Quantcast
Channel: Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live

Mengenal Sosok dan Pemikiran Al-Habib Abubakar Al-Adniy bin AliAl-Masyhur

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Hadhramaut sejak belasan abad yang silam dikenal sebagai kawasan yang melahirkan kaum shalihin dan para ulama, dari sanalah muncul para wali dan dai yang mengenalkan manusia pada Tuhannya. Dari masa ke masa Hadhramaut selalu dihuni oleh manusia-munusia terpilih yang menjadi penyambung lidah nubuwah.

Dewasa ini kita kenal para ulama asal Hadhramaut yang sangat luar biasa, di tanah air nama al-Habib Salim asy-Syathiri dan al-Habib Umar bin Hafidz tidaklah asing di telinga, lantaran keduanya sering berkunjung ke Indonesia dan mempunyai murid yang tersebar di berbagai pelosok negeri ini. Sedangkan di Hadhramaut sendiri ada seorang ulama besar yang dikenal oleh publik Yaman sebagai cendikiawan Muslim, meski di Indonesia namanya tidak sering terdengar. Beliau adalah al-Habib Abubakar al-Adni bin Ali al-Masyhur, seorang ulama yang mempunyai pemikiran cemerlang di Abad ini, sosok dan kepribadiannya adalah ulama rabbani yang sesungguhnya.

Dilahirkan di kota Ahwar pada tahun 1366 H. Dari keluarga yang cinta ilmu dan dakwah, sehingga sejak beliau masih belia kedua orangtuanya telah membuatnya hafal al-Quran. Beliau belajar pada para ulama yang berada di kawasan Hadhramaut, seperti Ahwar, Aden, dan sekitarnya.

Sejak berumur 14 tahun beliau telah dilatih oleh ayahnya untuk berdakwah, beliau bercerita bahwa di usia yang cukup muda itu sang ayah telah memerintahnya untuk membuat konsep khutbah Jum'at, setelah itu dibaca di depan sang ayah sebelum akhirnya disampaikan di mimbar.

Ketika ada orang bertanya akan pengaruh orangtua pada beliau, beliau menjawab: "Hampir di semua sisi hidupku, aku tidak lepas dari pengaruh orangtuaku. Ayahku adalah sosok yang sangat disiplin pada waktu, beliau sangat perhatian pada pendidikan keluarga termasuk pendidikanku dan saudara-saudaraku. Disamping itu beliau adalah pendidik yang mengajarkan arti dan tujuan hidup ini padaku. Dari perilakunyalah aku banyak belajar tentang arti hidup ini, disamping kerap kali aku mendengar ceramah-ceramah beliau dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan pada umat. Sering aku menyaksikan cucuran air mata beliau di tengah malam saat beliau membaca al-Quran atau bermunajah pada Allah."

Disamping belajar pada para ulama secara tradisional beliau juga belajar di sekolah hingga lulus dari Universitas Aden jurusan tarbiyah.

Di masa remaja, beliau menyaksikan intimidasi dan tekanan yang dilakukan oleh pemeritahan komunis pada rakyat Yaman terutama pada para tokoh dan ulama, termasuk pada keluarga beliau. Hal ini membuat beliau keluar dari tanah kelahirannya menuju Saudi Arabia. Kejadian itu beliau tulis dalam sebuah karya sastera yang berjudul al-Khuruj min Dairat al-Hamra.

Sesampainya di Hijaz beliau diperintahkan oleh sang ayah untuk menjadi imam di salah satu masjid di Kota Jeddah sekaligus sebagai khatib dan guru. Mula-mula beliau ingin melanjutkan studinya ke al-Azhar, Mesir. Namun orangtua beliau kurang berkenan dan bahkan menganjurkan untuk belajar pada al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.

Rupanya al-Habib Abdul Qadir membuat beliau terlena dalam samudera ilmu dan makrifah sehingga keinginan beliau untuk ke Mesir menjadi sirna. Dalam masalah ini beliau bercerita: "Keinginanku untuk belajar ke Mesir menjadi lenyap setelah aku berjumpa dengan al-Habib Abdul Qadir. Sebab tujuan dan keinginanku telah kujumpai di kota ini, sesuatu yang kutemukan pada diri al-Habib Abdul Qadir adalah luasnya masyhad, ilmu yang memadai, kejernihan akal, dan kesungguhan orientasi serta akhlak nubuwah yang sempurna."

Maka sejak saat itu beliau dekat dengan sang guru ini, entah berapa puluh kitab yang dibaca di depan gurunya, hingga akhirnya beliau menjadi salah satu murid istimewa al-Habib Abdul Qadir Assegaf, dan beliau sendiri telah menulis riwayat hidup sang guru dengan lengkap.

Sejak enyahnya kaum komunis dari Yaman Selatan, dan terjadinya persatuan antara Yaman Selatan dengan Yaman Utara, beliaupun pulang ke Yaman dengan membawa pemikiran cemerlang di dalam menciptakan kehidupan yang kondusif dan damai di Negara Yaman, beliau termasuk ulama pertama yang mempropagandakan persatuan pemikiran dan jiwa pada masyarakat Yaman setelah Negara mereka bersatu.

Di sinilah kiprah beliau mulai tampak, beliau membuka puluhan pondok pesantren di berbagai pelosok Negeri Yaman, disamping mendirikan pusat-pusat pendidikan yang jumlahnya tidak kurang dari 83 cabang. Beliau mampu menggabungkan sistem pendidikan akademi modern dan sistem pendidikan tradisional. Sehingga mayoritas murid-murid beliau adalah para sarjana dan cendikiawan yang ada di Yaman. Perhatian beliau pada karya-karya ilmiah yang sangat luar biasa menuntut beliau untuk mendidirikan pusat-pusat penelitian dan kajian untuk para pelajar.

Beliau juga aktif mengadakan seminar dan kajian intensif seputar dakwah dan ilmu keislaman, begitu juga beliau banyak mendirikan forum dan klub-klub atau yang lebih dikenal dengan istilah muntadayat di berbagai daerah di Yaman.

Pemikiran dan Gagasan

Yang istimewa pada sosok al-Habib Abu Bakar ini adalah gagasan-gagasan cemerlang beliau di dalam menyelesaikan berbagai problem umat. Yang beliau tuangkan dalam karya-karya beliau yang saat ini telah mencapai 150 lebih dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari ilmu fiqih, sejarah, sastra, fikrah, dakwan dan manahajiah. Bahkan beliau telah menghasilkan beberapa karya yang belum pernah ditulis oleh ulama sebelumnya. Inilah yang membuat penulis tertarik menulis sosok dan pemikiran al-Habib Abu Bakar al-Adniy al-Masyhur.

Ada beberapa pemikiran menarik yang bersifat global yang menurut hemat penulis sangat pas untuk dimengerti oleh kaum Muslimin Indonesia. Diantaranya adalah pemikiran beliau tentang madrasah abawiyah yang mempunyai lawan madrasah anawiyah. Beliau memang mempunyai istilah-istilah tersendiri di dalam berbagai pemikiran baru yang beliau gagaskan. Seperti Fiqih Tahawwulat, Sunnah Mawaqif, Mutsallats al-Madmuj, Manhaj al-Wai wa as-Salamah dan berbagai istilah-istilah menarik lainnya.

Fiqih Tahawwulat

Selama ini kaum Muslimin mengenal rukun agama ada tiga, yaitu; Islam, Iman dan Ihsan. Tiga hal inilah yang harus diketahui oleh setiap orang mukallaf, dan sumber dari tiga dasar agama ini berasal dari hadits Nabi yang terkenal dengan Hadits Jibril. Yaitu hadits ketika Malaikat Jibril datang pada Rasulullah Saw. dengan menyerupai seorang manusia. Jibril datang dan bertanya tentang tiga hal, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Selanjutnya Jibril bertanya kapan kiamat? Yang dijawab oleh Rasulullah dengan jawaban; yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya. Kemudian Malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tandanya, setelah puas dengan jawaban Nabi, Malaikat Jibril pergi. Setelah itu Rasulullah bersabda pada para sahabat yang menyaksikan semua itu: "Dia itu Jibril yang mengajarkan agama kalian."

Dari hadits itulah ulama mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada tiga, namun menurut Habib Abu Bakar rukun agama ada empat, dengan tambahan mengetahui tanda-tanda kiamat. Rukun ke-empat ini diistilahkan oleh beliau dengan istilah fiqih tahawwulat. Bedanya dengan tiga rukun yang pertama, rukun keempat bersifat elastis atau selalu berubah tergantung marhalah (masa)nya. Sedangkan yang lainnya bersifat baku yang tidak bisa berubah dengan peredaran waktu dan zaman.

Adapuan faidah mengetahui fiqih ini adalah: mengetahui sikap yang benar dalam menyikapi berbagai fitnah yang timbul di sepanjang masa, dengan berdasarkan nas nabawiy. Dimana fitnah yang menjadi tanda-tanda kiamat akan terjadi sepanjang masa, sejak masa Rasulullah hingga pada puncak terjadinya kiamat.

Istinbat/pengambilan fiqih tahawwulat ini berdasarkan teks-teks suci al-Quran dan al-Hadits dengan menggabungkan antara sejarah peradaban dan realitas masyarakat saat ini. Menurut beliau, tidak sedikit para ulama yang terjebak menjadi pembantu Iblis dan Dadjjal tanpa menyadari akan hal itu, penyebabnya adalah mereka tidak memahami fiqih tahawwulat.

Beliau juga mencontohkan sikap para sahabat dan ulama yang menunjukan akan pemahaman mereka terhadap fiqih tahawwulat ini, seperti sikap Imam Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi fitnah pemberontak dan Khawarij, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah menurut beliau termasuk salah satu dari sahabat yang faham betul akan fiqih ini.

Sedangkan dari kalangan ulama beliau mencontohkan sikap al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa yang hijrah dari Basrah menuju Hadhramaut, atau sikap Faqih al-Muqaddam yang mematahakan pedangnya dan bergabung dalam dunia tasawuf.

Yang jelas pemikiran beliau ini sangat membantu generasi muda dalam menyikapi berbagai persoalan yang timbul saat ini. Orang yang faham akan fiqih ini akan bersikap dengan dasar nas nabawiy, bukan dengan dasar emosional atau ikut-ikutan. Masalah ini diistilahkan oleh beliau dengan Sunnah al-Mawaqif (cara bersikap/berindak).

Itulah sekilas dari salah satu pemikiran beliau yang tidak pernah disentuh oleh ulama sebelumnya, dan masih banyak gagasan dan pemikiran beliau yang sangat menarik untuk kita telaah. Dan Alhamdulillah saat ini telah ada sekitar 30 pelajar asal Indonesia yang berada dalam bimbingan beliau, dimana sebelumnya beliau belum menerima santri asal Indonesia. (Oleh: Habib Hamid Ja’far al-Qadri via majelisrasulullah.org)

Membaca Agenda Wahabi Membenturkan Sunni-Syiah di Indonesia

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Terlalu simplistis, dan bahkan berbahaya, mengasosiasikan Sunni dengan faksi Mu'awiyah. Kepemimpinan Dinasti Umayyah banyak ditentang dan diingkari oleh ulama Sunni yang kita anut, seperti Imam Syafi’i. Hanya Umar bin Abdul Aziz, yang dikenal dengan Umar II yang diapresiasi, selebihnya dianggap melenceng dari semangat Khulafa’ ar-Rasyidun.

Yang berkonflik saat ini sebenarnya adalah reinkarnasi Khawarij dengan faksi Syiah Ghulat. Yang pertama menggiring opini bahwa seluruh ekspresi kecintaan tehadap Ahlul Bait berarti Syiah. Yang kedua bilang Sunni adalah Dinasti Umayyah yang sejak Marwan bin Hakam mengharuskan khutbah Jum’at ditutup dengan kecaman tehadap Ahlul Bait. Jika klaim ini kita ikuti, kita masuk dalam perangkap opini dua kelompok ekstrim. Ini berbahaya.

Sekarang ini gampang orang dituduh Syiah hanya karena mengkritik Mu'awiyah dan memuji Ali. Padahal kenyataannya, para ulama Sunni yang dianut Nahdlatul Ulama lebih bersimpati dengan Ali ketimbang Mu'awiyah. Banyak garis ilmu dan ritual NU yang bersumber dari Ahlul Bait. Wirid-wirid dan hizib-hizib yang diamalkan para santri, tawassulnya selalu ke Ali. Karen itu, Gus Dur bilang, NU adalah Syiah minus Imamah.

Reinkarnasi Khawarij modern menjelma dalam kelompok Wahabi. Mereka coba rebut klaim bahwa Sunni adalah mereka. Karena itu, setuju dimassifkan sebutan Ahlussunnah wal Jam’ah an-Nahdliyah.

Kalau kita baca Robert Dreyfuss dalam Devil’s Game, Khawarij modern ini tumbuh dan berkembang karena support dan dukungan oleh AS dan Israel. Selama 60 tahun, sepanjang perang dingin, mereka di-support untuk melawan setan merah Uni Soviet. Miliaran dollar AS telah dikucurkan utk memupuk mereka melawan faksi sosialis dan nasionalis di Timur Tengah. CIA, MI-6, dan Shin-Bet secara aktif mendukung tokoh-tokoh Ikhwan di Mesir melawan Nasser yang sosialis-nasionalis. Ketika Ikhwan dilarang dan dikejar-kejar, Said Ramadan, menantu Hasan al-Banna, diterima oleh Eisenhower di ruang Oval Gedung Putih.

