Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

[Video] Bahtsul Masail Pra Muktamar NU ke 33 di Pesantren Al Manar Depok

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Bahtsul Masail Pra Muktamar NU ke 33 yang berlangsung di Pesantren Al Manar Depok pada Sabtu-Ahad, 9-10 Mei 2015 dihadiri oleh KH. Abdul Muqsith Ghazali, Prof. Dr. KH. Said Aqil Al-Munawwar, dan KH Afifuddin Muhajir.

Berikut videonya :



red. ibnu manshur


Puluhan Aktivis KAMMI Pakai Topeng Tokoh Katolik saat Demo

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ada yang berbeda dari aksi unjukrasa mahasiswa di peringatan Hari Kebangkitan Nasional depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/5). Aksi berbeda ini ditunjukkan oleh massa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Para mahasiswa ini memilih aksi unjukrasa diam sambil memakai topeng Guy Fawkes. Topeng Fawkes juga kerap digunakan kelompok hacker Anonymous sebagai bentuk perlawanan. Topeng itu juga dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla  yang dianggap abai dalam melindungi masyarakat pribumi.

"Ini adalah simbol perlawanan terhadap pemerintahan Jokowi yang tak adil terhadap nasib rakyat pribumi. Pemerintah lebih mementingkan kelompok asing," korlap aksi KAMMI, Akmal.

Demonstran perempuan dan laki-laki di organisasi itu memakai topeng yang terkenal lewat film V for Vendetta tersebut tanpa terkecuali.

Aksi diam para mahasiswa KAMMI ini juga sama sekali tidak terpengaruh dengan orasi-orasi organisasi mahasiswa lainnya yang sibuk menyerukan celaan terhadap pemerintah terutama Presiden Joko Widodo.

Mereka tetap tenang hanya dengan memegang beberapa selebaran-selebaran dan spanduk berisi tuntutan terhadap pemerintahan Jokowi, sapaan karib Joko Widodo. Beberapa selebaran bertuliskan perlindungan dan keadilan untuk warga pribumi.

"Itulah cara kami melawan. Melawan dengan diam," tegas Akmal.

Namun siapakah sebenarnya sosok Guy Fawkes yang kemudian wajahnya ditopengkan dan menjadi simbol perlawanan itu?

Sebenarnya Guy Fawkes adalah salah satu tokoh Katolik Inggris yang hidup pada tahun 1570-1606. Dia dikenang dalam peristiwa Gunpowder Plot. Dimana saat itu dia bersama puluhan temannya membawa sekitar 30 kilogram mesiu dan berusaha meledakkan gedung parlemen di Inggris pada 5 November 1605.

Upaya itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap raja Inggris, Raja James I dan para pejabat di Inggris yang dianggapnya telah menindas warga beragama Katolik. Namun upaya itu gagal. Dia tertangkap dan setahun kemudian dihukum mati. (flo/jpnn)

sumber jpnn/gambar: facebook via jppn
http://assets2.jpnn.com/picture/watermark/20150521_144157/144157_804186_demo_istana_kammi.jpg

Masjid Sultan Hasan dan Masjid Rifa'i di Mesir

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Dua mesjid berdampingan ini terletak di seberang benteng Salahuddin, yang satu dibangun oleh Sultan Hasan dari Dinasti Mamalik pada tahun 1348-1351 M, dan yang satunya adalah Masjid Rifa'i (diambil dari nama seorang juru dakwah besar).

Di dalam Masjid Rifa'i dimakamkan beberapa raja, termasuk Fuad II ( Raja Farouk ), raja terakhir Mesir yang direvolusi tahun 1952. Juga terdapat makam Syah Iran, imperior terakhir Persi yang digulingkan tahun 1979.
Kedua masjid dilihat dari atas benteng Salahuddin
Jalan lebar pintu masuk membelah di antara kedua masjid
Bagian dalam Masjid Sultan Hassan
Masjid sultan Hasan tahun 1878

masjid sultan Hasan dari dalam
pemugara masjid sultan Hasan
Masjid Sultan Hasan dari samping, nampak 1 kubah dan 2 menara
Masjid Ar-Rifa'i
قبر شاه إيران محمد رضا بهلوي



red. ibnu manshur

Masjid 'Amr bin Ash جامع عمرو بن العاص di Mesir

$
0
0
Muslimedianews.com ~  Mosque of Amr ibn al-As sesuai namanya mesjid ini dibangun oleh Panglima 'Amru bin 'Ash setibanya di Mesir pada 21 H./641 M. atas perintah Khalifah kedua khalifah Umar bin Khattab.


Mesjid yang merupakan mesjid pertama yang pernah dibangun di benua Afrika ini berada di daerah Fushtat, ibukota Mesir pada waktu itu - yang saat ini masuk daerah Misr Al-Qadima (Old Cairo) sebelah Tenggara kota Kairo.

Perbaikan dan perluasannya telah dilakukan beberapa kali yang mana terakhir dilakukan pada tahun 1979. Rehabilitasi kecil-kecilan juga masih terus berlangsung.

جامع عمرو بن العاص هو أول مسجد بني في مصر وإفريقيا كلها. بني في مدينة الفسطاط التي أسسها المسلمون في مصر بعد فتحها. كان يسمى أيضا بمسجد الفتح والمسجد العتيق وتاج الجوامع. يقع جامع عمرو بن العاص شرق النيل عند خط طول 31 13 59 شرق، وعند خط عرض 30 0 37 شمال
باحة مسجد عمرو بن العاص والميضأة

استنادا إلى الشبكة الإسلامية: «كانت مساحة الجامع وقت إنشائه 50 ذراعاً في 30 ذراعاً وله ستة أبواب، وظل كذلك حتى عام 53هـ / 672م حيث توالت التوسعات فزاد من مساحته مسلمة بن مخلد الأنصاري والي مصر من قبل معاوية بن أبي سفيان وأقام فيه أربع مآذن، وتوالت الإصلاحات والتوسعات بعد ذلك علي يد من حكموا مصر حتى وصلت مساحته بعد عمليات التوسيع المستمرة نحو أربعة وعشرين ألف ذراع معماري،. وهو الآن 120 في 110أمتار».

إبان الحملة الصليبية على بلاد المسلمين وتحديدا عام 564 هـ، خاف الوزير شاور من احتلال الصليبيين لمدينة الفسطاط فعمد إلى إشعال النيران فيها إذ كان عاجزا عن الدفاع عنها واحترقت الفسطاط وكان مما احترق وتخرب وتهدم جامع عمرو بن العاص. عندما ضم صلاح الدين الأيوبي مصر إلى دولته، أمر بإعادة إعمار المسجد من جديد عام 568 هـ، فأعيد بناء صدر الجامع والمحراب الكبير الذي كسي بالرخام ونقش عليه نقوشا منها اسمه

Bagian tengah masjid.
Pilar-pilar di seputar masjid
Salah satu pilar masjid dengan ornamen yang rumit nan indah.

red. Ibnu Manshur/pcinu-mesir&wikipediarabic

Jenazah Laki-Laki Mulya Ini Mengucapkan Salam kepada Nabi Saw

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Tidak sedikit peristiwa yang terjadi didunia namun tidak mampu dicerna oleh akal karena termasuk khariqul adah (tidak biasa, aneh, diluar kebiasaan pada umumnya). Sejak dahulu, banyak kejadian yang terjadi diluar kebiasaan yang ada. Diantaranya tergolong sebagai mu'jizat, irhas, karomah dan sebagainya.

Salah satu peristiwa aneh terjadi saat pemahaman Sahabat Abu Bakar al-Shiddiq. Peristiwa itu diabadakan dalam kitab, salah satunya dalam didalam kitab "جامع كرامات الأولياء " karya Imam Yusuf An-Nabhani (1265 H - 1350 H) cetakan Dar El-Fikr jilid 1 halaman 128.


Didalamnya diterangkan sebagai berikut:

    و قال الفخر الرازى فى تفسير سورة الكهف : و قد ذكر قليلا من كرامات الصحابة فقال : أما أبو بكر رضي الله عنه فمن كراماته : أنه لما حملت جنازته الى باب قبر النبي صلى الله عليه و سلم و نودي السلام عليك يا رسول الله , هذا أبو بكر بالباب فاذا الباب قد انفتح و اذا بهاتف يهتف من القبر : أدخلوا الحبيب الى الحبيب
"Dan Imam Fakhrur Rozi berkata di dalam kitab tafsir Surat Al-Kahfi: Dan sesungguhnya aku hanya menceritakan sedikit tentang karomahnya sahabat Nabi Muhammad saw.


 Ia berkata: Adapun karomahnya Abu Bakar RA, di antaranya: Ketika jenazahnya (Abu Bakar) dibawa ke pintu makam Nabi Muhammad saw, beliau mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad saw: As-Salamu 'alaika yaa Rasulallah (Semoga keselamatan Allah dilimpahkan kepada engkau hai Rasulullah !!). 

Ini adalah Abu Bakar di pintu makammu. Kemudian, seketika itu juga pintu makam benar-benar terbuka. Seiring dengan itu ada suara hatif (suara tanpa rupa) yang keluar dari makam itu menjawabnya: Silahkan masuk kekasih Allah kepada kekasih-Nya yang lain !".

KH. Thobary Syadzily.
red. Ibnu Manshur

Syaikh Nawawi Al-Bantani Jelaskan Aqidah Aswaja ; Allah Ada Tanpa Tempat

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Salah seorang ulama terkemukaIndonesia yang sangat mashur di dunia Islam, asy-Syaikh al-‘Allâmah al-Faqîh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi asy-Syafi’i (w 1314 H) telah menuliskanberbagai karya dalam penjelasan akidah Ahlussunnah. Dalam banyak karyanya beliau menjelaskan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dan bahwa Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah, di antaranya dalam kitab berjudul ats-Tsimâral-Yâni’ah dalam penjelasan sifat yang mustahil atas Allah; yaitu al-Mumâtsalah Li al-Hawâdits, beliau menuliskan sebagai berikut:

    "أو يكون تعالى في جهة للجرم بأن يكون عن يمينه أو شماله أوفوقه أو تحته أو أمامه أو خلفه، أو يكون له تعالى جهة بأن يكون له يمين أو شمال أوفوق أو تحت أو خلف أو أمام، أو يتقيد بمكان بأن يحل فيه بأن يكون فوق العرش"
 “Contohnya, mustahil adanya Allah pada suatu arah dari suatu benda, seperti berada di samping kanan benda tersebut, atau di samping kirinya, atau diatasnya, atau di bawahnya, atau di depannya, dan atau di belakangnya. Demikian pula mustahil Allah berada pada arah, seperti arah kanan, arah kiri, arah atas,arah bawah, arah belakang, atau arah depan. Demikian pula mustahil Allah terliputi oleh tempat, atau menyatu di dalam tempat tersebut, seperti keyakinan adanya Allah bertempat di atas arsy”[1].

Dalam kitab karya beliauyang lainnya berjudul Nûr azh-Zhalâm, asy-Syaikh Nawawi al-Jawi menuliskan:

    "وكل ما خطر ببالك من صفات الحوادث لا تصدق أن في الله شيئامن ذلك، وليس له مكان أصلاً فليس داخلاّ في الدنيا ولا خارجا عنها"
“Segala sesuatu yang terlintas di dalam benakmu dari segala sifat-sifat benda maka jangan sekali-kali engkau berkeyakinan bahwa Allah bersifat walaupun dalam satu segi dari sifat-sifat tersebut. Allah sama sekali tidak bertempat,maka Dia bukan berada di dalam alam dunia ini, juga buka berada di luarnya”[2].

Dalam kitab karya beliau lainnya berjudul Kâsyifah as-Sajâ Syarh Safînah an-Najâ, asy-Syaikh Nawawi menuliskan sebagai berikut:

    من ترك أربع كلمات كمل إيمانه أين ووكيف ومتى وكم،فإن قال لك قائل أين الله؟ فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك كيف الله؟فقل ليس كمثله شيئ، وإن قال لك متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء،وإن قال لك قائل كم الله؟ فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد
“Faedah: Barangsiapa meninggalkan empat kalimat ini (artinya tidak mempertanyakankalimat tersebut kepada Allah) maka sempurnalah keimanannya, yaitu; di mana,bagaimana, kapan, dan berapa. Jika seseorang berkata kepada anda: Di manaAllah? Maka jawablah: Dia ada tanpa tempat dan tidak terikat oleh waktu. Jika ia berkata: Bagaimana Allah? Maka jawablah: Dia tidak menyerupai suatu apapundari makhluk-Nya. Jika ia berkata: Kapan Allah ada? Maka jawablah: Dia Allah al-Awwal;ada tanpa permulaan dan Dia al-Âkhir; ada tanpa penghabisan. Jika iaberkata: Berapa Allah? Maka jawablah: Dia Allah maha esa tidak ada sekutubagi-Nya, Dia maha esa bukan dari segi hitungan yang berarti sedikit. -Tetapidari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya”[3].

