Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

Buddha Indonesia Tegaskan Tidak Terkait Ashin Wirathu

$
0
0
Muslimedianews.com~ Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menegaskan tidak berkaitan dengan ajaran radikal yang disebarkan oleh Ashin Wirathu seorang tokoh agama Buddha di Myanmar. Tidak akan ada efek kejadian di Rohingya kepada stabilitas keamanan di Indonesia.
"Kita perlu katakan bahwa Buddha kami dengan Myanmar berbeda," ujar Ketua Walubi, Arief Harsono di gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/5/2015).

Arief mengatakan Indonesia akan tetap damai dan sejahtera tanpa terpengaruh sentimen dari Myanmar, termasuk bagi umat Buddha.

"Semua tenang. Bersama-sama kita tingkatkan hubungan baik dan jangan terpengaruh dengan isu-isu yang tidak menguntungkan semuanya," terangya.

Sementara itu, Ketua DPP Walubi Suhadi menambahkan bahwa agama Buddha memiliki landasan kemanusiaan dan tindakan kemanusiaan itu tidak diukur dari bentuk fisik.

"Saya kira itu harus klarifikasi dan tentu tanggungjawab kami memberikan teladan yang jauh lebih baik bahwa agama Buddha adalah kemanusiaan," katanya.

Ketua Bidang Kerukunan Antarumat Beragama MUI, Slamet Effendi Yusuf menyebut baik dari pihak MUI dan Walubi menyesalkan terjadinya tindak kekeraan yang terjadi kepada penduduk Rohingya.

"Jangan sampai apa yang terjadi di sana membuat hubungan umat beragama di sini menjadi renggang karena akan mengganggu stabilitas nasional ," kata Slamet.

sumber detik

Mengapa Ada yang Hidupnya Mewah dan Ada yang Susah?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Mengapa sebagian orang ada yang menjalani hidupnya dalam kemewahan, ketika sebagian yang lain kesusahan?

Jawaban
Islam memandang kehidupan di dunia ini sebagai sebuah tes atau ujian bagi manusia. Perbuatan mereka dalam kehidupan yang sekarang akan menentukan masa depan mereka di akhirat nanti, kehidupan yang kekal. Surga atau Neraka tergantung kehidupannya yang sekarang.

Ujian yang kita semua lalui tidaklah sama. Setiap orang punya ujian yang berbeda untuk dihadapi, dan bagaimana mereka menyikapinya, itulah yang menentukan apakah mereka berhasil atau gagal. Jika semua orang ujiannya sama, maka akan menjadi tidak berguna. Karena itu, beberapa orang ada yang diuji dengan kemewahan, ada juga yang diuji dengan kemiskinan. Beberapa orang ada yang memiliki kenyamanan dalam hidup, ada juga yang mengalami kesusahan.


Sebagian orang ada yang harus menghadapi tekanan dan siksaan, ketika orang lain ada yang diberikan posisi yang tinggi. Apapun yang dialami setiap orang, itu merupakan ujian. Sebagai tambahan, Allah Swt telah memberikan kita petunjuk, supaya kita tahu bagaimana menghadapi setiap ujian yang ada, dan bisa mendapatkan hasil yang terbaik.

Allah Swt telah mengirimkan kepada kita sebuah pesan (al-Qur'an) yang telah dijamin dari segala kerusakan dan pengubahan. Ditambah juga Allah Swt akan memberikan hadiah bagi yang mau mengikuti pesan/ petunjuk-Nya. Salah satu hadiahnya berupa kebahagiaan yang kita rasakan, tidak peduli kesusahan yang dihadapi. Karena itu mungkin saja ada orang yang miskin lebih bahagia dibanding orang yang berlimpahan harta.

Tidak peduli situasi apapun yang kita alami, kita harus ingat, bahwa kehidupan di dunia ini bukan apa-apa di hadapan Allah Swt. Kita harus ingat hadis yang mengatakan: "Di hadapan Allah Swt, dunia ini hanyalah senilai dengan sayap dari seekor nyamuk...". Ketika kita melihat orang-orang non-muslim yang diberikan kekayaan dan kekuatan, kita harus sadar bahwa dunia ini bukanlah apa-apa, tidak lebih bernilai dari seekor nyamuk, lebih tepatnya sayapnya.

Rasulullah Saw menjelaskan dengan singkat: "Allah Swt mungkin saja memberikan kekayaan, harta, dan kemewahan dunia ini kepada muslim dan non-muslim dengan jumlah sama, tapi Allah Swt memberikan akhirat (Surga) hanya kepada orang-orang yang beriman.".

"Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat." (QS. asy-Syura: 19-20)

Dalam pandangan Islam, dunia ini tidak bisa dipandang sendirian, sebagai satu-satunya ukuran. Tapi ia harus dipasangkan dengan akhirat. Oleh karena itu, kita tidak bisa men-judge posisi orang lain di hadapan Tuhannya hanya berdasarkan cahaya yang dia punya di dunia. Kita juga harus mempertimbangkan bagaimana kehidupan mereka di akhirat, dengan mengingat bahwa Allah Swt adalah seadil-adilnya hakim, dan tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik dari hamba-Nya.

-Dar al-Ifta al-Mishriyyah (Lembaga Fatwa Mesir)
Sumber: http://eng.dar-alifta.org/foreign/ViewFatwa.aspx?ID=7984, via Suara Al Azhar

Pemuda Ini Bangun Usaha Beromzet 400 juta dengan Modal 50 Ribu

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Uang Rp 50 ribu terasa kecil bagi kamu yang suka jajan dan boros. Tapi, di tangan Rusdi Raisa (28), uang sejumlah itu dimanfaatkan menjadi modal usaha yang kini beromset Rp 400 juta per bulan.

Upaya Rusdi membangun bisnisnya diawali saat masih duduk di bangku kuliah  Universitas Islam Bandung (Unisba) sekitar tahun 2006. waktu itu, dia berpikir bagaimana caranya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tengah berpikir begitu dia menemukan ide membuka usaha kerajinan kulit. Kebetulan di sekitar tempat tinggalnya merupakan sentra perajin kulit. Singkat cerita, dengan modal Rp 50 ribu, dia membeli 2 kilogram (kg) limbah kulit dan perlengkapannya.

Lantas dengan keahlian yang dimiliki, Rusdi menjadikan limbah itu itu menjadi tempat ponsel. Setelah menjadi produk, dia menawarkan ke teman-temannya di kampus. "Diedarkan di kampus. Ternyata respons-nya bagus. Sejak saat itu usaha saya yang tadinya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup jadi semakin berkembang," terang Rusdi ketika dihubungi brilio.net, Rabu (18/3).

sumber brilio.net

Ketua Umum PBNU : Pembacaan Al-Qur'an Langgam Jawa Dibolehkan

$
0
0
Jakarta, Muslimedianews.com ~ Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menanggapi kontroversi pembacaan Alquran dengan langgam Jawa di Istana saat peringatan Isra Miraj di Istana Negara. Menurutnya, hal itu dibolehkan.

"Boleh, asalkan tidak mengurangi tajwid dan makhrajul hurufnya," katanya di sela acara Halaqah Ulama di Hotel Acacia Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (19/5/2015).

Menurut Said, Islam tidak memisahkan diri dari budaya, bahkan budayalah yang memperkuat agama. Selama masih dalam koridor yang benar bagi Said itu wajar saja.

"Lagu kan cuma irama. Dan tidak ada yang diciptakan orang Arab," ujarnya.

Terkait acara halaqah ulama, Said menjelaskan, Nahdlatul Ulama di Indonesia kini menjadi kiblat islam seluruh negara di dunia. Untuk saat ini dari sekian negara islam di dunia, Indonesia yang masih dilihat oleh dunia sebagai representasi Islam yang berbudaya.

"NU Indonesia kini menjadi kiblat Islam seluruh negara di dunia," katanya.

Said membandingkan dengan negara-negara Islam di timur tengah seperti Irak, Suriah, Libya, yang masih mengalami peperangan.

"Indonesia bukan negara islam, bahkan memiliki banyak agama, suku, budaya. Indonesia juga bukan negara agama melainkan negara nasionalisme yang mempunyai roh agama. Tapi Indonesia aman dari pertumpahan darah dan peperangan. Ketika ada konflik, Indonesia cepat mengatasi dan dilokalisir sementara di Timur tengah, ketika ada konflik, maka akan menjadi perang nasional," papar Said.

"Negara perang itu karena tidak ada komitmen untuk menjaga keutuhan. Islam
NU bukan intimidasi, radikal, teroris," tegasnya.
[bal]

sumber merdeka

Ini Hukum Baca Qur'an Langgam Batak dan Jawa - Referensi Kitab Kuning

$
0
0
Muslimedianews.com ~Assalamu’alaikum wr. Wb. Redaksi Bahtsul Masail yang kami hormati, baru-baru ini kita mengikuti polemic mengenai boleh-tidaknya membaca al-Quran dengan langgam selain langgam Arab, misalnya dengan langgam Batak atau Jawa. Yang ingin saya tanyakan bolehkan membaca al-Quran dengan langgam Batak atau Jawa? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb (Munawwir/Sragen)
--
JAWABAN :

Assalamu’alaikum wr. Wb

Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Membaca al-Quran merupakan ibadah yang sangat besar pahalanya, bahkan disunnahkan juga mengindahkan bacaannya. Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Persoalan kemudian timbul ketika membaca al-Quran dengan langgam non-Arab. Misalnya langgam Jawa atau Batak.

Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan menghadirkan pandangan para ulama tentang pembacaan al-Quran dengan pelbagai langgam. Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah mendokumentasikan tentang perbedaan para ulama dalam menyikapi pembacaan al-Quran dengan pelbagai langgam. Menurutnya ada dua kalangan ulama, ada yang membolehkan dan ada yang tidak.


وَقَالَ الشَّاشِيُّ فِي الْحِيلَةِ فَأَمَّا الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ فَأَبَاحَهَا قَوْمٌ وَحَظَرَهَا آخَرُونَ
“Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah, adapun membaca (al-Qur`an) dengan pelbagai langgam maka sebagian kalangan membolehkan sedang kalangan yang lain melarangnya. (Lihat ar-Ramli, Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344)
Sedangkan imam Syafii cenderung untuk memerinci. Menurutnya membaca al-Quran dengan pelbagai langgam adalah boleh sepanjang tidak merubah huruf dari nazhamnya. Namun apabila sampai menambahi hurufnya maka tidak diperbolehkan.

