center PW NU JATIM KH. Ma’ruf Khosin, Beliau memaparkan tentang ASWAJA dan Dalil-dalil Ubudiyah Warga Nahdliyin.

Seminar tersebut berlangsung seru. KH. Ma’ruf Khosin sebagai narasumber, dapat menghidupkan forum. Beliau menggunakan bahasa lugas dan mudah dipahami peserta. Tak sedikit peserta yang aktif bertanya mengenai materi yang di sampaikannya.

(SaifulAnam/Kompasiana)

Pelajar NU Galis Bangkalan Gelar Seminar Pendidikan Berwawasan Ke-NU-an

$
0
0
Bangkalan, Muslimedianews.com ~ Pengurus Anak Cabang Ikatan Pelajar  Nahdlatul  Ulama (PAC  IPNU) Galis Bangkalan menggelar seminar ke-NU-an dengan tema “Peranan IPNU Dalam Membentuk pelajar Yang Berkrakter Dan Berwawasan Ke-Nu-an”. Kegiatan yang digelar di Aula Pondok Pesantren Nurus Syadzily Dusu Angsanah Desa Galis Kec. Galis Kab. Bangkalan ini berlangsung meriah dan dihadiri 150 peserta dari berbagai elemen, Kamis. (12/02/2015)

Acara seminar ini dibuka oleh KH. Jailani Mashuri (ketua MWC NU Galis) dalam sambutannya menyampakan, saya mengapresiasi acara seminar ini karna dengan adanya acara ini pelajar NU bisa membentengi dirinya dari faham yang tidak sejalan dengan NU yang dihawatirkan masuk pada pelajar-pelajar NU.

“Saya mengapresiasi dan bangga dengan diadakannya acara seminar ini karna dengan acara ini pelajar NU atau Nahdliyin muda bisa membentengi dirinya dari faham atau aliran yang tidak sesuai dengan Aswaja ke-NU-an yang dihawatirkan merekrut pelajar NU”. Kata kiyayi Jailani ketua MWC NU Galis

Menurut Abdus Syakur (Ketua PAC IPNU Galis) kegiatan ini merupakan bentuk tanggung jawab IPNU Galis mencetak pelajar yang berkrakter dan sekaligus mensosialisasikan pendidikan yang berwawasan ke-NU-an sehingga nantinya pelajar NU yang notabeninya generasi NU mendatang sudah memahami ke-NU-annya.

“Acara seminar ini adalah bentuk tanggung jawab IPNU untuk mencetak pelajar yang berkrakter dan sekaligus mensosialisasikan pendidikan yang berwawasan ke-NU-an sehingga nantinya pelajar NU yang notabeninya generasi NU mendatang sudah memahami ke-NU-annya mulai sekarang”,tutur Abdus Syakur Ketua PAC IPNU Galis.

(SaifulAnam/Kompasiana)

Menggelari Wahabi Berarti Membantu Syi'ah ? Dialog Imajiner

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ahmad (santri) lagi duduk santai disebuah kursi paling kanan dalam sebuah acara seminar keislaman. Disamping Ahmad ternyata ada Abu Umar (pengikut Wahabi) yang tidak mau disebut Wahabi. Ntah ada angin apa, tiba-tiba Abu Umar memulai perbincangan dengan Ahmad.

Abu Umar : "Masih menggelari Salafi dengan sebutan Wahabi Bro?"
Ahmad : "Kita tidak menggelari Salafi dengan Wahabi. Salafi yang asli bukan Wahabi"

Abu Umar : "Kok kalian menyebut kami Wahabi?"
Ahmad : "Kalian memang Wahabi, bukan Salafi".

Abu Umar : "Kami Salafi, pengikut Salafush Shaleh".
Ahmad : "Itu hanya klaim palsu kalian. Siapa salaf yang kalian ikuti?"

Abu Umar : "Syaikh Nashiruddin al-Albani, Syaikh Al-Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Rabi' al-Madkhali, Syaikh Abdurrahman bin Jibrin, dan masih banyak lagi".
Ahmad : "Mereka itu bukan ulama salaf. Mereka ulama kemaren sore. Ulama salaf itu seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Sufyan al-Tsauri, Imam Ma'ruf Al-Kurkhi, Imam Hasan al-Bashri, dan masih banyak lagi. Mereka hidup pada tiga kurun pertama Islam".

Abu Umar : "Sebutan Wahabi itu berasal dari musuh Islam".
Ahmad : "Musuh Islam yang mana?"

Abu Umar : "berasal Kafir dan Syi'ah"
Ahmad : "Saudaraku Abu Umar..! Anda salah besar. Sebutan Wahabi itu pertama kali dimunculkan oleh Syaikh Sulamain bin Abdul Wahab al-Hanbali. Beliau adalah kakak kandung dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau menulis kitab berjudul al-Shawaiq al-Ilahiyyah fi Raddi alal Wahhabiyah dalam rangka membantah dan meluruskan ajaran menyimpang adiknya itu".

Abu Umar hanya bisa diam mendengarkan penjelasan Ahmad dan menyadari kesalahannya mengenai asal muasal sebutan Wahabi. Ahmad pun melanjutkan penjelasannya.


Ahmad : "Jadi, sebutan wahhabi bukan berasal dari orang diluar Islam dan bukan berasal dari Syi'ah. Tetapi berasal dari orang Islam Ahlussunnah wal Jama'ah, dari kalangan ulama Hanbali, dari keluarganya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sendiri. Lalu ulama Ahlussunnah wal Jama'ah lainnya mengikuti dan menggunakan sebutan itu".

Abu Umar : "Kami tidak mau disebut Wahabi"
Ahmad : "Tetapi ulama Wahabi mengakui sebutan itu. Misalnya ulama Wahabi Dr. Muhammad Khalil Al-Harras menulis buku berjudul "al-Harakah al-Wahhabiyyah", artinya Gerakan Wahabi. Wahhabi di Qatar, Ahmad bin Hajar Al Buthami Al bin Ali menulis sebuah buku berjudul "as Syekh Muhammad ibn Abdil Wahhab ‘Aqidatuh as Salafiyyah Wa Da’watuh al Islamiyyah" dengan bangga memakai dan menuliskan nama Wahhabi didalam kitabnya".

Abu Umar: "Menyebut kami sebagai Wahabi berarti membantu Syi'ah mengadu domba kaum Muslimin dan memusuhi Ahlussunnah wal Jama'ah"
Ahmad : "Wahabi dan Syi'ah sama-sama pengadu domba. Kami menyebut Wahabi karena kalian memang wahabi, dan kami menyebut Syi'ah karena mereka memang Syi'ah. Bukan memusuhi Ahlussunnah wal Jama'ah karena kami Ahlussunnah wal Jama'ah menentang Wahabi dan Syi'ah. Sedangkan kalian bukan Ahlussunnah wal Jama'ah".