Dalam kitab tafsirkaryanya berjudul at-Tafsîr al-Munîr Li Ma’âlim at-Tanzîl, Syaikh Nawawial-Bantani dalam menafsirkan QS. Al-A’raf:54 pada firman Allah “Tsumma Istawâ ‘Ala al-‘Arsy” menuliskan sebagai berikut:

    "وَالْوَاجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نَقْطَعَ بِكَوْنِهِ تَعَالَى مُنَزَّهًاعَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَةِ..."
    “Wajib bagi kita menetapkan keyakinan bahwa Allah maha suci dari tempat danarah”[4].


Oleh : Ust. Kholil Abu Fatih, Lc.

[1] ats-Tsimâral-Yâni’ah Fî ar-Riyâdl al-Badî’ah, h. 5
[2] Nûrazh-Zhalâm Syarh ‘Aqîdah al-‘Awâm, h. 37
[3] Kâsyifah as-Sajâ Bi SyarhSafînah an-Najâ, h. 9

[4] at-Tafsîral-Munîr, j. 1, h. 282

KH Ma'ruf Amin highlights ‘tajweed’ on Quran reading style

$
0
0
Muslimedianews.com~ Member of the Supreme Council of Nahdlatul Ulama, KH Ma'ruf Amin (Kiai Ma'ruf), revealed the use of any styles to read Quran does not matter as long as the recitation (tajweed) is right. The Qur'an does not regulate the melodies used, but only set tajweed and emission points of the letters (makhārij al-ḥurūf).

Kiai Ma'ruf who is also Chairman of the Indonesian Ulema Council (MUI) said that "We're from the MUI does not make any statement. But personally, I look at the way to read it correctly, I think personally there is no problem if it is only a matter of the song," Kiai Ma'ruf Amin told ROL on Tuesday (19/5).


He added, when the reading is correct it means the tajweed is right, the makhraj is right, and no sounds of letters that change that could make sense to be different.

"If there are the wrong in tajweed, then the mistakes not on its style, but on reading it," Kiai Ma'ruf explained.

He continued, anyone, any melody, if tajweed was wrong, its provisions must not be read it. Because the importance that on the entire reading, the grammar rules have to be correct.

Pros and cons of the use of Java style in reading the Quran emerged since the event of Isra 'Mi'raj at the State Palace on Friday (15/5). Some experts and scholars criticized the use of the Java style, but others allow it as long as did not violate the rules for recitation. (masdar)

via nu.or.id

Khilafah (Caliphate) in the view of Nahdlatul Ulama

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Nahdlatul Ulama (also Nahdatul Ulama or NU) is a traditionalist Sunni Islam group in Indonesia. The NU is one of the largest independent Islamic organizations in the world. Some estimates of its membership range as high as 80 million, although it is hard to account for this number.

Caliphate in the view of NU
After the Ottoman Empire ended on March 3, 1924, some are of the view that the role of Islam in the global political arena for more than 13 centuries also ended. Since then, the existence of Muslims has met many difficulties in the fields of politics, economy, military, culture, science-technology and others.

In addition, the "modern colonialism" waged by the West against the Islamic world has allegedly become the most important factor evoking the escalation of "longingness" of some Muslim groups against the Islamic Khilafah system that ever took the triumph of Islam in the past. So, since then, the term "khilafah" (caliphate) has become one of the Islamic movement (harakah) issues having both the mission and the political agenda of rebuilding international Islamic state (Daulah Islamiyah).


In the dynamics of the struggle, the idea of building the international caliphate was first played by the members of the Muslim Brotherhood that was founded in Egypt in 1928, and subsequently played by Hizb ut-Tahrir that was established in East Jerusalem in 1952. And it has recently been echoed by the Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) in Iraq and Syria.

In Indonesia, the seed of the caliphate has been around since the beginning of independence in 1945, whether it is constitutional, as the Constituent Assembly, or military such as in the case of DI / TII, which sought to establish an Islamic state and reject Pancasila. The 1998 reform providing public space for freedom has made the caliphate issue in Indonesia increasingly vulgar and sustain its momentum. Talks about the issue have been increasingly intense and openly campaigned, either through thoughts or opinions and real movements. Because Islam is considered a solution and alternative ideology for seeking to form the Indonesian government from being the Unitary State of Republic into a caliphate, following the State Consitution since the Constitution of 1945 and the positive law that are completely based on Shari'ah Islamiyah (Islamic law).

On this stand, then Nahdlatul Ulama (NU) in the National Ulema Meeting in Jakarta on 1-2 november 2104 decided some important points with respect to the caliphate, namely:

1. Islam as a comprehensive religion (din syamil kamil) is inseparable from any problem of state and government as its  must-be-discussed agenda. Although it is not in the whole concept, it is in the form of values and principles (mabadi` asasiyyah). Islam has provided sufficient guidance for the ummah (people).

2. To appoint a leader (nashb al-imam) is obligatory, because human life would be chaotic (fawdla) in the absence of a leader. This was confirmed by the statements made by prominent Muslim scholars, among others:

a. Hujjat al-Islam Abu Hamid al-Ghazali in Ihya` 'Ulum al-Din:

الدين والملك توأمان, فالدين أصل والسلطان حارس, فما لا أصل له فمهدوم وما لا حارس له فضائع "
"Religion and power-state are definitely twin sisters. Religion is the foundation, while the power-state is the bodyguard. Something that does not have the foundation, will collapse, whereas something that does not have a bodyguard, will be wasted"

b. Shaykh al-Islam Taqi al-Din Ibn Taymiyah in al-Siyasah al- Syar'iyyah fi Ishlah al-Ra'i wa al-Ra'iyyah:

  إن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين, إذ لا قيام للدين إلا بها
"Indeed, the task of organizing and managing the affairs of the people (in a government and country) is among the greatest religious obligation. It is due to the impossibility of religion to be firmly upright without the support of the state"

3. Islam does not determine insted of obliging a certain kind of state and government system for its adherents. The ummah (people) have their own authority to manage and design the  government system in accordance with the demands of the development of time and place. But the most important thing is that a government must be able to protect and ensure its citizens to practice and apply their religious teachings and be a place that is conducive to the prosperity, welfare and justice.

4. Caliphate as one of the government systems is a fact of history once practiced by al-Khulafa` al-Rasyidun. The so-called Al-Khilafah al-Rashidah is a model that is in accordance with its era; ie when the human life is not under the auspices of nation states. In the time, Muslims were possible to live in a chaliphate system. By the time the human race is under the auspices of nation states, the caliphate system for Muslims around the world will lose its relevance. Even reviving the idea of the caliphate in our time is a utopia.

5. The Unitary State of Republic of Indonesia (NKRI) is the result of an agreement among the nation's founding pioneers. The NKRI is formed to accommodate all elements of the nation in terms of race, language, culture and religion. It is the duty of all elements of the nation to both maintain and strengthen the integrity of the Republic. Therefore, every effort taken by certain movements or groups that is capable of threatening the integrity of the Republic must be resisted. Because it will certainly cause destruction (mafsadah) and disputes among the ummah.

6. Muslims must not get caught up in symbols and formality that seem Islamic, but are required to commit to the substance of everything. In the popular adage among scholars said: العبرة بالجوهر لا بالمظهر " All the fundamental guide is the substance, not the symbol or outward appearance"العبرة بالمسمى لا بالإسم "All the fundamental guide is something that is named, not the name itself" Thus, the fight for the substantive values of Islam in a country--whatever the name of the country, Islamic or not--is absolutely more important than the fight for the establishment of symbolsof an Islamic state.

Similarly, the important points are the official views of NU related to the chaliphate and are the official decision of the Commission of Bahtsul Masail Al-Diniyah (religious problems deliberation) in the National Ulema Meeting of NU 2014.


KH. Mustofa Bisri ( The Supreme "Rais Aam" Council of Nahdlatul Ulama) and KH. Said Aqil Siraj (General Chairman of the Central Board of Nahdlatul Ulama)

Ansor paramilitary wing (Banser). The Ansor is Nahdlatul Ulama youth organization
The Ansor paramilitary wing

Editing by Sudarto Murtaufiq, via nu.or.id


Ini Perancang Lambang Pancasila Sultan Hamid II Al-Qadrie #JASMERAH

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Eksistensi Sultan Hamid II dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia nyaris tak terasa. Padahal, dialah de­sainer lambang negara Indonesia, Bu­rung Garuda, biasa juga disebut ”Garuda Pancasila”.

Meski sejarah menutup-nutupi, sum­bangsih Sultan Hamid II selaku peran­cang lambang negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan.

Boleh jadi sejarah dan pencatatan sejarah tidak berpihak kepada sultan yang cerdas ini.

Begitulah penyakit negara bangsa yang kerap dengan mudahnya menghi­langkan jasa-jasa dan apa-apa yang telah diperbuat seseorang hanya karena ada­nya perbedaan pandangan, seperti ada­nya perbedaan visi seperti mengenai ideologi dan model atau bentuk negara, serta adanya pertentangan politik akibat perbedaan itu. Terutama jika berten­tang­an dengan rezim yang berkuasa. Biasa­nya, rezim yang berkuasalah yang me­nen­tukan seperti apa sejarah hendak di­catat dan diceritakan kepada generasi berikutnya.

Secara politik, sebenarnya tak ada alasan untuk menghalangi pengakuan terhadap hasil karya Sultan Hamid II. Namun entah kenapa hingga hari ini hal itu masih belum dapat terealisasikan.


Sultan Hamid II kadung dianggap se­bagai tokoh makar. Namanya disudutkan, kariernya dihitamkan, padahal berkat kar­yanya dinding istana dan kantor-kantor pe­merintahan di republik ini menjadi ber­wibawa dengan lambang Garuda Pan­casila.

Namun jangan coba mencari lam­bang Garuda di dinding Istana Kadriyah. Tak bakal ketemu. Sultan Hamid telah berwasiat kepada anak-cucunya agar tidak memajang lambang negara sebe­lum negara mengakui hasil karyanya.

Menyambut Hari Kesaktian Pancasila 31 Oktober, ada baiknya kita sedikit menoleh ke belakang, mencari tahu salah satu babak penting dalam sejarah negeri tercinta.

SULTHAN YANG CERDAS
Adalah Turiman yang membuktikan kebenaran ini dalam tesis S-2 di Pasca­sarjana Ilmu Hukum Universitas Indone­sia pada 11 Agustus 1999 yang berjudul Sejarah Hukum Lambang Negara Repub­lik Indonesia, Suatu Analisis Yuridis ten­tang Pengaturan Lambang Negara dalam Perundang-undangan. Dalam tesisnya yang dibimbing oleh Prof. Dimyati Har­tono, Turiman mempertahankan secara yuridis dengan data-data yang akurat mengenai siapa sebenarnya pencipta lambang negara Burung Garuda.

Sultan Hamid II, yang juga sultan kedelapan dari Kesultanan Kadriyah Pontianak, memiliki nama lengkap Abdurrahman Hamid Alkadrie. Putra Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, Sultan VII Kesultanan Pontianak, ini lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913. Ayahnya adalah pendiri kota Pontianak.

Sultan Hamid II dikenal cerdas. Ia adalah orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda Belanda, semacam Akabri, dengan pangkat letnan dua infanteri pada 1936. Ia juga menjadi ajudan Ratu Juliana dengan pangkat terakhir mayor jenderal.

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Setelah ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 ia diangkat menjadi sultan Pontianak, menggantikan ayahnya, dengan gelar Sultan Hamid II.

Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Den­pasar, BFO, BFC, IJC, dan KMB di Indo­nesia dan Belanda.

Sultan Hamid II kemudian memper­oleh pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan menjadi orang Indone­sia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

MENGKOORDINASI KEGIATAN PERANCANGAN
Sultan Hamid adalah salah satu tokoh penting nasional dalam mendirikan Re­publik Indonesia bersama rekan seang­katannya, Soekarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, Mr. Muhammad Roem, dan Muhammad Yamin.

Dalam sejarah pendirian RI, Sultan Hamid pernah menjadi ketua Delegasi BFO (Wakil Daerah/Negara buatan Belanda) dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, 23 Agustus 1949. Ia juga menjadi saksi pelantikan Soekar­no sebagai presiden RI di Keraton Yogya­karta pada 17 Desember 1949. Ini terlihat dalam foto yang dimuat di Buku 50 Tahun Indonesia Merdeka.

Sepak terjangnya di dunia politik men­jadi salah satu alasan bagi Presiden Soe­karno untuk mengangkat Sultan Hamid sebagai menteri negara zonder porto folio di Kabinet RIS 1949-1950.

Dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia yang dimuat dalam 50 Tahun Indonesia Merdeka disebutkan, pada 13 Juli1945, dalam Rapat Panitia Perancang Undang-undang Dasar, salah satu ang­gota Panitia, Parada Harahap, mengusul­kan ihwal lambang negara. Pada 20 Desember 1949, berdasar­kan Keputusan Presiden Republik Indo­nesia Serikat No­mor 2 Tahun 1949, Sul­tan Hamid Alkadrie II diangkat sebagai men­teri negara RIS. Dalam kedudukan­nya ini, ia dipercaya oleh Presiden Sukar­no mengoordinasi ke­giatan perancangan.

BHINNEKA TUNGGAL IKA
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) se­waktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara disebut­kan, “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lam­bang ne­gara. Ia teringat ucapan Presiden Soekar­no bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, yang mana sila-sila dasar negara, yaitu Panca­sila, divi­sualisasikan dalam lambang negara.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Len­cana Negara di bawah koordinator Men­teri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewan­toro, M.A. Pellaupessy, Moh. Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka sebagai anggota.

Panitia ini bertugas menyeleksi usul­an rancangan lambang negara untuk di­pilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta da­lam buku Bung Hatta Menjawab, untuk melaksanakan keputusan sidang kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.

Terpilih dua rancangan lambang ne­gara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin.

Pada proses selanjutnya yang dite­rima pemerintah dan DPR RIS adalah ran­cangan Sultan Hamid II. Karya M. Ya­min ditolak, karena menyertakan sinar-si­nar matahari dan menampakkan pe­nga­ruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno, dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilaku­kan untuk keperluan penyempurnaan ran­cangan itu. Terjadi kesepakatan me­reka bertiga, mengganti pita yang di­cengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih de­ngan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

KARYA ANAK BANGSA
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II, diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk di­pertimbangkan, karena adanya keberat­an terhadap gambar burung garuda de­ngan tangan dan bahu manusia yang me­megang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspi­rasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Di­singkat Garuda Pancasila.

Presiden Soekarno kemudian menye­rahkan rancangan tersebut kepada Ka­binet RIS melalui Moh. Hatta sebagai perdana menteri.

A.G. Pringgodigdo dalam bukunya Sekitar Pancasila terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI, menyebutkan, ran­cangan lambang negara karya Sultan Ha­mid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.

Ketika itu gambar bentuk kepala Raja­wali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk seka­rang ini. Inilah karya kebangsaan anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II, menteri negara RIS.

Presiden Soekarno kemudian mem­per­kenalkan untuk pertama kalinya lam­bang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

BENTUK FINAL LAMBANG NEGARA

Penyempurnaan kembali lambang ne­gara itu terus diupayakan. Kepala bu­rung Rajawali Garuda Pancasila yang “gun­dul” menjadi “berjambul”. Bentuk ca­kar kaki yang mencengkeram pita, dari yang semula menghadap ke belakang men­jadi menghadap ke depan, atas ma­sukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gam­bar lambang negara yang telah diper­baiki mendapat disposisi Presiden Soe­karno, yang kemudian memerintahkan pe­lukis istana, Dullah, untuk melukis kem­bali rancangan tersebut sesuai bentuk fi­nal rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II, yang dipergunakan secara res­mi sampai saat ini.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu de­ngan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara, yang lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta, pada 18 Juli 1974.

Rancangan terakhir inilah yang men­jadi lampiran resmi PP No. 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No. 66 Tahun 1951. Sedangkan lambang ne­gara yang ada disposisi Presiden Soe­karno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap di­simpan oleh Keraton Kadriyah Pontianak.

Salah satu keistimewaan Garuda Pan­casila terletak pada warna keemas­annya, yang melambangkan cita-cita para perintis kemerdekaan untuk mem­bangun masyarakat adil dan makmur. Di negara lain, yang memakai sejenis lam­bang garuda atau elang, biasanya ber­warna hitam putih, sesuai warna burung tersebut di alam bebas.

Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di Pe­makaman Keluarga Kesultanan Ponti­anak di Batulayang.

Jasa Sultan Hamid II lainnya yang ter­lupakan adalah peranannya dalam forum KMB, yang tidaklah semata-mata mem­perjuangkan BFO dan federalisme. Ke­sediaan Belanda menyetujui penyerahan kedaulatan seluruh wilayah bekas jajah­annya di Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat tidak terlepas dari keberhasilannya membujuk Ratu Yuliana, selaku ratu Belanda. Ini bukti kelihaian diplomasi dan kedekatan Sultan Hamid II, yang pernah menjadi ajudan atau pengawal Ratu Yuliana.

PENILAIAN KALANGAN AKADEMISI
Turiman, S.H. M.Hum., dosen Fakul­tas Hukum Universitas Tanjungpura Ponti­anak, yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar magister hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan, hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara.

“Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998 sampai 1999,” katanya.

Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Mas­a­gung Jakarta, Badan Arsip Nasio­nal, Pusat Sejarah ABRI, dan tidak keting­galan Keluarga Istana Kadariyah Ponti­anak, adalah tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpul­kan bahan penulisan tesis yang diberinya judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI – Suatu Analisis Yuridis Normatif tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan.

Di hadapan dewan penguji, Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, S.H. dan Prof. Dr. H. Azhary, S.H., ia berhasil memperta­hankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan, mulai dari sketsa awal hing­ga sketsa akhir, Garuda Pancasila ada­lah rancangan Sultan Hamid II,” katanya.

Hal yang sama juga pernah disuara­kan Sultan Syarif Abubakar Alkadrie, pe­megang tampuk kekuasaan Istana Kadriyah Kesultanan Pontianak, yang menjadi ahli waris Sultan Hamid Alkadrie II. Menurutnya, negara pantas memberi­kan penghargaan terbaik kepada almar­hum Sultan Hamid Alkadrie II atas jasa­nya menciptakan lambang negara Bu­rung Garuda. Penghargaan yang tepat ada­lah pemberian gelar pahlawan nasio­nal kepada Sultan Hamid Alkadrie II.

Untuk mengembalikan fakta sejarah yang sebenar-benarnya mengenai pen­cip­ta lambang negara Burung Garuda, pihak ahli waris dan pemerintah Kaliman­tan Barat serta Universitas Tanjungpura pernah menyelenggarakan seminar na­sional di Pontianak. Ketua DPR Akbar Tandjung juga hadir dalam acara yang berlangsung pada 2 Juni 2000.

Saat itu, Akbar Tandjung, yang juga ketua umum Partai Golongan Karya, juga mengusulkan agar nama baik Sultan Hamid Alkadrie II dipulihkan dan diakui sebagai pencipta lambang negara. Sa­yangnya, usulan itu tak ada tindak lanjut­nya hingga sekarang.


Sumber : Majalah Al Kisah, via Madinatuliman.com

Muslimat NU Makassar Bantu Korban Kebakaran

$
0
0
Makassar, Muslimedianews.com ~ Sebagai Bentuk Kepedulian Sosial terhadap Sesama, Muslimat NU Kota Makassar memberikan bantuan pada Korban Kebakaran di Jalan Kandea Kota Makassar, Jum'at (21/05).

Kebakaran yang terjadi Kamis(14/05) pekan lalu membuat sekitar 40 Kepala Rumah Tangga Kehilangan tempat tinggalnya.

Hj. Syukriah Ahmad, Ketua Muslimat NU Kota Makassar yang memimpin lansung penyerahan Bantuan, turut perihatin terhadap musibah yang dialami oleh masyarakat.

"Kami warga Muslimat NU Kota Makassar sangat perihatin dan turut merasakan kesedihan masyarakat yang tertimpa musibah ini", Ungkap Hj. Syukriah.

"Bantuan ini secara materi tidak seberapa nilainya namun mudah-mudahan sedikit bisa meringankan beban masyarakat yang tertimpa musibah", tambahnya.

Adapun bantuan berjumlah 50 paket, tiap paketnya terdiri dari Beras, Gula dan teh, diserahkan lansung kepada Panitia Penerimaan Bantuan Kebakaran.

Kontributor: Rahman H.
Foto: Penyerahan Bantuan Pada Korban Kebakaran

Apa Saja Yang Membatalkan Puasa ?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Dalam hal membatalkan Puasa, Habib Hasan Bin Ahmad Al-Kaff salah satu Murid Habib Zein Bin Smith (Madinah) menyebutkan dalam Kitabnya At-Taqriirot As-Sadiidah pada Bab Puasa  sebagai berikut :

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Itu Ada 2 Bagian :
1. Bagian pertama adalah yang membatalkan (menghabiskan) pahala puasa, akan tetapi dalam hal ini tidak wajib mengqodho' puasanya.

2. Bagian kedua adalah yang membatalkan Puasa itu sendiri sekaligus menghilangkan pahalanya jika dilakukan dengan tanpa Udzur, nah dalam hal ini wajib mengqodho' puasanya.

- Bagian Pertama
Hal-hal yang menghapus pahala puasa itu ada 6, yaitu :

1. Gunjing/Gosip (Ghibah) : Yaitu menyebut kejelekan seorang Muslim walaupun itu benar adanya.
2. Adu Domba (Namimah) : Yaitu menyampaikan sebuah kabar/perkataan dengan maksud menimbulkan pertikaian.
3. Dusta.
4. Melihat sesuatu yang haram atau sesuatu yang menimbulkan Syahwat (birahi).
5. Sumpah Palsu.
6. Berkata atau melakukan hal-hal yang buruk (keji).


Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW :

"كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش". رواه أحمد وابن ماجه
"Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya melainkan lapar dan haus". HR. Imam Ahmad & Imam Ibnu Majah

"خمس يفطرن الصائم : الكذب، والغيبة، والنميمة، والنظر بشهوة، و اليمين الكاذبة".
قال العلماء : معنى "يفطرن الصائم"أي : يحبطن أجره ويبطلن ثوابه. رواه الديلمي في الفردوس وذكره المناوي في فيض القدير.
"Ada 5 hal yang membatalkan (pahala) puasa, yatu : Dusta, Ghibah (gunjing/gosip), Namimah (adu domba), Melihat (penuh) dengan Syahwat, Sumpah Palsu".

Ulama menyebutkan yang dimaksud dengan kata "Membatalkan Puasa" dalam Hadits tersebut adalah membatalkan pahala puasa dan menghapus ganjarannya.

HR. Imam Ad-Daylami dalam Kitab Al-Firdaus, dan disebutkan oleh Imam Al-Manawi dalam Kitab Faidh Al-Qodir.

Dalam Hadits lain disebutkan pula :

"الصائم في عبادة من حين يصبح حتى يمسي ما لم يغتب فإذا اغتاب خرق صومه". رواه الديلمي
"Orang yang sedang berpuasa itu berada dalam (keadaan) Ibadah dari pagi sampai sore selama ia tidak menggunjing, jika ia menggunjing maka ia telah menghanguskan (pahala) puasanya". HR. Imam Ad-Daylami

"من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه". رواه البخاري
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk (keji) maka tiada perlunya bagi Allah (untuk mengganjar) ketika ia meninggalkan makanan dan minumannya (puasa)". HR. Imam Bukhari

- Bagian KeduaHal-hal yang membatalkan Puasa itu ada 8 :

1. Murtad, yaitu keluar dari Islam baik dengan Niat atau perkataan atau perbuatan walaupun cuma sebentar Murtadnya.
2. Haid, Nifas & melahirkan. Walaupun terjadinya beberapa saat menjelang Adzan Maghrib.
3. Gila walaupun hanya sebentar.
4. Pingsan & Ayan jika merata selama satu hari penuh, apabila tersadar walau sekejap saja maka Puasanya dianggap Syah menurur Imam Romli, sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar membatalkan apabila disengaja walaupun cuma sebentar, sedangkan yang lain menambahkan akan membatalkan jika disengaja dan merata selama satu hari penuh.
5. Bersetubuh (dengan ketentuan yang akan kami sebutkan di bawah ini).
6. Sampainya sesuatu yang mempunyai bentuk ke salah satu lubang yang terbuka di badan seperti Mulut, Hidung, Telinga, Kemaluan & Anus (Dubur). Batas mulut adalah tenggorokan, batas hidung adalah tempat di mana jika kemasukan air akan terasa panas, batas telinga adalah batas yang tidak bisa dijangkau oleh jari kelingking, sedangkan batas anus dan kemaluan sudah jelas.
7. Onani/Masturbasi : Yaitu mengeluarkan mani dengan tangannya atau tangan istrinya, atau dengan mengahayal/melihat sesuatu yang sekiranya sudah ia ketahui akan mengeluarkan mani dengan hal tersebut.
8. Menyengaja untuk muntah walaupun cuma sedikit. Sedangkan yang namanya muntahan itu adalah makanan yang kembali ke mulut setelah melewati batas tenggorokan walaupun berupa air dan belum berubah warna, rasa dan baunya. Namun jika muntahnya tidak disengaja akan tetapi mulutnya belum sempat disucikan dengan air maka akan membatalkan puasanya jika menelan ludahnya. Sedangkan jika air yang digunakan untuk mensucikan mulut dari Najis Muntahan kemudian tertelan tanpa sengaja maka tidak akan membatalkan puasanya karena hal ini (mensucikan Najis) itu dianjurkan bahkan wajib.