وَاخْتَارَ الشَّافِعِيُّ التَّفْصِيلَ وَإِنَّهَا إنْ كَانَتْ بِأَلْحَانٍ لَا تُغَيِّرُ الْحُرُوفَ عَنْ نَظْمِهَا جَازَ وَإِنْ غَيَّرَتْ الْحُرُوفَ إلَى الزِّيَادَةِ فِيهَا لَمْ تَجُزْ
“Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah, adapun membaca (al-Qur`an) dengan pelbagai langgam maka sebagian kalangan membolehkan sedang kalangan yang lain melarangnya. Imam Syafi’i memilih untuk merincinya, jika membacanya dengan pelbagai langgam yang tidak sampai merubah huruf dari nazhamnya maka boleh, tetapi apabila merubah hurufnya sampai memberikan tambahan maka tidak boleh” (Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344)

Pandangan imam Syafii sebenarnya ingin menegaskan bahwa boleh saja al-Quran dibaca dengan pelbagai langgam asalkan tidak merusak tajwid, mengubah orisinalitas huruf maupun maknanya. Pandangan imam Syafii tersebut kemudian diamini juga oleh ad-Darimi dengan mengatakan bahwa membaca al-Quran dengan pelbagai langgam adalah sunnah sepanjang tidak menggeser huruf dari harakatnya atau menghilangkannya. Sebab, menggeser atau menghilangkan huruf dari harakatnya adalah haram.

وَقَالَ الدَّارِمِيُّ الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ مُسْتَحَبَّةٌ مَا لَمْ يُزِلْ حَرْفًا عَنْ حَرَكَتِهِ أَوْ يُسْقِطُ فَإِنَّ ذَلِكَ مُحَرَّمٌ
Ad-Darimi berkata, membaca dengan pelbagai langgam itu disunnahkan sepanjang tidak menggeser huruf dari harakatnya atau menghilangkannya karena hal itu diharamkan”. (Hasyiyah ar-Ramli, juz, 4, h. 344
)

Dengan mengaju pada penjelesan singkat ini, maka jawaban kami atas pertanyaan di atas adalah boleh membaca al-Quran dengan langgam Batak atau Jawa sepanjang tidak menabrak sisi tajwid, makharij huruf, dan terpeliharanya orisinalitas makna al-Quran itu sendiri.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Sikapilah perbedaan pandangan dengan bijak. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pada para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu’alaikum wr. wb

Oleh : Ust. Mahbub Ma’afi Ramdlan)
*Ilustrasi: Muhammad Yaser Arafat yang melantunkan Al-Qur'an dengan langgam Jawa di Istana Negara beberapa waktu lalu dan memicu polemik. via nu.or.id

Ini Komentar Ulama Ahli Tafsir tentang Baca Qur'an dengan Langgam Jawa

$
0
0
Muslimedianes.com ~ Beberapa hari belakangan ini terdengar banyak pembicaraan menyangkut bacaan al-Qur’an dengan langgam Jawa. Ada yang menerima dengan baik, ada  juga yang menolak, bahkan ada yang mengecam dan menuduh dengan tuduhan yang keji.

Tidak dapat disangkal bahwa ada tatacara yang harus diindahkan dalam membaca al-Qur’an, misalnya tentang di mana harus/boleh memulai dan berhenti, bagaimana membunyikan huruf secara mandiri dan pada saat pertemuannya dengan berbagai huruf dalam satu kalimat, dan lain-lain. Inilah syarat utama untuk penilaian baik atau buruknya satu bacaan. Nah, bagaimana dengan langgam atau nadanya? Hemat penulis, tidak ada ketentuan yang baku. Karena itu, misalnya, kita biasa mendengar qari dari Mesir membaca dengan cara yang berbeda dengan nada dan langgam qari dari Saudi atau Sudan. Atas dasar itu, apalah salahnya jika qari dari Indonesia membacanya dengan langgam yang berbeda selama ketentuan tajwidnya telah terpenuhi? Bukankah Nabi saw. menganjurkan agar al-Qur’an dibaca dengan suara merdu dan langgam yang baik, tanpa menentukan langgam tertentu? Nah, jika langgam Jawa dinilai baik dan menyentuh bagi orang Jawa atau  Bugis bagi orang Bugis, dan lain-lain, maka bukankah itu lebih baik selama ketentuan bacaan telah terpenuhi?


Memang ada riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi saw. yang menganjurkan agar al-Qur’an dibaca dengan langgam Arab. Konon beliau bersabda: “Bacalah al-Qur’an dengan langgam Arab dan “suara” (cara pengucapan) mereka;  jangan sekali-kali membacanya dengan langgam orang-orang fasiq dan dukun-dukun. Nanti akan datang orang-orang yang  membacanya dengan mengulang-ulangnya seperti pengulangan para penyanyi dan para pendeta atau seperti tangisan orang yang dibayar untuk menangisi seorang yang meninggal dunia….”

Hadits tersebut kalaupun dinilai shahih, maka itu bukan berarti bahwa langgam selain langgam Arab  beliau larang. Bukankah beliau menganjurkan untuk membaca dengan baik dan indah, apalagi sementara pakar hadits menilai riwayat yang diriwayatkan oleh an-Nasa’iy al-Baihaqy dan at-Thabarani di atas lemah  karena dalam rangkaian perawinya terdapat Baqiyah bin al-Walid yang dikenal lemah dalam riwayat-riwayatnya. Demikian, wa Allah A’lam.

Prof. Quraisy Syihab, Ahli Tafsir Indonesia

Kajian Khazanah Islam Nusantara 'Imam KH. Hasyim Asy'ari'

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Bertempat  di UNISMA, akan digelar seminar Kajian Khazanah Islam Nusantara "Imam KH. Hasyim Asy'ari : Pemikiran dan Metodologinya".

Menurut informasi, narasumber yang direncanakan hadits adalah Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.,  dan Atase Agama Kedubes Saudi Arabia. \

Sheikh Al-Zain Muhammad Lantunkan Qur'an Langgam Sudan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Video berdurasi lebih dari 1 jam ini merupakan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang baca oleh المقري الزين محمد أحمد  / Syaikh Al-Zain Muhammad Ahmad, qari' Sudan.

Dalam video berjudul "Sheikh Al Zain - 02 Al-Baqarah - Sudanese Recitation", Syaikh Alzain membaca al-Qur'an dengan langgam yang tidak biasa didengar tetapi memiliki kemiripan dengan bacaan al-Qur'an langgam orang-orang Indonesia. Meskipun bacaan al_Qur'an tersebut adalah langgam Sudan.

Langgam Sudan tersebut mendapat banyak pujian dikolom komentar Youtube.

Surah Ar-Rahman https://www.youtube.com/watch?v=-NB4qGh6QCw

red. ibnu manshur

Masjid Imam al-Syafi'i di Mesir

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Masjid Imam al-Syafi'i tempatnya berdampingan dengan makam Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'i. Imam mazhab ini pernah di Iraq, lalu hijrah ke Mesir sehingga dalam mazhab fiqhnya terdapat istilah fatwa qadim dan jadid. 

Beliau wafat pada tahun 820 M. Bangunan makamnya dipagari dengan pagar kayu berukir hadiah kaum muslimin India. Berada di Hayy Syafi'i Kairo. 

Imam Shafei masjid di Kairo merupakan masjid terbesar yang dibangun oleh Sultan Shalahuddn al-Ayyubi pada tahun 1211 M.
Makam Imam al-Syafi'i merupakan salah satu makam terbesar di Kairo
مسجد الإمام الشافعي القاهرة
nu-mesir/ar.wikipedia.org

Etika Berbeda Pendapat

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Beberapa hari terakhir, penduduk ranah dunia maya dihebohkan dengan kasus pembacaan Alquran dengan langgam Jawa yang dibacakan di istana negara. Perbedaan ini memang tidak bisa dielakkan, namun ada beberapa hal penting yang bisa kita lakukan, sebagaimana yang dirincikan oleh Syekh Jamal Faruq ketika kita memiliki pendapat yang saling berpunggungan.

1. Perbedaan itu harus dilandaskan dengan rasa ikhlas dan terjauh dari hawa nafsu.
2. Perbedaan harus dilatari dengan objektifitas dan terjauh dari rasa fanatik
3. Meski berbeda pendapat, kita tetap harus mengedepankan baik sangka kepada orang lain
4. Dalam perbedaan pendapat, jangan pernah sekali-sekali menghina atau mencela pribadi orang lain
5. Perbedaan jangan dilandaskan dengan niat ingin menjatuhkan lawan dan berpegang kepada suatu pendapat tanpa mengetahui dalil dan hujjahnya
6. Adakan dialog tukar pendapat dengan bahasa yang santun
7. Jika pada akhirnya perbedaan sama sekali tidak bisa dielakkan, maka tetaplah untuk berjalan beriringan tangan dalam hal yang disepakati dan toleransilah terhadap hal yang dijadikan perbedaan.

Dalam ketegangan menghadapi perbedaan ini, mari periksan niat kita masing-masing. Dari zaman Rasulullah Saw. perbedaan memang tidak bisa dielakkan apalagi zaman sekarang. Cukuplah kita kedepankan etika, lapangkan dada dan toleransi karena kita memang tidak bisa memuaskan semua pihak dengan pendapat kita.

-Disarikan dari kitab Bashair al-Azhariyyah fi Majallat al-Ikhtilaf Bainal Muslimin wa Dhawabithuhu al-Akhlaqiyyah karangan Syekh Jamal Faruq,

via suara Al Azhar

Ini Tanggapan Komisi Fatwa Mesir tentang Baca Qur'an Langgam Jawa

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Apa Tanggapan Komisi Fatwa Mesir tentang Pembacaan Alquran dengan Langgam Jawa?

Setelah memberitakan pendapat tiga ulama Al-Azhar tentang hukum membaca Alquran dengan langgam Jawa, beberapa pihak menganggap bahwa pendapat tersebut harus kembali dikonfirmasi kepada Al-Azhar untuk memastikan kesahihannya.

(Baca sebelumnya: Masyaallah ! Ulama Al-Azhar Puji Bacaan Al-Qur'an Langgam Nusantara)

Oleh sebab itu, Rabu (20/5) tim dari Suara Al-Azhar mencoba menyambangi Dar al-Ifta' Al-Mishriyyah (Komisi Fatwa Mesir) untuk menanyakan secara lebih mendetail tentang hukum membaca Alquran dengan langgam Jawa tersebut. Berikut kami sampaikan hasil pembicaraan kami yang disambut langsung oleh anggota Komisi Fatwa Mesir, Syekh Fahmy Abdul Qawi.

Pada awalnya, kami menjelaskan bahwa ada kontroversi dikalangan umat Islam Indonesia tentang kebolehan pembacaan Alquran dengan langgam Jawa. Setelah itu, kami memperlihatkan video pembacaan Alquran tersebut lalu kami menanyakan beberapa hal kepada beliau.

HUKUM BACA AL-QUR'AN LANGGAM JAWA


Suara Al-Azhar (SA): Irama pembacaan Alquran ini biasanya digunakan dalam pertunjukan adat salah satu daerah yang ada di Indonesia. Setelah itu, ada keinginan dari pemerintah Indonesia untuk menyatukan pembacaan Alquran dengan menggunakan budaya asli Indonesia tersebut. Bagaimana menurut Anda mengenai hal ini?

Syekh Fahmy Abdul Qawi: Pembacaan Alquran dengan menggunakan cara ini sama sekali tidak masalah. Sebab Sang Qari memberikan hak kepada setiap huruf yang dia baca serta tetap menjaga hukum-hukum tajwid dan tilawah

BENARKAH LANGGAM JAWA PENGHINAAN ?