Abu Umar : "Jangan lagi sebut Wahabi !"
Ahmad : "Katakan itu kepada ulama Wahabi, sebab mereka bangga dengan sebutan Wahabi, lalu kenapa kalian malu dan enggan disebut Wahabi?!! "


Dialog Imajiner oleh Ibnu L' Rabassa

Link Terkait :
Cover kitab yang pertama kali menggunakan istilah Wahabi dan membantah Wahabi. Dikarang oleh Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab al-Najdi al-Hanbali


Pesan Penting Pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari Kepada Umat Islam Terkait Wahabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Penting bagi umat Islam Indonesia mengetahui sejarah agama mereka, bagaimana kebid'ahan muncul dan menyebar di Jawa dan di wilayah lainnya. Yang demikian itu agar umat Islam tidak tertipu oleh propaganda orang-orang diluar Ahlussunnah wal Jama'ah. Kebid'ahan yang dimaksud adalah munculnya gerakan Wahhabi.

Ulama Besar Indonesia, Pendiri NU Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sejak semula telah memberikan peringatan kepada umat Islam terkait kemunculan dan penyimpangan kelompok Wahabi. Beliau jelaskan pada pasal khusus didalam kitab monumentalnya yaitu Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah.

Beberapa poin penting yang disampaikan oleh beliau adalah:

- Umat Islam Indonesia sejak dahulu bersepakat dan bersatu dalam pandangan keagamaan, baik fiqh, aqidah dan tasawuf. Persatuan umat Islam ini belakangan dirusak oleh kelompok Wahabi. Sejarah kemunculan Wahabi adalah perusak persatuan umat Islam dan hingga kini mereka tetap sebagai perusak.

- Sekitar awal abad 14 Hijriyah, muncul perselisihan sehingga umat Islam terpecah.
1. Umat Islam Salafiyyin yang tetap berpegang teguh pada tradisi ulama, bermadzhab, cinta pada Ahlul Bait, cita Wali Allah, cinta orang shalih, melakukan tabarruk (ngalap berkah), ziarah kubur, talqin mayyit, menyakini syafa'at, ber-tawassul dan sebagainya. Salafiyyin yang dimaksud disini adalah panganut salafush shaleh yang asli (bukan Wahabi).

2. Umat Islam yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, serta melaksanakan kebid'ahan Muhammad bin Abdul Wahab al-Najdi (pendiri Wahabi), Ibnu Taimiyah dan muridnya: Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dan Abdul Hadi.
- Betapa Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat menentang kelompok keduatersebut karena mengharamkan praktek keagamaan yang telah disepakati oleh umat Islam.

- Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga mengutip perkataan ulama bahwa kelompok kedua tersebut bagaikan duri dalam dagingyang merusak keutuhan umat Islam, bahkan menjadi cobaan berat bagi umat Islam.

- Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga menghimbau kepada umat Islam agar menjauhi kelompok tersebut agar tidak tertular. Beliau mengibaratkan mereka sebagai kelompok yang terkena lepra dan suka mempermainkan agama.

- Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga membongkar cara mereka menyebarkan ajarannya, yaitu dengan cara menyebarkan propaganda kepada orang yang masih kurang  ilmunya agar kebodohan diri mereka tidak bisa diketahui.

- Tidak hanya itu, Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari dengan pandangannya yang tajam telah mengetahui bahwa mereka memang berusaha menguasai jaringan teknologi (media) untuk menyebarkan permusuhan dan kekacauan. Mereka menganggap telah ber-amar ma'ruf nahi munkar, melakukan propaganda mengajak ke syari'at dan menjauhi kebid'ahan, padahal itu kedustaan mereka.

Berikut teks penjelaskan Hadlratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari dalam رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ atau Risalatu Ahlissunnah wal Jama'ah :

فصل:في بيان تمسك أهل جاوى بمذهب أهل السنة والجماعة، وبيان ابتداء ظهور البدع وانتشارها في أرض جاوى، وبيان أنواع المبتدعين في هذا الزمان
Pasal : Menjelaskan Penduduk Jawa Berpegang kepada Madzhab Ahlusunnah wal Jama'ah dan Awal Kemunculan Bid'ah dan Meluasnya di Jawa serta Macam-macam Ahli Bid'ah di Zaman ini

قد كان مسلموا الأقطار الجاوية في الأزمان السالفة الخالية متفقي الآراء والمذهب ومتحدي المأخذ والمشرب، فكلهم في الفقه على المذهب النفيس مذهب الإمام محمد بن إدريس، وفي أصول الدين على مذهب الإمام أبي الحسن الأشعري، وفي التصوف على مذهب الإمام الغزالي والإمام أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين

Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang fiqh, mereka berpegang kepada madzhab Imam Syafi'i, di bidang ushuluddin berpegang kepada madzhab Abu al-Hasan al-Asy'ari, dan di bidang tasawwuf berpegang kepada madzhab Abu Hamid al-Ghazali dan Abu al-Hasan asy-Syadzili, semoga Allah meridhai mereka semua.


ثم إنه حدث في عام الف وثلاثمائة وثلاثين أحزاب متنوعة وآراء متدافعة وأقوال متضاربة، ورجال متجاذبة، فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك.
Kemudian pada tahun 1330 H timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran dan pertikaian di kalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang berafiliasi pada kelompok Salafiyyin yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu. Mereka bermadzhab kepada satu madzhab tertentu dan berpegang teguh kitab-kitab mu'tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih. Selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya

ومنهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده ورشيد رضا، ويأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي، وأحمد بن تيمية وتلميذيه ابن القيم وعبد الهادي
Diantara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid'ahan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.

فحرموا ما أجمع المسلمون على ندبه، وهو السفر لزيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وخالفوهم فيما ذكر وغيره
Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah kesunnahan, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.
قال ابن تيمية في فتاويه: وإذا سافر لاعتقاد أنها أي زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم طاعة، كان ذلك محرما بإجماع المسلمين، فصار التحريم من الأمر المقطوع به
Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fatawa-nya: "Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya mengunjungi makam Nabi Saw. sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka perbuatan tersebut hukumnya haram dengan disepakati oleh umat Muslim. Maka keharaman tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan."

قال العلامة الشيخ محمد بخيت الحنفي المطيعي في رسالته المسماة تطهير الفؤاد من دنس الإعتقاد: وهذا الفريق قد ابتلي المسلمون بكثير منهم سلفا وخلفا، فكانوا وصمة وثلمة في المسلمين وعضوا فاسدا
Al-'Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth'i menyatakan dalam kitabnya Thathhir al-Fuad min Danas al-I'tiqad (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa: "Kelompok ini sungguh menjadi cobaan berat bagi umat Muslim, baik salaf maupun khalaf. Mereka adalah duri dalam daging (musuh dalam selimut) yang hanya merusak keutuhan Islam."