Di Arab Saudi, Ben Laden mendapat proyek rekonstruksi Haramain senilai setengah juta Dollar bantuan AS. Kelak Osama akan berangkat ke Afghanistan memimpin pasukan jihad melawan invasi Soviet. Pasukan Jihad ini sepenuhnya di-support, dilatih, dan didanai oleh operasi intelelijen CIA. CIA, melalui Kermit Rosevelt, juga memobilisasi kelompok Islam untuk menggulingkan Mossadegh yang nasionalis di Iran. Hal yang sama dilakukan CIA menggulingkan Soekarno di Indonesia melalui KUP, yang diganjar segera dengan penerbitan UU PMA No 1/ 1967. Di Palestina, Shin Bet secara aktif melatih Hamas melawan PLO. Hamas dibentuk oleh tokoh-tokoh Ikhwan cabang Palestina.

Sekenario yang lebih besar adalah plot benturan peradaban ala Bernard Lewis dan Huntington. Dua orang ini keterlaluan, menggebyah-uyah Islam dengan fundamentalisme. Maunya mereka, setelah Komunisme, musuh Barat ya Islam. Islam harus dicitrakan fundamentalis dan teroris agar bisa terjadi benturan. Islam harus diwakili oleh Afghani, Abduh, Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, Maududi, Said Ramadan, Yusuf Nada, Taqyuddin Nabhani, Nashiruddin al-Albani, Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri, dll.

Karena itu, sekarang mereka mendanai ISIS, dibenturkan dengan Syiah, diproyeksikan menjadi proyek global. Islam moderat seperti NU, yang tidak mau dibenturkan, tidak diberi panggung, karena dapat menghambat skenario benturan. Kalau tidak percaya, kita tunggu bocoran dari Wikileaks, dana yang digelontorkan AS untuk membesarkan Islam fundamentalis jauh lebih besar ketimbang jumlah yang dikeluarkan untuk kampanye demokrasi, HAM, pluralisme, toleransi, dan tetek bengek-nya.

Tidak heran, begitu NU menggulirkan wacana Islam Nusantara, NU di-bully habis oleh kelompok Wahabi. Kenapa kita diserang? Sebab proposal NU jelas dapat mencegah skenario benturan. Maunya AS dan Wahabi, umat Islam dibenturkan, Sunni dengan Syiah, ekstrem dengan moderat sehingga dalam skenario benturan peradaban, Islam pasti keok karena sudah saling mengkafirkan sendiri.

Saudi, mbahe Wahabi, sekarang lagi ngambek sama AS karena dua hal. Pertama, AS sedang berbaikan dengan Iran. Jelas maunya Saudi merekalah proxy AS di Timteng. Mereka gak mau ‘dipoligami’ dengan Iran. Kedua, AS berhasil menggunakan teknologi rekah hidrolis untuk menggalakkan produksi migas. Namanya shale oil dan shale gas. Hasilnya, AS sekarang menjadi produsen minyak terbesar di dunia mengalahkan Saudi dan produsen gas terbesar di dunia mengalahkan Rusia. Dampaknya, serbuan migas Amrik akan mengancam pangsa pasar ekspor minyak Saudi. Saudi melawan, dengan cara menolak menurunkan kuota produksi OPEC. Akhirnya terjadilah over-supply, dan harga minyakpun jatuh.

Ini adalah perang harga. Kenapa? Biaya produksi shale oil AS masih tinggi, sekitar 77 (50-80) USD per barrel. Sedangkan biaya rata-rata produksi minyak Saudi dan OPEC hanya 10 (10-25) USD per barrel. Dengan harga minyak yang rendah, industri minyak AS akan gulung tikar. Saudi tinggal bilang: how long can you go? Ini adalah hukuman karena AS berpoligami dengan Iran. Kemarahan Saudi ini diglobalkan. Di dunia Islam, caranya menggiatkan permusuhan dengan Syiah.

Alhasil, saya melihat isu konflik Sunni-Syi’ah ini, termasuk di Indonesia, tidak terlepas dari dinamika hubungan AS dan Wahabisme-Ikhwanisne. Boleh dikata, Saudi lagi ngambek dengan Amrik karena mulai selingkuh dengan Iran. Karena itu, Syiah di seluruh dunia harus diteror. Bashir As’ad yang dianggap Syi’i Alawayin harus dihajar.

Alhasil, NU harus didukung untuk ambil peran kontra-benturan. Jangan sampai kader-kader NU malah ikut-ikutan memusuhi Syiah dengan gaya Wahabi, seperti yang sudah dilakukan NU Garis Lurus. Islam Nusantara harus menjadi imam, dan gagalkan perselingkungan AS-Wahabi menguasai dunia Islam. (Oleh: M. Kholid Syeirazi, Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Penulis buku Di Bawah Bendera Asing bia arrahmah.co.id).

Soal UTS Ganjil Aswaja dan Ke-NU-an untuk Kelas XII SMA/MA/SLTA/SMK

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Berikut soal Ulangan Tengah Semester / UTS Ganjil Kelas XII mata pelajaran Aswaja dan Ke-NU-an pada tahun pelajara 2014/2015 lalu.

Soal Pilihan
1. Salah satu misi terbentuknya Nahdlatul Ulama yang menjadi dasar dari nilai karakter oraganisasi tertuang dalam suatu prinsip yang disebut …
a. Tashwirul afkar
b. Mabadi khoiru ummah
c. Al amanah
d. As shidqu
e. Salafus sholih

2.   ما أنا عليه وأصحابي
Hadits di atas mengungkapkan karakter dari Ahlussunah waljamaah yang berarti …
a. Ikutilah golangan yang besar
b. Setiap dari kalian adalah pemimpin
c. Suatu golongan yang aku di atasnya bersama para sahabatku
d. Suatu golongan yang aku bersama para ulama
e. Suatu golongan yang ada sahabatku di dalamnya

3. Mabadiul khoiro ummah mempunyai arti …
a. Prinsip-prinsip umat yang maju
b. Prinsip-prinsip umat yang taat
c. Prinsip-prinsip umat yang kuat
d. Prinsip-prinsip umat yang terbaik
e. Prinsip-prinsip umat yang bersatu

4. Yang pertama kali merumuskan gerakan Mabadiu khoiro ummah pada tahun 1935 adalah …
a. K. H. Hasyim Asy’ari
b. K. H. Wahab Hasbullah
c. K. H. Mahfudz Shiddiq
d. K. H. abdul wahid hasyi,m
e. K. H. ahmad shiddiq

5. Tujuan utama dari dirumuskannya prinsip Mabadiu khoiro ummah adalah …
a. Memperbaiki masalah keagamaan warga NU
b. Memperbaiki masalah ekonomi dan sosial warga NU
c. Memperbaiki masalah pendidikan NU
d. Memperbaiki prinsip khittah Nahdliyyah
e. Mengevakuasi masalah kriminilitas masyarakat

6. Prinsip Mabadiu khoiro ummah mulai menjadi perhatian serius warga NU pada muktamarnya yang ke- …
a. 28 di Yoyakarta
b. 28 di Lamongan
c. 28 di Jakarta
d. 30 di Lamongan
e. 30 di Jakarta

7. Di bawah ini merupakan salah satu dari prinsip Mabadiu khoiro ummah, kecuali …
a. Ash Shidqu
b. At Ta’awun
c. Al ‘Adalah
d. Al Tawasuth
e. Al Istiqomah

8. 
ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين (التوبة : 119)
Ayat di atas merupakan salah satu dalil dari …
a. Ash Shidqu
b. Al Amanah
c. At Ta’awun
d. Al ‘Adalah
e. Al Tawasuth

9. Rosulallah saw terkenal dengan gelarnya al Amin karena dalam berdagang dan bermuamalah Rosulallah selalu dapat dipercaya. Hal ini tertuang dalam salah satu prinsip Mabadiu khoiro ummah, yaitu …
a. Ash Shidqu
b. Al amanah
c. At ta’awun
d. Al ‘adalah
e. Al tawasuth

10. Dalil dari prinsip Mabadiu khoiro ummah yang berupa al Amanah Wal Wafa Bil’ahdi tertmaktub dalam Al Quran surat …
a. ياأيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود
b. إن الله يأمر بالعدل والإحسان
c. إن الله يحب المقسطين
d. وتعاونوا على البر والتقوى
e. ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين

11. Nama lain dari Mabadiu khoiro ummah adalah …
a. Mabadiu Tslasah
b. Mabadiu Arba’ah
c. Mabadiu Khomsah
d. Mabadiu Sittah
e. Mabadiu Sab’ah

12. Dalam memasyarakatkan prinsip Mabadiu khoiro ummah, warga NU menggunakan barometer/ukuran keberhasilan pemasyarakatnya dengan …
a. Amar ma’ruf
b. Nahi munkar
c. Amar ma’ruf dan nahi munkar
d. Banyak ibadah
e. Banyaknya masa warga NU

13. Sebaik-baik amal menurut Allah swt. adalah yang dilakukan oleh pemiliknya (pelakunya) terus menerus walaupun sedikit. Pernyataan tersebut adalah Hadits yang disabdakan Rosulallah saw, berkenaan dengan salah satu prinsip mabadiu khiro ummah, yaitu …
a. Ash Shidqu
b. Al Amanah wal wafa bil ‘ahdi
c. Al ‘Adalah
d. At Ta’awun
e. Al Istiqomah

14. Yang dimaksud dengan Qaidah Fiqhiyah adalah …
a. Rumus-rumus fikih yang digunakan untuk menentukan hukum suatu masalah
b. Rumus agama yang digunakan untuk menentukan semua masalah agama
c. Rumus fiqih yang bercabang dari prinsip Mabadiu khoiro ummah
d. Rumus nahwu shoroh yang digunakan untuk mengkaji kitab dengan cepat
e. Rumus agama yang sesuai dengan pola piker manusia

15.
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Kata yang bergaris bawah dari pernyataan kalimat di atas mempunyai arti
a. Suatu baru yang bagus
b. Suatu baru yang awet
c. Suatu baru yang lebih baik
d. Suatu baru yang lebih indah
e. Suatu baru yang lebih mulia

16. Adat kebiasaan atau budaya bisa menjadi acuan hukum selama …
a. Relevan dengan keinginan manusia
b. Tidak bertentangan dengan agama
c. Berhaluan ahlussunah waljamaah
d. Berpedoman pada empat madzhab
e. Berisi kemanfaatan

17. Ketika ada teman kita minta tolong karena tenggelam di tengah laut, sedang kita sendiri tidak bisa berenang. Jika kita menolongnya maka kita sendiri juga ikut tenggelam, maka secara Kaidah Fiqhiyah jalan hukum yang kita ambil adalah …
a. Membiarkan teman kita tenggelam, dan tidak menolongya
b. Tetap menolongnya, walaupun nanti keduanya mati
c. Kita ikut menenggelamkan diri di laut
d. Menolongnya, kemudian minta upah
e. Menambahi beban pada teman kita agar lebih cepat tenggelam

18.
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Kaidah Fiqihiyah di atas memiliki arti …
a. Kebijakan pemimpin tergantung pada rakyatnya
b. Hukum bisa berubah tergantung sebabnya
c. Mencegah mara bahaya harus diutamakan daripada meraih kebaikan
d. Sebuah tradisi yang tidak bertentangan dengan islam harus dilestarikan
e. Rakyat harus tunduk pada aturan pemimpin

19. Dalam bidang Aqidah, ahlusunnah wal jamaah mengikuti madzhab …
a. Imam Ghozali
b. Imam abu hasan al asy’ari
c. Imam ibnu Jarir at thobari
d. Imam abu musa al asy’ari
e. Imam abu Hanifah

20. Imam Abul Qosim Al Junaidi al Baghdadi adalah ulama ahlusunnah wal jamaah dalam bidang …
a. Akidah
b. Syariah
c. Tasawuf
d. Muamalah
e. Fiqih

Soal uraian
1. Jelaskan arti dari Mabadiu khoiro ummah dan apa tujuan dari perumusannya!
2. Sebutkan isi dari prinsip Mabadiu khoiro ummah dan jelaskan maksudnya!

sumber via Situs kenuanmaalirsyad (Bahrul Jalil)

Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 2)

$
0
0
Pontianak, Muslimedianews ~ Postingan sebelumnya: Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah dan implikasi Penerapannya (Bagian 1).

Pernah terjadi pengrusakan mimbar-mimbar masjid atau fodium yang dianggap menyalahi dan bertentangan sunnah Nabi SAW. Mereka yang merusak mengklaim bahwa mimbar masjid yang dicontohkan Nabi SAW sebagai sunnah tasyri'iyyah yang harus diikuti adalah yang bertangga tiga dan terbuka bagian depan. Mereka tidak bersalah dengan pengrusakan itu, bahkan cenderung bangga karena menganggap telah merusak yang dianggap bid'ah berlawanan dengan sunnah. Sebagaimana pernah terjadi orang tidak mau shalat di masjid yang menggunakan pemukulan beduk sebagai tanda masuknya waktu shalat, karena beduk dianggap bid'ah tidak ada contohnya dari Nabi SAW.

Dalam salah satu kaedah memahami dan mengaplikasikan hadis dan sunnah (kaifa nata'amalu ma'a as-sunnah an-nabawiyyah) dikenal kaedah: "at-Tafriqu baina al-wasilah al-mutagayyirah wa al-hadafi ats-tsabit li al-hadits" maksudnya membedakan antara sarana yang bisa berubah-ubah sesuai perkembangan zaman, tempat, dan budaya, dan tujuan yang tetap.