SA: Ada yang mengatakan bahwa cara membaca Alquran seperti ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pembacaan Alquran. Bagaimana tanggapan Anda?

Syekh Fahmy:
Tidak sama sekali. Tidak ada bentuk penghinaan terhadap Alquran dengan menggunakan langgam ini. Sang Qari membaca Alquran dengan sangat baik dan tetap menjaga hukum-hukum tajwidnya bahkan Sang Qari menghiasi Alquran tersebut dengan suaranya.

SA: Syekh, kami ingin memastikan lagi bahwa permasalahan yang timbul sebenarnya adalah dari langgam atau irama yang digunakan oleh Sang Qari yang biasanya digunakan untuk pertunjukan budaya di Indonesia. Apakah pembacaan Alquran seperti ini sama sekali dibolehkan dalam Islam?

Syekh Fahmy: Alquran itu bukan hanya diturunkan orang Arab saja, namun untuk seluruh umat manusia.

SA: Jadi, pembacaan Alquran seperti ini sama sekali tidak ada masalah sedikitpun?

Syekh Fahmy: Iya, tidak masalah sedikitpun. Semoga Allah memberikan pahala kepada Sang Qari dan memuliakannya karena Sang Qari telah, meskipun ia bukan orang Arab, ia telah membaca Alquran dengan sangat baik.

SA: Dalam hal ini, ada usaha untuk menggabungkan budaya Indonesia dengan pembacaan Alquran. Apakah hal ini dibolehkan atau diharamkan?

Syekh Fahmy: Kita sama sekali tidak memiliki kaitan dengan faktor ini. Yang penting bacalah Alquran dengan cara yang benar meskipun dengan irama seperti ini, irama Hadr, irama Nahwan, irama Kurdi, ataupun dengan irama non-arab apapun. Tidak ada masalah.

TENTANG MENTERI AGAMA RI LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN AKAN LOMBAKAN BACA AL-QUR'AN DENGAN LANGGAM JAWA

SA:
Dari beberapa sumber kami mengetahui bahwa Mentri Agama Indonesia akan mengadakan perlombaan dengan menggunakan langgam yang ada di seluruh Indonesia. Apakah ini dibolehkan?

Syekh Fahmy: Selama ia tidak mengajak untuk melakukan sesuatu yang diharamkan, maka usulan tersebut tidak dipermasalahkan.


Demikianlah hasil perbincangan tim Suara Al-Azhar langsung dengan Syekh Fahmy Abdul Qawi, anggota Komisi Fatwa Mesir. Kami, tim Suara Al-Azhar tidak memiliki motif apapun--apalagi motif politik--kecuali hanya untuk mejelaskan permasalahan ini kepada masyarakat luas. Oleh sebab itu, perlu kami sampaikan bahwa tulisan ini bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam hal ini kami ingin menambahkan bahwa meskipun irama atau langgam ini digunakan untuk ajang pertunjukan budaya di Indonesia, hal ini tidak serta merta bahwa langgam ini diharamkan. Pada dasarnya yang menjadi patokannya adalah objek yang menjadi inti dengan penggunaan langgam ini, bukan langgam itu sendiri karena langgam hanyalah cara (irama) untuk membaca Alquran.

Artinya, jika langgam ini digunakan untuk pertunjukan budaya, maka hal itu hanya sebatas pertunjukan budaya biasa meskipun tetap harus dihormati. Namun, jika langgam ini digunakan untuk membaca Alquran, maka langgam tersebut mengikut kepada Alquran yang harus sangat dihormati dan diagungkan. Jadi tidak bisa dikatakan pembacaan Alquran seperti ini merupakan bentuk penghinaan. Wallahu A'lam.

Sumber via Suara Al Azhar

Masjid SAYYIDINA Husein di Mesir

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Di dalam masjid ini terdapat makam [kepala] Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW yang semulanya dimakamkan di Asqalan (Palestina) kemudian oleh Dinasti Fathimiyah dipindah ke Kairo. Versi lain dari sejarah mengatakan bahwa makam ini dipindahkan ke Turki oleh Dinasti Osmani.
Foto Lama: Kerumunan orang selalu memadati di depan Masjid Husein.
Terlihat beberapa tenda berbagai tarekat terkemuka di Mesir.
 Terdapat beberapa peninggalan sejarah milik Nabi Muhammad SAW yang tersimpan baik dalam Masjid Husein, antara lain : sepotong pakaian, sebuat alat penghitam bulu mata, sejengkal potongan tongkat dan beberapa helai jenggot Nabi.
Juga terdapat Al-Quran yang ditulis Khalifah Ali dan yang dibaca oelah Khalifah Usman ketika beliau terbunuh (kedua Al-Quran tersebut ditulis pada kulit kijang yang tipis).  Masjid ini juga banyak diziarahi orang, khususnya kaum tarekat sufi. Letak Masjid Husein di sebelah Masjid Al-Azhar.




 nu-mesir

Pejuangan dan Pergolakan NU Sebelum Kemerdekaan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Sesuai dengan Anggaran Dasar 1926 (yang disusun 1929 dan 
disahkan oleh pemerintah 1930) NU menetapkan tujuannya adalah untuk mengembangkan Islam berlandaskan ajaran keempat mazhab. Tujuan itu diusahakan dengan: 
  1. Memperkuat persatuan di antara sesama ulama penganut ajaran-ajaran empat mazhab.
  2. Meneliti kitab-kitab yang akan dipergunakan untuk mengajar agar sesuai dengan ajaran ahlusunnah wal jamaah.
  3. Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab.
  4. Memperbanyak jumlah lembaga pendidikan Islam dan memperbaiki organisasinya. 
  5. Membantu pembangunan mesjid, surau dan pondok pesantren serta membantu kehidupan anak yatim dan orang miskin.
  6. Mendirikan badan-badan untuk meningkatkan perekonomian anggota.(69)


Dengan berdirinya NU maka lapisan terbesar masyarakat Indonesia yang terdapat di pedesaan dibenahi oleh NU untuk mengimbangi kemajuan yang telah dicapai oleh kaum pernbaharuan di kota-kota.   
Sejak pembentukannya, Nahdlatul Ulama mampu membatasi penyebaran pikiran-pikiran Islam Moderen ke desa-desa di Jawa, yang sejak akhir tahun 1920-an tercapai suatu status quo ketika kaum Islam moderen memusatkan misinya di lingkungan perkotaan, sedangkan Nahdlatul Ulama cukup puas menarik pengikutnya, terutama mereka yang berasal dari daerah pedesaan.(70)  
NU muncul pada saat penguasa tradisional (pribumi) telah menjadi alat kekuasaan Belanda; sehingga makin rnemperkuat wibawa  ulama di mata umat Islam. "Dalam waktu bersamaan dengan menurunnya penguasa tradisional di mata publik, suatu kelompok elite baru muncul dengan menonjol yaitu para haji dan kyai," demikian Bernhard Dahm.(7l)  

Salah seorang kyai dan haji yang paling menonjol adalah Hasyim Asyari pendiri NU. Di bawah kepemimpinannya NU diantarkan sampai kepada masa kemerdekaan bangsa Indonesia. Masa hidupnya (1871-1947) merupakan karunia sejarah bagi NU, karena masa itu adalah masa yang penuh pergolakan bagi bangsa Indonesia, yaitu saat mulai memudarnya perlawanan bersenjata, kemunculan berbagai gerakan kebangsaan dengan berbagai aspirasinya, masa penjajahan Jepang dan mencapai puncaknya dalam masa kemerdekaan. Mungkin jarang ditemui sebuah organisasi secara utuh dipimpin oleh seorang tokoh saja melewati berbagai periode sejarah seperti yang dialami NU di bawah kepemimpinan Hasyim Asyari.
 
Segera setelah terbentuk, NU mengirim utusan khususnya kepada Raja Saud dengan permohonan agar diberlakukan kemerdekaan (kebebasan) di Tanah Suci menjalankan salah satu dari empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Permohonan ini disambut baik oleh Raja Saud.(72) Kalau pun sikap Raja Saud dapat rnengherankan — mengingat hubungannya dengan aliran Wahhabi — rupanya hal itu menyatakan telah terjadi pergeseran nilai di Tanah Suci. Antara 1924 dan 1932 Raja Saud dalarn usahanya membangun Saudi Arabia telah memutuskan hubungan dengan golongan fanatik para pendukungnya dan mulai mengambil langkah-langkah pragmatis.(73)  

Seperti dikatakan di atas bahwa yang paling penting bagi NU adalah kelangsungan mazhab. Hal itu segera ternyata dalam Muktamar pertama yang diadakan di Surabaya pada bulan Oktober 1926. Pertanyaan pertama dalam Muktamar: "Wajibkah bagi umat Islam mengikuti salah satu dari empat Mazhab?" Yang langsung dijawab oleh Muktamar, yang semua pesertanya ulama, bahwa "pada masa sekarang wajib bagi umat Islam mengikuti salah satu empat mazhab yang tersohor dan mazhabnya telah dikodifikasikan (mudawwan)."(74) Tanpa menantikan kembalinya utusan Komite Hijaz (K.H Abdulwahab Hasbullah dan Syekh Ahmad Chanaim yang baru kembali tahun 1928(75) ), NU telah menegaskan kemandiriannya dalam menganut mazhab! Memang Muktamar pertama langsung membahas masalah agama, praktek keagamaan dan etika. Yang menarik dari banyak muktamar NU adalah cara mengambil keputusan yang selalu bersandar pada pendapat (fatwa) ulama-ulama terdahulu dan selalu dihindarkan jawaban-jawaban yang mutlak (kecuali dalam soal agama). Sudah tentu cara ini hanyalah penegasan peranan ulama sebagai orang yang paling mengetahui masalah agama dan sebagai pemimpin keagamaan umat. Sebuah ilustrasi dari muktamar akan menjelaskan fenomen ini.
Bolehkah menterjemahkan khutbah jum'ah selain rukunnya atau beserta rukunnya? Apabila ia diperbolehkan apakah yang terbaik dengan bahasa Arab saja atau beserta terjemahnya? Apabila yang terbaik beserta terjemahnya apakah faedahnya? Menterjemahkan khutbah jum'ah selain rukunnya itu boleh sebagaimana tersebut dalam kitab-kitab mazhab Syafii, dan Muktarnar memutuskan: Bahwa yang terbaik adalah khutbah dengan bahasa Arab kemudian diterangkan dengan bahasa yang dimengerti oleh hadirin. Adapun faedahnya adalah supaya hadirin mengerti petuah yang ada dalam khutbah.


Bagaimana hukumnya alat-alat yang dibunyikan dengan tangan? 