يجب قطعه حتى لا يعدى الباقي، فهو كالمجذوم يجب الفرار منهم، فإنهم فريق يلعبون بدينهم يذمون العلماء سلفا وخلفا

Maka wajib menanggalkan/menjauhi (penyebaran) ajaran mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun khalaf

ويقولون: إنهم غير معصومين فلا ينبغي تقليدهم، لا فرق في ذلك بين الأحياء والأموات يطعنون عليهم ويلقون الشبهات، ويذرونها في عيون بصائر الضعفاء، لتعمى أبصارهم عن عيوب هؤلاء

Mereka menyatakan: "Para ulama bukanlah orang-orang yang terbebas dari dosa, maka tidaklah layak mengikuti mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal." Mereka menyebarkan (pandangan/asumsi) ini pada orang-orang bodoh agar tidak dapat mendeteksi kebodohan mereka

ويقصدون بذلك إلقاء العداوة والبغضاء، بحلولهم الجو ويسعون في الأرض فسادا، يقولون على الله الكذب وهم يعلمون، يزعمون أنهم قائمون بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، حاضون الناس على اتباع الشرع واجتناب البدع، والله يشهد إنهم لكاذبون.
Maksud dari propaganda ini adalah munculnya permusuhan dan kericuhan. Dengan penguasaan atas jaringan teknologi, mereka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyebarkan kebohongan mengenai Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut. Menganggap dirinya melaksanakan amar makruf nahi munkar, merecoki masyarakat dengan mengajak untuk mengikuti ajaran-ajaran syariat dan menjauhi kebid'ahan. Padahal Allah Maha Mengetahui, bahwa mereka berbohong.


Oleh : Ibnu L' Rabassa

Indonesia Darurat Wahabi Radikal atau Syi'ah?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Sebagai umat Islam Ahlussunnah wal Jama'ah Asy'ariyah Syafi'iyah al-Shufiyyah An-Nahdliyyah, kita tidak setuju dengan paham Syi'ah dan Wahhabi.

Walaupun kita tidak setuju paham atau ajaran keduanya, tetapi kita berharap orang-orang dari keduanya kembali kepada jalan yang benar. Mari kita do'akan do'akan dan do'akan...! Kita tidak ingin mereka mati dalam keadaan Syi'ah atau Wahhabi, apalagi mati oleh tangan kita, kita tidak terbesit keinginan sedikit pun untuk melakukan hal yang demikian. Kita tetap menganggap mereka sebagai bagian dari Islam, haram darahnya kehormatannya dan hartanya.

****
Belakang ini opini-opini yang dihembuskan Wahabi seolah-olah Indonesia darurat Syi'ah, padahal Indonesia sudah darurat Wahabi. Wahabi membuat Indonesia seolah-olah dipenuhi Syi'ah, sebab Wahhabi lah yang paling getol gembar-gembor menyatakan Syi'ah kafir. Mereka juga pasang spanduk dimana-mana.

Syi'ah juga seolah-seolah jumlahnya banyak karena Aswaja / Ahlussunnah wal Jama'ah sebagai umat Islam terbesar di Indonesia dituduh Syi'ah. Bila penganut Aswaja yang dituduh Syi'ah maka tentu saja terlihat banyak.

Wahabi secara mutlak mengkafirkan Syi'ah. Berbeda dengan Aswaja yang masih mengklasifikasi kelompok Syi'ah. Konsekuensi dari mengkafirkan yang mereka lakukan itu berarti Halal darahnya atau boleh dibunuh. Dalam hal ini, Wahabi sedang mencari legitimasi untuk melakukan pembunuhan terhadap Syi'ah.

Siapa yang akan jadi korban?. Korban utama dan terbanyak adalah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), sebab Aswaja sebagai kelompok umat Islam terbesar pun dituduh Syi'ah dan pembela Syi'ah oleh Wahabi, akhirnya darahnya dihalalkan pula oleh Wahabi.

Bila sudah dihalalkan maka akan ada aksi bunuh-membunuh. Akhirnya Indonesia kacau, terjadilah konflik sektrarian seperti di Libya, Suriah dan lain-lain yang tak ada ujung berakhirnya. Semoga Allah melindungi negeri kita dari orang-orang jahat.

Kita umat Islam saat ini sudah aman, shalat aman tidak diganggu, tidak ada bom meledak tiap hari, tidak ada bangunan hancur karena bom tiap hari, kita aman pergi ke pasar tanpa takut tembakan, kita aman bersekolah, kita aman mengaji, kita aman bertani, kita aman berdagang, kita aman naik kendaraan, tidak ada bom mobil, kita aman bekerja di kantor, kita tidak mengungsi akibat perang yang tidak berkesudahan.

Maka waspadailah pihak-pihak yang berusaha meng-import konflik sektarian Timur Tengah ke negeri Indonesia yang aman ini. Mengapa konflik sektarian di munculkan? Siapa yang memiliki kepentingan ?

Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11". Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah. [1]

Perlu diketahui, bahwa keberadaan kaum Syiah bukan barang baru di Indonesia. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah.

Tetapi belakangan ini, mulai muncul konflik sektarian Sunni-Syiah di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.

Jadi sebenarnya ada kepentingan transnasional Barat dibalik konflik sektarian. Kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikkan dengan gerakan Wahabisasi Global.
****
رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian"


Oleh : Ibnu Manshur
Gambar: Spanduk anti Syi'ah oleh Majelis Mujahidin (Wahabi)

[1]http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,47029-lang,id-c,kolom-t,Di+Balik+Merebaknya+Konflik+Sunni+Syiah+di+Jawa+Timur-.phpx

Islam Radikal ? Penjelasan Prof. Alwi Shihab

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ada yang  bertanya kepada saya, apakah ada radikalisme dalam Islam? Dan bagaimana jihad yang benar menurut Islam?

Jadi, saya ingin jelaskan tentang 'Radikalisme dalam Islam' yang bersumber dari buku saya berjudul Islam Inklusif. Radikalisme secara populer menunjuk kepada ekstrimisme politik dalam aneka ragam bentuknya atau usaha untuk mengubah orde sosial-politik secara dari astis.

Walaupun tradisi penggunaan kekerasan dalam bentuk perang merupakan sarana untuk membangun suatu bangsa dalam sejarah peradaban manusia, namun sejarah membuktikan pula bahwa tidak ada satupun agama yang melegitimasi apalagi menganjurkan kekerasan.

Sebagaimana Kristen, Islam juga tampil sebagai  gerakan reformasi, bukan  agama ekspansionis. Namun, sejak timbulnya kekuasaan temporal (negara) yang  didirikan atas nama agama, tradisi kuno (melancarkan perang untuk mencapai kemenangan dan penaklukan) kembali mewarnai negara2 baru.

Sebagai contoh sejarah umat Kristen ditandai dengan  transformasi salib dari  simbol penderitaan & pengorbanan suci kepada bendera perang. Konstantine, Kaisar Kristen pertama, mengaku menerima inspirasi dan bisikan ilahi "Dengan Salib engkau akan menang". Inspirasi suci ini bagaikan restu Tuhan untuk melakukan perang atas nama agama. Dalam sejarah umat Islam hal yang sama terjadi pula.

Konsep jihad dijadikan slogan dan justifikasi untuk melancarkan perang atas nama agama. Khalifah kedua, Umar bin Khatab, yang sadar akan bahaya penyalahgunaan konsep jihad untuk kepentingan material dan penindasan kaum lemah suatu saat melarang ekspedisi militer.

Dengan  semangat yang  sama, Umar bin Abdul Aziz, kepala pemerintahan dinasti Umayah yang dikenal bijaksana, pernah pula memerintahkan tentaranya yang sedang mengepung Konstantinopel (Kerajaan Kristen) untuk kembali ke pangkalan. Umar bin Abdul Aziz lalu mengucapkan kata-katanya yang tak terlupakan: Tuhan mengutus Muhammad untuk memberi petunjuk, sama sekali bukan untuk mengumpulkan jizyah (pajak) melalui ekspansi teritorial.