Catatan Tambahan :
A. Dalam masalah membatalkan puasa dengan bersetubuh itu akan dikenakan lima hal berikut ini :

1. Berdosa.
2. Wajib Imsak (menahan untuk berpuasa walaupun sudah batal).
3. Terkena Ta'zir/Sanksi dari Hakim (Pemerintah Islam).
4. Wajib mengqodho' Puasanya.
5. Terkena Kaffarah Udzma, yaitu salah satu dari 3 (tiga) hal berikut ini dan harus berurutan dari yang satu ke yang lainnya ketika tidak mampu :
a) Memerdekakan Hamba Sahaya yang beriman yang tidak mempunyai kekurangan yang menyebabkan pekerjaannya terganggu. Baru gugur kalau tidak menemukannya atau harganya terlalu tinggi dari harga standar.
b) Puasa 2 (dua) bulan berturut-turut. Baru gugur kalau susah baginya untuk berturut-turut selama 2 bulan penuh karena terlalu lemah atau sakit yang sekiranya sangat susah baginya untuk berturut-turut berpuasa selama 2 bulan penuh.
c) Memberi makanan pokok kepada 60 (enam puluh) Fakir/Miskin dengan setiap orangnya 1 mud (6,7 ons). Kalau ternyata tidak mampu juga memberi makanan maka ini tetap menjadi tanggungannya sampai ia mampu, sedangkan menurut sebagian Ulama' telah gugur dari tanggungannya.
Akan tetapi, dalam masalah bersetubuh di siang hari Ramadhan ini dengan konsekwensinya dikenakan 5 sanksi tersebut di atas jika memenuhi semua syarat berikut ini :

1. Disengaja, bukan karena lupa dan sebagainya.
2. Mengetahui akan keharamannya. Jika tidak mengetahuinya, setidaknya dia tidak termasuk Orang Bodoh yang dimaafkan dalam Syariat seperti baru masuk Islam atau jauh dari Ulama'.
3. Atas kemauannya sendiri (tidak dipaksa).
4. Membatalkan puasanya dengan sebab persetubuhan (bukan batal karena lainnya seperti makan/minum terlebih dahulu dll).
5. Di siang hari Ramadhan.
6. Ketika ia membatalkan puasanya dengan bersetubuh, maka hendaknya ia mendapatkan kewajiban puasa tersebut sehari penuh, bedahalnya dengan orang yang gila atau mati sebelum maghrib maka ia tidak terkena kewajiban Kaffarah.
7. Hendaknya setubuh/senggamanya itu sempurna, (maaf) yaitu dengan memasukkan semua Kepala Kemaluan Pria ke dalam Kemaluan Wanita, jika hanya masuk sebagian saja maka tidak batal puasanya.
8. Berdosanya karena persetubuhan yang dilarang dalam puasa, bedahalnya kalau ia bersetubuh dengan Istrinya dalam keadaan Musafir (bepergian) yang diperkenankan untuk mengqoshor Sholat.
9. Hendaknya berdosanya karena puasa bukan karena asal perbuatan persetubuhannya tersebut, sepertihalnya ia sedang bepergian (musafir) kemudian berzina (Wal Iyadzu Billah Min Dzalik).
10. Tidak adanya Syubhah (keraguan), sepertihalnya melakukan senggama sedangkan ia masih ragu apakah waktu ketika melakukannya itu diperkenankan (sudah maghrib atau belum masuk waktu Shubuh).

B. Permasalahan Sampai Sesuatu Yang Berbentuk Ke Dalam Badan
1. Hukum Suntikan & Infus, diperkenankan dalam keadaan darurat akan tetapi Ulama' berbeda pendapat apakah membatalkan atau tidak, dalam hal ini Ulama' menjadi 3 (tiga) pendapat :
1). Membatalkan secara mutlak (tanpa syarat), karena masuk ke dalam badan.
2). Tidak membatalkan secara mutlak, karena masuknya bukan dari lubang yang terbuka.
3). Diperinci (dan inilah yang paling benar), apabila sebagai ganti makanan maka membatalkan. Jika tidak untuk makanan yakni untuk pengobatan maka dilihat dulu :
a. Jika masuknya ke urat/nadi yang tersambung ke pencernaan maka akan membatalkan puasa.
b. Jika masuknya ke otot/urat yang tidak terhubung ke pencernaan maka tidak membatalkan.
2. Hukum Dahak, dalam hal ini ada perincian sebagai berikut :
a) Jika dahak dari dalam perut/tenggorokan melewati batas antara tenggorokan dan mulut kemudian ditelan lagi maka akan membatalkan puasa, terkecuali terlalu susah untuk membuangnya.
b) Jika dahak berada di dalam (batas antara tenggorokan dan mulut) kemudian ditelan maka tidak akan membatalkan puasa.

3. Hukum menelan Air Ludah, tidak membatalkan dengan 3 (tiga) syarat :
a) Murni, yaitu tidak bercampur dengan apapun. Andai bercampur dengan warna makanan atau sejenisnya, apalagi ada bentuknya maka akan membatalkan puasa.
b) Suci, kalau seandainya terkena Najis seperti gusi berdarah kemudian meludah sampai bersih tetap dihukumi Najis selama tidak berkumur-kumur dengan air.
c) Ludah masih di tempatnya, yaitu di dalam mulut. Andai keluar sampai pada Bibir kemudian ditelan lagi maka akan membatalkan puasa.

4. Hukum Masuknya Air Ke Dalam Tubuh Tanpa Sengaja :
a) Jika mandinya itu dianjurkan seperti mandi wajib atau mandi sunnah, maka tidak akan membatalkan puasa kalau mandinya itu dengan cara mengguyur. Sedangkan kalau mandinya dengan cara berendam maka akan membatalkan puasa.
b) Kalau mandinya itu tidak dianjurkan (seperti mandi karena gerah atau menjaga kebersihan badan) akan membatalkan puasa jika masuk ke badan walaupun tidak disengaja baik dengan cara diguyur maupun berendam.

5. Hukum Kemasukan Air Madhmadhah (Kumur-Kumur) & Air Istinsyaq (memasukkan air ke hidung) Saat Wudhu' :
a) Kalau kumur-kumur atau memasukkan air ke hidung itu termasuk yang dianjurkan, maka dilihat dulu :
- Jika tidak berlebihan ( Tidak Mubalaghoh) maka tidak akan membatalkan puasa walaupun air masuk ke dalam (tertelan).
- Jika berlebihan (Mubalaghoh) akan membatalkan puasa kalau masuk ke dalam, sebab Mubalaghoh dalam kumur-kumur dan memasukkan air ke Hidung saat Wudhu' itu dimakruhkan di saat berpuasa.

b) Kalau kumur-kumurnya itu tidak dianjurkan seperti kumur-kumur yang ke 4 (empat) kalinya, atau dilakukan bukan di waktu Wudhu'/ atau mandi wajib maupun sunnah, maka akan membatalkan puasa kalau masuk ke dalam walaupun tidak berlebihan.

C. Permasalahan Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja (Onani/Masturbasi)
- Membatalkan dalam 2 (dua) keadaan :
1. Sengaja berniat mengeluarkan mani dengan cara apapun, termasuk melihat dan menghayal.
2. Jika keluarnya karena bercumbu dengan Istri tanpa menggunakan pengahalang (kain/baju).

- Tidak membatalkan dalam 2 (dua) keadaan :
1. Jika keluarnya bukan karena bercumbu seperti melihat atau menghayal, dengan syarat ia tahu biasanya tidak akan keluar mani.
2. Jika keluarnya karena bermesraan dengan Istri tapi tidak langsung bersentuhan antar kulitnya seperti menggunakan kain/baju.

D. Hukum Berciuman
Haram hukumnya jika berciuman itu membangkitkan syahwat dalam puasa wajib. Jika tidak membangkitkan Syahwat maka meninggalkannya itu lebih utama. Dan tidak membatalkan puasa terkecuali keluar mani karena sebab ciuman tersebut.

Wallohu A'lam Bish-Showab.
Disadur dari Kitab Taqriirot As-Sadiidah Karya Habib Hasan Bin Ahmad Al-Kaff, halaman 448-455 cetakan Dar Al-Mirats An-Nabawi dengan sedikit perubahan dan penyesuaian dalam segi tata dan bahasa.

Oleh : Imam Abdullah El-Rashied, Pin BB 55F24D7C
Tarim, 4 Sya'ban 1436 H/22 Mei 2015

KMNU IPB Audiensi Dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

$
0
0
Bogor, Muslimedianews.com ~ Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) mengadakan audiensi dengan Prof. Dr. M. Nasir pada hari Kamis 21 Mei 2015 Pukul 09.00 WIB bertempat di Lantai 10 Gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Audiensi ini diwakili oleh Ketua Pelaksana Semnas KMNU IPB, Steering Commitee KMNU IPB, dan Presnas 1 KMNU Nasional, serta didampingi oleh Ketua PCNU Bogor, Dr. Ifan Haryanto dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah IPB, Dr. Jaenal Efendi yang merupakan pembina dari KMNU IPB.

Audiensi ini merupakan silaturahim dengan Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi, serta penyampaian maksud audiensi yaitu untuk mengundang beliau menjadi keynote speaker dalam acara Semnas KMNU IPB.

Dalam audiensi tersebut, KMNU IPB mengungkapkan kondisi kampus yang diwarnai oleh golongan ekstrim yang bahkan inigin mengancam keutuhan NKRI. Dalam kesempatan itu pula, Ketua PCNU menyampaikan bahwa prestasi KMNU IPB di dalam kampus bukan hanya dalam bidang keagamaan, tetapi banyak prestasi akademik yang ditorehkan oleh para kader KMNU IPB.

Menristek dan dikti mengungkapkan bahwa Kader KMNU IPB juga harus profesional di bidang akademik, bukan hanya di bidang dakwah Islam Rahmatan lil Alamin. Harus berpepndidikan Doktor untuk menunjang pembangunan Bangsa Indonesia.

Beliau menambahkan pula bahwa warnai kampus IPB dengan Islam yang Rahmatan lil Alamin, denga tidak berpihak ke golongan manapun dan harus terbuka untuk siapapun. KMNU IPB harus bekerja dan belajar dengan profesional dalam mewarnai Isdlam di KMNU IPB. Beliau menyatakan dirinya Insya Allah siap untuk hadir dalam acara Semnas KMNU IPB yang diadakan tanggal 7 Juni 2015 mendatang.

Audiensi ini berlangsung selama 30 menit dan ditutup dengan foto bersama beliau dan staff khususnya. Besar harapan beliau untuk kader KMNU yang bekerja secara profesional dan Bersikap Rahmatan lil Alamin untuk almamaternya.

Kontributor: M. Mulya Tarmizi

Tragedi Karbala Bukan Hanya Milik Syi'ah

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Oleh: KH Said Aqil Siradj - Ketua Umum PBNU

Alhamdulillah wa shalatu wa salamu ‘ala maulana wa syafi'ina wa habibina Rasulillah, Muhammad, wa man tabai’a sunnatahu wa jama’ana ila yaumina hadza, ila yaumil ba’tsi wa kafa. Ashabal Fadhilah Sadatana Ahla Baitil Mushtafa, Habaibana wa jazakumullah, Wa ‘ala ru’usihim Assayiid Hasan al-'Aidarus.

Hadratus Syaikh KH. Mahfudzh, KH. Hassan Kriyani, rekan-rekan Pengurus NU, Wawan Arwani, rekan-rekan pengurus PMII, pimpinan Forum Umat Islam se-wilayah III, Bapak Syaikhu, Sadati wa Sayidati ahlil kubur.


Alhamdulillah pada malam hari ini, saya juga merasa berbahagia bisa menghadiri acara yang sangat mulia dzikra syahadati sebeti Rasulillah saw, sayidina wa imamina Abi Abdillah al-Hussein as. Mudah-mudahan kita semua medapatkan berkahnya, syafaatnya , sehingga kita menjadi umat yang selamat bahagia dunia akhirat amin ya rabbal amin. Soal ada halangan, tempatnya pindah, saya harap kepada seluruh panitia, jangan marah. Maafkan mereka yang memindahkan tempat acara ini. Maafkan yah, jangan marah, jangan dendam.

Allahummahdihim fainnahum la ya’lamun. Alhamdulillahi al-ladzi ja’ala a’da’na umaqa. Hadirin yang saya hormati, setelah al-khalifah al-rasyid yang keempat, al-Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib dibantai, dibunuh pagi Jum’at 17 Ramadhan th. 40 H. oleh seorang yang bernama Abdurrahman ibn Muljam. Pembunuh Sayyidina Ali ini orangnya qiyamul lail wa shiyamun nahar, hafidhul Qur’an. Orangnya tiap malam tahajud, sampai jidatnya hitam, tiap siang puasa, dan hafal al-Qur’an. Mengapa dia membunuh Sayyidina Ali? Karena menurutnya Sayyidina Ali itu kafir? Apa Kafir? Keluar dari Islam.