Muktamar memutuskan, bahwa segala alat yang dipukul (dibunyikan) dengan tangan seperti rebana dan sebagainya itu hukumnya mubach (boleh selama) alat-alat tersebut tidak dipergunakan untuk menimbulkan kerusakan dan tidak menjadi tanda-tanda orang fasiq...(76) 
Cara yang sama masih terjadi sampai sekarang dalam pengajian-pengajian yang dipimpin oleh ulama. Sepintas lalu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkesan picik dan naif, tetapi itu terjadi kalau kita kurang memahami apa arti hukum agama (syariat) bagi umat Islam. Agama atau keimanan tidak terlepas dari prakteknya yang konkret dalam kehidupan sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya yang dapat diatur oleh hukum. Dengan demikianlah umat Islam menyatakan ketaatannya secara bulat dan menyeluruh. Islam selalu mencoba sekuat tenaga menyesuaikan kehidupannya dengan hukum yang bersumber dari Allah.
 
S.H. Nasr merumuskannya dengan indah: 
Syariah adalah hukum Tuhan, dalam pengertian ia adalah pelembagaan kehendakNya, dengan mana manusia harus hidup secara pnbadi dan bermasyarakat. Dalam setiap agama kehendak Tuhan selalu dimanifestasikan dalam satu atau lain cara . . . Tetapi di dalam Islam pelembagaan ini sesuatu yang konkret . . . Syariah berisi perintah agung yang mengatur segala keadaan dalam kehidupan...(77) 
Dalam konteks inilah para ulama (kyai) melakukan peranannya sebagai juru bahasa agama terhadap masyarakat. Kalau ia sering dituduh hanya membahas hal-hal yang sepele (furu'),itu karena ulama tidak dapat melepaskan pengetahuan keagamaannya dari kehidupan umat Islam yang mengharapkan bimbingannya. Di samping menganjurkan sesuatu perbuatan, ulama juga menilai sesuatu perbuatan yang tak dianjurkan tetapi berlangsung terus (seperti menilai ziarah, selamatan, soal jual beli, perkawinan dan sebagainya). Dalam perimbangan mana yang harus (wajib), mana yang dianjurkan (mandub), mana yang terlarang (haram), dan yang kurang baik (makruh) dan mana yang tak dilarang (halal) dan mana yang tak dianjurkan (mubah), para ulama membimbing umat menyesuaikan segala perbuatan dan tindakannya dengan kehendak Tuhan.(78) 

Setelah terbentuk NU setiap tahun mengadakan muktamar yang jumlah ulama peserta selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada Muktamar II (1927) pembahasan bukan lagi masalah mazhab tetapi bergeser pada masalah kemasyarakatan (perkawinan dan pendidikan agama).(79) Menarik untuk dicatat bahwa dalam Muktaar II, NU meminta kepada pemerintah Belanda agar pendidikan agama Islam dimasukkan di dalam kurikulum sekolah-sekolah umum di seluruh Jawa dan Madura karena mayoritas penduduknya beragama Islam, "Bila dinegara mayoritas muslim tidak diajarkan pelajaran agama Islam, menurut pandangan NU, sama artinya dengan berusaha mendangkalkan dan menanggalkan Islam."(80)
 
Dalam memutuskan sesuatu hal yang dianggap baru Muktamar NU tidak menerima atau menolak begitu saja, tetapi memutuskan dengan hati-hati atau memutuskan dengan memandang manfaatnya. Bagaimanakah hukumnya mengambil hasil dari barang jaminan (sebidang tanah) yang diambil hasilnya dalam pegadaian? Muktamar II menyodorkan tiga pendapat, yaitu haram, halal dan syubhat (belum jelas haram atau halal). "Adapun Muktamar memutuskan bahwa yang lebih berhati-hati adalah pendapat pertama (haram)."(81) Bagaimana hukumnya mendengarkan siaran radio? Muktamar X menjawab: "Kalau yang didengarkan haram maka haramlah mendengarnya. Kalau makruh, ya makruhlah mendengarnya begitulah seterusnya, begitu pula hukum menyimpannya."(82) Keputusan ini sesuai dengan pendapat Mufti Mesir, Bakhit El Muthi'ie, yang disiarkan dalam majalah El-Hidayatul Islamiyah bulan Agustus 1933.(83) Berarti keputusan Muktamar di samping berlandaskan buku klasik juga menggunakan pendapat lain yang datang dari luar dirinya.
 
Besar sekali keuntungan yang diperoleh NU dengan mengadakan muktamar setiap tahun sehingga ia mampu mengikuti perkembangan dan kejadian yang timbul di masyarakat umum. 

Dalam perkembangannya Muhammadiyah organisasi pendidikan dari golongan pembaharuan juga melakukan hal yang sama agar dapat memberikan pedoman bagi umat Islam. Muhammadiyah pada tahun 1927 mernbentuk sebuah badan yang berhak mengeluarkan fatwa, yaitu Majelis Tarjih.(84) Badan ini juga diharapkan menjaga agar tidak terjadi "pelanggaran-pelanggaran terhadap keputusan-keputusannya."(85) Majelis Tarjih banyak membahas tentang masalah non-agama, yang dianggap akan menimbulkan pertikaian di kalangan umat, seperti bunga bank, upacara api unggun, soal pakaian, dan sebagainya.(86) Menurut Deliar Noer — yang memuji peranan Majelis Tarjih ini — dalam memutuskan fatwanya bersifat longgar dan toleran dalam arti "memberikan kelapangan pada praktek yang berbeda dengan pendapatnya."(87) Abdurrahman Wahid yang tergolong pemikir dan tokoh muslim progresif dewasa ini (sekarang Ketua NU), dalam sebuah diskusi panel dengan warga Muhammadiyah pada tahun 1981, memuji potensi organisasi ini karena sesuai dengan wataknya yang egaliter telah mampu menghimpun kaum profesional (dokter, guru, pedagang, pekerja, dan lain-lainnya) bergiat dalam memperjuangan missi Islam dalam masyarakat.(88) Namun ia juga memberikan kritiknya bahwa dalam perkembangan Muhammadiyah peranan ulama makin tergeser ke belakang oleh kaum profesional sehingga agama kemudian hanya menjadi pemberi legitimasi bagi kegiatan kemasyarakatan Muhammadiyah.(89) Menurut hemat saya, kritik Wahid itu secara tidak langsung menegaskan ciri khas NU bahwa yang berhak memberikan fatwa yang berwibawa adalah para ulama orang yang paling mengetahui masalah agama. Peranan ulama memberikan fatwa dalam masalah kemasyarakatan, bukanlah sesuatu tanda kekolotan tetapi sesuai dengan watak Islam itu sendiri yang tidak mengenal pemisahan lingkup agama dan dunia! 

Secara bertahap NU membenahi organisasasinya terutama dalam usaha mengembangkan agama. Sebenarnya kurun waktu lahirnya NU dalam dekade duapuluhan adalah suatu kurun yang sengit. Dekade duapuluhan adalah dekade kemunculan berbagai organisasi, baik yang bersifat sosial maupun politik (yang bercorak suku daerah dan keagamaan). Kaum nasionalis berhasil menghimpun kekuatan dalam Partai Nasional Indonesia (untuk selanjutnya disebut PNI) yang didirikan dan dimotori oleh kaum intelektual muda seperti Soekarno dan Mohammad Hatta).(90) Serikat Islam mulai menegaskan aspirasi nasionalisme yang berdasarkan Islam dengan menyatakan diri sebagai partai, yaitu Partai Serikat Islam Indonesia (1929). Dorongan untak merdeka dari penjajahan membuat kaum nasionalis Islam makin dekat dengan kaum nasionalis netral agama.(91) Tetapi terjadi perbedaan pandangan (bahkan pertentangan) dalam kalangan pembaharu (antara Serikat Islam kontra Muhammadiyah dan Persatuan Islam). Menurut Deliar Noer dalam karyanya yang terbaru Partai Islam di Pentas Nasionalis, perbedaan itu terjadi "disebabkan oleh pertimbangan politik daripada pertimbangan agama; tetapi pertimbangan yang bersifat pribadi juga menentukan.(92) Sambil lalu ia juga menilai kaum tradisional atau NU ketika itu "belum menjadi penting."(93)  

Walaupun penilaiannya itu dapat diterima secara fakta sejarah karena NU belum terjun ke dalam kancah politik pada awal penampilannya, tetapi belum tentu ketidaksertaannya dalam dekade 1920-an menjadikan NU tidak penting. Sebagai wadah ulama, NU bukanlah organisasi dari sebuah gagasan (ideologi) melainkan organisasi massa dengan basis pesantren. Di atas, kita telah melihat bahwa sebelum abad XX kaum ulama dan santri telah terjun dalam perlawanan bersenjata terhadap Belanda. Abad XX corak perlawanan sudah tentu berbeda, sudah harus mengikuti cara-cara modern. Di sini kaum tradisional atau NU belum siap. Namun demikian dengan caranya sendiri melalui muktamar-muktamarnya NU mempersiapkan diri untuk terjun dalam pergerakan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Ketika kaum nasionalis (PNI) muncul sebagai saingan Islam dan kaum pembaharuan berada dalam pertikaian, maka kemunculan NU di bawah kepemimpinan Hasyim Asyari membuat peranan Islam dalam pergerakan bangsa dapat berlangsung terus. Dhofier, merumuskan dengan tepat, 
.... para pemimpin organisasi-organisasi Islam menghadapi saingan dengan munculnya pemimpin-pemimpin muda yang dengan mengorbarkan panji-panji nasionalisme segera memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sehingga mampu menggantikan pemimpin-pemimpin nasionalis Islam seperti Cokroaminoto dan Haji Agus Salim.

Dalam menghadapi saingan baru ini, kedudukan Kyai Hasyim Asyari dinilai .... sangat penting karena pengaruhnya yang demikian kuat dalam lingkungan kaum Islam tradisional di pedesaan dapat turut menjamin bagi kelangsungan peranan Islam dalam pergerakan kebangsaan secara keseluruhan.(94)
 
Langkah penting diayunkan oleh NU pada Muktamar IX (1934 di Banyuwangi. Choriul Anam dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama menyatakan Muktamar ini sebagai awal masa perkembangan NU.(95) Ada tiga alasan diajukannya: Pertama, pemisahan sidang Syuriah (Dewan Tertinggi Keagamaan) dari Tanfidziyah (Badan Pelaksana Organisasi); Kedua, tatacara persidangan mulai dibenahi; Ketiga, munculnya tokoh-tokoh muda yang berpandangan luas seperti Mahfuzd Siddiq, Wahid Hasyim, Thohir Bakri, Abdullah Ubaid dan sebagainya.(96) Di sini pula NU melengkapi organisasinya dengan membentuk wadah pemuda yang disebut Ansor Nahdlatul Ulama.(97) Pembagian pengurus atas Syuriah dan Tanfidziyah menurut Mahrus Irsyam sesuai dengan "pola hubungan antara kyai dengan santri"— antara Guru dan Murid.(98) NU membenahi organisasinya menurut pola yang sudah mapan sebelumnya dalam kehidupan di pesantren sehingga kedudukan ulama tetap diakui kendatipun suatu organisasi (termasuk  NU) tidak luput dari pengaruh zaman modern. Di kemudian hari ketika Indonesla memasuki masa pembangunan secara besar-besaran ulama tetap menuntut posisi utama; ia tidak mau disingkirkan oleh kaum politisi atau intelektual. 