Menengok kembali sejarah Islam, terutama pada masa awal misi Nabi Muhammad, kita jumpai betapa Allah memerintahkan Nabinya untuk bersabar dan menahan derita dalam menghadapi masyarakat Arab. Karena Nabi Muhammad pada dasarnya adalah pembawa peringatan dan bukan pembangun kerajaan melalui kekerasan.

Tuduhan yang  sering dilontarkan oleh sebagian orientalis bahwa Islam adalah  agama 'pedang', yang menganjurkan aksi-aksi radikal.

Mereka pada  umumnya mendasarkan argumentasinya kepada dua hal. Pertama, dalam interaksinya dengan kekuatan eksternal (non-Islam), Islam telah berhasil melebarkan sayap dan menancapkan kakinya melalui ekspansi militer jauh dari titik geografis kelahirannya.

Bukti sejarah menunjukkan ekspansi teritorial Islam pada masa formatifnya sampai ke daratan Eropa di Barat dan India di Timur. Kedua, hubungan internal umat Islam yang berlangsung antara kelompok oposisi dengan penguasa sejak pembunuhan khalifah ketiga Utsman R.a. sampai  sekarang  selalu diwarnai dengan  kekerasan. Corak kekerasan ini bagi sebagian orientalis adalah konsekuensi logis atas penekanan konsep jihad dalam kehidupan politik Islam.

Hemat saya, asumsi sebagian orientalis tentang kaitan Islam dan radikalisme adalah akibat persepsi keliru tentang arti dan fungsi jihad dalam Islam.  Tidak benar asumsi yang  mengatakan bahwa jihad identik dengan aksi mengangkat senjata.

Jihad dalam pengertian etimologis adalah usaha sungguh-sungguh yang  tak mengenal lelah. Dalam peristilahan Alquran, jihad dibagi atas dua kategori. Pertama adalah jihad fi sabilillah, kedua jihad fillah.

Yang pertama dimaksudkan sebagai usaha sungguh2 dalam menempuh jalan Allah, termasuk di dalamnya pengorbanan harta dan nyawa. Dengan demikian salah satu bentuk jihad dalam pengertian ini adalah aksi yang  melibatkan kemungkinan hilangnya nyawa seseorang dalam konfrontasi fisik. Contoh, berperang di jalan Allah. Pengorbanan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah bentuk jihad fi sabilillah.

Adapun kategori kedua jihad fillah atau usaha sungguh2 (menghampiri Allah) adalah  usaha untuk memperdalam aspek spiritual sehingga terjalin hubungan erat antara seseorang dengan Allah. Usaha sungguh-sungguh ini diekspresikan melalui menundukkan tendensi negatif yang  bersarang di jiwa tiap manusia dan penyucian jiwa sebagaititik orientasi seluruh kegiatan. Kategori kedua ini sesuai dengan  hadits Nabi yang  populer: jihad melawan hawa nafsu adalah  jihad dalam arti yang  sebenarnya dan yang utama.

Untuk memperjelas substansi jihad agar tidak diidentikkan dengan aksi mengangkat senjata Alquran membedakan konsep qital (interaksi bersenjata) dengan konsep jihad. Jihad, jelasnya menunjuk kepada suatu konsep yang lebih konprehensif, di mana salah satu sisinya adalah berjuang di jalan Allah melalui pengunaan senjata.

Namun, jihad dalam pengertian sempit ini (mengangkat senjata) oleh Alquran dibatasi pada saat-saat tertentu khususnya dalam rangka mempertahankan diri (lihat Al-Baqarah ayat 190-191).

Agaknya karena pengertian sempit inilah yang secara keliru dianggap sebagai ciri utama jihad yang mengundang kontroversi dan selisih pendapat.

Oleh : Prof. Alwi Abdurrahman Shihab
(Cendikiwan Muslim Indonesia, Tokoh NU)
Sumber selasar.com via alwishihab.com

Sekilas Mengenal Sosok Prof. Alwi Shihab

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Pada 19 Agustus 1946 Alwi Shihab lahir dari pasangan Abdurrahman Shihab dan Asma Aburisyi. Merupakan anak ketujuh dari 13 bersaudara. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Ia dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik.

Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan IAIN Alauddin Ujungpandang (UIN Makassar)

Nyantri di Malang
Ketika berumur 10 tahun, Alwi Shihab dilepas oleh ayahnya di Pondok Pesantren Darul Nashihin, Lawang, Malang Jawa Timur. Di sinilah Alwi kecil ditempa dan belajar dasar-dasar pengetahuan agama. 


Belajar di Universitas Al-Azhar
.Selepas nyatri di Malang, Alwi melanjutkan studi ke Mesir. Alwi Shihab mengambil jurusan akidah filsafat di salah satu universitas tertua di dunia itu


Melanjutkan program doktoral di Ain-shams
Setelah lama berkecimpung dan sukses di dunia usaha, Alwi Shihab kembali ke ranah akademik. Alwi teringat pesan ayahnya untuk tidak kembali ke Indonesia sebelum menyelesaikan program doktoral. Tahun 1990 Alwi memperoleh gelar doktor pertamanya setelah mempertahankan disertasi berjudul Islamic Sufism and Its Impact on Indonesian Contemporary Sufism.



Menuju Amerika
Gelar doktoral dari Ain-shams yang diterima Alwi terasa berat disandang. Ia anggap pengetahuan yang dimiliki belum cukup. Ia pun pergi ke Amerika bersama keluarga untuk melakukan riset. Pada Februari 1991 Alwi Shihab sekeluarga tiba di Carbondale, Illinois.


Menyelesaikan program S3 di Temple University
Alwi Shihab menyelesaikan S3 dengan disertasi berjudul The Muhammadiyah Movement and Its Controversy with Christian Mission in Indonesia. Pada tahun yang sama, Alwi mengikuti Post Doctorate di Harvard selama setahun. Sebelum menyelesaikan program tersebut, Alwi diminta untuk mengajar di Hartford Seminary.


Mengajar Islam di Harvard
Belum selesai kontrak mengajar di Hartford Seminary, Alwi Shihab diminta mengajar di Harvard Divinity School. Alwi juga ditujuk sebagai Advisory Board (dewan penasihat) di Harvard Center for the Study of World Religion.


Ikut Mendirikan PKB
Ketika masih mengajar di Amerika, Gus Dur mengajak Alwi Shihab untuk membentuk sebuah partai. Semula Alwi menolak, karena ingin fokus di dunia akademik. Namun ajakan Gus Dur mampu meyakinkan Alwi. Kelakar Gus Dur: kalau Anda tidak ikut bergabung di PKB, khawatir tidak ada yang bisa bahasa Inggris di partai ini.


Dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri
Pada masa pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, Alwi Shihab dipercaya sebagai menteri. Alwi yang menimba ilmu di Timur (Mesir) dan Barat (Amerika) dianggap mampu menjadi jembatan yang kokoh. Alwi menjadi menteri luar negeri hingga tahun 2001. Menteri luar negeri sebelum Alwi adalah Ali Alatas dan menteri sesudahnya adalah Hassan Wirajuda.