Dalam konteks ini, mimbar, fodium, beduk, pengeras suara, sajadah tikar shalat, bangunan masjid adalah sarana ibadah, dan bukan ibadah sehingga tidak berlaku istilah bid'ah pada sarana seperti ini.
Oleh karena itu, upaya mengaplikasikan sunnah perlu pemahaman secara cerdas dan cermat antara sunnah tasyri'iyyah dan sunnah non-tasyri'iyyah. (Bersambung .....).


Oleh:Dr Wajidi M.Ag., Dosen IAIN Pontianak, Ketua Majlis Fatwa MUI Kalbar, Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar.


Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 3)

$
0
0
Pontianak, Muslimedianews ~ Postingan sebelumnya: 
  1. Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah dan implikasi Penerapannya (Bagian 1).
  2. Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 2).
Secara etimologi, sunnah adalah arah, jalan, model perilaku, tindakan, ketentuan, peraturan, atau tata cara yang sudah mentradisi.

Secara terminologi, sunnah dalam pandangan para ulama beragam, antara lain; yaitu semua yang bersumber dari Nabi SAW selain al-Qur'an berupa perkataan, perbuatan, atau takrir yang dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum syariat.

Abdul Mun'im an-Namr dalam bukunya As-Sunnah wa at-Tasyri' menyebutkan istilah as-Sunnah at-Tasyri'iyyah wa as-Sunnah gairu at-Tasyri'iyyah.

Sunnah Tasyri'iyyah meliputi apa yang diucapkan, dilakukan, atau ditetapkan Nabi SAW dalam kapasitasnya sebagai Rasul dan mengandung hukum yang mengikat, berlaku universal dan abadi.
Sunnah non-Tasyri'iyyah adalah meliputi kebijakan Nabi SAW dalam kapasitasnya sebagai manusia biasa, pemimpin masyarakat atau kepala negara, atau hakim yang bisa bersifat lokal, kondisional, temporal, tidak berlaku umum, dan tidak mengikat.

Kategorisasi Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah, selain didasarkan pada kapasitasnya sebagai Rasul dan manusia biasa juga boleh didasarkan pada tema masalah yang diucapkan atau dilakukan. Apabila berkaitan masalah agama, maka ia Sunnah Tasyri'iyyah, dan apabila berkaitan masalah kemaslahatan dunia, maka ia Sunnah Non-Tasyri'iyyah.

Asy-Syaukani dalam Irsyad al-Fuhul menyebutnya Laisa fihi Uswah (bukan untuk diteladani), Laisa fihi Ta'sis (bukan untuk dijadikan dasar pijakan), La bihi Iqtida'' (tidak untuk diikuti). Asy-Syirazi menyebutnya As-Sunnah Laisat bi Qurbah (sunnah tidak untuk mendekatkan diri kepada Allah). Al-Juwaini menyebutnya as-Sunnah La Istamsaka bihi (sunnah tidak untuk jadi pegangan). Al-Gazali menyebutnya Sunnah La Hukma Lahu Ashlan (sunnah tidak mengandung hukum sama sekali).

(Bersambung)


Oleh:Dr Wajidi M.Ag., Dosen IAIN Pontianak, Ketua Majlis Fatwa MUI Kalbar, Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar.

Pembenci Syiah di Indonesia Wajib Baca Ini: Relasi Sunni-Syiah di ArabSaudi

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Fenomena dan gerakan anti-Syiah kembali marak di Indonesia. Syiah dikepung dari berbagai penjuru angin dengan berbagai dalil dan dalih: dari teologi-keagamaan (seperti ajaran-ajaran Syiah yang dianggap “menyimpang” dari kanon resmi Islam) sampai politik kekuasaan (misalnya bahaya laten revolusi Syiah bagi NKRI).

Jika dulu, pada masa Orde Baru, gerakan anti-Syiah didengungkan oleh negara karena kekhawatiran “virus revolusi politik” Syiah Iran tahun 1979 akan menular di Indonesia, kini gerakan anti-Syiah dikomandoi oleh sejumlah tokoh Muslim dan ormas Islam yang tidak hanya didasari oleh kekhawatiran berlebihan -dan mengada-ada- terhadap “efek domino” politik Syiah Timur Tengah di Indonesia tetapi juga dilandasi oleh tuduhan penyimpangan teologi-keagamaan Syiah.

Sayangnya, Syiah tidak hanya menjadi sasaran kritik sejumlah kelompok Islam konservatif tetapi juga target kekerasan fisik seperti terjadi di Sampang, Bogor, dan Lombok.

Banyak pihak menyebut Saudi-Wahabi sebagai “dalang” di balik gerakan anti-Syiah di Tanah Air. Tetapi menariknya, di Saudi sendiri gerakan anti-Syiah tidak sevulgar dan semarak di Indonesia. Tidak ada poster, spanduk, atau selebaran-selebaran provokatif kontra Syiah. Juga tidak ada pengajian-pengajian akbar anti-Syiah yang bergemuruh. Para khatib Jum'at memang sering menekankan umat Islam untuk menghindari praktek bid’ah dan khurafat serta menjalankan ajaran Islam yang “murni dan konksekuen” yang sebetulnya merupakan kritik terhadap Syiah tetapi tidak menyebut secara langsung kesesatan Syiah. Yang sering menyebut Syiah secara terang-terangan sebagai heretik, rafidhah, dan murtad adalah para ulama Wahabi ultrakonservatif.

Hal menarik lain di Arab Saudi dewasa ini adalah tidak adanya gerakan masif dari tokoh dan ormas Islam untuk memobilisasi massa guna menyerang kantong-kantong Syiah seperti terjadi di Indonesia. Kekerasan terhadap Syiah di Saudi lebih banyak dilakukan oleh “oknum” negara dan sayap ultraradikal Wahabi. Perlu dicatat tidak semua pengikut Wahabi adalah radikal dalam tindakan, meskipun mereka tentu saja radikal dan konservatif dalam pandangan dan pemikiran keislaman.

Ada banyak teman-teman saya yang Wahabi yang tidak setuju dengan pandangan-pandangan keagamaan Syiah yang dinilai melecehkan Islam, al-Quran, Nabi Muhammad, dan para sahabat, serta dianggap menyimpang dari ajaran fundamental Islam. Tetapi mereka menolak untuk melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap komunias Syiah. Mereka bahkan menuding kekerasan anti-Syiah di distrik Dalwah di Saudi Timur, yang dilakukan oleh para penembak bertopeng pada November 2014, lalu dilakukan oleh ekstremis Islamic State (baca ISIS -Islamic State of Iraq and Syria) yang ingin mengusik stabilitas politik Saudi.

Pula, tidak semua rezim Saudi adalah anti-Syiah. Mendiang Raja Fahd (1921-2005) dan Raja Abdullah (1924-2015), misalnya, adalah sosok pemimpin liberal-moderat yang proaktif menggalang toleransi, perdamaian, dan rekonsiliasi terhadap Syiah. Raja Fahd pernah menginstruksikan untuk menghapus semua kata dan istilah yang mengandung nuansa penghinaan dan pelecehan terhadap Syiah dari buku-buku teks yang dipakai di sekolah-sekolah untuk kemudian diganti dengan istilah-istilah yang lebih toleran dan bersahabat.

Ia juga memerintahkan untuk menghilangkan segala kebijakan diskriminatif anti-Syiah, membolehkan pengikut Syiah Saudi di pengasingan untuk pulang, melepaskan para pemimpin Syiah dari tahanan, membolehkan warga Syiah untuk bekerja di lembaga-lembaga pemerintahan dan sektor swasta, serta aneka policy progresif lain untuk memperbaiki kondisi warga Syiah di Saudi.

Di universitas milik Kerajaan Saudi tempat saya mengajar saat ini, King Fahd University, juga banyak dijumpai para profesor Syiah dan beberapa diantaranya menduduki jabatan sebagai dekan atau ketua departemen seperti Samier al-Bayat, Badr al-Humaidi, Jaafer bin Moosa, dan lain sebagainya.

Raja Fahd bahkan pernah memecat Imam Masjid Nabawi di Madinah karena melakukan propaganda anti-Syiah pada waktu khutbah Jum’at ketika ada kunjungan Ayatullah Akbar Hashemi Rafsanjani.

Raja Abdullah juga menerapkan kebijakan yang tidak kalah spektakuler dengan pendahulunya, Raja Fahd, seperti membolehkan warga Syiah untuk menggunakan buku-buku Syiah di sekolah-sekolah mereka. Ia juga merevisi kurikulum nasional dan memasukkan materi-materi non-Wahabi ke dalam kurikulum agar para siswa bisa mempelajari dan memahami aneka ragam pandangan keislaman.

Raja Abdullah juga aktif menggalang dialog dengan para tokoh Syiah Saudi kharismatik seperti Syaikh Hassan as-Saffar. Singkatnya, almarhum Raja Abdullah, seperti ditulis Rob Sobhani dalam buku: King Abdullah of Saudi Arabia: A Leader of Consequence, dengan berbagai kebijakan pluralis-progresifnya di bidang pendidikan, perdamaian, politik-ekonomi, keagamaan, emansipasi perempuan. Berbagai upaya dan kebijakan yang seringkali mendapat protes, kritik, dan tantangan dari kubu konservatif-radikal Wahabi -turut membantu menciptakan stabilitas politik Arab Saudi meskipun berbagai negara Arab dan Timur Tengah diguncang kekacauan sosial dan revolusi politik sejak 2010.

Sejumlah tokoh dan ulama Syiah Saudi yang saya wawancarai seperti Syaikh Ibrahim al-Battat, Sayyid Hasyim bin Muhammad bin Nasr as-Salman, dan Syaikh Humaidan al-Qatifi juga mengekspresikan rasa simpati dan hormatnya kepada Raja Abdullah yang menerapkan sejumlah kebijakan positif-konstruktif terhadap Syiah.
Upaya pembangunan perdamaian, relasi positif, dan rekonsiliasi Sunni-Syiah di Saudi -dan juga negara-negara lain di Arab dan Timur Tengah- bukanlah perkara mudah mengingat perseteruan kedua kelompok Islam ini sudah “mengerak” dan berlangsung sejak ratusan tahun silam.

Syiah juga memiliki sejarah kelam di Arabia. Sejarah dan asal-usul Syiah di kawasan ini sering dikaitkan dengan sekte Qaramitah, sebuah kelompok agama sinkretik yang memadukan elemen-elemen Syiah Ismailiyah dengan mistisisme Persia, yang berpusat di al-Ahsa (Hasa) di Provinsi Ash-Syarqiyah.

Pada 899 M, kelompok ini pernah mendirikan sebuah negara utopis berbasis agama. Sekte vegetarian ini -karenanya sering disebut al-Baqliyyah- juga pernah melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Abbasiyah. Pemimpin sekte ini, Abu Tahir al-Jannabi, pada tahun 930, pernah memimpin pengepungan kota Makah, mencuri dan memindahkan Hajar Aswad ke al-Ahsa, serta mengotori sumur Zamzam dengan tumpukan mayat.

Sekte Qaramitah sudah tenggelam dalam limbo sejarah. Kaum Syiah masa kini yang menempati Saudi adalah pengikut Imamiyah (Itsna 'Asyariyah) sebagai mayoritas yang kebanyakan tinggal di Provinsi Ash-Syarqiyah di ujung timur Saudi, khususnya Ahsa, Qatif, Khobar, dan Dammam yang merupakan daerah kaya minyak dan pusat industri.

Ada juga pengikut Syiah Imamiyah di Madinah yang menamakan diri Nakhawila. Pengikut Syiah lain, seperti Zaidiyah dan Ismailiyah, kebanyakan tinggal di Provinsi Najran di Saudi selatan yang berbatasan dengan Yaman. Tidak ada data statistik resmi tentang jumlah kaum Syiah di Saudi tetapi sejumlah pengamat memperkirakan sekitar 10% dari total warga negara Saudi yang kini berjumlah sekitar 20 juta jiwa (ditambah sekitar 10 juta kaum migran).

Mayoritas penduduk Saudi adalah pengikut Sunni non-Wahabi yang tersebar hampir merata di berbagai kawasan. Sementara itu pengikut Wahabi sebagian besar hanya terkonsentrasi di Provinsi Riyadh dan Qasim di Saudi bagian tengah.

Meskipun sekte Qaramitah yang brutal itu sudah menjadi sejarah masa lalu, tetapi memori masyarakat Islam Sunni modern di Saudi terhadap sejarah gelap sempalan Syiah Ismailiyah ini masih begitu kuat sekuat memori kaum Syiah kontemporer atas tragedi pembantaian Husein bin Ali oleh Khalifah Yazid I di Padang Karbala pada 680 M.

Sejak Perang Karbala itu, kecurigaan, ketegangan, konflik, dan kekerasan antara pengikut Sunni dan Syiah terus berlanjut hingga berdirinya Kerajaan Saudi modern pada tahun 1932. Tetapi satu hal yang penting untuk dicatat bahwa perseteruan dan perpecahan umat Islam ke dalam Sunni dan Syiah itu semula berakar pada konflik politik-kekuasaan, bukan teologi-keagamaan.

Memang perseteruan politik-kekuasaanlah yang membuat relasi kedua kelompok ini terus menegang dan meruncing. Dalam konteks sejarah Saudi modern, meskipun Ahsa sebagai salah satu basis Syiah sudah ditaklukkan oleh tentara Saudi sejak 1913, ketegangan dengan kelompok ini meruncing sejak Imam Khomeini sukses memimpin Revolusi Islam Iran dan menggulingkan Shah Pahlevi pada tahun 1979.
Merasa mendapat momentum, Iran sendiri berambisi mengekspor spirit dan ideologi revolusinya ke negara-negara lain di Timur Tengah, termasuk Saudi. Seruan-seruan anti dan penggulingan “Dinasti Saudi-Wahabi” dan dukungan terhadap Republik Islam Iran pun ditebar melalui pamflet, kaset tape, dan radio. Salah satu tokoh Syiah Saudi dan dianggap sebagai “perpanjangan tangan Iran” -yang gencar mengkritik pemerintah adalah Nimr Baqr an-Nimr.