Dekade tiga puluhan adalah dekade mencari identitas pergerakan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Ketika golongan nasional yang dimotori oleh PNI membentuk wadah persatuan pergerakan nasional dalam Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan  Politik Kebangsaan Indonesia (untuk selanjutnya disebut PPPKI) 
pada tahun 1927, dari golongan Islam yaitu SI turut bergabung.  Tetapi ia tidak lama betah dalam wadah itu. Pada tahun 1930 SI  ketika itu sudah menjadi Partai Serikat Islam Indonesia — PSII)  menyatakan diri keluar karena beberapa alasan; SI tidak setuju didirikannya Bank Nasional Indonesia karena "bank ini memungut  bunga uang, sesuatu hal yang dianggap bertentangan dengan agama  Islam" dan SI berpendapat bahwa keinginan beberapa anggota  memperbaiki kedudukan wanita dalam masyarakat (larangan perkawinan anak dan asas monogami) bertentangan dengan "dasar  PPPKI yang menghormati keyakinan tiap-tiap orang dalam agamanya masing-masing."(99) Sebenarnya alasan yang dikemukakan di atas hanyalah perwujudan hal yang sangat mendasar sebelumnya ketika PPPKI dibentuk, yaitu pertentangan pendapat antara golongan nasional dan Islam (SI) tentang siapakah yang berhak menjadi anggota PPPKI. Golongan nasional berpendapat semua bangsa Indonesia (dan ini memang menjadi bagian dari anggaran dasarnya) sedangkan SI berpendapat (sesuai dengan anggaran dasarnya) semua orang Islam.(100) Semua pihak menderita kerugian dengan keluarnya SI. Golongan nasional kehilangan basis untuk menjangkau lapisan terbesar masyarakat, umat Islam yang tinggal di perkotaan. Sedangkan SI merasa makin "terjepit antara kaum pembaharu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang konservatif dan kehilangan momentum dalam hubungan dengan golongan nasionalis sekuler."(101) 

Nampaknya kaum pembaharuan yang diwakili oleh SI belum siap menanggapi secara lebih terbuka gagasan-gagasan moderen. Sebenarnya pertentangan pendapat telah menjadi keras dan tajam dalam tahun-tahun terakhir dekade duapuluhan seperti yang ditunjukkan oleh polemik antara Sukarno dan Agus Salim; bagi Salim tanpa nilai Islam, nasionalisme akan melahirkan "berhala" modern.(102) Pertentangan itu mencuat pula dalam dekade tiga pulahan antara Sukarno dan Mohammad Natsir (juru bicara kalangan pembaharuan yang sangat tajam pandangannya). Kalangan nasional ingin melaksanakan nasionalisme sebagai tumpuan perjuangan sedangkan kalangan pembaharuan ingin menempatkan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, bagi kalangan nasional persatuan tidak akan tercapai kalau agama ditonjolkan sedangkan bagi golongan Islam (kalangan pembaharuan) persatuan tanpa Islam sesuatu yang tidak mempunyai nilai sama sekali. 

Selama kaum pembaharuan sibuk berpolemik dengan kaum nasionalis, kaum tradisi atau NU lebih banyak menoleh kedalam. NU sadar, pesantren dengan sistem hubungan kyai dan santri saja (dengan lebih banyak menekankan pengajian dan penghapalan buku-buku mazhab) sudah tidak memadai untuk membentuk kader baru. Atas Jasa dan prakarsa tokoh muda Wahid Hasyim, NU mulai membuka sekolah kejuruan, dan tahun 1938 telah memiliki pedoman pendidikan yang baru.(l03) Sementara itu NU mulai dipimpin oleh tokoh muda, Mahfudz Siddiq, yang menjadi Ketua Umum Tanfidziyah (1937-1942). Di bawah pimpinannya NU memperoleh banyak kemajuan dalam lapangan sosial, ekonomi pertanian, dan organisasi.(104)  

Walaupun NU bukan organisasi politik tetapi ia tanggap terhadap perkembangan yang terjadi. Tantangan makin mendekatkan sesama organisasi Islam, berbagai peraturan yang dirasakan merugikan umat Islam (ordonansi perkawinan, hukum waris, milisi, dan sebagainya), membuat NU menggalang kekuatan bersama dengan organisasi Islam lainnya (SI, Muhammadiyah, dan sebagainya) dengan membentuk Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) pada tahun 1937, yang diharapkan menjadi wadah perjuangan umat Islam. Semboyan MIAI adalah sebuah ayat Qur'an yang mengajak umat Islam bersatu: "Berpegang tegublah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah." (Sura 3: 103)(105) Pemrakarsa terbentuknya MIAI adalah Abdul Wahab Hasbullah dan setelah terbentuk diketuai oleh Wahid Hasyim.(106) Tampaknya sedikit banyak wibawa ulama diakui oleh kaum pembaharuan. Sementara itu kekuatan politik yang koperatif dan non-koperatif, baik dari  kalangan nasional maupun Islam, berhasil rujuk kembali dalam wadah Gabungan Aksi Politik Indonesia (untuk selanjutnya disingkat GAPI) pada tahun 1939. Adapun maksud dan tujuan MIAI, antara 
lain: 
  1. Menggabungkan segala perhimpunan umat Islam untuk bekerja sama.
  2. Berusaha untuk menyelesaikan apabila timbul pertikaian di antara umat Islam.
  3. Mempererat hubungan dengan umat Islam di luar negeri. 
  4. Berusaha memajukan agama Islam dan
  5. Membangun Kongres Muslimin Indonesia.(107)
Bergabungnya NU dengan golongan Islam lain merupakan langkah baru; ternyata bahwa golongan tradisional mampu bekerja sama dengan golongan lain sepanjang masalahnya dilihat bersangkut paut dengan kehidupan langsung agama Islam! Mungkin Juga NU mulai merasakan bahwa ia membutuhkan tenaga intelektual. "Perjuangan politik tidak bisa hanya bermodalkan jumlah massa yang banyak saja. Ia membutuhkan taktik strategi yang direncanakan secara baik. Dengan begitu maka kelahiran MIAI adalah merupakan tangga bagi NU ke dalam dunia politik..."(108) Dengan berdirinya MIAI kita melihat bahwa organisasi Islam dapat bersatu dalam masalah sosial tetapi berpisah atau bertentangan dalam masalah politik!  Sebagai organisasi keagamaan NU juga tanggap terhadap masalah politik. Ketika Perang Dunia II makin membara Belanda memerlukan dukungan jajahannya menghadapi Jepang yang dicap sebagai kekuatan Fasis. Kalangan pergerakan di dalam GAPI berdasarkan keprihatinan terhadap nasib bangsa Indonesia sempat menyambut seruan Belanda untuk bersama menghadapi Jepang. Tetapi NU mengambil sikap lain, bahwa bangsa Indonesia yang dijajah Belanda tidak terikat membela pemerintah Hindia Belanda.
Menurut Nahdlatul Ulama, bangsa Indonesia yang sebagian terbesar adalah muslimin, selama masih menjadi bangsa jajahan tidaklah terikat oleh kewajiban-kewajiban perang yang menjadi tanggung jawab penjajah (Hindia Belanda). Bagi Nahdlatul Ulama, masalah mati adalah paling serius, dan mati untuk kepentingan penjajah adalah mati yang sia-sia.(109) 
Perbedaan sikap di antara kalangan nasionalis (GAPI) dan kalangan agama (MIAI) tentang sikap terhadap perang Pasifik berlanjut sampai Jepang menguasai Nusantara, padahal menjelang akhir kekuasaan Belanda kalangan nasionalis dan agama telah berhasil menggalang kekuatan dalam wadah yang disebut Kongres Rakyat Indonesia (disingkat Korindo). Perbedaan sikap yang kemudian menimbulkan krisis dalam Korindo tak sampai terselesaikan karena Jepang keburu masuk sehingga situasi pun berubah.(110) Kalangan nasionalis yang memperihatinkan nasib bangsa Indonesia bersedia berunding dengan Belanda, tetapi sebalilnya sikap kalangan agama terhadap Belanda makin keras.(111) 

MIAI merupakan langkah nyata keterlibatan NU dalam perjuangan bangsa Indonesia tanpa perlu mengubah karakternya sebagai organisasi keagamaan. Posisi NU cukup kuat di dalamnya, bukan saja karena kemudian wakilnya Wahid Hasyim menjadi ketua, tetapi juga karena atas desakan NU kongres MIAI yang pertama (1938) tidak menjadi lanjutan Kongres Islam yang sebelumnya yang menyebabkan golongan tradisional pernah bentrok dengan golongan pembaharuan. Kongres MIAI yang pertama dianggap sebagai permulaan yang baru, menjadi Kongres Al-Islam Indonesia Pertama,(112) NU menyadari sepenuhnya rnanfaat persatuan dalam perjuangan, seperti yang dinyatakan oleh seruan Hasyim Asyari kepada pesantren.
Perkokoh persatuan kita, karena orang lain juga memperkokoh persatuan mereka. Kadang-kadang suatu kebathilan mencapai kemenangan disebabkan mereka bersatu dan terorganisasi. Sebaliknva kadang-kadang yang benar menjadi lemah dan terkalahkan lantaran bercerai berai dan saling bersengketa.(113)
Tampilnya MIAI yang dimotori oleh dua organisasi non-politik — NU dan Muhammadiyah — telah memberikan warna baru bagi kiprah umat Islam dalam arus pergerakan bangsa. Pada saat SI — kalau boleh disebut 'wakil' Islam dalam bidang politik — makin mundur dan terjepit di antara golongan nasionalis dalam GAPI umat Islam dapat memperkuat barisannya dalam pergerakan bangsa menuju kemerdekaan. Kemerdekaan bukan saja aspirasi partai  politik Islam dengan segelintir politisinya dan bukan pula hanya aspirasi golongan nasionalis, tetapi menjadi aspirasi seluruh umat Islam, baik yang tinggal di kota maupun di desa. Organisasi keagamaan mampu mengikuti perjuangan bangsa dan mampu menjalankan peranan yang kritis; dengan memberi dukungan kepada sesuatu aspirasi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan atau memberikan kritik terhadap sesuatu perkembangan yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan! 

Harry Benda memberikan kepada kita catatan menarik bahwa terjadinya polarisasi sikap di antara golongan nasionalis (yang disebutnya golongan sekuler) dengan golongan agama karena secara ideologis paham nasionalisme terikat kepada Barat sedangkan pemimpin Islam tidak terikat.(114) Itulah sebabnya menjelang akhir kekuasaan Belanda peranan Islam makin besar, seperti yang dicatat oleh Benda; 
Pada tahun-tahun terakhir Belanda, Islam Indonesia dengan demikian memainkan peranan yang semakin penting dalam kehidupan politik  tanah jajahan tersebut, sebuah peranan yang serentak menggaris bawahi persamaan dan perbedaan antara pemimpin Islam dan para pemimpin non-religius.(115) 
Mungkin dapat ditambahkan pula, bahwa menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda bangsa Indonesia telah berhasil menggalang persatuan karena mempunyai tujuan yang sama (kemerdekaan), tetapi berbeda dalam strategi mencapai tujuannya. Dan tujuan itu pula yang merujukkan golongan tradisional (NU) dan golongan pembaharuan (Muhammadiyah)! 
 