Menjadi Ketua Umum PKB
Alwi Shihab dipercaya sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masa bakti 2002-2005. Alwi menggantikan Matori Abdul Jalil sebagai ketua umum PKB. Alwi menduduki kursi PKB hingga tahun 2005. Pada pemilu tahun 2004 PKB berada di posisi ketiga dengan raihan 12.002.885 suara (10,61 persen) dan mendapat 52 kursi DPR RI.


Menerima amanah sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
Ketika Presiden SBY membentuk kabinet Indonesia Bersatu, ia memberikan amanah Menkokesra kepada Alwi Shihab. Alwi menjadi Menkokesra sampai tahun 2005. Selanjutnya ia digantikan oleh Abu Rizal Bakrie.


Utusan Khusus Timur Tengah
Dari tahun 2006 hingga 2011 Alwi Shihab duduk di Utusan Khusus Timur Tengah.  "Selama enam tahun Pak Alwi menjadi bagian dalam mengembangkan, memperkuat, dan memperdalam kerja sama kita dengan negara-negara di Timur Tengah, bukan hanya negara tetapi juga dunia usaha dan cendekiawan di negara-negara itu," kata Presiden SBY mengapresiasi kinerja Alwi Shihab.

Diantara buku karya Prof. Alwi Shihab
  • Islam Sufistik
  • Akar Tasawuf di Indonesia (Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi)
  • Membedah Islam di Barat (Menepis Tudingan Meluruskan Kesalah pahaman)
  • Membendung Arus (Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia)
  • Islam Inklusif (Menuju Sikap Terbuka dalam Bergama)




Sumber Alwishihab.com




Gus Nuril dan Habib Syech, Kita Sama-Sama NU

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Untuk menanggapi ini, saya harap jangan dulu dikaitkan dengan isu "Merendahkan Habaib" dan "Pluralisme Gus Dur" dan atau "Gusdurian". Sama sekali tidak ada kaitannya. Karena kedua belah pihak sama-sama pencinta, Gus yang mencintai Habaib, juga Habib yang mencintai Gawagis (para Gus). Hal itu terlihat dari kumpulan dan yang mereka kerabati. Pun keduanya sama-sama NU tulen. Kita fokuskan ke dua nama; Gus Nuril dan Habib Syekh. Dari keduanyalah kisah ini bermula.

Berawal dari ceramahnya Habib Syekh, meski tanpa menyebut nama siapa Gus/Kyai/Habib, beliau menyampaikan pendapat ketidaksetujuannya seorang ulama (NU) ceramah di gereja apapun alasannya. Begitupun beliau tidak setuju jika ada seorang ulama tapi suka ngamukan. Setidaknya ada 3 kata yang mungkin kurang berkenan didengar para audiens,"Ora Waras alias Gila", "Liberal" dan "Perusak Bangsa". Kemudian timbulllah komentar dari banyak pihak, baik dengan nada sinis maupun dukungan.

Beberapa waktu kemudian, setelah santer alamat itu oleh para komentator ditujukan kepada Gus Nuril, akhirnya berbalas juga dengan menyisipkannya di pengajian umum. Gus Nuril menyayangkan sikap Habib Syekh tersebut. Kata "Goblok" pun tak terhindarkan keluar dari lisan beliau. Yang diinginkannya adalah Habib Syekh datang, duduk bareng dan ngomong baik-baik ketidaksetujuannya. Bukan dengan diumbar di muka umum. Selengkapnya bisa Anda simak video keduanya yang telah banyak tersebar di youtube.

Alhasil, dari kejadian ini ada satu pelajaran yang mesti kita berhati-hati; "Hati-hatilah dengan hati dan hati". Kita punya hati, orang lain pun memiliki. Hati kita tak mau tersakiti, maka jangan kau berbuat menyakiti. Mari duduk bersama saling mengutarakan argumen dalam diskusi. Apapun ketidaksetujuanmu, jika bukan masalah prinsip maka wajib saling menghargai."Ma khaba man istasyara wala nadima man istakhara", takkan tercela jika dimusyawarahi dan takkan kecewa jika diistikharahi.

Habib Syekh NU, Gus Nuril juga NU. Keduanya sama-sama ulama, yang juga pengurus NU. Kita semua yang NU, tidak selayaknya turut memperkeruh suasana padahal tak tahu-menahu. Mungkin diam kita lebih baik daripada turut bersuara tapi malah kacau. Biarlah keduanya menyelesaikan secara kekeluargaan dan kembali berjuang bahu-membahu. Untuk Islam, Bangsa, dan kejayaan NU. Aamiin ya Ilahiy ya Badi'u.

Sudah...

Oleh : Sya'roni As-Samfury

Kunjungan Habib Ahmed Aideed ke Ponpes Nurul Cholil Bangkalan [Foto]

$
0
0
Muslimedianews.com ~ [Foto] Kunjungan al-Habib Ahmad 'Aidiid di Pondok Pesantren Nurul Cholil Bangkalan yang di asuh oleh al-Syaikh KH. Zubair Muntashor.

Dalam pertemuaan itu, Habib Ahmed memberikan motivasi kepada para santri tentang ilmu, keutamaan ilmu dan mengamalkan ilmu. Ribuan santri dengan berpakaian putih, berkopyah hitam dan bersarung hijau duduk bersila dengan rapi mendengarkan tausiyah Habib Ahmad Aidid.







زيارة الحبيب أحمد عيديد معهد نور الخليل للشيخ المبارك زبير وألقى الحبيب احمد محاضرة يوجه فيها الطلبة ويحثهم على العلم وفضائله والعمل به. جعلنا واياكم من العلماء العاملين.

Source Ahmed Aideed Fanpage

Awalnya Aswaja Tuduh Syi'ah lalu Dihalalkan Darahnya, Cara Wahabi

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Kalau Syi'ah taqiyahnya sekedar tidak mengakui Syi'ah. Kalau Wahabi ini dulu ngaku Salafi,al-Muwahhidun, lalu mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah. Sekedar ngaku "Ahlussunnah" saja tidak laku, akhirnya mengaku sebagai "Ahlussunnah wal Jama'ah". Taqiyyah Wahabi dimulai.

Mereka (Wahabi) menuduh Aswaja (Ahlussunnah wal Jama'ah yang asli) sebagai kaum musyrik karena ziarah kubur, tabarruk, tawassul, istighatsah, dan sebagainya. Wahabi menuduh Aswaja sebagai ahlul bid'ah (sesat) karena qunut shubuh, dzikir berjama'ah, dzikir jahar setelah shalat, jabat tangan setelah shalat, merayakan maulid Nabi, dan sebagainya. Bahkan Wahabi memfitnah pengikut Asy'ariyah sebagai orang sesat, sifat wajib 20 bagi Allah pun dituduh ajaran sesat, dan lain sebagainya.

Hebatnya, Wahabi yang taqiyah sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah  justru bisa memfitnah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang asli sebagai Syi'ah. Lalu mereka mengkafirkan dan menghina Aswaja yang asli. Jika Aswaja asli ini membantah, mereka lalu berkata "Syi'ah sedang Taqiyah". Karena kebanyakan media online yang berlabel Islam dikelola Wahabi, bahkan mereka punya TV dan Radio, Aswaja asli jadi keteteran.