Kekerasan terhadap Syiah pun beberapa kali meledak yang berbuntut pada pemenjaraan dan penangkapan tokoh-tokoh Syiah yang di kemudian hari dibebaskan oleh Raja Fahd setelah naik tahta pada 1982. Hingga kini, Saudi dan Iran sama-sama berambisi menjadi “penguasa regional” Timur Tengah yang berbuntut pada perang di berbagai tempat. Perang di Yaman, Syria, atau Irak hanyalah contoh kecil dari “adu dominasi” dua negara ini.

Meskipun relasi harmoni kedua kelompok ini sering diusik oleh kepentingan politik, masyarakat akar rumput Sunni dan Syiah seringkali tidak memperdulikannya. Mereka biasa saja bergaul membaur dan bersenda gurau di pasar-pasar tradisional, kedai kopi, warung teh, rumah makan, dan ruang-ruang publik lain.

Di kawasan Al-Mobarroz, Ahsa, warga Sunni dan Syiah bahkan membangun masjid-masjid dan rumah-rumah mereka berjejer-jejer. Sejumlah warga dan tokoh masyarakat setempat juga menuturkan kepada saya kalau mereka sudah biasa bekerjasama dalam berbagai urusan sosial-kemasyarakatan.

Mereka juga saling membantu dan mengunjungi acara pengajian dan keagamaan yang diadakan masing-masing kelompok serta tidak sedikit dari mereka yang mempraktekkan kawin-mawin, sebuah traidisi yang sudah berlangsung ratusan tahun. Perbedaan pandangan keagamaan dan konflik elit tidak menghalangi mereka untuk menjalin persaudaraan dan mewujudkan perdamaian. (Oleh:Sumanto Al Qurtuby, Profesor Antropologi dan Sosiologi di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi. Ia memperoleh gelar doktor dari Boston University).

Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 4)

$
0
0
Pontianak, Muslimedianews ~ Kategorisasi sunnah tersebut didasarkan pada hadis Nabi SAW. Ketika Beliau tiba di Madinah penduduknya lagi sedang menyerbuk kurma. Nabi SAW bertanya: "Apa yang kalian lakukan?" Mereka menjawab: "Kami melakukan sesuatu yang biasa kami lakukan, yaitu menyerbuk kurma". Lalu Nabi SAW bersabda: "Apabila kalian tidak melakukannya, itu lebih baik". Maka mereka pun tidak melakukannya lagi, dan ternyata kurma mereka hasilnya tidak baik. Apa yang mereka alami ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Beliau bersabda: "Saya hanya manusia, apabila saya perintahkan kalian mengenai agama kalian, maka ambillah (pegangilah). Apabila saya perintahkan kalian mengenai sesuatu dari pendapat (pribadi)ku, maka saya ini manusia. (HR. Muslim).
Kalimat "Apabila saya perintahkan mengenai agama kalian, maka ambillah (pegangilah)". Dalam hal inilah yang dikategorikan sebagai Sunnah Tasyri'iyyah. Terutama dalam masalah ibadah mahdhah. Dalam masalah inilah yang tidak boleh ada tambahan dan kreasi yang baru. Dalam konteks inilah berlaku istilah bid'ah.

Adapun kalimat "Apabila saya perintahkan mengenai sesuatu dari pendapat (pribadi)ku, maka saya ini manusia". Sama pengertiannya dengan hadis Nabi lainnya "Kalian lebih tahu mengenai urusan dunia kalian". (HR. Muslim). Dalam hal inilah yang dikategorikan sebagai Sunnah Non-Tasyri'iyyah. Manusia diberi pilihan untuk melakukannya atau menciptakan kreasi baru sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan budaya serta sosial masyarakat. Dalam konteks ini tidak berlaku istilah bid'ah. Sangat tidak bijak dalam beragama apabila terlalu menggenaralisasi semua yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW adalah bid'ah. Makanya perlu mengenali Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah. (Bersambung .....).


Oleh:Dr Wajidi M.Ag., Dosen IAIN Pontianak, Ketua Majlis Fatwa MUI Kalbar, Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar.


Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 5)

$
0
0
Pontianak, Muslimedianews ~ Kategorisasi Sunnah tersebut selain didasarkan pada hadis seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, juga didasarkan pada pendapat sahabat Nabi SAW. Abu Thufail mengatakan kepada Ibnu Abbas: "Kaummu menganggap bahwa Nabi SAW berkeliling antara Shafa dan Marwa dengan mengendarai unta dan menganggap perbuatan Beliau adalah sunnah? Ibnu Abbas menjawab: "Mereka benar karena memang Nabi SAW berkeliling antara Shafa dan Marwa dengan naik unta. Tetapi mereka salah karena perbuatan mengendarai unta tersebut bukan perbuatan sunnah. Perbuatan Beliau mengendarai unta agar para jamaah tidak mendahului atau ketinggalan. Disamping itu, juga agar ucapan Beliau dapat terdengar oleh mereka dan agar mereka tidak berusaha menggapai tangan Beliau. (HR. Ahmad).

Apakah sekarang kita bisa melakukan Sai dengan mengendarai unta, sebagaimana contoh praktek Nabi SAW?

Berdasar hadis ini bahwa melakukan sai antara shafa dan marwa adalah Sunnah Tasyri'iyyah. Sedang mengendarai unta ketika sai adalah Sunnah Non-Tasyri'iyyah. Nabi mengendarai unta ketika sai karena ada tujuan kondisional, bukan menjadi keharusan dicontoh, apalagi dengan kondisi sekarang jutaan umat yang sangat padat bersai. Hal ini bisa menjadi pelajaran agar tidak memaksakan diri hanya karena alasan bahwa Nabi pernah melakukannya. Seperti memaksakan diri melontar jamrah pada waktu duha atau sebelum duhur dengan alasan lebih afdhal karena Nabi melakukannya pada waktu itu. Padahal dalam kondisi sekarang bisa membahayakan karena kondisinya sangat padat. Pada zaman Nabi, jamaahnya sedikit dan sepi, tidak sepadat sekarang. Maka kita bisa memilih waktu yang lebih maksimal bisa menjalankan ritual ibadah haji. (Bersambung .......)

Oleh:Dr Wajidi M.Ag., Dosen IAIN Pontianak, Ketua Majlis Fatwa MUI Kalbar, Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar.



Sunnah Tasyri'iyyah dan Sunnah Non-Tasyri'iyyah (Bagian 6)

$
0
0
Pontianak, Muslimedianews ~ Setelah dijelaskan dasar penetapan kategorisasi sunnah tersebut dari Hadis Nabi SAW dan pendapat sahabat Nabi, kali ini akan dijelaskan pendapat para ulama, antara lain:

1. Menurut Syah Waliyullah ad-Dahlawi, Sunnah ada yang disabdakan sebagai Risalah mengandung hukum syariah, bersifat universal dan berlaku abadi, dan ada sunnah yang disabdakan bukan sebagai risalah, tidak mengandung hukum syariat, misalnya kesehatan, pengobatan berdasar eksperimen dan pengalaman hidup, tradisi kebiasaan, bukan karena ada tujuan ibadah, kebijakan yang diambil untuk kemaslahatan temporer pada saat itu, dan tidak menjadi tuntunan yang mengikat yang harus diikuti oleh semua umat Islam. 

2. Syaikh Mahmud Syaltut menyebut Sunnah Non-Tasyri'iyyah sebagai al-ibahah al-'aqliyah, yakni kebolehan secara rasional, yaitu:
a. Sunnah dalam konteks hajat hidup manusia, misalnya makan, minum, tidur, berjalan, berkunjung, mendamaikan orang dengan cara baik. 
b. Sunnah yang merupakan hasil eksperimen dan kebiasaan individual dan sosial, misalnya tentang pertanian, pengobatan atau kedokteran.
c. Sunnah dalam konteks manajemen manusia dalam mengantisipasi kondisi tertentu, misalnya menyusun strategi perang. 

3. Syaikh Abdul Wahhab Khallaf menyebut Sunnah Non-Tasyri'iyyah meliputi:
a. Apa yang bersumber dari Nabi SAW sebagai tabiat kemanusiaannya (al-af'al al-jibilliyyah), misalnya berdiri, duduk, berjalan, tidur, makan dan minum. 
b. Apa yang bersumber dari Nabi SAW sebagai pengetahuan kemanusiaan, keahlian, dan eksperimen dalam urusan keduniaan, misalnya pertanian (pertukangan), pemberian resep obat-obatan, strategi militer.
c. Apa yang bersumber dari Nabi SAW dan ada dalil syariat bahwa itu berlaku khusus, maka tidak berlaku umum. 

Salah satu cara membedakan perbuatan kemanusiaan dan perbuatan syariat biasanya ditentukan oleh adanya qarinah atau indikasi lain atau dalil lain yang menunjukkan bahwa perbuatan itu tercela atau mendapat pahala, maka itu menjadi perbuatan syariat. Misalnya makan dan minum pakai tangan kanan adalah sunnah tasyri'iyyah sebab Nabi SAW menerintahkan dan mencela makan dengan tangan kiri bahkan dianggap perbuatan setan. (HR. Muslim). Lain halnya makan dengan lesehan atau pakai kursi, pakai sendok, garfu, dan lain-lain, itu hanya pilihan kebiasaan dan keperluan menyesuaikan konteks situasi dan kondisinya. (Bersambung .....).

Oleh:Dr Wajidi M.Ag., Dosen IAIN Pontianak, Ketua Majlis Fatwa MUI Kalbar, Wakil Rais Syuriah PWNU Kalbar.

Kaidah Fiqih yang Paling Sering Disalahpahami

$
0
0
Muslimedianews.com ~
 Satu kaidah dalam ushul fiqih yang barangkali dianggap orang sebagai menggiring fiqih kepada bentuk yang tidak kontekstual (muqtadhal hal), adalah:

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب

"Al-'ibrah bi'umum al-lafdzi la bikhushush as-sabab".

Kaidah ini banyak diterjemahkan begini, "Yang menjadi perhatian di dalam menetapkan hukum fiqih adalah rumusan (tekstual) suatu dalil, bukan sebab yang melatarbelakangi turunnya ketentuan (dalil) tersebut".

Menerjemahkan "La" dengan "bukan" seperti terjemahan di atas adalah salah. "La" di situ berarti "bukan hanya" (la li al-'athaf bukan la li al-istidrak). Jadi latarbelakang, asbab an-nuzul maupun asbab al-wurud (sebab turunnya ayat al-Quran dan al-Hadits), tetap menjadi pertimbangan penting dan utama.

Terjemahan yang benar dari kaidah itu adalah, "Suatu lafadz (kata atau rumusan redaksional sebuah dalil) yang umum ('amm), mujmal maupun muthlaq (yang berlaku umum) harus difahami dari sudut keumumannya, bukan hanya dari latarbelakang turunnya suatu ketentuan".

Dengan demikian ketentuan umum itu pun berlaku terhadap kasus-kasus cakupannya, meskipun mempunyai latarbelakang berbeda. Sebab jika dalil-dalil al-Quran maupun hadits hanya dipahami dalam konteks ketika diturunkannya, maka akan banyak sekali kasus yang tidak mendapatkan kepastian hukum. (Disadur dari buku Nuansa Fiqih Sosial karya KH. MA. Sahal Mahfudh).

Hikmah Kiai Mahrus dan Kiai Marzuqi Berbeda dalam Merujuk Dhamir

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Setiap ada dhamir yang terkesan rujuk pada kalimat fi'il, maka KH. Mahrus Aly selalu merujukkan pada bentuk mashdarnya, seperti lafadz:

 اعدلوا هو اقرب للتقوى 

Dhamir هو rujuknya bukan pada lafadz اعدلوا, melainkan rujuk pada lafadz عدلكم yang menjadi bentuk mashdarnya. Sebab dhamir adalah kalimat isim, karenanya marja'nya pun juga harus berupa kalimat isim, disamping memang yang dikehendaki dari dhamir semacam itu adalah makna yang terkandung dari kalimat fi'il itu, yaitu mashdarnya bukan lafadz dari kalimat fi'il itu sendiri.

Sementara KH. Marzuqi Dahlan tidaklah demikian. Beliau selalu merujukkan dhamir pada kalimat fi'il, seperti pada ayat di atas beliau memaknainya: هو utawi اعدلوا

Suatu hari, ketika sedang membacakan kitab dan ada dhamir yang seperti contoh di atas, KH. Mahrus Aly sambil tersenyum berkata:

 من ارجع الضمائر الى الافعال فليس من الرجال 

"Barangsiapa merujukkan kalimat-kalimat dhamir pada kalimat-kalimat fi'il, maka dia bukanlah seorang laki-laki (orang yang mengerti tentang bahasa Arab)."

Tentu saja dawuh itu membuat santri-santri yang sedang mengikuti pengajian beliau menjadi tersenyum semua.

Beberapa hari kemudian, ketika KH. Marzuqi Dahlan sedang membacakan kitab dan ada dhamir yang seperti di atas, beliau tetap merujukkan pada kalimat fi'il sambil berkata dengan tersenyum: "Wes, ora lanang ora popo kang yo, seng penting ndang faham" (Sudahlah, tidak dianggap laki-laki ya tidak apa-apa, yang penting segera bisa dipaham dan dimengerti).