Setelah Perang Pasifik meletus dan Jepang dengan cepat menguasai Nusantara yang dianggap mempunyai potensi besar mendukung ambisi Jepang untuk menguasai selurah Asia. Sama dengan pendahulunya (Belanda), Jepang melihat Islam adalah faktor penting untuk keberhasilan politik penjajahannya. Ia telah siap untuk memasuki bumi Nusantara "dengan suatu rencana kebijaksanaan yang ditujukan untuk memenangkan dukungan Islam. Kebijaksanaan ini — sebagian merupakan kebalikan terang-terangan dari tujuan Belanda — terutama ditujukan kepada masalah-masalah Islam di tingkat rakyat pedesaan (grassroots).''(216) Belanda dan Jepang berbeda dalam tujuan politik Islam mereka; kalau Belanda bertujuan menguasai jajahannya maka Jepang bertujuan memperalat Islam untuk mengembangkan kekuasaannya. Terlepas dari tujuan politik Islamnya di bawah kekuasaan Jepang, Islam memperkuat diri. Tampaknya golongan agama lebih leluasa bergerak ketimbang saingannya golongan nasionalis. Tentang hikmah yang dipetik oleh Islam karena politik Islam Jepang itu, Deliar Noer menguraikannya dengan Jelas, 
Berbeda dari pemerintah Belanda, memang pihak Jepang sangat banyak menaruh perhatian kepada gerakan dan perkembangan umat Islam. Tampaknya mereka, mendorong dan memberi prioritas kepada kalangan Islam dalam mendirikan organisasi mereka sendiri, sedangkan organisasi kalangan nasionalis yang netral agama tidak digalakkan.Untuk pertama kali dalam sejarah moderen, pemerintah di Indonesia secara resrni memberi tempat yang penting kepada kalangan Islam.Sikap pihak Jepang itu tidak dengan sendirinya berarti melaga golongan nasionalis dengan golongan Islam dengan maksud menguasai keduanya, sungguhpun kemungkinan politik pecah belah ini terdapat. Yang ielas ialah pemerintah Jepang kemudian secara berangsur mengakui organisasi-organisasi Islam sedangkan tetap tidak membolehkan organisasi nasionalis dari masa sebelum perang didirikannya kembali. Organisasi Taman Siswa pun yang beroperasi dalam bidang pendidikan mendapat pembatasan dalam bergerak. Banyak sekolah menengahnya ditutup. Pada tanggal 10 September 1943 pemerintah Jepang mengesahkan berdirinya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama....(117)
Bagaimana posisi NU pada zaman Jepang? Untuk sementara umat Islam melupakan pertikaiannya dan berusaha sedapat mungkin memperkuat posisi. Deliar Noer menggarisbawahi keunggulan Muhammadiyah (golongan pembaharuan non-politik) dengan duduknya K.H. Mas Mansur sebagai salah seorang anggota Empat Serangkai (tiga lainnya adalah Soekarno, Hatta dan Ki Hajar Dewantara).(118) Sedangkan Benda mencatat keunggulan SI dengan naiknya Abikusno Tjokrosujoso yang dianggap "sebagai tokoh Islam Indonesia di Jawa yang disponsori Jepang" menjadi ketua Persiapan Persatuan Umat Islam sebuah lembaga bentukan Jepang untuk menghimpun kekuatan Islam.(119) Penilaian Noer dan Benda saya rasa terlalu terburu-buru karena telah mengabaikan NU. 

Kurang lebih setahun setelah Jepang menduduki Nusantara Jepang membentuk Kantor Urusan Agama (bahasa Jepang Shumubu) dan lembaga yang sangat strategis ini pada tahun 1944 dipegang oleh Hasyim Asyari sebagai pimpinan resmi tetapi secara praktis fungsi pimpinan dijalankan oleh anaknya Wahid Hasyim yang dijuluki oleh Dhofier sebagai "Rantai Penghubung Peradaban Pesantren dengan Peradaban Indonesia Modern."(120) Wahid Hasyim (1914-1953) adalah seorang tokoh muda yang sangat cerdas yang telah banyak berjasa bagi perkembangan NU. Ketika Hasyim Asyari ditangkap oleh Jepang dengan tuduhan terlibat kerusuhan di Jombang, dia melakukan pendekatan kepada Jepang sehingga beberapa bulan kemudian Hasyim Asyari dapat dibebaskan.(121) Tampaknya dalam zaman Jepang sikapnya lebih fleksibel ketimbang ayahnya Hasyim Asyari. Wahid Hasyim pula yang dipercayai memimpin Majelis Syuro Muslimin Indonesia (yang disingkat Masyumi) sebuah lembaga perhimpunan golongan Islam yang dibentuk oleh Jepang sebagai pengganti MIAI.(122) Setelah Indonesia merdeka ada tiga peran yang menyatakan kapasitasnya sebagai tokoh nasional, salah seorang penandatangan Piagam Jakarta (Jakarta Charter), menteri agama yang pertama setelah pengakuan kedaulatan, dan pendiri NU sebagai partai politik.(123) "Ketiga peran yang dimainkan oleh K.H.A. Wahid Hasyim tersebut," demikian Dhofier, "memberikan kumandang yang cukup kuat hingga sekarang, dan mungkin sampai beberapa puluh tahun yang akan datang."(124) Di bawah Wahid Hasyim, NU mulai menapak zaman baru, yaitu zaman perjuangan politik bersama golongan pergerakan lainnya agar NU seperti yang dikatakannya sendiri "senantiasa dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan, asal di dalam dasarnya tidak bertentangan dengan pokok-pokok Islam."(125)

Adalah tidak lengkap gambaran perjuangan NU tanpa menyinggung sikap keras yang pernah diambilnya. Ketika Jepang mewajibkan setiap orang harus menghormati kaisar Jepang dengan membungkuk ke timur (bahasa Jepang : seikerei), Nu menolak dengan tegas. Seorang ulama, K.H. Zaenal Musthafa dari Singaparna (Jawa Barat) mengangkat senjata. Walaupun kemudian dapat dipadamkan, tetapi jelas NU pernah melakukan perlawanan bersenjata terhadap Jepang. Sebab perintah Jepang itu bagi NU sama dengan perbuatan syirik (mempersekutukan Tuhan).(126) 

Beberapa bulan setelah bangsa Indonesia memproklamasikan  kemerdekaannya (17 Agustus 1945), NU menutup periode sebagai organisasi keagamaan (jamiah diniyah) dengan gemilang; NU mengeluarkan resolusi Jihad(127) (Resolusi Perjuangan) pada tanggal 22 Oktober 1945 (tiga minggu sebelum pertempuran 10 November di Surabaya yang kemudian hari tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Pahlawan) yang mengajak umat Islam menentang aksi pendudukan Tentara Sekutu.(128) Resolusi itu berbunyi: 
  1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan. 
  2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan.
  3. Musuh Republik Indonesia, terutama Belanda yang datang kemudian dengan membonceng tugas-tugas tentara Sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia. 
  4. Ummat Islam terutama Nahdlatul Ulama wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. 
  5. Kewajiban tersebut adalah suatu jihat yang menjadi kewajiban tiap-tiap orang Islam (Fardlu Ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak di mana umat Islam diperkenankan sembahyang jama' dan qasar). Adapun mereka yang berada di luar jarak tersebut berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak radius 94 km tersebut.(129) 
Kita melihat betapa NU sangat prihatin terhadap negara Indonesia yang ditegaskannya harus dibela sebagai kewajiban sebagaimana kewajiban menjalankan tugas keagamaan.(130) Ia menyadari sepenuhnya bahwa pemerintahan Republik Indonesia adalah hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia termasuk NU! Di dalam semangat keagamaan NU ikut membela kemerdekaan sehingga umat Islam tidak terasing secara keagamaan dengan semangat perjuangan bangsa! 