Ulama Sunni (Aswaja) yang difitnah sebagai Syi'ah, antara lain: KH. Said Aqil Siraj (Ketua Umum PBNU), Prof. Quraisy Syihab (Ahli Tafsir), Prof. Alwi Shihab (Tokoh NU), Syaikh Said Ramadlan al-Buthi (ulama Suriah), Syaikh Ahmad Badruddin Hassoun (ulama Suriah), Syaikh Ali Jumu'ah (ulama Al Azhar/Mesir), dan sebagainya. Bahkan Habib Muhammad Rizieq Syihab (Front Pembela Islam) pun pernah difitnah sebagai Syi'ah.

Bila fitnahan mereka dibantah, lalu mereka berkata "mereka pembela Syi'ah". Disisi lain mereka mengatakan bahwa "Syi'ah Bukan Islam atau Syi'ah Kafir". Dengan kata lain, ulama Ahlussunnah wal Jama'ah tersebut dikatakan Bukan Islam/Kafir, atau pembela Kafir. Na’udzubillah min dzalik!

Berawal dari fitnah-fitnah semacam inilah yang akhirnya Syaikh Muhammad Said Ramadlan al-Bouthi bersama cucunya syahid (wafat) di bom saat mengisi kajian Islam di Damaskus. Pihak Wahabi memang menaruh kebencian terhadap Syaikh al-Buthi karena beliau menentang dakwah Wahhabiyah.

Sementara Syeikh Ahmad Hassoun, Mufti Besar Suriah, harus kehilangan anaknya yang tewas dibunuh meski sebenarnya beliau adalah target utama yang ingin dibunuh oleh Wahabi. Dan seperti biasa Wahabi selalu membantah membunuh mereka dan mengkambing-hitamkan Presiden Assad sebagai pembunuhnya. Padahal media massa online milik Wahabi jelas-jelas menyebut para ulama tersebut sebagai pendukung Assad dan musuh bagi “Ahlus Sunnah (baca: Wahabi)”.

Mereka serang para ulama tersebut dengan kata-kata dan tulisan mereka. Saat para ulama tersebut dibunuh, mereka menolak disebut sebagai pembunuhnya. Padahal mereka menghasut para pembaca mereka agar membenci para ulama tersebut sehingga tidak akan aneh jika ada pembaca mereka yang membunuh ulama tersebut saking bencinya.

Yang demikian itu, sama halnya dengan di Indonesia. Media-media wahhabi menghasut umat Islam dengan memfitnah ulama-ulama Aswaja. Beginilah mula-mulai terjadinya pembunuhan terhadap ulama Ahlussunnah wal Jama'ah. Awalnya dikafirkan atau dianggap pembela kafir, lalu dihalalkan darahnya (boleh dibunuh) dan hartanya pun boleh dirampas.

Siapa saja ulama Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia yang dibenci Wahabi? maka itulah yang menjadi target mereka. Hanya saja opini propaganda mereka saat ini masih bisa dikendalikan. Masyarakat khususnya umat Islam harus mulai menyadari hal ini.

Oleh Ibnu Manshur
bacaan kabarislamia.com


Buku-Buku Penting Bagi Penggiat Dunia Gerakan Islam

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Diakui atau tidak, umat Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) saat ini di kepung oleh berbagai kelompok dan aliran, mulai dari Wahabi, Hizbut Tahrir (HTI), Syi'ah, Liberal, dan lain sebagainya.

Tidak semua orang memiliki pengetahuan mengenai berbagai kelompok tersebut, sehingga penting bagi umat Islam, khususnya yang berkecipung dalam dunia gerakan Islam, memiliki bekal pengetahuan mengenai kelompok tersebut. Bekal pengetahuan didapat melalui belajar kepada kyai atau ustadz, mendengarkan ceramah dan membaca buku-buku bacaan Ahlussunnah wa Jama'ah.

Beberapa buku yang penting dimiliki oleh penggiat dunia gerakan, antara lain:
  • Hizbut Tahrir Dalam Sorotan --- Muhammad Idrus Ramli
  • Jurus Ampuh Membungkam HTI --- Muhammad Idrus Ramli
  • Bekal Pembela Aswaja Menghadapi Wahabi --- Muhammad Idrus Ramli
  • Buku Pintar Berdebat Dengan Wahabi --- Muhammad Idrus Ramli
  • Kiai NU atau Wahabi yang Sesat Tanpa Sadar? --- Muhammad Idrus Ramli
  • Benarkah Tahlilan & Kenduri Haram? --- Muhammad Idrus Ramli
  • Debat Terbuka Sunni vs Wahabi di Masjidil Haram, Jawaban terhadap Majalah Qiblati --- Muhammad Idrus Ramli
  • Pengantar Sejarah Ahlusunnah Wal Jama’ah --- Muhammad Idrus Ramli
  • Membedah Bid’ah & Tradisi dalam Perspektif Ahli Hadits & Ulama Salafi --- Muhammad Idrus Ramli
  • Madzhab Al-Asy’ari Benarkah Ahlussunnah Wal-Jama’ah --- Muhammad Idrus Ramli
  • NU versus Wahabi: Mengadapi Misi Salafi di Pulau Garam --- Muhammad Syafiq Alaydrus dan A. Qusyairi Ismail
  • Sesama Wahabi Saling Hujat --- Nur Hidayat Muhammad
  • Meluruskan Vonis Wahabi --- Nur Hidayat Muhammad
  • Benteng Ahlussunnah wal Jama'ah  --- Nur Hidayat Muhammad
  • Meluruskan Doktrin MTA (Majelis Tafsir Qur'an) --- Nur Hidayat Muhammad 
  • Lebih Dalam Tentang NU --- Nurhidayat Muhammad 
  • Membongkar Dusta dan Kesesatan Kelompok Anti Madzhab --- Nur Hidayat Muhammad
  • Ulama Sunni Dihujat ---Muhammad Syafiq Alaydrus
  • Atlas Wali Songo --- Agus Sunyoto
  • Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah --- Tim Aswaja NU Centre Jawa Timur
  • Menjawab Tuduhan "Dusta" Firanda, Sofyan Chalid, dan Waskita - Syaikh Idahram
  • Rekam Jejak Salafi Wahabi ---Achmad Imron
  • Dikafirkan Tapi Tidak Kafir; Menjawab 33 Syubhat Pengkafiran --- Ahmad Taqiuddin
  • Ensiklopedia Sekter --- Tim Kajian Bindhara (Kelompok Studi Al-Azhar Kairo) 
  • Menjawab Vonis Bid'ah Kaum Salafi --- Abiza el Rinaldi
  • Muhammadiyah itu NU --- Mochammad Ali Shodiqin 
  • Menjawab Tuduhan Sebagai Penyembah Kubur --- Muhammad Ma'ruf Khozin
  • Dialog Aqidah versus Salafi-Wahabi --- Abdul Wahab Ahmad
  • dan lain-lain
Banyak buku-buku Aswaja yang perlu dimiliki oleh warga NU agar tidak terjebak dalam propaganda pemahaman di luar Ahlussunnah wal Jama'ah. Lebih penting lagi, para ustadz NU harus lebih aktif mendidikan umat diluar lingkungan pesantren.