Kenapa Ali kafir? Karena menurutnya, Ali menerima hasil rapat manusia. Hukum atau keputusan rapat manusia. Padahal, la hukma ilallah (tidak ada hukum selain hukum Allah), wa man lam yahkum bima anzalallah faulaika humul kafirun (maka barang siapa menggunakan selain hukum Allah, maka kafir). Sayyidina Ali tidak menggunakan hukum Allah, tetapi menggunakan hukum hasil kesepakatan rapat di Dummatul Jandal. Kalau kafir, maka harus dibunuh. Eh anak kemarin sore, mentang-mentang jidatnya hitam dan jenggotnya panjang, mengkafirkan man aslama min al- shibyan, shihru rasulillah, fatihu khaibar, min al-sabiqin al- mubasyirun bi al-jannah, bab al-ilm.

Anak kemarin sore berani mengkafirkan remaja yang pertama kali masuk Islam, yang pertama kali shalat jamaah di masjidil haram.Waktu itu ditertawakan oleh Abu Jahal dan teman-temannya. Waktu itu yang pertama kali shalat jama’ah di masjidil haram tiga orang. Saat itu imamnya Rasulillah, makmumnya sayyidah khadijah al-kubra dan Sayyidina Ali. Tiga orang itulah yang pertama kali shalat terang-terangan di dunia ini. Dikafirkan oleh anak kemarin sore, maklum pernah ikut pesantren kilat dua minggu.

Ali adalah shihru rasulillah, menantu rasul. Ia juga dijuluki bab al- Ilmu, sahabat yang intelek dan cerdas. Ali juga adalah min al- sabiqin al-awwalin al-mubasyirun bi al-jannah, salah satu orang yang sudah dikasih tahu pasti masuk surga. Di samping sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, Thaha, Zubair, Abdullah bin Auf, Abu Ubaidah, Amr bin Jarrah, sampai orang sepuluh yang dikasih tahu pasti masuk surga.

Sayyidina Ali juga dipercaya sebagai Fatihu Khaibar, yang memimpin perang mengalahkan benteng terakhirnya Yahudi di Khaibar. Dan Imam Ali juga selalu hadir dan ikut bersama rasul dalam peperangan perjuangan jihad fi sabililillah. Yang begini dikafirkan oleh anak kemarin sore, bernama Abdurrahman ibn Muljam. Ini, penyakit seperti ini sudah mulai masuk ke Cirebon. ”Alah baca al-Qur’an juga plentang-plentong. Ngerti nggak itu asbab al-nuzul? Ngerti nggak itu tafsir? Negerti nggak itu mushtalah hadits? Shahih, hasan dan dha’if? Ngerti nggak itu qira’ah sab’ah?

Apalagi qira’ah sab’ah, qira’ah yang biasa aja nggak bener kok! Ngerti nggak ushul fiqh? Ngerti nggak itu ilmu kalam? Tarikhu Tamaddun? Tarikhu Hadharah wa Tsaqafah? Ngerti nggak itu? Tahu-tahu mudah sekali mengkafirkan dan menyalah-nyalahkan orang. Alah, Allahummahdi qaumi fainnahum la ya’lamun, Alhamdulillah al-ladzi ja’ala a’da’na umaqa, juhala. Alah.

Setelah Sayyidina Ali terbunuh di Kuffah, maka gubernur Syam, Muawiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abdi Syams ibn Hasyim merasa plong, tidak ada saingan. Tidak ada yang diperhitungkan lagi. Maka ia mendeklarasikan diri sebagai penguasa tunggal. Lalu setelah itu buru-buru ia mengangkat anaknya yang bernama Yazid, diangkat menjadi putra mahkota, yang akan mewariskan tahta, artinya kalau ia mati, langsung digantikan anaknya, yang bernama Yazid. Yazid sendiri adalah anak seorang ibu yang bernama Maesun, orang Badui pedalaman, yang tidak suka tinggal di istana, dan suka hidup di padang pasir dan suka tidur di kemah. Yazid sendiri tidak pernah belajar ngaji dan belajar agama, ia hanya belajar berburu, naik kuda, memanah dan memainkan senjata.

Setelah Muawiyah meninggal, Yazid langsung menjadi penggantinya, penguasa umat Islam. Waktu itu diutus beberapa utusan berangkat dari Damaskus ke seluruh provinsi untuk mengambil sumpah setia dari tokoh-tokoh yang ada kepada Yazid. Utusan-utasan itu berangkat ke Mesir, ke Basrah, ke Kuffah dan juga diantaranya ke Madinah. Sampai di Madinah, para sahabat besar, seperti Abdullah ibn Umar dan lain-lainnya mau berbai’at karena dipaksa dan dibawah intimidasi. Meski yang lain bai’at, Imamuna Sayidina Husein meminta waktu untuk berfikir. ”Nanti saya fikir dulu malam ini”,katanya.

Lalu Sayyidina Husein pulang ke rumah. Di dalam kegelapan malam, beliau beserta seluruh keluarganya meninggalkan Madinah al-Munawarah berjalan kaki menuju Makkah al-Mukarramah. Masuk kota Makkah, ketika orang datang haji, orang-orang datang ke Minna, beliau beserta keluarganya keluar dari Makkah. Beliau saat itu sudah sering haji. Ketika Sayyidina Husein keluar dari Makkah, di tengah jalan ia dinasihati oleh seorang penasihat, bahwa kalau mau melakukan perjuangan jangan pergi ke Kuffah. Karena orang Irak mudah berhianat. Sebaiknya kamu ke Yaman, karena orang Yaman jujur dan mudah tidak hianat.

Ditengah jalan lagi, Sayyidina Husein berjumpa seorang penyair bernama Farazdaq. Farazdaq bertanya mau kemana wahai yang mulia? Beliau menjawab, saya mau ke Kuffah, saya menerima lebih dari seratus surat, agar saya hijrah dan membangun peradaban di sana. Farazdaq berkata; ”Jangan percaya orang Kuffah, mulutnya bersama kita tetapi hatinya beserta Muawiyah”. Sayyidina Husein menjawab, saya akan tetap menuju Kuffah. Farrazdaq berkata lagi: ”Kalau begitu, perempuan dan anak-anak jangan kamu bawa”. Tetapi mereka tetap diajak bersama.

Rupanya Allah sudah menentukan mati syahidnya Husein, sehingga Sayidina Husein tidak menerima masukan orang lain. Akhirnya beliau tetap berjalan bersama keluarga dan pengikutnya. Ada bukunya berjudul Ashabu Husein, sedikit sekali, yang bersenjata hanya berjumlah 54 orang. Setelah Sayyidina Husein meninggalkan Farrazdaq, lalu ada orang yang bertanya: ”Wahai Farrazdaq, tadi kamu berbicara sama siapa, kok kelihatanya asyik banget”, tanya orang tersebut. Farrazdaqpun menjawab dengan lantunan bait-bait syair, yang artinya: "Tadi yang saya ajak ngomong itu, kamu ndak tahu? Kamu ndak
tahu?

Dia sudah dikenal seluruh umat manusia
Baik penduduk tanah halal dan tanah haram
Ka’bah pun sudah kenal dia Siapa dia itu?
Dia adalah anak orang yang paling mulia (Sayyidina Ali)
Dia adalah orang yang bertakwa, bersih dan suci
Kalau kamu ndak tahu? Dia putra Fatimah
Ketika orang Quraish melihatnya
Orang Quraish akan mengatakan, bahwa orang inilah ujung orang
yang mendapat kemuliaan
Dengan kakeknyalah para Rasul dan Nabi di akhiri Karena
kakeknya Nabi yang terakhir

Sayidina Husein beserta rombongan terus melanjutkan perjalanan. Dan sesampainya di padang Karbala dihadanglah oleh 400 pasukan penunggang kuda yang diperintah oleh Abdullah ibn Ziyad, yang dipimpin Umar ibn Sa’ad ibn Abd al-Waqas. Terjadi peperangan yang tidak seimbang, termasuk hampir tentara Husein yang hanya berjumlah 54 orang. Semua yang ikut Sayidina Husein mati syahid, kecuali Imam Ali Zainal Abidin, tidak meninggal karena tidak keluar kemah karena sedang sakit demam. Dan juga istri Sayidina Husein, Fatimah, adiknya juga Sayidah Zainab dan kakaknya lagi. Kira-kira ada 4 orang yang selamat.

Sebenarnya mudah sekali untuk membunuh dan membantai Sayidina Husein, gampang. Tetapi tiap orang yang mendekat dan hendak membunuh beliau, maka akan berusaha menjauh, dan mengatakan kalau bisa jangan saya yang membunuh, tetapi yang lain saja. Kalau datang waktu adzan, waktu shalat, semuanya berhenti, lalu tidak ada yang berani menjadi Imam Shalat. Semua sepakat Sayidina Husein yang mengimami shalat. Jadi yang memusuhi juga makmum ke Sayidina Husein. Habis shalat lalu bertempur lagi.

Sampai akhirnya seorang yang menjadi jausyan (tentara, algojo), dengan berani menarik Sayidina Husein dari kudanya. Begitu jatuh, dinaikkin, diinjak, ditebas lehernya, dipisahkan kepala dan badannya. Badanya diinjak-injak oleh kuda sampai rata dan menyatu dengan tanah Karbala. Tinggallah kepalanya. Kepalanya ditancapkan di tombak, dibawa ke Kuffah, diarak keliling kota Kuffah, bersama 4 keluarganya tadi. Dari Kuffah lalu dibawa ke Syiria, Damaskus. Di kereta itu isinya, istrinya, adiknya, anaknya, dan saudaranya. Luar biasa sekali (kejamnya red.).

Sampai di Damaskus, kepala itu dipasang di depan istana Yazid. Dan setiap orang yang lewat diperintahkan oleh tentara untuk memaki-maki dan menjelek-jelekannya. Setelah kepala itu cukup lama terpajang di depan istana Yazid, Sayidah Zaynab memberanikan diri agar dizinkan membawa kepala itu pulang ke Madinah. Yazid mengizinkan. Tetapi di tengah jalan dicegat oleh tentara Yazid agar kepala tersebut tidak sampai ke Madinah. Karena takut dapat membangkitkan dan membakar emosi penduduk Madinah. Makanya kemudian kepala tersebut dibelokkan ke Mesir. Makanya makam Sayidina Husein ada di Kairo di Mesir. Ali Zainal Abidin, putra beliau, dipulangkan ke Madinah.

Saudara-saudara dan para hadirin sekalian, kenapa saya cerita demikian? Ini karena ideologi apa pun, agama apa pun, keyakinan apa pun tidak bisa besar tanpa ada pengorbanan, tanpa ada syahadah (kesyahidan). Ini terlepas dari agama apa saja. Kristen bisa maju karena banyak pengorbanan. Budha dan Hindu masih tetap ada karena banyak pengorbanan. Demikian juga Islam, berkembang sampai sekarang karena pengorbanan syuhada, banyak nyawa yang mengalir, demi mempertahankan agama Islam.

Pertama kali yang syahid dalam agama Islam adalah perempuan, namanya Sumayah. Istrinya Yasir, ibunya Amar bin Yasir, yang dibunuh oleh Abu Jahal. Lalu seminggu kemudian, suaminya dibunuh, Yasir. Seminggu kemudian, Amar akan dibunuh. Tetapi selamat, karena dalam keadaan terpaksa ia pura-pura murtad. Begitu pura-pura murtad, langsung menghadap Rasulullah saw, dan menyatakan bahwa dalam keadaan terpaksa, diancam dibunuh, ia pura-pura murtad, pura-pura mencaci maki Rasul. Rasul menanyakan, bagaimana isi hati Amar? Amar menjawab, hatinya tetap beriman. Rasul pun memaafkannya, karena memang dalam keadaan terpaksa. Jadi yang pertama syahid dalam Islam itu perempuan. Kalau laki-laki itu biasanya omongnya saja yang besar. Kalau perempuan itu buktinya ada.

Selanjutnya banyak lagi darah pengorbanan para syuhada tercurah demi mempertahankan Islam. Syuhada Badar, syuhada Uhud. Sayidina Hamzah ibn Abbas, Sayidina Hamzah ibn Abdi Muthalib, Mus’ab ibn Umay, Sayidina Khalid ibn Walid, dan yang lainnya. Darah syuhada mengalir demi melanggengkan ajaran Islam. Syahadah Sayidina Husein tudak akan percuma, tidak sia-sia. Islam bisa sampai di Indonesia itu antara lain, disebabkan oleh syahadah Sayidina Husein.