Hal itu tentu saja juga membuat para santri yang mengikuti pengajian beliau jadi pada tertawa disertai dengan penuh keheranan, dari mana beliau bisa tahu dawuhnya Kiai Mahrus Aly?

KH. Mahrus Aly memang jarang sekali memberikan makna ketika membaca kitab, justeru beliau lebih sering memberikan tafsiran dengan bahasa Arab pula, اي .. اي .. seperti itu. Sehingga hanya santri-santri yang sudah punya bekal cukup dalam penguasan ilmu nahwu, sharaf dan balaghah saja yang mengikuti pengajian beliau. Karena itu beliau sangat disiplin dalam menerapkan aturan-aturan tata bahasa Arab ketika membacakan kitab kepada mereka, termasuk ketika merujukkan dhamir yang seperti contoh di atas.

Sementara KH. Marzuqi Dahlan selalu memberikan makna yang lengkap ketika membacakan kitab. Sehingga yang mengikuti pengajian beliau tidak hanya santri-santri yang sudah punya kemampuan cukup saja, tetapi banyak pula diikuti oleh para santri yang masih tingkatan pemula. Karena itu beliau lebih memilih pendekatan makna yang segera mudah dipahami para santri yang mengikuti pengajian beliau meski sebenarnya itu kurang pas dengan aturan tata bahasa Arab.

Sebab, menurut beliau, kalau setiap dhamir dirujukkan pada bentuk mashdarnya tentu akan menyulitkan para santri tingkat pemula dalam mencari rujuknya, terlebih ketika bentuk mashdarnya berbeda jauh dengan bentuk fi'ilnya.

Walhasil, meski beliau berdua berbeda metode dalam memberikan pengajian, tetapi tetap berdasar pada dawuh:

كلموا الناس على قدر عقولهم

"Berbicaralah pada manusia sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka."

Itulah mungkin makna tersirat yang ingin disampaikan beliau berdua terhadap para santrinya atas perbedaan dalam merujukkan dhamir, bahwa dalam menyampaikan ilmu pada masyarakat kelak haruslah menyesuaikan dan mempertimbangkan kemampuan masyarakatnya. Wallahu a'lam. (Sumber: AN Ang-hab).

Shalawat Tarhim : Teks Arab dan Terjemahannya

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Shalawat ini pertama kali dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya pada akhir tahun 1960′an. Penciptanya adalah Shaykh Mahmoud Khalil Al Hussary, ketua Jam’iyyatul Qurro’ di Kairo, Mesir. Syaikh Mahmoud Al-Hussary (1917-1980, محمود خليل الحصري) adalah ulama lulusan Universitas Al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’  ( pembaca Quran) paling ternama di jamannya, sampai-sampai ia digelari Shaykh al-Maqâri (sing ahli qiroah).

Syaikh Al-Hussary dikenal karena kepiawaiannya dalam membaca Qur’an secara tartîl. Ia mengatakan bahwa membaca Qur’an bukan semata-mata tentang irama (lagu) atau seni bacaannya, yang paling penting adalah tartîl: memahami bacaan Qur’an dengan baik dan benar, yaitu melalui studi kebahasaan (linguistik) dan dialek Arab kuno, serta penguasaan teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam Quran. Dengan begitu bisa dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam membaca Al-Qur’an. Berikut ini merupakan teks dan arti Shalawat Tarhim:

الصـــــلاة والســـــلام عليــــك
ياامـــام المجهدين يــارسول الله
الصـــــلاة والســـــلام عليــــك
يانـــاصر الهدى ياخير خلق الله
الصـــــلاة والســـــلام عليــــك
يانـــاصر الحق يـــارســول الله
الصـــــلاة والســـــلام عليــــك
يـــامن اسرى بك المهيمن ليـلا
نلت مـــا نلت والانــــام نيـــــام
وتقدمت للصـــــلاة فصـــــــلى
كل من فى السمـاء وانت الامام
والـى المنتهى رفعت ڪـريمــا
وسمعت نــــداء عليـك الســـلام
يـــــــــاڪــريــــــم الاخــــلاق
يــــــــــــــــــارســـــــــــول الله
صـلـى الله عليــــــــــــــــــــــك
وعلـى الك واصحــابك اجمعين


Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk, Yâ Imâmal Mujâhidîn Yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk, Yâ Nâshiral Hudâ Yâ Khayra Khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk, Yâ Nâshiral Haqqi Yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk, Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan

Nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ

Kullu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa sami’ta nidâ-an ‘alaykas salâm
Yâ Karîmal Akhlâq Yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka Wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în


Artinya :

"Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepadamu,
duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulallah.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepadamu,
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepadamu,
duhai penolong kebenaran, ya Rasulallah.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepadamu,
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi.
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur.
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam. Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemuliaanmu.
dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu.
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah.
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu,
atas keluargamu dan sahabatmu".

Skisma Keagamaan dan Penyebabnya dalam Perspektif Prof. DR. Habib Abdullah Baharun, MA

$
0
0

Skisma Keagamaan dan Penyebabnya dalam Perspektif Prof. DR. Habib Abdullah Baharun, MA
Oleh: M. Hasani Mubarok

Alhamdulillah, akhirnya rektor universitas al-Ahqaf yaman Prof. DR. al-Habib Abdullah Baharun, M.A untuk pertama kalinya hadir di bumi khatulistiwa kota Pontianak. Dalam rangka tour dakwah beliau pada tahun ini. Banyak majlis dan pengajian yang beliau hadiri dalam rangka memberikan bimbingan kepada umat Islam terutama yang ada di kota ini. Menariknya lagi, tour beliau kali ini berbarengan dengan agenda tahunan yang juga di adakan oleh salah satu ormas Islam yakni Front Pembela Islam di bawah pimpinan imam besar al-Habib Rizieq Syihab. Agak sedikit di sayangkan, karna penulis hanya bisa mengikuti sekali dari beberapa majlis yang beliau hadiri. Oleh karena itu terasa sia-sia apabila ilmu yang di dapat dari ulama Yaman ini harus hilang di telan angin, maka penulis ingin menuangkannya dalam beberapa baris tulisan berikut. Kebetulan penulis sendiri waktu itu menjadi salah seorang yang mendapat kesempatan langsung untuk bertanya. Dan Alhamdulillah dengan bekal bahasa Arab yang standar dan cukup makan, penulis dapat mengeluarkan sedikit kegelisahan intelektual yang selama ini mungkin belum sempat tereksplorasi. Apalagi tema yang diangkat adalah “menyikapi perbedaan dalam Islam” . judulnya tidak persis seperti itu, tapi paling tidak itulah yang menjadi direct point dalam seminar kemarin. 

Ada dua point yang saya tanyakan dalam kesempatan itu, namun yang ingin penulis angkat pertama disini adalah pertanyaan pertama yakni : 

Sebab ontologis terjadinya skisma keagamaan dalam Islam

Dalam ceramah yang oleh beliau sampaikan, dinyatakan bahwa Hidayah adalah sesuatu yang sudah jelas termaktub di dalam al-Quran dan Hadist. penulis bertanya, Kalaulah hidayah dan kebenaran itu sudah jelasnya adanya, lantas kenapa terjadi perbedaan dalam memahaminya ?. begitulah kiranya kesimpulan pertanyaan yang sempat penulis ajukan. Beliau menjawab dengan bahasa Arab secara langsung. Beliau menjawab, perbedaan yang terjadi dalam menangkap sebuah nilai kebenaran adalah di karenakan hawa nafsu (ittiba’ul hawa) yang membuat sebuah kebenaran yang sudah jelas secara esensi harus samar ketika di tangkap dan di pahami oleh seseorang. 

Jawaban yang beliau sampaikan ini sudah sangat tepat dan merupakan sebuah pembacaan komprehnsif dalam membaca realitas skisma keagamaan yang sedang berkembang di era Islam saat ini. Kalau kita lihat fakta empiris di lapangan maka sangat jelas skisma keagamaan yang berkembang memang sangat bervariasi. Ada yang paling kanan sampai yang paling kiri serta yang memantapkan diri sebagai Islam moderat juga ada di dalamnya. Walaupun yang mengaku diri sebagai pemahaman Islam yang moderat tak jarang terjebak dalam satu pendulum dua kutub keberagamaan ini. Jawaban diplomatis padat dan penuh makna dari Habib Abdullah menunjukkan kedalaman Ilmu yang beliau miliki. Semoga Allah kembali memperkenankan beliau untuk memberikan siraman rohani untuk seluruh umat Islam khususnya di Indonesia. 

Dua kutub ekstrim dalam fakta keberagamaan yang terjadi dalam Islam ini memang telah menjadi perbincangan hangat dimana-mana. Di Indonesia sendiri kali ini sedang mengalami himpitan kuat dari dua terminology ini. Gerakan Islam kanan dalam Islam di Indonesia sendiri  terwakili oleh gerakan garis ekstrim yang sudah merebak. Baik keras dalam segi doktrin atau kekerasan ideologis, atau kekerasan dalam tindak laku radikalis. Semua gerakan kanansentris ini telah memberikan sumbangsih atas memudarnya makna Islam yang toleran dan penuh keakraban di Indonesia sendiri harus di tukar dengan wajah sangar dan beringas. Gerakan kutub ekstrim kanan ini di tandai dengan salah satu ciri-ciri : yakni sangat mudah dalam mengkafirkan sesama muslim. Gerakan ini tidak sungkan memberi label kafir, murtad, syirik dan sebagainya kepada siapa saja yang tidak sepaham dengan mereka. Kalau kita baca sejarah, orang yang pertama kali sibuk dengan mengkafirkan sesama muslim ini adalah buyutnya orang Wahabi yakni Muhammad Bin Abdul Wahhab. Dialah orang pertama yang memusyrikkan mayoritas Ulama dan mengatakan mereka sebagai pengikut ajaran Amr bin Lahy.  sedangkan tauhid yang dianggap paling benar adalah miliknya sendiri dengan versi sendiri pula. Gerakan garis keras ideologis/atau fisikal ini sebenarnya tidak pernah ada presedensi idealnya di dalam ajaran di era formatif kecuali gerakan khawarij. Sebuah gerakan yang di huni oleh barisan lascar sakit hati dan sebagai wujud pembrontakan. Mereka membentuk barisan yang solid dalam rangka mengkafirkan para sahabat-sahabat mulya Nabi yang hidup dan berkecimpung dalam perpolitikan pada saat itu. 

Ciri-ciri kedua dari aliran garis keras ini adalah monopoli mereka terhadap sebuah konsep dalam doktrin agama. Mereka menahbiskan diri sebagai golongan yang paling benar dalam memahami al-Quran dan Hadist serta ajaran Ulama. Akibatnya merekapun dengan mudah memperkosa pemahaman orang lain dan dianggap sesat. padahal Banyak sekali hadist yang melarang seseorang untuk mengkafirkan sesama muslim namun mereka tidak pernah mengindahkannya. Berikut salah satu Hadist yang di riwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dalam kitab al-Kabir, sebuah Hadist yang bersumber dari Sahabat Abdullah Bin Umar dengan sanad yang baik. 

كفوا عن اهل لااله الاالله لاتكفروهم بذنب وفي رواية لاتخرجوهم من الاسلام بعمل

“tahanlah diri kalian dari ahli La Ilaha Illa Allah (jangan menyerang mereka), dan janganlah kafirkan mereka gara sebuah dosa-dalam salah satu riwayat- janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam gara sebuah amal (perbuatan). 

Ciri-ciri selanjutnya adalah pemahaman literalsentris terhadap ayat dan doktrin keagamaan. Dengan pemahaman literal tertutup ini mereka menolak segala bentuk penafsiran yang berorientasi lebih luas demi mancapai makna baru yang lebih baik. Bahkan pemahaman seperti ini mereka sebagai sebuah pemahaman yang di ilhami oleh padangan orag kafir dan tidak di sahkan dalam Islam. Salah satu contoh yang bisa diketengahkan adalah pemahaman mereka terhadap makna Jihad. Kalau ulama yang memiliki padangan lebih progresif dan luas terhadap Islam, memahami konteks jihad di era modern ini harus di rekonstruksi. Kalau untuk Negara Indonesia maka makna jihad yang paling relevan demi menjaga stabilitas Negara kesatuan dan mendorong kemajuan adalah jihad intelektual. Beda halnya jika terma jihad ini di kumandangkan di Negara Palestina yang tertindas oleh orang kafir, maka jihad harus di kembalikan kepada makna gerilya dan pertempuran. Bahkan dengan lihai mereka membalikkan kata bahwa wacana rekonstruksi makna jihad sebagai sebuah wacana yang di hembuskan oleh Barat untuk mengikis semangat jihad kaum Muslim di dunia. Tentu ini sebuah tuduhan yang tidak relevan dan tidak realistis. Karna di dalam Islam sendiri jihad bukanlah sekedar bermakna perang dan angkat senjata, bahkan Hadist masyhur tentang makna jihad yang sebenarnya adalah jihad melawan hawa nafsu. Bahkan ayat-ayat jihad di dalam al-Quran tidak semuanya bermakna angkat senjata. Berikut ini adalah beberapa ayat-ayat tentang jihad yang kadang-kadang di pakai oleh gerakan garis keras sebagai sebuah legitimasi gerakan kekerasan atas nama Islam. Berikut penafsiran ulama yang ternyata tidak sejalan dengan apa yang mereka pahami. 