NAHDLATUL ULAMA DAN PANCASILA
Sejarah dan Peranan NU dalam Perjuangan Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila  sebagai Satu-satunya Asas 
Einar M. Sitompul, M.Th 
 _________________________ 
69. Lihat, Machfoeds, op. cit., hlm. 39-40. 
70. Zamakhsari Dhofier, "K.H. Hasyim Asya'ri, Penggalang Islam Tradisional". Prisma, No. 1, Januari 1984 hlm. 80. 
71. Dikutip dalam, Ibid, hlm . 76. 
72. Yusuf, et al., op. cit., hlm. 20. 
73. Antara 1924-1932 telah terjadi perkembangan penting di Saudi Arabia Raja Saud (Abdul Aziz) memutuskan hubungan dengan sekutunya yang fanatik (yang biasanya disebut Ikhwan) dan mengijinkan masuknya penemnan-penemuan baru yang "tidak islami" (mobil, telefon, radio, dan lain-lain). Dia memberi jaminan kepada jemaah haji keamanan terjamin dan tradisi akan dihormati, lihat, Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan, terjemahan dari 'Faith and Power: The Politics of Islam', (Bandung: Penerbit Mizan, 1984), hlm. 152-154.
 74. Lihat, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Kumpulan masalah 2 Dinyah dalam Mu'tamar NU ke 1 s/d 15, (Semarang: Penerbit CV Toha Putra, tanpa tahun), Pertanyaan no. 1. Untuk selanjutnya akan disebut, Kumpulan Masalah saja. 
75. Yusuf, et al., op.cit., hlm. 19 catatan no. 23. 
76. Kumpulan Masalah, Pertanyaan no. 9 dan 22. Cetak tebal. dari saya. 
77. S.H. Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, terjemahan dari 'Ideals and Realities of Islam', (Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional — LEPPENAS, 1983), hlm. 60-61. 
78. Bandingkan, Ibid., hlm. 62-63.
79. Choiru l Anam, op. cit., hlm. 75-76. 
80. Ibid., hlm. 76. 
81. Kumpulan Masalah, Pertanyaan no. 28. 
82. Ibid., Pertanyaan no. 162. 
83. Ibid
84. Noer, Gerakan Moderen, hlm. 92. Majelis Tarjih dapat diterjemahkan sebagai Majelis Pembahasan Hukum. Lihat, laporan Editor tentang Musyawarah Nasional (Tanwir) Muhammadiyah yang berlangsung bulan Desember 1987 di Yogyakarta. Editor, nomor 17, 19 Desember 1987, hlm. 59. 
85. Ibid., hlm. 93. 
86. Ibid., hlm. 92. 
87. Ibid., hlm. 93. 
88. Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, kumpulan artikel (Jakarta:. Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional — LEPPENAS, 1981), hlm. 34-35. 
89. Ibid., hlm. 35-36. 
90. Tentang latar belakang dan perjuangan awal PNI khususnya dan kaum nasionalis umumnya, lihat John Ingleson, Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927-1934, (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm. 1-19. 
91. Benda, op.cit., hlm. 119; Bandingkan Yusuf, op.cit., hlm. 36. 
92. Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional, (Jakarta: Grafiti Pers, 1987), hlm. 17. Untuk selanjutnya disebut, Noer, Partai Islam
93. Ibid
94. Dhofier, "Hasyim Asya'ri", hlm. 80. 
95. Choirul Anam, op. cit, hlm. 89. 
96. Ibid, hlm. 89-91. 
97. Ibid, hlm. 91 Tentang Ansor, lihat, Infra, hlm. 167. 
98. Mahrus Irsyam, Ulama dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1984), hlm. 12. 
99. A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Dian 
Rakyat, 1984) hlm. 78. 
100. Ingleson, op.cit., hlm. 145. 
101. Ibid., hlm. 144-145, Bandingkan juga, hlm. 76-82. 
102. Lihat, Noer, Gerakan Moderen, hlm. 275. 
103. Machfoedz, op.cit., hlm. 50-51. 
104. Zuhri, Sejarah, hlm. 623. 
105. Machfoedz, op.cit., hlm. 55. 
106. Ibid., hlm. 54; Zuhri, Sejarah, hlm. 624. 
107. Ibid., hlm. 55. 
108. Ibid., hlm. 56. 
109. Zuhri, Sejarah, hlm. 627. 
110. Ibid., hlm. 629. 
111. Lihat, Ibid., hlm. 627-629. 
112. Anam, op. cit, hlm. 99. 
113. Zuhri, Guruku, hlm. 83. 
114. Benda, op.cit., hlm. 124. 
115. Ibid., hlm. 123-124. 
116. Ibid, hlm. 139. 
117. Noer, Partai Islam, hlm. 23. Cetak tebal dari saya; Boland merinci hikmah atau keuntungan yang diperoleh Islam dari penjajahan Jepang dalam tiga hal: dibentukuya Kantor urusan Agama, didirikannya Masyumi, dan pembentukan Hizbullah (yang dapat diartikan "Tentara Allah" atau "Golongan Allah"), sebuah organisasi militer untuk pemuda Muslim. B.J. Boland., Pergumulan Islam di lndonesia: 1945-1970, terjemahan dari 'The Struggle of Islam in Modern Indonesia', tesis doktor pada Universitas Leiden 1971, (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), hlm. 11-15. 
118. Ibid., hlm. 22-23. 
119. Benda, op.cit., hlm. 147. 
120. Zarnakhsyari Dhoier, "K.H.A. Wahid Hasyim, Rantai Penghubung Pesantren dengan Peradaban Indonesia Modern", Prisma, no. 8 (Agustus, 1984), hlm. 75. 
121. Machfoedz, op.cit., hlm. 64. 
122. Yusuf, et al., op. cit., hlm. 37. 
123. Dhofier, "K.H.A. Wahid Hasyim", hlm. 73. 
124. Ibid
125. K.H. Wahid Hasyim, Mengapa Memilih NU? KumpUlan artikelnya (Jakarta: Inti Sarana Aksara, 1985), hlm. 103. 
126. Yusuf, et al., op.cit., hlm. 36-37. 
127. Jihad berarti usaha atau perjuangan; tugas atau perjuangan menegakkan Islam. Ia dapat dilakukan dengan berbagai cara; perang adalah salah satu cara melaksanakannya. Lihat, Kamus Istilah Agama, hlm. 166. Tentang penggunaannya di dalam Al-Qur'an dan Hadis, lihat, Hughes, op. cit., hlm. 243-248 di bawah "Jihad". 
128. Setelah Jepang menyerah kalah di dalam Perang Dunia II, Asia Tenggara berada di dalam komando tentara Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, dan lain-lain sebagai pihak yang menang). Indonesia yang sudah merdeka menolak kehadiran tentara Sekutu (yang diwakili Inggris) karena bersama dengan kehadiran tentara Sekutu turut pula membonceng pasukan Belanda yang ingin rnembentuk kembali pemerintahan sipil Hindia Belanda yang sering disebut NICA (Netherlands Indie Civil Administration). Oleh karena tentara Sekutu dalam mengadakan berbagai tindakan mengabaikan kedaulatan negara Indonesia, maka berkobarlah pertempuran (27/29 Oktober 1945) yang mencapai puncaknya pada Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945. Lihat, Ensiklopedi Umum, hlm. 876-877 di bawah "Pertempuran Surabaya". 
129. Yusuf, et al., op.cit., hlm. 38. Cetak tebal dan saya. 
130. Lihat, Kamus Istilah Agama, hlm. 90 di bawah istilah "Fradhu".

Begini Upaya Citrakan Buruk Baca Qur'an Langgam Jawa menggunakan video Seriosa

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa yang dilantunkan oleh Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Muhammad Yasser Arafat pada peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw 1436 Hijriyah di Istana negara beberapa waktu lalu, Jum'at malam 15 Mei 2015, menimbulkan kontrovesi pada sebagian umat Islam. Peringatan tersebut dihadiri oleh Presiden RI Jokowi Dodo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, sejumlah menteri, termasuk pula Hidayat Nur Wahid (PKS), Fahri Hamzah (PKS) dan sebagainya.


Pada dasarnya, pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa sudah sering didengar oleh sebagian masyarakat sebelum akhirnya dilantunkan di istana negara. Bahkan Imam Masjidil Haram, Imam Masjid Nabawi, Imam Masjid Istiqlal Jakarta, Pangeran Saudi Kkhalid bin Sultan Abdul Aziz, Menag Lukman Hakim Saifuddin, para Duta Besar dan lainnya sebelumnya sudah mendengarkannya. 

(Baca:Ternyata Imam Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Istiqlal dan Lainnya Pernah Menyimak Qur'an Langgam Jawa).

Lalu mengapa baru menjadi heboh ?

Pertama, pembacaan al-Qur'an langgam Jawa di istana negara tersebut dihadiri oleh Presiden RI Jokowi Dodo. Inilah persoalannya. Hampir semua yang berkaitan dengan Jokowi akan dicitra burukkan dan heboh, termasuk langgam Jawa tersebut. Dalam hal ini, tidak lepas dari permainan atau kepentingan politik. Kebetulan pula, ada seruan lengserkan Jokowi dengan aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa. Momentum yang cocok!

Kedua
, dalam persoalan langgam ini, sangat perlu diakui bahwa kebanyakan umat Islam masih sangat awam. Jangankan membahas soal langgam, membaca al-Qur'an saja masih butuh perhatian serius. Lebih jauh lagi, umat Islam sendiri banyak yang tidak mengerti langgam apa yang mereka gunakan untuk membaca al-Qur'an sehari-hari. Mengapa? karena soal langgam ini tidak terlalu dibahas, bahkan tidak dibahas sama sekali kecuali saat mereka mau menekuni qira'ah sab'ah, dan lainnya, itu karena bukan ini yang menjadi penekanan, tetapi masalah Tajwid dan Makharijul Huruf yang lebih banyak ditekankan.

Ketiga
, persoalan diatas lalu dibumbui dengan isu-isu liberal, de-islamisasi, de-arabisasi dan sebagainya. Semuanya itu dijadikan 'senjata' untuk mencitrakan buruk pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa.

Dalam hal ini, Habib Muhammad Rizieq Syihab (FPI) juga yang paling getol, sampai-sampai menyerukan pelengseran Presiden RI Jokowi dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin karena dianggap melecehkan al-Qur'an. Dalam pernyataannya, pelecehan terhadap al-Qur'an berarti murtad (kafir) serta orang murtad tidak oleh jadi pemimpin. (Baca : Astaghfirullah ! Habib Rizieq 'Fatwa Murtad' Presiden Jokowi dan Menteri Agama).

Kalangan pendukung FPI semakin "anti" terhadap pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa, karena ternyata Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) politisi Demokrat yang dianggap sebagai orang JIL melantunkan pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa. Videonya di Youtube.

Keempat
, upaya pencitraan buruk lainnya tambah menjadi-jadi ketika seseorang yang dianggap sebagai pendukung Jokowi berkomentar nyeleneh, lalu dikaitkan dengan pembacaan al-Qur'an  langgam Jawa yang dilantunkan di Istana Negara. Lagi-lagi nama "Jokowi" muncul.
situs PKSPiyungan dibagikan oleh pendukung PKS di Facebook

Kelima, tidak berhenti sampai disitu, upaya pencitraan buruk juga dilakukan dengan menyamakan pembacaan al-Qur'an langgam Jawa dengan pembacaan al-Qur'an (Al-Hujurat ayat 12) dengan irama Seiosa diiringi musik. (Video di Youtube)
postingan di republika
Video irama seriosa diatas jelas tidak bisa disamakan dengan pembacaan al-Qur'an dengan langgam Jawa yang dilakukan di Istana Negara. Sebab ada iringan musik serta tajwidnya juga berantakan.

"Ulama kita sepakat haramnya baca Alquran diiringi musik. Bukanlah baca dg langgam orkestra yg kagak boleh, tapi selain kagak boleh diiringi musik, tajwid berantakan inilah yg juga kagak boleh"
., komen Ust. Cholis Fuad Al-Mutamakkini, akrab disapa Cak Fuad, Lembaga Perguruan Tinggi (LPT) PBNU, melalui akun facebooknya saat mengomentari tulisan di Republika (21/5).

red. Ibnu Manshur
Link Terkait :

PBNU: Masyarakat Tidak Perlu Reaktif Soal Al-Quran Langgam Jawa

$
0
0
Jakarta, Muslimedianews.com ~ Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Mas’udi mengajak masyarakat untuk tetap tenang menyikapi pembacaan Al-Quran dengan langgam lokal. Terlalu sensitif, manusia cenderung kehilangan daya cerna sehingga tergesa-gesa memutuskan sesuatu.

“Jangan keterlaluan. Masak apa saja diributkan? Jangan reaktif begitulah. Agama itu juga soal rohani, sangat dekat dengan dzauq, perasaan. Tetapi dzauq di sini jangan diartikan sebagai emosi kemaharan, kebencian,” kata Kiai Masdar kepada NU Online di Jakarta, Selasa (19/5) sore.

Menanggapi kontroversi pembacaan Al-Quran dengan langgam Jawa di Istana Negara, Jumat (15/5), Kiai Masdar menegaskan bahwa langgam lebih dekat dengan soal budaya.

Dalilnya jelas, “Bacalah Al-Quran dengan baik”. Ulama memahami dalil ini sebagai kewajiban bagi pembaca Al-Quran untuk pertama memerhatikan makhraj juga tajwidnya. Ini paling penting, ujar Kiai Masdar.

Jangan sampai tertukar panjang-pendeknya. Jangan juga “ha” dibaca “kha”, huruf hamzah dibaca sebagai ain, atau sebaliknya. Ini bisa merusak makna.