Bagitu Sayidina Husein, sebagai ahlu bait yang dibenci penguasa. Sayidina Husein memiliki putra, Ali Zainal Abidin. Zainal Abidin punya putra Muhammad al-Baqir. Muhammad al-Baqir punya putra Ja’far al-Shadiq. Ja’far al- Shadiq punya putra Musa al-Kadzim, Ismail. Musa al-Kadzim punya putra Ali al-Uraifi, yang kuburannya sekarang di Madinah digusur dan dijadikan jalan tol. Imam al-’Uraifi punya putra namanya, ’Isha. ’Isha punya putra Ahmad. Ahmad hijrah dari Madinah ke Yaman. Dari Yamanlah Ahmad al-Muhajir punya keturunan sampai ke Kamboja, sampai ke Cirebon, Gresik. Para wali songo di pulau Jawa ini adalah kuturunan dari al-’Uraifi.

Seandainya ahlu bait itu hidupnya enak, tidak dikejar-kejar mungkin Islam akan lambat datang ke Indonesia. Syahadah Sayidina Husein tidak sia-sia. Dengan syahadah Sayidina Husein mempercepat Islam tersebar ke Timur. Pada malam hari ini kita mengenang kembali, menghormati pengorbanan cucu Rasul saw. Kita ini bukan saudaranya, bukan cucunya, bukan besannya, tetapi menghormati saja kok males banget. Malah ada yang tidak percaya, ”haul itu apa?”, ”kirim doa itu apa?” ”ndak akan nyampe”, katanya. Coba kalau kita balik doanya, doakan bahwa: ”mudah-mudahan Bapak sampean masuk neraka”. Nah kalau didoakan seperti ini maka orang itu marah juga. Berarti percaya bahwa doa itu sampai dong.

Islam yang datang ke Jawa ini adalah Islam ahli sunnah wal jama’ah, Islam yang selalu menjunjung tinggi tawasuth, berfikir moderat. Tidak ekstrem. Islam yang dibawah para habaib, sayyid, dan saddah, yang berdakwah dengan cara-cara damai. Dulu tidak ada para habaib yang galak. Mereka berdakwah dengan cara dan sarana-sarana kebudayaan yang ramah. Para wali dan Sunan itu kan para habaib, tidak ada yang galak. Tidak tahu kalau sekarang, dan akhir-akhir ini, apa ada habib yang galak.

Yang jelas dulu tidak ada para habaib kalau berdakwah pakai cara-cara mengobrak-abrik rumah orang. Saya tidak tahu, kalau sekarang, mungkin ada habib yang berdakwah secara keras? Dakwah para dakwah habib itu dengan cara-cara ramah, dan memasukkan bahasa dan budaya ke sini. Banyak kata dalam bahasa Arab masuk ke bahasa Indonesia.

Dulu para ulama memoles sedemikian rupa, melalui cara-cara budaya, bahasa, yang damai. Tidak ada paksaan dalam agama. Dan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ada seorang namanya al-Hasyim dari Bani Salim al-Khazraj. Ia musyrik, punya dua anak beragama Kristen. Sewaktu Nabi masuk Madinah, ia masuk Islam. Ia pun memaksa dua anaknya agar masuk Islam. Lalu turunlah ayat al-Qur’an yang berbunyi: ”La ikraha din” (tidak ada paksaan dalam agama). Jadi asbab al- nuzul turunya ayat La ikraha fi din adalah karena kondisi berikut.

Oleh karena itu, mari kita yang ahli sunnah, dan para ahlu bait, dan para pecinta keluarga Nabi, kita tunjukkan bahwa kita berakhlak. Kita jauhi segala tindak kekerasan, kita jauhi cara-cara dakwah syiddah dan ikrah. Rasulullah ketika Fathu Makkah, begitu masuk Makkah, lalu menyebarkan jargon bahwa hari ini adalah bukan hari pembalasan tetapi hari kembali membangun kasih sayang (yaumul marhamah). Dengan demikian sekonyong-konyong para musuh Quraisy Makkah datang ke Muhammad saw. Maka kemudian turunlah ayat yang menyeru agar Nabi pun memaafkan mereka dan meminta ampun mereka kepada Allah.

Islam bukan hanya agama aqidah dan syariah. Tetapi Islam juga adalah agama Tamadun dan Tsaqafah, Islam adalah agama peradaban dan pengetahuan. Globalisasi yang di bawah islam dari timur ke Barat, adalah kemajuan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan. Bukan globalisasi fitnah dan fawahisy, yang seperti kita laksanakan sekarang ini Oleh karena itu, agama tidak akan maju, bila tidak dibarengi dengan peradaban. Agama tidak akan maju bila tidak dibarengi dan diwarnai dengan budaya. Karena agama itu suci dari langit, akan langgeng bila disosialisasikan, bila dibumikan secara manusiawi, dan bukan melulu didoktrinkan.

Aqidah, Iman dan Shalat serta Puasa memang dari ajaran langit. Tetapi tidak akan langgeng bila tidak dibarengi dengan budaya. Kita harus mempertahankan nilai ketuhanan dengan aktifitas manusia di bumi. Menjadikan peradaban sebuah doktrin. Dulu kan ada tradisi sesajen, para ulama dan kyai tidak langsung menyatakannya sebagai syirik. Tetapi menyatakanya bahwa kalau kamu punya uang yah sedekahnya atau sesajennya jangan cuma di empat pojok. Tetapi ayo menyembelih kambing saja. Setelah kambing disembelih, lalu orang deramwan itu tanya mau taruh dipojok mana daging kambing itu? Maka kyai akan menjawab jangan ditaruh tetapi mari undang para tetangga untuk makan- makan dan doa serta tahlil bersama.

Nah dakwah semacam ini kan ramah. Tidak langsung mengatakan ini itu syirik dan bid’ah, nanti umat lari. Jangan sekali-kali menuding ini itu syirik atau bid’ah. Mengerti tidak apa itu bid’ah itu?. Apa yang tidak dilakukan dan diajarkan Nabi itu bid’ah Kalau tidak ngerti, diantara contoh bid’ah adalah tulisan Arab yang ada titiknya itu bid’ah. Nah titik itu ditemukan oleh Abu Aswad al-Dualy pada th. 65 H. Sudah ada titiknya juga masih banyak yang belum bisa baca al-Qur’an, maka, Imam Khalil ibn Ahmad al-Farahidi, gurunya Imam Syibawaih, bikin syakal (harakah), fathah, kasrah dan dhammah.

Sudah ada titik dan syakal, nyatanya masih banyak orang yang tidak bisa baca al-Qur’an, maka Imam Abu Ubay Qasim ibn Salam w. 242 H menyusun ilmu Tajwid, agar benar dalam membaca al- Qur’an. Mau bener baca al-Qur’an pakai ilmu Tajwid. Ilmu Tajwid itu bid’ah, karena memang semua ilmu pengetahuan itu bid’ah. Karena memang Rasul tidak mengajarkannya. Contoh lagi, ada seorang gubernur dari Asia Tengah, Amir al- Mahdi kirim surat pada Muhammad ibn Idris ibn Syafi’i (Imam Syafi’i). Surat itu isinya tanya, saya kalau baca al-Qur’an dan Hadits, itu isinya nampak bertentangan?

Lalu untuk menjawab ini Imam Syafi’i menyusun kitab Ar-Risalah, yang berisi kaidah- kaidah Ushul Fiqh. Serta ada Ushul Fiqh baru kemudian ada Ilmu Fiqh. Lalu kemudian ada penjelasan dalam Ilmu Fiqh mengenai rukun shalat. Kalau mau shalatnya benar yah mengikuti Ilmu Fiqh, yang susunannya ulama.Kalau Cuma lihat al-Qur’an dan Hadits tidak akan ketemu.

Contoh satu lagi, biar jelas saja. Contohnya ada orang pergi haji, masuk hotel ambil kamar yang bagus. Begitu tanggal 8 mau ke Arafah, ia mau cari tahu berapa jarak hotel ke Arafah, ke mana arahnya, naiknya apa? Dia lalu buka al-Qur’an dan Hadits, yah tidak akan ketemu. Nah sebaiknya bagaimana, yah ikut saja rombongan yang ke Arafah. Nah ikut saja itu kan bahasa Indonesia, bahasa Arabnya yah taqlid saja. Jadi kita tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik tanpa ilmu Fiqh, yang bukan bikinan Rasul, bukan sahabat Abu Bakar, Utsman dan Ali. Sahabat Husein juga tidak bikin Ilmu Fiqh.

Nah bila ada orang shalatnya bagus sekali, lalu kita tanya, Bapak kan shalatnya bagus sekali, dari mana belajarnya Pak? Lalu bila ia jawab, ia belajar dari al-Qur’an dan Hadits, itu bohong. Kalau mau jujur, ia sebenarnya belajar dari ayah atau gurunya, yang mentok- mentoknya merujuk pada kitab Safinah. Atau kalau Safinah terlalu besar, yah mentok merujuk pada Fashalatan, atau minimal buku Petunjuk Shalat Lengkap.

Yang namanya ibadah itu harus dengan ilmu. Sedangkan ilmu itu bukan karangan Rasul dan para sahabatnya. Ilmu Mushtalah Hadits itu disusun oleh Imam Syihabuddin Arrahumuruzi atas perintah Umar ibn Abd al-Aziz, setelah mengingat banyakanya hadits dha’if dan palsu. Jadi Islam itu agama peradaban, akhlak dan pengetahuan. Bukan hanya doktrin yang sering ditampilkan sangar itu.

Karena itu mari mulai malam hari ini, tingkatkan ahlak kita, tingkatkan ilmu pengetahuan kita. Pahamilah Islan dengan baik dan benar. Kalau mau memahami al-Qur’an tidak bisa langsung, polosan. Harus mengerti asbab al-nuzul, ilmu tafsir, ilmu qira’ah, ilmu bahasa Arab, nahwu sharafnya. Kalau ingin memahami ilmu hadits maka harus memahami ilmu mushtalah al-hadits. Pada kesempatan ini, mari kita rayakan jasa para habaib dalam menyebarkan agama Islam. Seandainya tidak ada habaib dan ahlu bait, mungkin kita akan jauh bisa meneladani akhlak Rasul saw.

Imam Syafii pernah menyatakan, bahwa kalau ada orang yang mencintai Ahlu Bait, lalu dianggap Syiah, maka OK tidak apa-apa, silahkan saya dianggap Syiah. Sesungguhnya, tragedi pembantaian di Karbala yang demikian bukan hanya tragedinya Syiah, tetapi tragedi kemanusiaan. Seharusnya ini bukan hanya milik Syiah tetapi yang lain juga.

*)Transkrip ceramah dalam acara 10 Muharam di Keraton Kasepuhan Cirebon, 07/01/2009. Sumber video dari Youtube http://m.youtube.com/watch?v=RB3GDuzb3iw

sumber via SantriJagad.org

Cikarang Bersholawat Bersama Majelis Al Khairiyyah Ibnu Jindan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Gebyar Sholawat “Cikarang Bersholawat Bersama Majelis Al Khairiyyah Ibnu Jindan” Sekaligus Peringatan Irso Wal Mi’roj Nabi Muhammad SAW.

Hari Sabtu malam minggu,23 Mei. Tempat: Lapangan Perumahan Telaga Harapan,Cikarang Barat

InsyaAllah akan dihadiri oleh :

– Sayyidil Walid Al Habib Abdul Aziz Bin Muchsin Bin Jindan
– Al Habib Muhammad Bin Abdul Aziz Bin Jindan
– Al Habib Ali Bin Abdul Aziz Bin Jindan ( Pimpinan MT.Al Khairiyyah Ibnu Jindan )
– Al Habib Abdullah Bin Abdurrahman Al Hamid ( Hadramaut, Yaman )
– Syekh Ramy Najmeddine ( Australia )
– Al Habib Sholeh Bin Umar Bin Jindan ( Banyuangi, Jawa Timur )
– Al Habib Umar Bin Sholeh Al Hamid ( Lumajang, Jawa Timur )
– Al Habib Fahmi Bin Abu Bakar Alaydrus ( Ciawi, Bogor )
– Al Habib Ahmad Bin Ali Assegaf ( MT.Annurul Kasyaff )
– Al Habib Segaf Bin Umar Assegaf ( MT.Mahabbatussholihin )
– Al Habib Utsman Bin Ubaydillah Bin Yahya ( MT. Bin Yahya )

Dan juga para Alim Ulama serta Aparat Pemerintahan Lainnya.

Meneguhkan Qanun Asasi Sebagai Prinsip Jam'iyyah NU

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Menjelang Muktamar NU ke 33 di Jombang Para Pengasuh Pondok Pesantren dan Tokoh NU dari Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa dan Madura, menghadiri acara sarasehan Nasional “Meneguhkan Konon Asasi sebagai prinsip Jam’iyah NU” di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.

Hadir beberapa tokoh NU diantaranya KH. Muhyiddin Abdushamad selaku pengundang sekaligus memberikan sambutan pembukaan diacara Sarasehan. Kyai Muhyiddin yang juga Rais Syuriyah PCNU Jember ini mengingatkan bahwa tujuan dari didirikannya NU ini untuk menjaga dan memperjuangkan ajaran Ahlussunnah wal jama’ah.