1.ibn katsir

وقوله: { وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ } أي: بأموالكم وألسنتكم وأنفسكم، كما
 قال تعالى: { اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ }

2.Tafsir Alkassyaf

{ وجاهدوا } أمر بالغزو وبمجاهدة النفس والهوى وهو الجهاد الأكبر

3.tafsir sayyid thanthawi

وهى أنواع ، أعظمها : جهاد أعداء الله - تعالى - من الكفار والمنافقين والظالمين والمبتدعين فى دين الله - تعالى - ما ليس منه .
كذلك من أنواع الجهاد : جهاد النفس الأمارة بالسوء ، وجهاد الشيطان

4.tafsir ibn abbas

وَجَاهِدُوا فِي الله حَقَّ جِهَادِهِ } واعملوا لله حق عمله { هُوَ اجتباكم } اختاركم لدينه { وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ فِي الدين } في أمر الدين { 
مِنْ حَرَجٍ } من ضيق ، يقول من لم يستطع أن يصلي قائماً فليصل قاعداً ومن لم يستطيع أن يصلي مضطجعاً يومىء إيماء

5.tafsir al-Qurthubi

قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَجاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهادِهِ) قِيلَ: عَنَى بِهِ جِهَادَ الْكُفَّارِ. وَقِيلَ: هُوَ إِشَارَةٌ إِلَى امْتِثَالِ جَمِيعِ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ، وَالِانْتِهَاءِ عَنْ كُلِّ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ، أَيْ جَاهِدُوا أَنْفُسَكُمْ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَرُدُّوهَا عَنِ الْهَوَى، وَجَاهِدُوا الشَّيْطَانَ فِي رَدِّ وَسْوَسَتِهِ، وَالظَّلَمَةَ فِي رَدِّ ظُلْمِهِمْ، وَالْكَافِرِينَ فِي رَدِّ كُفْرِهِمْ

6.tafsir al-Alusi

{ وجاهدوا فِى الله } أي لله تعالى أو في سبيله سبحانه ، والجهاد كما قال الراغب استفراغ الوسع في مدافعة العدو وهو ثلاثة أضرب . مجاهدة العدو الظاهر كالكفار . ومجاهدة الشيطان . ومجاهدة النفس وهي أكبر من مجاهدة العدو الظاهرة كما يشعر به ما أخرج البيهقي وغيره عن جابر قال : قدم على رسول الله صلى الله عليه وسلم قوم غزاة فقال : "قدمتم خير مقدم من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر قيل وما الجهاد الأكبر؟ قيل وما الجهاد الأكبر؟ قال : «مجاهدة العبد هواه “

7. tafsir assamarqandi

قوله عز وجل : { وجاهدوا فِى الله حَقَّ جهاده } ، يعني : اعملوا لله عز وجل حق عمله؛ ويقال : جاهدوا في طاعة الله عز وجل وطلب مرضاته؛ وقال الحسن : { حَقَّ جهاده } أن تؤدي جميع ما أمرك الله عز وجل به ، وتجتنب جميع ما نهاك الله عنه ، وأن تترك رغبة الدنيا لرهبة الآخرة

Surah al-Furqon 52

Ayat ini sering di gunakan oleh para pelaku pembrontak yang merasa tidak puas dengan pemerintahanya. Biasanya dilakukan karna sang pemimpin beda aliran sehingga mereka (fundamentalis-radikalis) menggap sang pemimpin kafir dan harus di perangi. Berikut pemahaman ulama mengenai ayat ini. 

Tafsir Al-biqo’i

فلا تطع الكافرين } فيما قصدوا من التفتير عن الدعاء به ، بما يبدونه من المقترحات أو يظهرون لك من المداهنة ، أو من القلق من صادع الإنذار ، ويخيلون أنك لو أقللت منه رجوا أن يوافقوك { وجاهدهم } أي بالدعاء { به } أي القرآن الذي تقدم التحديث عنه في { ولقد صرفناه } [ الفرقان : 5 ] بإبلاغ آياته مبشرة كانت أو منذرة ، والاحتجاج ببراهينه { جهاداً كبيراً* } جامعاً لكل المجاهدات الظاهرة والباطنة ، لأن في ذلك إقبال كثير من الناس إليك واجتماعهم عليك ، فيتقوى أمرك ، ويعظم خطبك ، وتضعف شوكتهم ، وتنكسر سورتهم .

2.tafsir fathul bayan

(فلا تطع الكافرين) فيما يدعونك إليه من اتباع آلهتهم، بل اجتهد في الدعوة واثبت فيها ولا تضجر (وجاهدهم به) أي بالقرآن واتل عليهم ما فيه من القوارع، والنواذر والزواجر والأوامر والنواهي، وقيل الضمير يرجع إلى الله أو الإسلام أو إلى السيف. والأول أولى، وهذه السورة مكية والأمر بالقتال إنما كان بعد الهجرة،

3.tafsir al-Washith

{فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا}:
أَي فلا تطعهم فيما يدعونك إِليه من اتباع آلهتهم وهو دَفْعٌ له - صلى الله عليه وسلم - وللمؤمنين على التشدد معهم والمبالغة في الإِنكار عليهم {وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا}: أَي وجاهدهم بعون الله وتوفيقه، أَو بالقرآن، كما قال ابن عباس، وذلك بتلاوة ما فيه من الحجج والبراهين، والقوارع والزواجر، والمواعظ اللافتة إلى عاقبة الأُمم التي كذبت رُسُلَها لإِظهار عجزهم، وتبصيرهم بسوءِ مصيرهم،

Dari pemaparan ulama-ulama pakar diatas, jelaslah sudah bahwa kata jihad tidak harus bermakna jihad secara fisik sebagaimana di pahami secara mentah dan literal oleh golongan radikalis dalam islam. Penafsiran secara literal tentu sangat beresiko pada pemahaman satu ayat, karna di dalam memahami al-Quran tidak cukup hanya pandai menerjemahkannya, tapi juga di tuntut untuk memahami dengan baik sesuai dengan berbagai syarat yang telah di cetuskan oleh ulama muhtadin.  demikian jelaslah sudah bahwa penafsiran tentang jihad yang di pahami oleh agen-agen garis keras adalah sebuah monopoli kebenaran yang di klaim sepihak oleh mereka. 

Direct point dari pemaparan diatas adalah bahwa : pemahaman agen garis dalam memahami doktrin keagamaan adalah sebuah pemahaman yang subjektif dan penuh dengan bias ideologis. Pemahaman subjektif ini tak lain adalah buah dari sebuah hasil dari kinerja nafsu atau ittiba’ul hawa sebagaimana di jelaskan oleh Habib Abdullah Baharun di dalam ceramah beliau waktu itu. 

Dalam kasus empiris diatas, penulis hanya memaparkan beberapa subjektifitas gerakan kanansentris yang terlihat memonopoli sebuah kebenaran dalam bingkai ideologis. Hal serupa sebenarnya juga di lakukan oleh agen liberal yang berkelindan di cakrawala pemikiran Islam Indonesia. Hal ini insha Allah akan penulis rilis dalam beberapa tulisan selanjutnya.

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq….

*) Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Pontianak, dan Aktivis PMII IAIN Pontianak dan santi Ponpes Al-Jihad Pontianak – 085750895556.


Indonesia Ingin Aman? Belajarlah dari Bumi Suriah (Syam)!

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Kau ingat, awal-awal konflik di Suriah (Syam)? Informasi apa yang kau dapat mengenai Bashar Assad? Lewat media-media yang mengklaim diri sebagai media Islam, Assad disebut sebagai penguasa tiran, anti Islam, kafir, Syiah, membunuhi rakyatnya yang Sunni, lebih dari itu katanya Assad mengaku diri sebagai Tuhan dan memaksa rakyatnya untuk menyembahnya.

Faktanya, Bashar Assad adalah seorang Muslim Sunni. Ia shalat bersedekap, tidak dengan meluruskan tangan sebagaimana Muslim Syiah dan madzhab Maliki. Ia dari kalangan Alawi, yang artinya termasuk habaib. Tidak semua Alawi itu Syiah, sebagaimana habaib di Indonesia, yang mayoritasnya justru Sunni.

Meski berpaham sekuler ia dekat dengan alim ulama. Ia rajin shalat berjamaah. Di mushalla kantor kepresidenan, ia meminta pimpinan atau anggota dewan Mufti Agung Suriah yang menjadi imam shalat sekaligus memberi kultum setiap habis shalat. Ia pendengar ceramah yang khusyuk. Shalat Dzuhur di kantor kepresidenan disiarkan live setiap harinya dan disiarkan di tv-tv nasional.

Lewat ketetapannya, di Suriah tidak boleh ada buku yang dicetak lebih indah dari mushaf al-Quran. Coba cek, kualitas di pasar al-Quran di Mekkah dan Madinah, konon cetakan al-Quran dari Suriahlah yang kualitasnya paling bagus.

Dia juga diantara penguasa Arab yang terdepan membela Palestina. Dia membuka pengungsian buat rakyat Palestina di Kamp Yarmouk, diantara pengungsian terbesar dan terbaik yang menampung pengungsi Palestina. Di Damaskus, dia mengizinkan HAMAS berkantor, dengan biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah.

Sikapnya yang anti AS dan sering mengkritik penguasa Arab yang pro AS tentu sangat merepotkan dan mengusik eksistensi Israel. Untuk menjatuhkannya, ditebarlah fitnah dan berita hoax yang bohongnya tidak ketulungan, dia disebut mengaku diri sebagai Tuhan. Logiskah mengaku Tuhan tapi masih shalat dan menjadi makmum? Logiskah alim ulama Suriah tetap memberi dukungan pada Bashar Assad sementara dia melakukan kekufuran yang nyata?

Dia diklaim membunuhi rakyatnya yang Sunni? mungkinkah membunuhi rakyatnya sendiri hanya karena Sunni sementara rakyat Palestina dipikirkan nasibnya, dibela dan diberi pengungsian yang layak padahal mereka Sunni? Mungkinkah Kepala Mufti Agung Suriah, Perdana Menteri Suriah, Menteri Pertahanan Suriah, Menteri Dalam Negeri Suriah yang kesemuanya Sunni mendiamkan dan membiarkan sang Presiden membantai rakyatnya yang Sunni?

Mungkinkah setelah dibuatkan dan diberi pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bertahun-tahun lantas dibunuhi hanya karena rakyatnya Sunni? Mungkinkah OKI mendiamkan Bashar Assad membunuhi rakyatnya yang Sunni, dengan tetap membiarkan Suriah menjadi anggota OKI dan tidak memberikan kecaman apapun? Fitnah lebih keji dari pembunuhan!

Moammar Qadafi telah menjadi korban dari fitnah, negara yang ditinggalkannya sekarang porak-poranda. Rakyat yang dulu disatukannya sekarang bercerai-berai dan saling berebut kekuasaan. Kekayaan negerinya yang dulu diolahnya sehingga mampu menjadikan Libya disegani dan terkaya di Afrika, sekarang dikuras habis untuk kepentingan korporasi asing. Libya sepeninggalnya, masuk dalam list negara miskin dan terancam bangkrut dengan tingkat keamanan berada di level terendah.

Akankah Suriah menjadi korban selanjutnya, dan kau turut memberi andil di dalamnya? Indonesia harus belajar dewasa dari kejadian ini! (Sumber fb: Jem Blink).

Memilih Pemimpin Non-Muslim, Ustadz Maulana Sesat?

$
0
0

Muslimedianews.com ~ Ustadz Maulana, yang kondang dengan pandu sorak “jamaaah, ooh jamaah” mengungkit isu yang sejak berabad-abad lalu sudah menjadi perkara ikhtilaf di kalangan ulama. Dikabarkan, dia menyatakan memilih pemimpin politik seperti mengangkat pilot yang nothing to do dengan agama. Sontak pernyataannya membuat kalangan yang selama ini meyakini ke-holistik-an Islam (syumûliyyatul Islâm) geram, meminta dia bertobat, dibumbui dengan ancaman-ancaman malapetaka yang akan menimpanya karena melecehkan agama dan menyampaikan pikiran sesat. Bagaimana mendudukkan persoalan ini dan bagaimana tafsir ayat QS. an-Nisa’ ayat 144 dan QS. al-Maidah ayat 51?

Beberapa poin berikut mudah-mudahan dapat membantu memahami masalah, menjernihkan pikiran dan meluruskan sikap:

1. Indonesia bukan negara Islam, yang secara formal menjadikan Islam sebagai dasar negara. Indonesia adalah negara-bangsa (nation-state), yang isinya (buat gampangnya saja) PBNU yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Konsep ini (sekali lagi buat gampangnya saja) disosialisasikan sebagai 4 Pilar oleh almarhum Pak Taufik Kiemas. Hubungan Islam dan politik, agama dan negara, Islam dan nasionalisme telah tuntas dibahas dan diputuskan oleh Nahdlatul Ulama (NU) pada Munas dan Muktamar Situbondo tahun 1983-1984. NU menyatakan NKRI, dengan Pancasila dan Bhinka Tunggal Ika, merupakan bentuk dan capaian final perjuangan umat Islam.

Artinya, tidak perlu lagi berpikir dan memperjuangkan Negara Islam atau Negara Khilafah. Seluruh aspirasi umat Islam harus disampaikan dalam kerangka NKRI. Keputusan ini merupakan ijtihad penting yang memuluskan proses sintesis Islam-nasionalisme, yang di beberapa tempat, gagal dilakukan.

Oleh NU, NKRI disebut sebagai mu’ahadah wathaniyyah (perjanjian nasional) dan wajib bagi setiap Muslim memegangi janji sebagaimana ditegaskan QS. al-Isra’ ayat 34: ‘wa awfû bil ‘ahdi innal ‘ahda kâna masûla’ (penuhilah janji karena janji pasti dimintai pertanggungjawabannya). Keputusan NU adalah ijma’ yang diperoleh dari ijtihad jama’i para ulama NU. Ijma’, sebagaimana disepakati ulama, adalah sumber hukum ketiga setelah al-Quran, as-Sunnah, dan berikutnya Qiyas.