Dimanakah mendapatkannya? Sekarang ini sudah banyak fanpage dan toko buku online yang menyediakan buku-buku Aswaja, silahkan telusuri ...













Oleh : Ibnu L' Rabassa

Bertemu Walisongo di Candi Borobodur dan Prambanan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Jika memakai ilmu perbandingan, bisa dibilang Candi Prambanan dan Candi Borobudur sebanding dengan Masjidil Haram. Hal itulah yang membuat saya makin kagum pada Walisongo.

Maksudnya begini, kalau ada “Masjidil Haram”, berarti logikanya ada puluhan “masjid agung” kan? Kalau ada tempat ibadah Hindu-Buddha selevel “Masjidil Haram”, berarti bukan tidak mungkin Indonesia zaman dahulu sudah dipenuhi ribuan “mushola” umat Hindu-Buddha.

Orang tidak mungkin bisa membuat sesuatu berskala besar tanpa bisa membuat sesuatu yang berskala kecil-kecil dulu.

Tentu kita jadi bisa membayangkan kalau umat beragama Hindu dan Buddha zaman dahulu adalah golongan mayoritas. Kalau umat beragama Hindu dan Buddha zaman dahulu sangat mendominasi, bagaimana bisa Walisongo membalik kondisi tersebut?

***
Kalau Anda belajar sejarah, Anda pasti makin heran dengan Walisongo. Silakan Anda baca dengan teliti isi buku Atlas Walisongo karya sejarawan Agus Sunyoto.

Menurut catatan Dinasti Tang China, pada waktu itu (abad ke-6 M), jumlah orang Islam di nusantara (Indonesia) hanya kisaran ribuan orang. Dengan klasifikasi yang beragama Islam hanya orang Arab, Persia, dan China. Para penduduk pribumi tidak ada yang mau memeluk agama Islam.

Bukti sejarah kedua, catatan Marco Polo singgah ke Indonesia pada tahun 1200-an M. Dalam catatannya, komposisi umat beragama di nusantara masih sama persis dengan catatan Dinasti Tang; penduduk lokal nusantara tetap tidak ada yang memeluk agama Islam.

Bukti sejarah ketiga, dalam catatan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1433 M, tetap tercatat hanya orang asing yang memeluk agama Islam. Jadi, kalau kita kalkulasi ketiga catatan tersebut, sudah lebih dari 8 abad agama Islam tidak diterima penduduk pribumi. Agama Islam hanya dipeluk oleh orang asing.

Selang beberapa tahun setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho, rombongan Sunan Ampel datang dari daerah Champa (Vietnam).

Beberapa dekade sejak hari kedatangan Sunan Ampel, terutamanya setelah dua anaknya tumbuh dewasa (Sunan Bonang dan Sunan Drajat) dan beberapa muridnya juga sudah tumbuh dewasa (misalnya Sunan Giri), maka dibentuklah suatu dewan yang bernama Walisongo. Misi utamanya adalah mengenalkan agama Islam ke penduduk pribumi.

Anehnya, sekali lagi anehnya, pada dua catatan para penjelajah dari Benua Eropa yang ditulis pada tahun 1515 M dan 1522 M, disebutkan bahwa bangsa nusantara adalah sebuah bangsa yang mayoritas memeluk agama Islam.

Para sejarawan dunia hingga kini masih bingung, kenapa dalam tempo tak sampai 50 tahun, Walisongo berhasil mengislamkan banyak sekali manusia nusantara.

Harap diingat zaman dahulu belum ada pesawat terbang dan telepon genggam. Jalanan kala itu pun tidak ada yang diaspal, apalagi ada motor atau mobil. Dari segi ruang maupun dari segi waktu, derajat kesukarannya luar biasa berat. Tantangan dakwah Walisongo luar biasa berat.

Para sejarawan dunia angkat tangan saat disuruh menerangkan bagaimana bisa Walisongo melakukan mission impossible: Membalikkan keadaan dalam waktu kurang dari 50 tahun, padahal sudah terbukti 800 tahun lebih bangsa nusantara selalu menolak agama Islam.

Para sejarawan dunia akhirnya bersepakat bahwa cara pendekatan dakwah melalui kebudayaanlah yang membuat Walisongo sukses besar.

Menurut saya pribadi, jawaban para sejarawan dunia memang betul, tapi masih kurang lengkap. Menurut saya pribadi, yang tentu masih bisa salah, pendekatan dakwah dengan kebudayaan cuma “bungkusnya”, yang benar-benar bikin beda adalah “isi” dakwah Walisongo.

***
Walisongo menyebarkan agama Islam meniru persis “bungkus” dan “isi” yang dahulu dilakukan Rasulullah SAW. Benar-benar menjiplak mutlak metode dakwahnya kanjeng nabi. Pasalnya, kondisinya hampir serupa, Walisongo kala itu ibaratnya “satu-satunya”.

Dahulu Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang berada di jalan yang benar. Istrinya sendiri, sahabat Abu Bakar r.a., sahabat Umar r.a., sahabat Utsman r.a., calon mantunya Ali r.a., dan semua orang di muka Bumi waktu itu tersesat semua. Kanjeng nabi benar-benar the only one yang tidak sesat.

Tetapi, berkat ruh dakwah yang penuh kasih sayang, banyak orang akhirnya mau mengikuti agama baru yang dibawa kanjeng nabi. Dengan dilandasi perasaan yang tulus, Nabi Muhammad SAW amat sangat sabar menerangi orang-orang yang tersesat.

Meski kepala beliau dilumuri kotoran, meski wajah beliau diludahi, bahkan berkali-kali hendak dibunuh, kanjeng nabi selalu tersenyum memaafkan. Walisongo pun mencontoh akhlak kanjeng nabi sama persis. Walisongo berdakwah dengan penuh kasih sayang.

Pernah suatu hari ada penduduk desa bertanya hukumnya menaruh sesajen di suatu sudut rumah. Tanpa terkesan menggurui dan menunjukkan kesalahan, sunan tersebut berkata, “Boleh, malah sebaiknya jumlahnya 20 piring, tapi dimakan bersama para tetangga terdekat ya.”

Pernah juga ada murid salah satu anggota Walisongo yang ragu pada konsep tauhid bertanya, “Tuhan kok jumlahnya satu? Apa nanti tidak kerepotan dan ada yang terlewat tidak diurus?”

Sunan yang ditanyai hal tersebut hanya tersenyum sejuk mendengarnya. Justru beliau minta ditemani murid tersebut menonton pagelaran wayang kulit.

Singkat cerita, sunan tersebut berkata pada muridnya, “Bagus ya cerita wayangnya…” Si murid pun menjawab penuh semangat tentang keseruan lakon wayang malam itu. “Oh iya, bagaimana menurutmu kalau dalangnya ada dua atau empat orang?” tanya sunan tersebut. Si murid langsung menjawab, “Justru lakon wayangnya bisa bubar. Dalang satu ambil wayang ini, dalang lain ambil wayang yang lain, bisa-bisa tabrakan.”