Saat ini kita menghadapi tantangan dari aliran lain yang sudah masuk ke Indonesia. Misalnya Syi’ah, Wahabi, HTI dan lainnya, dimana mereka telah merikrut warga NU untuk menjadi pengikutnya. Dari itu saya sangat prihatin ketika ada ISNU di Cirebon yang mau mengadakan acara dengan tema “kontribusi Syi’ah terhadap Islam Nusantara”.

 Padahal Aswaja NU dengan ajaran Syi’ah itu jauh berbeda. Memang kita senang dengan hidup rukun dengan berbagai macam agama dan aliran, tapi kita tidak boleh diam disaat ummat kita diambil oleh kelompok lain yang akhirnya mereka menyerang kita. Contoh saja konflik yang ada di Timur Tengah, negara Syiria. Hauthi adalah daerah Syi’ah yang minoritas, pada saat anak-anaknya keluar dari sekolah di Iran dan mereasa memiliki ilmu, senjata dan  kekuatan, Syi’ah di Hauthi berani memberontak dan terjadilah peperangan. Indonesia  yang sudah mayoritas sunni ini harus kita jaga jangan sampai terjadi seperti negara-negara di Timur tengah, tegas Kyai Muhyiddin.

Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi dari para Narasumber diantaranya ; KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy dengan tema ; Meneguhkan Qanun Asasi sebagai prinsip Jam’iyah NU, KH. Afifuddin Muhajir, dengan tema ; Pengertian dan Pengamalan Aswaja secara manhaji, KH. Hasan basri, Lc dengan tema ; Kiprah dan Perjuangan KHR. As’ad Syamsul Arifin untuk NU, dan KH. Hasyim Muzadi dengan tema ; Posisi strategis NU dalam wacana ke Islaman Global.

Acara berlangsung dengan suasana khidmat dan curah fikiran dari para peserta penuh dengan argumentatif dan rasional. Sehingga ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan sebagai berikut :  

Mencermati situasi dan kondisi menejelang penyelenggaran Muktamar NU, maka forum Silaturrahim Pondok Pesantren dan Tokoh NU,  NTB, Bali, Jawa dan Madura menghimbau kepada seluruh kader dan warga NU se-Indonesia :

1. Bahwa anggaran dasar dan rumah tangga NU harus tetap merujuk kepada Qanun Asasi, terutama sistem bermazhab baik dalam bidang Akidah, Fikih, dan Tasawwuf.

2. Bahwa NU lahir dari para ulama pesantren, maka lembaga Syuriah yang merupakan reprensentasi dari ulama harus dikembalikan kepada visi awal pendirian NU, dan secara organisasi harus lebih kuat daripada Tanfidziyah.

3. Muktamar yang merupakan lembaga permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi NU harus bersikap tegas dan kritis terhadap paham-paham yang mempengaruhi NU yang pada akhirnya akan mengubah haluan sejati NU.

4. Harus selektif dalam menempatkan kader-kader NU di posisi tertentu karena ada indikasi yang mengarah pada dugaan bahwa beberapa orang yang telah terpilih terbukti berafiliasi kepada kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan Qanun Asasi NU.

5. NU dan pesantren dengan manhaj tasamuh serta tawassuth telah terbukti dapat mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman dan penuh toleransi. Oleh karena itu, muktamar NU bertanggung-jawab untuk mempertahankan manhaj ini dan menolak intervensi baik dari paham ekstrim kanan maupun kiri dan intervensi partai politik manapun.

6. Hendaknya warga NU berkomitmen untuk mempertahankan eksistensi Ahlussunnah Wal Jama’ah di tempat berkhidmat masing-masing dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang tertuang dalam Qanun Asasi.

7. Dalam muktamar ke 33 ini hendaknya tempat Pembukaan, sidang pleno, dan penutupan ditempatkan di Gedung Musium KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng karena kalau di alun-alun Jombang merendahkan muru’ah Ulama NU.

Situbondo, 21 Mei 2015
Bertempat di PP. Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo

Kontributor : M. Salam

Universitas Oxford dan Cambridge Pun Meniru Sistem Pendidikan Pesantren

$
0
0
Muslimedianews.com ~ “… pesantren itu selama ini disebut pendidikan tradisional, iku kurang ajar tenan. Terus sing tradisional ki dianggep luweh rendah timbangane sekolah modern. Aku kepengen ngomong, eh tak kandani yo, pesantren itu mulai ditiru wong sak donyo saiki. Besok sak donyo ki pesantren kabeh ” – Cak Nun
Ilustrasi: Gerakan Ayo Mondok
Ketika banyak orang dengan bangga mengatakan ‘saya alumni ITB, ITS, UI, UGM, UB’ atau ‘saya alumni kampus luar negeri’, entah mengapa, meskipun saya alumni salah satu kampus tersebut, saya jauh lebih bangga mengatakan ‘saya alumni pondok pesantren’. Buat saya, pesantrenlah yang telah banyak mendefinisikan bagaimana saya memandang dan menjalani hidup dan kehidupan ini. Buat saya, pesantren bukanlah sekedar sekolah biasa. Buat saya, mondok di pesantren adalah masuk kawah candra dimuka sekolah kehidupan. Dari bilik-bilik sederhana di pesantren itulah, saya temukan nilai-nilai kebajikan hidup yang terus jadi pegangan hidup hingga saat ini. Dari wajah-wajah yang sejuk dipandang dari para kiai itulah, saya temukan inspirasi hidup bak lentera yang tak pernah padam di dalam jiwa. Dari do’a-do’a tulus para ustad, ustadzah, pak yai, dan bu nyai itulah, saya rasakan kebarokahan hidup hingga saat ini.
Salah Satu Sudut Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang
Di jaman ketika semua ada label harganya. Di jaman ketika rupa dan angka dipuja. Miris rasanya, merenungi sekolah dan universitas tak ubahnya seperti pabrik-pabrik yang memproduksi produk masal. Mencetak manusia-manusia setengah robot yang nyaris kehilangan sisi-sisi kemanusianya, yang nyaris mati sisi-sisi spiritual nya. Manusia-manusia yang dituntut seragam kompetensinya, dan sesuai standard kebutuhan industri-industri pengeruk keuntungan materialistis. Manusia-manusia yang pada akhirnya menuhankan makhluk bernama Uang. Sehingga rela menyerahkan apapun, termasuk kehormatan dan harga dirinya hanya untuk Uang. Argh, sungguh, pendidikan sudah kehilangan ruh pendidikan yang seharusnya memanusiakan manusia. Disitulah, saya merasa orang paling beruntung di dunia, karena pernah mondok di pesantren.
Ilustrasi: Salah Satu Sudut Universitas Cambridge, UK

Kebanggan saya akan pesantren makin bertambah, justru ketika saya mengenyam pendidikan di Inggris. Betapa kagetnya saya ketika saya tahu ainul yaqin bahwa ternyata dua kampus terbaik di Inggris, dan terbaik di dunia, Universitas Oxford dan Universitas Cambridge ternyata sistem pendidikanya sama persis dengan sistem pendidikan di pesantren. Memasuki kompleks dua kampus ini tak ubahnya memasuki kompleks pesantren, kebetulan saya pernah berkesempatan nyantri kilat, sekolah musim panas selama seminggu di Universitas Cambridge dan pernah berkunjung di Universitas Oxford. Jangan kira, sampean akan menemukan tulisan besar University of Cambridge atau University of Oxford seperti kampus-kampus di Indonesia. Di komplek dua kampus ini, sampean akan menemukan kumpulan college-college yang tak ubahnya asrama-asrama di pesantren. Di setiap college, terdapat sebuah gereja, lecture hall, dining room, dan asrama yang diketuai seorang profesor yang paling berpengaruh di college tersebut. Yang tak jauh bedanya dengan asrama santri dengan masjid, tempat mengaji, pemondokan, kantin yang diasuh oleh kyai. Tak hanya penampakan fisik, sistem pendidikanya pun tak ubah sistem sorogan dan bandongan di pesantren.
Ilustrasi: Senyum Santri Putri Darul Ulum Jombang
Semula saya pikir saya adalah satu-satunya yang mengklaim kesamaan antara sistem pendidikan pesantren dan sistem pendidikan di OxBridge (Oxford dan Cambridge). Hingga suatu ketika, saya bertemu dengan seorang teman, mahasiswa Malaysia di Universitas Korowin, Maroko, pada suatu kesempatan di Den Haag, Belanda. Saya terkejut ketika dia yang alumni pesantren di Kediri, Jawa timur dan sering berkunjung ke Oxford, dimana salah seorang pamanya mengajar islamic studies disana, berkata: ‘ yah sistem pendidikan Oxford dan Cambridge itu ya sama persis dengan sistem pendidikan pesantren’. Rupa-rupanya, tanpa janjian, we shared the same opinion.

Kadang kita memang sering merasa inferior melihat punya orang lain, padahal kita telah memiliki sesuatu yang lebih baik. Kata pepatah Jawa, golek uceng kelangan delek. Kejadian serupa, ketika berada di stasiun kereta Api Rotterdam Central, Belanda, saya tidak sengaja bertemu dengan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar seni musik di salah satu kampus di Rotterdam. Seorang kawan tadi bilang: ” Waduh mas, tahu ndak Gamelan itu diakui dunia sebagai alat musik paling intuitive di dunia, karenanya gamelan adalah ‘mainan’ baru yang sangat menarik bagi para ilmuwan seni musik, ketika mereka sudah mencapai titik jenuh, stagnansi dengan seni musik modern barat.

Argh, ternyata benar seperti yang dibilang Cak Nun, ternyata pesantren adalah sistem pendidikan asli Indonesia yang luar biasa. Sistem pendidikan terbaik yang bahkan Oxford dan Cambridge pun menirunya. Sayang, di negeri sendiri, pesantren malah dimarginalkan. Sama halnya, gamelan yang dianggap tradisional dan terpinggirkan di negeri sendiri. Padahal, di seluruh dunia orang-orang berbondong-bondong belajar musik gamelan. Entahlah. Terkadang saya susah untuk mengerti.

Sudah saatnya kita sadar dan bangga dengan milik kita sendiri, bangga mewarisi kearifan para leluhur kita. Sudah saatnya kita berhenti menjadi bebek yang selalu ikut kemana arus dunia berjalan. Karenanya, untuk adik-adik muda, dan para orang tua yang tak ingin sekedar pemuja rupa dan angka, cukup hanya dua kata: Ayo Mondok !

sumber cakshon.com

Cara Mengqodlo' Shalat Fardlu dan Puasa yang Pernah Ditinggalkan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Apakah harus diqodho’, kalau dulu kita sering meninggalkan Shalat dan puasa?
Jawaban :
Wa’alaikum Salam WR. WB.

Jika kita bisa mengingat bahwa kita pernah meninggalkan puasa atau Shalat di saat kita sudah baligh maka semua yang pernah kita tinggalkan harus diqhodho’.

Dan jika waktu kita meninggalkan puasa atau Shalat tersebut karena udzur (ada alasan yang dibenarkan oleh agama seperti meninggalkan puasa karena sakit dan meninggalkan Shalat karena tertidur) maka kita wajib mengqodho’, hanya waktunya tidak harus dibayar kontan atau sekaligus akan tetapi kalau kita meninggalkan Shalat karena teledor maka semestinya wajib kita mengqodho’nya dengan segera tanpa menunda-nunda dan harus diqodho’ sekaligus.

Akan tetapi kekuatan orang berbeda-beda ada yang merasa keberatan mengqodho karena banyaknya Shalat atau puasa yang di tinggal, maka bayarlah hutang-hutang tersebut dengan semampunya biarpun tidak harus dengan segera. Dan perbanyaklah minta ampun kepada Allah.

Wallahu a’lam bishowab
Oleh : Buya Yahya

Hapus Gelar Khalifatullah, Ulama Berharap Sultan Tinjau Kembali

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Ulama Jawa Tengah berharap Sri Sultan Hamengku Buwono X meninjau kembali penghapusan gelar Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah yang telah disandang para Sultan Hamengku Buwono pertama hingga ke sembilan (HB I – HB IX).

Para kyai tidak mempersoalkan sabda raja soal pengangkatan putri Sultan sebagai Putra Mahkota atau ihwal penggantian nama Buwono menjadi Bawono. Namun gelar Khalifatullah yang secara substansi merupakan warisan tradisi Jawa Islam yang telah melekat pada gelar Sultan, perlu dipertimbangkan lagi untuk tetap disandang.

Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH M Dian Nafi’, menyatakan hal itu kala diwawancarai nujateng.com di Semarang, Jumat (22/5).

“Penghilangan gelar Khalifatullah oleh Sri Sultan HB  X itu perlu ditinjau kembali,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan Sukoharjo ini.


Pendapat itu ia sampaikan setelah berkomunikasi dengan sejumlah ulama di Tlatah Surakarta Hadiningrat maupun di Jawa Tengah. Ia tegaskan, peryataannya itu bukan sikap resmi PWNU Jawa Tengah, karena PWNU Jateng belum mengadakan musyawarah ihwal tersebut.