Jadi, jika ada yang menyatakan “Siapa yang mengikuti Pancasila akan binasa” dan “Pancasila tidak ada dalilnya, Khilafah jelas sumbernya,” itu sama halnya menganggap semua ulama NU bodoh, karena bersepakat dalam kebodohan. Ulama NU dianggap tidak tahu dalil karena menerima Pancasila. Padahal, resepsi NU terhadap Pancasila merupakan hasil pergumulan panjang, produk dari adu dalil dalam bahtsul masail yang alot.

2. Konsekuensi dari ijma’ ini adalah menerima dan menjalankan konstitusi sebagai norma yang mengatur kehidupan publik. Aspirasi-aspirasi publik umat Islam, kendatipun mayoritas, harus disampaikan dalam koridor konstitusi dan peraturan turunannya. Publik maksudnya adalah sektor yang mengatur banyak orang, yang majemuk, yang berbhineka, yang tidak dibedakan berdasarkan latar belakang suku, agama, ras dan golongan.

3. Konstitusi kita jelas tidak mendiskriminasi warga negara berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan. Secara politis, siapapun warga negara berhak memilih dan dipilih, apapun agama, keyakinan dan warna kulitnya. Dengan kaca mata ini, pernyataan Ustadz Maulana benar. Muslim di negara Pancasila boleh memilih pemimpin non-Muslim, asal dianggap tidak akan secara nyata menghalangi umat Islam menjalankan ibadah dan ajaran agama. Sejauh tidak menganjurkan kemunkaran dan menghalangi hak umat Islam menjalankan ibadah, umat Islam wajib patuh dan bahkan membela pemerintahan non-Muslim jika ada serangan dari pihak luar. Hal ini sebagaimana diputuskan oleh Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. Rujukannya, waktu itu, kitab Bughyatul Mustarsyidîn, karya Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein Ba’lawi.

4. Lalu bagaimana kita memahami ayat dari QS. an-Nisa ayat 144 dan QS. al-Maidah ayat 51 yang sering dikutip sebagai dalil keharaman memilih pemimpin non-Muslim? QS. an-Nisa' ayat 144 terjemahnya berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin.” QS. al-Maidah ayat 51 terjemahannya berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setiamu, mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.

Terjemahan ini saya kutip dari mushaf terjemahan Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Quran. Ada satu kata yang diterjemahkan secara berbeda, yaitu kata ‘awliyâ.’ Di QS. an-Nisa’ ayat 144 diterjemahkan sebagai pemimpin, di QS. al-Maidah ayat 51 diterjemahkan sebagai teman setia. Awliyâ adalah jamak (bentuk plural) dari kata waly. Menurut Kamus al-Munjid, waly berasal dari kata walâ-yaly-walyan wa wilâyatan artinya 'danâ minhu wa qaruba' (dekat dengan sesuatu). Musytaq dari kata ini adalah kata waly, bentuk pluralnya awliya’, artinya kekasih, teman dekat, penolong, tetangga, dan pengikut. Musytaq dari kata yang sama mawlâ, bentuk pluralnya mawâly, artinya penguasa, tuan, hamba, kekasih, sahabat, dan sekutu. Berbagai kata yang musytaq dari kata waly semua menunjukkan kedekatan, baik sebagai teman, tetangga, sekutu, pembantu maupun pemimpin.

Tentu subjektif sebagai keyakinan penafsir jika kata yang sama diberi penekanan arti yang berbeda, sebagaimana terjemahan di atas: awliya’ diterjemahkan sebagai pemimpin dalam QS. an-Nisa' ayat 144, dan diterjemahkan sebagai teman setia dalam QS. al-Maidah ayat 51. Begitu juga kata mawlâ. Dalam hadits yang sangat terkenal di Ghadir Khum, Rasul bersabda: “man kuntu mawlâhu fa ‘aliyyun mawlâhu” (barangsiapa menjadikan aku sebagai mawla-nya, maka Ali harus juga menjadi mawla-nya).

Orang-orang Syiah mengartikan mawla sebagai sebagai pemimpin politis. Dari pengertian ini muncul konsep imamah yang melekat di Sayyidina Ali Ra. dan keturunannya. Kelompok ekstrem Syiah bahkan menyatakan, imamah hanya melekat pada Ali dan keturunannya, karena itu kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu anhum batal. Bagi tafsir Sunni yang saya ikuti, mawla tidak harus diartikan sebagai pemimpin politis. Mawla berarti sangat luas, yaitu teman, kekasih, dan sahabat yang tidak harus selalu merujuk kepada definisi politis. Dalam doktrin Sunni, kepemimpinan al-Khulafa’ ar-Rasyidun (Abu Bakar, Umat, Utsman, dan Ali ) semua sah dan wajib ditaati.

5. Kembali kepada tafsir QS. an-Nisa’ ayat 144 dan QS. al-Maidah ayat 51, saya tidak banyak menemukan elaborasi penafsiran ayat ini dari kitab-kitab tafsir klasik seperti Tafsir ath-Thabary karya Ibn Jarir ath-Thabary, Tafsir ad-Durr al-Mantsur karya Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Fakhr ar-Razi, Tafsir al-Qurthuby, Tafsir Fath al-Qadir karya asy-Syaukani, dst. Saya temukan elaborasi yang agak panjang justru dari Tafsîr al-Manâr karya Rashed Ridha.

Dalam menafsirkan QS. an-Nisa’ ayat 144, Ridha menghubungkannya dengan QS. al-Maidah ayat 51, yaitu larangan tolong-menolong dengan orang kafir dalam perkara yang menafikan kemaslahatan umat Islam. Menurutnya, larangan berlaku pada kerjasama dan tolong-menolong dengan orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Adapun mengangkat non-Muslim dalam pemerintahan Islam sebagai pelayan/pemimpin (istikhdâm adz-dzimmiyyin fi al-hukûmah al-Islâmiyyah) tidak termasuk dilarang, karena para sahabat dan dinasti-dinasti Islam di zaman Umayyah dan Abbasiyyah juga melakukan hal yang sama (lihat Rashed Ridha, Tafsîr al-Manâr, Beirut: Darul Ma’rifah, 1993 juz 5 hal. 472-73).

Pandangan Ridha ini sejalan dengan putusan para ulama NU pada Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. Sebuah hadits riwayat Muslim menguatkan pandangan ini. Rasul pernah menyuruh pulang seorang kafir yang menawarkan bantuan menjelang perang Badar. Dia dikenal sebagai pria hebat, ahli perang yang gagah berani. Rasul menyatakan: "farji’ falan asta’ina bi musyrikin." Konteksnya adalah perang. Mafhum mukhalafahnya, larangan tidak berlaku dalam situasi damai di luar perang. Jika seorang kafir berlaku baik dan dibutuhkan tenaganya, boleh direkrut sebagai mitra. Ini padangan Imam Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, dan jumhur (lihat Shahîh Muslim bi Syarh an-Nawâwî, Beirut: Dâr ats-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1930, juz 12, hal. 198-99).

6. Saya perkirakan isu yang dilontarkan Ustadz Maulana, yang direaksi sangat keras oleh sebagian kalangan, akan mengalami eskalasi setahun ke depan, menjelang nominasi Ahok sebagai calon gubernur potensial pada pemilukada DKI 2017. Saya pribadi belum tentu mendukung Ahok, tetapi Ahok harus dibela dari perlakukan diskriminasi rasial sesuai amanat konstitusi. Terlahir sebagai seorang etnis keturunan Tionghio adalah takdir yang tidak bisa ditawar Ahok.

Karena itu, jika mau menyerang Ahok, seranglah pilihan kebijakan dan akhlaknya sebagai pejabat publik, bukan takdir primordial yang tidak bisa dipilihnya sendiri. Wallâhu a’lam. (Oleh: M. Kholid Syeirazi).


Makam Pahlawan Hilang, Muhammadiyah: Ziarah Boleh dan Perlu

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Hilangnya makam Pahlawan Nasional Ki Bagus Hadikusumo di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta, membuat kaget banyak pihak. Hal ini baru terungkap setelah tokoh organisasi kemasyarakatan Islam tertua di Indonesia, Muhammadiyah, itu ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada 5 November 2015.

Masalah makam tokoh yang terbengkalai membuat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir bersuara dengan nada prihatin. Dia menyatakan ziarah kubur itu perlu dilakukan sebagai bentuk menghargai tokoh atas jasa-jasanya selama hidupnya. "Ziarah kubur kan sunnah juga, diperbolehkan. Yang tidak boleh mengeramatkan kuburan tersebut," katanya setelah acara refleksi sejarah pahlawan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 10 November 2015.

Haedar lantas bercerita, Nabi Muhammad mengajarkan kalau ziarah kubur ingatlah akan kematian. Itu artinya, menurut dia, ziarah di makam dapat digunakan sebagai cara untuk mengenang atau meneladani perilaku si mati sekaligus mengikuti amalnya. 

Makam Ki Bagus di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta, tak ada bekasnya lagi. Sudah ditumpuk beberapa makam. Bahkan, rencana memindahkan makam ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, menemui kendala karena tak diketahui pasti di mana pusaranya. Beliau diangkat menjadi pahlawan nasional dengan Keputusan Presiden 116/TK Tahun 2015.

Dia mengakui budaya atau tradisi kalangan Muhammadiyah memang tidak mengenali makam tokohnya. “Mungkin saking puritannya." Haedar berpendapat, sebaiknya pemahaman untuk berziarah dibiarkan mengalir tanpa paksaan. "Itu tradisinya tetapi sekarang mulai ada pemahaman bahwa ziarah kubur itu perlu juga," ucap Haedar. Tapi, dia mewanti-wanti agar ziarah jangan membuat orang mengeramatkan orang yang dalam kubur itu, sekalipun kiai.

Namun, dia menerangkan, kalangan Muhammadiyah tahu bahwa Ki Bagus dimakamkan di Yogyakarta. Apalagi, setelah Ki Bagus diangkat menjadi pahlawan nasional. Memang pada umumnya tokoh-tokoh Muhammadiyah dimakamkan di Pakuncen. "Tjokroaminoto juga makamnya di Pakuncen. Mungkin banyak orang juga tidak tahu makam Tjokroaminoto di situ," tutur Haedar. (Sumber: Tempo.co)

Target Utama Wahabi Bukan Syiah, Tapi NU!

$
0
0
Muslimedianews.com ~
Target utamanya bukanlah Syiah yang sebenarnya, tetapi adalah NU keseluruhannya. Indonesia tanpa NU akan mudah sekali mereka kuasai, maka dari itu warga NU sengaja dibuat agar tidak percaya bahkan memusuhi NU itu sendiri.

Tak perlu menggunakan kecerdasan Master Strategi Ngisrael segala jika hanya untuk membaca alur makar mereka.

Pertamakali mereka mencuatkan statemen; "Sufi itu sesat, identik dengan Syiah dan Syiah bukan Islam." Kita tahu di NU terdapat pelindung para pelaku tarekat yang pada reprentasinya adalah tasawuf, di bawah naungan JATMAN. Terakhir racun ideologi mereka ditambah dosisnya dengan perkataan mereka; "Aswaja ahli bid'ah pembuat ajaran baru yang bukan dari Islam yang sesungguhnya." Perkataan ini akan bersayap bahwa Aswaja atau NU keluar dari Islam dan halal darahnya.

Jika Nahdliyyin sepakat bahwa Syiah adalah ajaran yang menyimpang dari ajaran yang mereka terima selama ini, tidak berarti mereka harus memusuhi Syiah dengan cara melempar kotoran kepadanya. Dan andai mereka bertoleransi dengan perbedaan itu, tak perlu juga dengan cara bertasyayyu' sehingga seakan-akan NU dan Syiah adalah sama. Kita telah terajari sekian ratus tahun akan hak utama dan pertama dalam masalah keyakinan. Untuk itu tak perlu Nahdliyyin membenci Syiah sampai menggelapkan pandangan, tak perlu juga membela-bela mereka dengan membabi-buta.

Wahai saudaraku, belajarlah dengan berbagai kejadian di Arab sana, kalian adalah orang-orang yang terlahir dari rahim para ibu yang bijaksana, bacalah:

"Pada 2009, Qatar mengajukan proposal agar Assad melegalkan jalur pipa gas alamnya melintasi Suriah dan Turki untuk menuju Eropa. Bashar Assad menolak proposal ini. Dan pada 2011, ia justru menjalin kerjasama dengan Irak dan Iran untuk membangun jalur pipa ke Timur. Qatar, Saudi dan Turki adalah pihak yang paling sakit hati dan dirugikan oleh keputusan ini. Khayalan mereka untuk mendapat pemasukan milyaran dollar dari ekspor migas buyar seketika. Apa kalian terkejut jika hari ini Saudi, Qatar dan Turki menjadi negara-negara yang paling getol mensponsori dan mempersenjatai para teroris yang hendak menggulingkan Assad?" (Oleh: Kyai Zainal Ma'arif)

NU Target Utama Takfiri 

Syiah sesat, NU sesat, iseng-iseng di Google saya ketik ‘NU sesat’, ada 538.000 tulisan. dan kata kunci ‘Syiah sesat’ ada 544.000 tulisan. Menarik kan? Ternyata hampir sama jumlah kata kunci ‘Syiah sesat’ dan ‘NU sesat’, tuh. Siapakah dalangnya? Kenapa tak hanya Syiah, tapi juga NU juga secara masif (tapi kurang disadari?) disesatkan juga?