Sang guru hanya tersenyum dan mengangguk-angguk mendengar jawaban polos tersebut. Seketika itu pula si murid beristighfar dan mengaku sudah paham konsep tauhid. Begitulah “isi” dakwah Walisongo; menjaga perasaan orang lain.

Pernah suatu hari ada salah satu anggota lain dari Walisongo mengumpulkan masyarakat. Sunan tersebut dengan sangat bijaksana menghimbau para muridnya untuk tidak menyembelih hewan sapi saat Idul Adha. Walaupun syariat Islam jelas menghalalkan, menjaga perasaan orang lain lebih diutamakan.

Di atas ilmu fikih, masih ada ilmu ushul fikih, dan di atasnya lagi masih ada ilmu tasawuf. Maksudnya, menghargai perasaan orang lain lebih diutamakan, daripada sekadar halal-haram. Kebaikan lebih utama daripada kebenaran.

Dengan bercanda, beliau berkomentar bahwa daging kerbau dan sapi sama saja, makan daging kerbau saja juga enak. Tidak perlu cari gara-gara dan cari benarnya sendiri, jika ada barang halal lain tapi lebih kecil mudharatnya.

Kemudian, ketika berbicara di depan khalayak umum, beliau menyampaikan bahwa agama Islam juga memuliakan hewan sapi. Sunan tersebut kemudian memberikan bukti bahwa kitab suci umat Islam ada yang namanya Surat Al-Baqarah (Sapi Betina).

Dengan nuansa kekeluargaan, sunan tersebut memetikkan beberapa ilmu hikmah dari surat tersebut, untuk dijadikan pegangan hidup siapapun yang mendengarnya.

Perlu diketahui, prilaku Walisongo seperti Nabi Muhammad SAW zaman dahulu, Walisongo tidak hanya menjadi guru orang-orang yang beragama Islam. Walisongo berakhlak baik pada siapa saja dan apapun agamanya.

Justru karena kelembutan dakwah sunan tersebut, masyarakat yang saat itu belum masuk Islam, justru gotong-royong membantu para murid beliau melaksanakan ibadah qurban.

***
Kalau Anda sekalian amati, betapa gaya berdakwah para anggota Walisongo sangat mirip gaya dakwah kanjeng nabi. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana bisa? Hal tersebut bisa terjadi karena ada manual book cara berdakwah, yaitu Surat An-Nahl ayat ke-125.

Ud’u ilaa sabiili Rabbika bilhikmati walmau’izhatil hasanati wajaadilhum billatii hiya ahsan. Inna Rabbaka Huwa a’lamu biman dhalla ‘an sabiilihi wa Huwa a’alamu bilmuhtadiin. Terjemahannya kira-kira; Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui mereka yang mendapat petunjuk.

Menurut ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, tafsir ayat dakwah tersebut adalah seperti berikut: Potongan kalimat awal, ud’u ilaa sabiili Rabbika, yang terjemahannya adalah “Ajaklah ke jalan Tuhanmu”, tidak memiliki objek. Hal tersebut karena Gusti Allah berfirman menggunakan pola kalimat sastra.

Siapa yang diajak? Tentunya orang-orang yang belum di jalan Tuhan. Misalnya, ajaklah ke Jakarta, ya berarti yang diajak adalah orang-orang yang belum di Jakarta.

Dakwah artinya adalah “mengajak”, bukan perintah. Jadi cara berdakwah yang betul adalah dengan hikmah dan nasehat yang baik. Apabila harus berdebat, pendakwah harus menggunakan cara membantah yang lebih baik. Sifat “lebih baik” di sini bisa diartikan lebih sopan, lebih lembut, dan dengan kasih sayang. Sekali lagi, apabila harus berdebat, harap diperhatikan.

Para pendakwah justru seharusnya menghindari perdebatan. Bukannya tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ada ustadz yang mengajak debat para pendeta, biksu, orang atheis, dan sebagainya.

Berdakwah tidak boleh berlandaskan hawa nafsu. Harus ditikari ilmu, diselimuti rasa kasih sayang, dan berangkat niat yang tulus.

Apalagi ayat dakwah ditutup dengan kalimat penegasan bahwa hanya Tuhan yang mengetahui kebenaran sejati. Hanya Allah SWT yang tahu hambaNya yang masih tersesat dan hambaNya yang sudah mendapat petunjuk.

Firman dari Allah SWT tersebut sudah merupakan warning untuk para pendakwah jangan pernah merasa sudah suci, apalagi menganggap objek dakwah sebagai orang-orang yang tersesat. Anggaplah objek dakwah sebagai sesama manusia yang sama-sama berusaha menuju jalanNya.

Ayat dakwah itulah yang dipegang Nabi Muhammad SAW dan para pewarisnya saat berdakwah. Maka dari itu, kita jangan kagetan seperti para sejarawan dunia, karena kesuksesan dakwah Walisongo sebenarnya bukanlah hal yang aneh.

***
Kanjeng nabi saja bisa mengubah Jazirah Arab hanya dalam waktu 23 tahun, apalagi Walisongo yang “hanya” ditugaskan Allah SWT untuk mengislamkan sebuah bangsa.

Dakwah bisa sukses pada dasarnya dikarenakan dua faktor saja. Pertama, karena niat yang tulus. Walisongo menyayangi bangsa Indonesia, maka dari itu bangsa nusantara dirayu-rayu dengan penuh kelembutan untuk mau masuk agama Islam. Bila ada kalangan yang menolak, tetap sangat disayangi.

Sekalipun orang tersebut enggan masuk agama Islam, tapi bila ada yang sedang sakit, ia tetap dijenguk dan dicarikan obat. Kalau orang tersebut sedang membangun rumah, maka Walisongo mengerahkan para santrinya untuk menyumbang tenaga. Bahkan, kepada pihak-pihak yang tidak hanya menolak agama Islam, tapi juga mencela sekalipun, Walisongo tetap bersikap ramah.

Kedua, karena “satu kata satu perbuatan”. Walisongo membawa ajaran agama Islam ke nusantara, tentu kesembilan alim ulama tersebut harus menjadi pihak pertama yang mempraktekkan.

Agama Islam adalah agama anugerah untuk umat manusia, maka para wali tersebut selalu berusaha praktek menjadi anugerah bagi umat manusia di sekitarnya.

Semuanya dimanusiakan, karena Walisongo mempraktekkan inti ajaran agama Islam; rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak mengenal konsep rahmatan lil muslimin.

Begitulah… Jadi, saya sangat senang kalau bisa berwisata ke Candi Prambanan atau Candi Borobudur, karena di kedua tempat tersebut saya jadi bisa bertemu Walisongo. Pertemuan secara batin.

Note:
– Tulisan ini bukan untuk menjawab orang-orang yang sering meremehkan Walisongo.
– Tulisan ini hanyalah tulisan rindu seseorang yang penuh dosa.
– Di tengah ketidakberdayaan menatap gaya dakwah yang terlalu mudah memvonis orang lain masuk neraka, saya seringkali jadi merindukan Walisongo.


Tulisan asli milik Doni Febriando via atlaswalisongo.com
Dari buku “Kembali Menjadi Manusia” yang bisa didapatkan di jaringan toko buku GRAMEDIA atau TOGAMAS.
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>