Sebagai wong Solo yang merasa bagian dari Mataram Islam, kata Dian, ia merasa telah nyaman dinaungi Keraton yang menjaga tradisi Islam Jawa. Apabila gelar Khalifatullah itu dicabut, maka ia khawatir Islam Jawa tidak lagi menjadi pengayom umat.

“Selama ini kita sudah nyaman dinaungi tradisi Islam Jawa. Kalau gelar khalifatullah itu hilang, saya kuatir tidak lagi terayomi,” ujarnya.

Mengapa kuatir tidak terayomi? Dijelaskannya, sekarang ada gerakan Islam berideologi transnasional, yang membawa budaya dan pemikiran dari luar negeri yang mengusung ide khilafah Islam. Mereka mengkampanyekan penegakkan khilafah yang artinya hendak membuat khalifah versi mereka.

Dian Nafi mengaku sangat kuatir, momen ini dijadikan alat oleh kelompok tersebut untuk mengklaim diri sebagai khalifatullah. Padahal klaim kelompok tersebut tidak cocok dengan tradisi Islam yang telah melekat dalam budaya Jawa.

“Karena Sultan sudah tidak bergelar khalifatullah, bukan lagi khalifah ing tanah Jawa, saya kuatir akan ada klaim pihak lain sebagai khalifatullah. Padahal pihak lain itu sangat jauh berbeda dari Islam Jawa yang selama ini terbukti mengayomi dan menjaga tradisi,” ujarnya, mengajak waspada. [Ichwan/002]

sumber nujateng.com

Istightsah dan Shalawat Badar VS Ratib dan Simthud Durar, Perlukah Dibenturkan?

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Beberapa hari ini, grup medsos yang saya ikuti, membahas statemen seseorang yang intinya, tidak perlu membaca Ratib, karena sudah ada istighatsah, tidak perlu membaca Simthud Durar, karena sudah ada Shalawat Badar. Pembahasan tersebut berada di antara tumpukan bahasan keumatan lainnya. Muslim Rohingya. Baca al-Qur’an dengan langgam Jawa. Beras plastik.


Saya tidak mau terlibat polemik antara siapa yang mengatakan itu, mewakili siapa dia berbicara, apa motifnya, dan seterusnya. Hal terpenting dalam kasus semacam ini adalah mendudukkan masalah, lalu solusi. Ya, solusi yang langsung dapat dirasakan umat, tanpa harus terlibat lebih runcing dalam kecamuk perdebatan yang tidak perlu. Hingga yang muncul adalah pengutamaan suku, kelompok, afiliasi, dan jamaahnya sendiri. Ingat, teori Muhammad Abu Zahrah dalam Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, menempatkan penyebab pertama dan utama perbedaan umat Islam dalam rentang sejarahnya, adalah al-ashabiyah. Fanatisme berlebihan terhadap kelompoknya, dan itu merupakan warisan Jahiliyah.



Secara tekhnis dakwah dan di tengah hangatnya iklim keberagamaan Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Nusantara, “pembenturan” amaliah Ratib dengan Istighatsah, serta Shalawat Badar dengan Simthud Durar, dikhawatirkan memicu pada pengotakan penganut Aswaja itu sendiri. Lebih jelasnya, antara para pengamal Ratib dengan pengamal istighatsah, antara “da’i berbasis kultur” dengan “da’i non kultur”. Bahkan, antara habaib sebagai keturunan Rasulullah dengan para kiai, yang keduanya telah terbukti berperan besar dalam dakwah Ahlussunnah Wal-Jama’ah di bumi Nusantara.

Istilah Ratib dan Simthud Durar memang secara tendensius merujuk pada amaliah para habaib dan muhibbin (pecinta habaib). Sementara istilah istighatsah dan shalawat badar merujuk pada amaliah yang selama ini dipraktikkan warga Nahdlatul Ulama (nahdliyyin). Sekali lagi, kedua kalangan ini merupakan khazanah berharga bagi Ahlussunnah Wal-Jama’ah di bumi Nusantara.

Sudah maklum, Ratib al-Haddad, adalah kumpulan doa dan zikir yang disusun oleh Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad, seorang ulama abad 16-17 M dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Disebut penyusun, karena beliau menghimpun doa dan dzikir, baik dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Sekarang ini banyak bermunculan syarah atau keterangan, serta fadhilah Ratib tersebut, termasuk takhrij haditsnya. Sebenarnya Imam Abdullah al-Haddad memiliki kumpulan doa dan dzikir lainnya, misalnya al-Wirdul Lathif. Istilah Ratib juga dapat dinisbatkan pada Ratib al-Aththas, yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman al-Aththas, Huraidhah, Hadramaut.

Sementara Simthud Durar adalah kumpulan kisah maulid dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kitab yang berjudul lengkap Simthud Durar fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya) ini disusun oleh ulama Hadramaut lainnya, yaitu Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi.

Baik Ratib maupun Simthud Durar ini, dibaca oleh umat Islam Indonesia, utamanya kalangan habaib dan muhibbin. Keberadaannya melengkapi khazanah amaliah umat, di samping amaliah dan tradisi islami lainnya. Dilihat dari perspektif Fiqh Ikhtilaf, keduanya bila disandingkan dengan amaliah seperti istighatsah dan Shalawat Badar, adalah ikhtilaf tanawwu’ (sesuatu yang berbeda, namun dapat dijadikan pilihan dan saling melengkapi), bukan ikhtilaf tadhadh (sesuatu yang berbeda dan saling menafikan atau bertentangan).

Bahkan, bila ditelusuri sejarah dan motifnya, amaliah-amaliah tersebut bersatu padu di Nusantara, tanpa harus dipertentangkan satu sama lain. Apalagi sampai disinyalir bahwa mengamalkan salah satu dan meninggalkan yang lain dapat menyebabkan kehancuran.

Sejarah penyusunan Shalawat Badar, sangat kental diwarnai nuansa “kerjasama” kalangan habaib dengan kiai. Yaitu antara Ketua NU Banyuwangi di era 60-an, Kyai Ali Mansur sebagai penyusun, Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi sebagai konsultan, dan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Kwitang Jakarta sebagai perestu, bahkan penyebar Shalawat Badar (lihat: Antologi NU : Sejarah – Istilah – Amaliah – Uswah, karya H. Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan)

Bagaimana dengan posisi Ratib di tengah nahdliyyin? Kumpulan doa dan dzikir ini juga telah lama diamalkan warga NU. Bahkan, ulama kharismatik Nahdlatul Ulama, KHR As’ad Syamsul Arifin, Sukorejo, beberapa kali menasihati para santrinya untuk membaca Ratibul Haddad.

Dalam buku Rangkuman Sebagian Dawuh-Dawuh Almaghfurlah KHR As’ad Syamsul Arifin Kepada Santri, Pengurus, dan Umum, halaman pertama, disebutkan dawuh beliau tertanggal 27 Januari 1983:
“Rawatibul Haddad (Ratibul Haddad) adalah doa sapujagat, karena di dalamnya semua permohonan.”
“Santri sampai sekarang ini barakahnya Rawatibul Haddad.”
“Baca Haddad (Ratibul Haddad, pen) akan mempengaruhi ilmu dan rizqinya.”
Pada tanggal 6 Agustus 1984, menjelang HUT kemerdekaan RI, KHR As’ad Syamsul Arifin mengulang pesan agar Ratibul Haddad dibaca, bahkan dihapalkan:
“Tanggal 17 Agustus tidak prei (santri tidak libur, pen), berkumpul baca tahlil, Haddad (Ratibul Haddad) dan munjiyat, doakan pahlawan yang gugur, dan agar pelaksana pemerintah baik.”
“Santri harus hafal Haddad, barakahnya nampak.”
Menariknya, di halaman terakhir buku yang dikeluarkan PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo itu, KHR As’ad Syamsul Arifin menasihati umat untuk istiqamah membaca Ratibul Hadad, dan istighatsah sekaligus.

Beliau Dawuh, “Istiqamah baca Ratibul Haddad: (1) Jadi pagar, (2) terhindar dari asah. Kalau tani, taninya tidak asah. Dagang, dagangannya tidak asah. Punya santri, santrinya tidak asah. Istiqamah baca Istighatsah: jadi pagar, pasti kaya, terutama kaya hati.”

Akhirul kalam, bila dicermati, kegiatan bertabligh di Nusantara sejak dulu hingga saat ini, tetap berada di tangan para kiyai dan alawiyin (habaib). Mereka tersebar di pelosok-pelosok kepulauan Indonesia. Perpaduan dan kerjasama itu tentu akan makin menguatkan Islam, berdasarkan akidah dan amaliah Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Kita jaga, bukan kita runtuhkan.
Kita kuatkan, bukan kita rapuhkan.
Kita padukan, bukan kita senjangkan.
Wallahu al-Musta’an.



Oleh: Ustadz Faris Khoirul Anam,
Pengurus Aswaja NU Center Jawa Timur.
via elhodaa.net
foto: foto:  Ratib Al-Haddad sudah jauh semenjak dahulu kala telah diamalkan oleh para Kiai di Nusantara. Foto tersebut merupakan sebuah kertas tulisan tangan Syaikhona Kholil Bangkalan Madura yang memberikan ijazah Ratib Al-Haddad kepada murid beliau yang bernama Mbah Manaf atau “Mbah Yai Abdul Karim” pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur yang berasal dari Magelang Jawa Tengah. Diperkirakan tulisan kertas yang berwarna kuning ini berusia sekitar 114 tahun. Foto ini diambil dari stand pameran di Lapangan Aula muktamar PP Lirboyo pada 20 Mei 2015.

Ini Wahabi Yang Mengatakan Tidak ada Bukti Otentik Walisongo

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Salah seorang ustadz Wahhabi bernama Abu Yahya Badrussalam Lc, dalam ceramahnya di tv @SalamDakwah mengatakan tidak ada bukti otentik tentang sejarah Walisongo, penyebar Islam di Indonesia. Sebagaimana dalam rekaman video berdurasi sekitar 2 menit yang diupload di Youtube.

Tidak hanya meragukan Wali Songo, ustadz Wahhabi itu juga mengharamkan gamela dan wayang yang pernah dijadikan sarana syi'ar Islam oleh Wali Songo.


Berikut transkip jawaban Badrussalam ketika ada seorag penanya yang bertanya mengenai memadukan adat dan syari'at sebagaimana dilalukan oleh WaliSongo:
**** 
"Wali Songo itu nggak ada bukti yang otentik, hanya kata kata anu, kata sepuh kita, kata ini kita, mana... (buktinya)?, apakah Walisongo meninggalkan buku? tulisan?!. Kalau Imam al-Bukhari ada, Shahih Bukhari. Imam al-Syafi'i ada, Al-Umm. Imam Ahmad, (ada) Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. tapi nggak ada kitab Sunan Bonang? , adanya Sunan Abu Daud, Turmidzi, Ibnu Majjah. gitu ya.. sementara kitab Sunan Bonang nggak ada, Sunan Gunung Jati, nggak ada. Makanya pak, karena tidak ada bukti yang otentik tentang Walisongo kita tidak bisa memastikan itu.

Katanya, para Wali itu mencampurkan adat dengan syari'ah, mana buktinya?! kita ini mau memastikan takut menuduh yang tidak-tidak, karena tidak ada buktinya. Kalau pun toh benar para Wali itu mencampurkan adat dengan syari'ah, maka kita lihat, apakah memenuhi syaratnya atau tidak, dengan syarat-syarat yang kita sebutkan tadi. Adapun kemudian (kalau) tidak memenuhi syarat, contoh berdakwah melalui Wayang Golek atau wayang-wayang lain, sementara syari'at kita mengharamkan menggambar gambar-gambar yang bernyawa. Berarti itu adat yang tidak sesuai dengan syari'at.

Atau misalnya ada Wali Songo berdakwah dengan pakai gamelan, sementara syari'at syari'at kita jelas menunjukka bahwa musik itu Haram. Ini berarti adat yangbertabrakan dengan syari'at. Maka adat yang seperti apa dulu. .. atau mungkin dulu Wali Songo pakaiannya pakai adat setempat, ya nggak masalah, selama adat seperti itu tidak bertabrakan dengan syari'at, makanya tanda tanya besar, karena masalah Wali songo ini tidak ada bukti yang otentik.
"


****
Badusalam termasuk salah seorang ustadz Wahhabi yang menolak penamaan Wahhabi terhadap ajaran Muhamamd bin Abdul Wahhab, semantara ulama Wahhabi lainnya begitu bangga dengan nama tersebut. Ia pernah memelintir sejarah Wahhabi dengan mengalihkan penamaan Wahhabi kepada Ibnu Rustum.

(Baca: Antara Wahbiyyah, Wahhabiyyah, Ibnu Rustum dan Ulama Wahabi)


Oleh : Ibnu Manshur
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>