Kedua, tetap harus menghargai dan menghormati kalimat Al-Quran sebagai sesuatu yang suci dan Ilahi. Perlu respek pada Al-Quran, bukan niat melecehkan.

“Jadi tidak boleh ada maksud-maksud yang kurang menghormati. Mau langgam apa, tidak masalah asal taat pada dua asas tadi itu,” tandas Kiai Masdar. (Alhafiz K)

sumber nu.or.id

Bertemu Menag, Dubes Amerika Apresiasi Indonesia Soal Rohingya

$
0
0
Jakarta, Muslimedianews.com ~  Indonesia telah menerima eksodus ribuan pengungsi Rohingya ke Tanah Air. Lebih dari 1.300 pengungsi berdiam diri di sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan, tak hanya Rohingya, pemerintah Indonesia juga hingga Maret 2015 juga telah menampung sekitar 11.941 pengungsi dari sejumlah negara lainnya.

Pemerintah Amerika Serikat mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang menampung untuk sementara ribuan pengungsi Rohingya yang terdampar di lautan. “Atas nama Pemerintah Amerika Serikat, kami mengapresiasi langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia yang berkenan menyediakan tempat penampungan bagi ribuan pengungsi Rohingya,” terang Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Robert O Blake saat berkunjung ke kantor Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jakarta, Kamis (21/5). Ikut mendampingi Menag, Kepala Balitbang dan Diklat, Abdurrahman Mas’ud, Karo Hukum dan KLN, Gunaryo, serta Kabag Kerja Sama Luar Negeri Kemenag, Agus Sholeh.

Kepada Menag, O Blake bahkan menyampaikan keinginannya untuk ikut membantu Indonesia dalam menangani masalah pengungsi Rohingya. “Jika diizinkan, kami berkeinginan untuk ikut membantu dengan menanggung sebagian biaya yang telah dan akan dikeluarkan, hingga mereka mendapatkan tempat, dan ini bisa bekerja sama dengan UNHCR,” jelasnya.

Atas keinginan baik AS, Menag mengucapkan terima kasih. Menurutnya, permasalahan Rohingya memang bukan masalah yang sederhana. “Apa yang kami lakukan, adalah tentang kemanusiaan. Kita harus mencari akar masalah pengungsi Rohingya, dengan melibatkan Myanmar dan Bangladesh. Kami juga sangat terbatas. Kami sangat berterima kasih, jika Pemerintah AS berkenan memberikan masukan dan pendapat juga. Selain juga bantuan riil dari PBB agar para pengungsi ini, bisa kembali ke tempat asal atau hidup secara layak,” harap Menag.

Blake mengaku pemerintahnya sedang mencari jalan keluar, apakah ada kemungkinan menempatkan para pengungsi Rohingya tersebut di negara-negara anggota OKI. (gpenk/mkd/mkd)

sumber Kemenag

Sudah Sahkah Puasa Kita ?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Dalam urusan berpuasa, baik Puasa Wajib atau Sunnah semuanya memiliki Syarat Syah yang sama. Sayyid Ahmad Bin Umar Asy-Syathiri menuturkan sebagai berikut :

Syarat Syahnya Puasa itu ada 4 :

1. Islam
2. Berakal
3. Suci dari Haid dan Nifas
4. Hari (di mana ia berpuasa) itu diperkenankan untuk berpuasa di dalamnya.

Pada poin pertama, Syarat yang membuat syahnya puasa seseorang adalah statusnya dalam keadaan beragama Islam, maka tidak Syah jika ada Non Muslim melaksanakan Puasa Ramadhan dan sejenisnya yang merupakan salah satu dari Syariat Islam.


Sedangkan pada poin yang kedua yang disyaratkan adalah orang yang berakal, maka tidak syah bagi orang Gila untuk berpuasa bedahalnya dengan anak kecil walaupun belum Baligh puasanya tetap syah pun demikian dia belum diwajibkan. Akan tetapi orang tua diwajibkan untuk mengajari anaknya Sholat termasuk Puasa ketika anaknya memasuki usia 7 tahun dan wajib memukul (memberi hukuman yang mendidik) ketika dia sudah berusia 10 tahun tapi tidak mau Sholat begitu juga Puasa.

Kemudian pada Poin ketiga, disyaratkan pula suci dari Haid dan Nifas. Syarat ini hanya berkenaan bagi kaum hawa saja. Jadi bilamana ada seorang wanita berpuasa sedangkan dia dalam keadaan Haid atau Nifas maka puasanya tidak syah bahkan Haram untuk berpuasa. Hanya saja ia wajib menggantinya (Qodho') ketika ia sudah suci.

Dan syarat yang terakhir adalah berkenaan dengan wsktu pelaksanaan puasanya. Dalam hal ini seseorang yang ingin berpuasa harus tahu betul bahwasannya hari di mana ia berpuasa tersebut diperkenankan untuk berpuasa, sebaba ada beberapa hari yang kita dilarang (haram) untuk berpuasa yaitu :

1. Hari Raya Idul Fitri & Idul Adha

2. Hari-Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12 dan 13 Dzul Hijjah

3. Hari Syak (meragukan), yaitu tanggal 30 Sya'ban ketika banyak orang membicarakan alan terlihatnya Hilal di malam harinya, namun tak ada satupun saksi mata yang melihatnya. Atau yang menyaksikan nampaknya Hilal tersebut adalah orang yang ditolak persaksiannya seperti anak kecil, hamba sahaya dan orang Fasiq.

4. Pertengahan Akhir Bulan Sya'ban jika tidak disambung dengan sebelumnya (15 sya'ban) terkecuali puasanya mempunyai sebab seperti rutinan senin-kamis, nadzar, qodho' atau Kaffarah maka itu semua boleh. Nah bilamana menyambung dengan tanggal 15 Sya'ban akan tetapi sempat terputus 1 hari atau lebih maka tetap tidak boleh untuk dilanjutkan setelahnya.

Disadur dari Kitab Nail Ar-Raja' karya Sayyid Ahmad Bin Umar Asy-Syathiri halaman 273-275 cetakan Dar Al-Minhaj dengan sedikit penyesuaian bahasa.

Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Tarim, 3 Sya'ban 1436 H/21 Mei 2015

Benteng Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Benteng (qal'ah) Salahuddin dibangun oleh panglima Salahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1183 untuk membentengi kota Kairo dari serangan-serangan luar, khususnya dimasa Perang Salib.


Di Utara benteng terdapat Masjid Al-Marmari, yang dipenuhi dengan batu marmer dan granit, kini dikenal dengan Masjid Muhammad Ali, yang dibangun ala Turki Osmani dengan kubahnya yang indah menjulang 52 meter ke angkasa dan dua puncak menara dengan ketinggian lebih dari 84 meter.

Dari tempat ini kita dapat melepas pandangan ke seluruh penjuru kota Kairo. '
Di dalam benteng kini juga terdapat dua museum, yaitu Museum Permata (Qashrul Jawharah) yang berisi perhiasan raja-raja Mesir, diantaranya singgasana Raja Farouk, dan Museum Polisi (Mathaf As-Syurthah) yang terdiri dari 6 bagian ( diantaranya ruangan yang memamerkan senjata-senjata yang pernahdipakai polisi Mesir sepanjang sejarahnya, ruangan dokumen-dokumen penting semenjak masapemerintahan Muhammad Ali Pasya hingga kini, dan ruangan-ruangan lainnya ).



red. ibnu manshur
nu-mesir/wikipedia

KH. Said Aqil Siraj: Tolak Segala Bentuk Khilafah, kecuali Khilafah Nasionalis

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Kita menolak bentuk aliran dan bentuk negara serta khilafah apapun kecuali khilafah nasionalis. Karena sebagai bangsa, Indonesia mengemban dua amanah, yaitu amanah agama dan amanah kebangsaan.

Karena itu, banyak negara Islam khususnya di Timur Tengah akibat tidak mempunyai komitmen untuk menyelamatkan bangsanya, sehingga negaranya hancur.

Pertumpahan darah atas nama Islam (termasuk ISIS) adalah memalukan sekaligus merontokkan peradaban Islam itu sendiri. Oleh karenanya, kita wajib mengawal dan menjaga NKRI kita dengan segenap jiwa dan raga.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siraj melalui akun jejaring sosial facebooknya (21/5).

red. Ibnu Manshur

Ada Hubungan Antara Pemerintah Myanmar dan Fundamentalis Buddha

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ketua PBNU, KH. Slamet Effendy Yusuf mengungkapkan, sulit bagi etnis Rohingya untuk menemukan alternatif penyelesaian tanpa adanya perubahan aturan perundang-undangan di Myanmar. Masalah ini juga berkaitan dengan sikap diam pemerintah militer Myanmar terhadap aksi kelompok Buddha ekstrim.

"Rohingya adalah masalah yang sangat pelik. Mereka state-less, padahal mereka bukan warga baru di wilayah yang kita sebut Burma itu. Status tanpa kewarganegaraan itu berimplikasi pada undang-undang lain, termasuk hak pendidikan, kesehatan, sosial, dan sebagainya," ujar KH. Slamet Effendy Yusuf, Kamis (21/5) di kantor Dewan Dakwah Muhammadiyah.

Krisis kemanusiaan Rohingya dimulai sejak amandemen UU Kewarganegaraan 1982. UU Kewarganegaraan Myanmar mendasarkan dirinya pada etnisitas, di mana etnis Rohingya tidak diakui sebagai salah satu warga negara. Tidak adanya pengakuan kewarganegaraan ini berpengaruh pada hak-hak dasar mereka dalam berbagai aspek.

KH. Slamet Effendy menambahkan, sebenarnya ini sama dengan UU Kewarganegaraan Indonesia sebelum amandemen tahun 2006, yang mengenal istilah orang Indonesia asli dan non asli. Hanya saja, Indonesia tidak menyebut suku satu persatu. Sekarang, dalam UU Kewarganegaraan, istilah orang Indonesia asli sudah diberi penjelasan.

Lebih lanjut ia mempertanyakan, sebenarnya siapa biang kerok di balik krisis ini. "Apakah biksu Wirathu yang dikenal sangat rasialis atau ada pihak lain? Ada sebuah pertanyaan besar yang harus kita jawab. Mengapa biksu yang harusnya mengajarkan cinta kasih, justru dibiarkan mengobarkan kemarahan dan penindasan," ujar KH. Slamet Effendy.

Menurutnya, ini menunjukkan adanya hubungan erat antara rezim militer di sana dengan kelompok Buddha yang dipimpin oleh Wirathu. Kelompok ekstrim Buddha telah melakukan penghancuran aset-aset dan mengusir etnis Rohingya. Kejahatan kemanusiaan semacam ini, seharusnya dapat dipidanakan dan dibawa ke tingkat internasional.

"Jadi, kalau kita mau bicara secara mendasar tentang masalah ini, persoalannya bukan hanya pada fundamentalisme Buddha. Tapi, juga menyadarkan pemerintah Myanmar bahwa ada kelompok yang ingin mengobarkan kebencian di sana dan itu tidak bisa dibiarkan," tandas Effendy. (C 38)

via republika
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>