Siapa sih sebenarnya target utama penyesatan, pembid’ahan dan gerakan masif takfirisme yang merajalela sekarang ini? Bukan Ahmadiyah, bukan pula Syiah. Tapi tak lain tak bukan adalah NU. Ahmadiyah, kemudian Syiah itu di Indonesia kan secuil, seiprit. Di Indonesia ini tak ada untungnya juga nyerang Syiah sebenarnya. Itu cuman target sekunder saja. Ahmadiyah dan Syiah hanyalah batu loncatan untuk menyerang target utama: NU.

Kenapa menyerang NU? Karena NU-lah (bersama Muhammadiyah) yang menjadi benteng penjaga bangsa ini sejak, bahkan sebelum, kemerdekaan Indonesia. NU hancur, hancur pulalah bangsa ini. Seperti Libya, seperti Suriah, seperti Irak. Lihatlah, sekarang kelompok takfiri ini sudah tak malu-malu lagi menyerang, membid’ah-bid'ahkan dan bahkan menyesatkan amaliah NU seperti tahlil, maulid, shalawat, ziarah, dll itu kan? Bahkan dalam tubuh NU sendiri pun gerakan anti NU (yang wasath, yang moderat dan toleran) mulai bermunculan.

Ketika menyerang Ahmadiyah, mereka mulus-mulus saja, karena Ahmadiyah memang tak punya doktrin ‘melawan’. Tapi ketika target lanjutannya adalah Syiah, di sinilah kelompok takfiri ini kesandung dan nyonyor, karena Syiah bukanlah Ahmadiyah. Syiah mewarisi semangat juang al-Husain. Syiah memiliki Asyura dan Karbala. Syiah adalah orang yang dibesarkan dengan doktrin menjadi petarung dan pejuang, yang tak akan diam dan siap bangkit melawan.

Secara kultural, Syiah dan NU di Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat. “NU adalah Syiah minus Imamah, Syiah adalah NU plus Imamah”, kata Gus Dur. Terlalu nekat kalau langsung menyerang NU, karena itulah Syiah dijadikan batu loncatan. Karena itu bisa dimengerti bahwa NU tak akan hancur kalau Syiah tidak dihancurkan lebih dulu. Syiah-pun tak akan bisa dihancurkan, selama NU tidak dikacaukan terlebih dahulu.

Karena itu, kelompok takfiri ini (bisa di Sunni-Syiah-Wahhabi), tak akan pernah bisa berhasil merobohkan NU selama mereka tak berhasil menstigma Syiah sebagai sesat, kafir, dan bukan Islam. Karena dari situlah mereka mendapat pintu masuk untuk menyerang NU, yaitu dari pintu ajaran, amaliah, dan kultur Syiah yang sama dengan NU (shalawat, syafaat, maulid, haul, ziarah, tahlil, etc). Jangan heran, fitnah pada Syiah begitu massif dan sistematis. Tak hanya dari luar Syiah, bahkan dari dalam Syiah sendiri pun disusupi antek-antek takfiri pemuja Yasir al-Londoni dan Tawhidi al-Australiani itu. (Sumber: Salafynews.com).

Polikus PDIP: Gus Dur Layak Diberi Gelar Pahlawan

$
0
0
Muslimedinaews.com ~ Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur layak diberi gelar pahlawan nasional, Rabu, 11 November 2015. Menurut Masinton, gelar pahlawan layak diberikan bagi mereka yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri untuk bangsa dan negara, termasuk Gus Dur.

"Gus Dur konsisten dari sejak masa muda mengabdikan dirinya untuk perjuangan demokrasi di Indonesia, lalu penegakan hak asasi manusia, dan juga memperjuangkan tegaknya kebinekaan dan pluralisme," kata Masinton, Selasa, 10 November 2015.


Lantas bagaimana dengan Soeharto? Menurut Masinton, masih kontroversial menjadikan Soeharto sebagai pahlawan. Masinton menyebutkan, dari proses menunjukkan Soeharto menjadi kepala negara berlatar belakang polemik peristiwa G30S 1965. Peristiwa 1965 itu membawa serangkaian tragedi pembunuhan 1967. Pada masa itu, terjadi pelanggaran hak asasi manusia serta pembunuhan massal di berbagai daerah, yang sampai sekarang sejarah itu belum terkuak kebenarannya.

Menurut Masinton, periode kepemimpinan Soeharto dari 1965 sampai dengan 1998 tidak hanya diwarnai dengan pelanggaran HAM. Masa Orde Baru itu juga penuh dengan praktek KKN, yang diduga melibatkan Soeharto dan keluarganya terkait dengan Yayasan Supersemar.

Pada Agustus lalu, terdapat putusan atas peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Konstitusi tentang penyitaan aset dari Yayasan Supersemar yang dikelola keluarga Soeharto senilai Rp 4,4 triliun.

"Nah, dari satu kasus aja belum dieksekusi. Lalu, apakah dengan pelurusan sejarah yang belum dilakukan? Lalu persoalan korupsi yang belum diusut," ujar anggota Komisi Hukum DPR ini.

Menurut Masinton, sangat jauh membandingkan kelayakan Gus Dur dan Soeharto untuk diberi gelar pahlawan. Karena dalam konteks sejarah Soeharto, masih banyak hal-hal yang perlu diklarifikasi. "Jadi kalau menyandingkan Gus Dur sama Soeharto itu sangat contrasting. Yang satu memperjuangkan demokrasi, yang satu menolak demokrasi. Yang satu memperjuangkan kemanusiaan, yang satu tidak. Jadi terhadap Gus Dur, kita mengapresiasi agar negara memberikan gelar pahlawan nasional. Kalau Soeharto, nanti dulu" ujar Masinton. (Tempo)

Teks Pidato tentang Pemuda Islam dan Bulan Muharram

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Berikut contoh naskah atau teks pidato berkaitan dengan bulan Muharram dan Pemuda Islam sebagai generasi umat Islam dimasa yang akan datang :

Alhamdulilalahi Rabbil 'alamiin wabihi Nasta’inu ‘ala Umuridunya wa Diin wash shalatu wassalamu ‘ala Asrofil Anbiya-i wal Mursalin, wa ‘ala alihi washakhbihi Ajma'in. Amma ba’du.

Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan yang baik ini kita dapat berkumpul bersama di tempat ini, ber-muwajahah di tempat ini. Tidak lupa juga, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabiyullah, Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabat-sahabatnya, juga kepada para pengikut-pengikutnya yang setia hingga hari akhir. Semoga kita semuanya selaku umatnya kelak mendapatkan syafaat dari beliau SAW. aamiin.

Hadirin wa hadlirat yang kami mulyakan…

Ingatkah kita pada suatu hari di 14 Abad yang lalu ketika Rasulullah saw melakukan perjalanan berat dari Makkah menuju Madinah. Di atas punggung onta, mendaki gunung berbatu, menuruni lembah, dipanggang di bawah ganasnya terik matahari padang pasir. Medan yang berat menjadi tambah berat ketika harus menghindar kejaran kaum kafir Quraisy.

Beliau berjalan dengan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian. Hanya dengan niat dan keyakinan yang teguhlah Rasulullah saw berhasil akhirnya sampai pula di kota Madinah.

Madinah menjadi pelabuhan dakwah Rasulullah saw yang menghantarkan kejayaan Islam. Dari Madinahlah Islam melebarkan sayapnya hingga ke pelosok-penjuru bumi. Ke Asia menembus lautan, mengarungi benua dan menaklukkan Alam. Semua itu Rasulullah saw lakukan demi syiar Islam, hingga kita manusia Nusantara dapat menikmati manisnya iman kepad-Nya. Kita menjadi umat Islam Nusantara yang terbesar diseluruh dunia.

Itulah salah satu hikmah hijrahnya Rasulullah saw. Begitu agungnya hikmah di balik hijrah Rasulullah saw, sehingga Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh bersama-bersepakat dengan para sahabat meng-abadi-kan hijrah Rasulullah saw dalam bentuk penanggalan dalam Islam yaitu yang kita kenal dengan kalender Hijriyah.

Hadirin wa hadlirat yang kami mulyakan…

Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah merupakan peristiwa besar dan bersejarah dalam Islam. Hijrah bukan sekadar pindah alamat dari Makkah ke Madinah, tetapi menjadi penanda awal era baru kaum muslimin karena pada titik perpindahan inilah Nabi Muhammad bersama umat muslimin mampu menerapkan gagasan-gagasan al-Qur’an secara maksimal. Dengan hijrah, Islam telah hadir menjadi faktor penting dalam sejarah. Hijrah bahkan menjadi sebuah langkah yang revolusioner.

Hadirin yang dirahmati Allah..
Tahukah bahwa dibalik kesuksesan hijrah Nabi Muhammad Saw bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah terdapat sosok yang pemuda yang memiliki peranan besar. Dia seorang pemuda yang termasuk salah seorang sahabat Nabi, gagah, tampan,  penampilannya menarik, penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan.

Dia bernama Mush’ab bin Umair, lengkapnya bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.  Sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ،
 وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (Hadits riwayat Imam al-Hakim, disebutkan pula didalam Thabaqatul Kubro li-Ibni Sa’ad).

Mush’ab bin Umar adalah duta Islam pertama yang dikirim ke Yatrib (nama Madinah saat itu). Ia merupakan tokoh di balik hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat.

Sebelum masuk Islam, Mush’ab bin Umair awalnya hidup di lingkungan jahiliyah. Tetapi rasa penasarannya dengan sosok Rasulullah SAW membuat dirinya langsung merespon positif dakwah Rasulullah dengan mendatangi salah satu majelis yang diadakan oleh Rasulullah dengan para sahabat beliau SAW, suatu tempat yang terhindar jauh dari keramaian dan gangguan, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam Bin Abil Arqam. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam, menyatakan keimanannya.

Keislaman Mush’ab tidak lepas dari intimidasi yang dilakukan oleh keluarganya dan kafir Quraish.  Mush’ab pernah ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka. . Ia mengalami penderitaan secara materi, bahkan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.

Hadirin yang dimulyakan Allah …

Mush’ab bin Umair termasuk salah seorang sahabat nabi yang utama. Hingga  Rasulullah memilihnya untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbaiat kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar.

Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Islam. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, pemuda bernama Mush’ab bin Umair berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.

Hadirin yang dimulyakan Allah…

Mush’ab bin Umair juga seorang pemegang bendera Islam didalam peperangan. Mush’ab bin Umar gugur dalam perang Uhud. Saat itu ia juga mendapat tugas memegang bendera perang.

Anak panah berhasil merobohkannya hingga bendera yang dipegangnya pun jatuh.  Kemudian Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Mush’ab gugur sebagai salah seorang syuhada’ pada usia 40 tahun, atau setelah 32 bulan dari peristiwa hijrah Nabi ke Madinah.

Hadirin yang dimulyakan Allah..

Masa muda atau usia remaja merupakan masa dimaa orang-orang mulai mengenal dan merasakan manisnya dunia. Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa. Apalagi bagi mereka yang kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua, mobil yang bagus, uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya.

Tetapi kita sebagai pemuda Islam harus mampu menjadi pemuda yang tangguh, menjadi generasi penerus Islam yang mampu melakukan perubahan, baik pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat, bahkan negara, dari yang sebelumnya tidak baik menjadi baik, bahkan lebih baik.

Sebagaimana Mush’ab bin Umair yang memiliki andil besar dalam peristiwa hijrah, maka kita sebagai generasi Islam wajib pula memiliki andil dalam agama, bangsa dan negara.

Hadirin yang dimulyakan Allah..

Sebelum saya mengakhiri pidato ini, saya ingin berpesan kepada kita semua bahwa dalam sejarah Islam, banyak diwarnai oleh peran pemuda yang gagah berani serta taat kepada agama. Mereka mulai dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang merupakan generasi pertama umat Islam, hingga Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. bangsanya menjadi bangsa yang kuat. Sekian pidato dari saya, mohon maaf bila ada salah atau khilaf. Kesempurnaan hanyalah milik Allah dan kekhilafan ada pada kita semua.

Wallahul Muwaffiq Aqwamith Thariq, Tsummasssalamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wabarakatuh  

Ibnu L' Rabassa

Aklamasi, Nurul Ulfa Pimpin Fatayat NU Sulawesi Selatan

$
0
0
Muslimedianews.com ~ Konferensi Wilayah (Konferwil) Fatayat NU Sulsel ke-XIV menetapkan Nurul Ulfa, S.KM., M.Kes. sebagai Ketua Fatayat NU Sulsel Periode 2015-2020.

Keterpilihan Ulfa telah terlihat pada Pandangan Umum Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang disampaikan masing-masing Pimpinan Cabang. Dari 20 Pimpinan Cabang yang hadir, 19 secara jelas merekomendasikan Ulfa untuk menjadi Ketua Fatayat 5 tahun ke depan.

Dra. Muslimat, M.Hum., Ketua Fatayat NU Sulsel 2010-2015 berharap agar Kepemimpinan Fatayat ke depan lebih baik dan berkonstribusi nyata dalam pembangunan kemandirian Perempuan.

"Selamat Kepada Sahabat Nurul Ulfa, Semoga Fatayat lebih baik dan mampu berkonstribusi terhadap NU, Bangsa dan Negara", Ungkap Muslimat

Nurul Ulfa, Ketua Terpilih mengucapkan terimakasih kepada seluruh Pengurus Cabang Fatayat Kabupaten/Kota yang telah memberikan dukungannya untuk memimpin Fatayat 5 tahun ke depan.

"Insya Allah, Dengan Bersama Kita Bisa membawa Fatayat lebih baik ke depan. Kaderisasi dan penguatan struktur organisasi akan Kita lebih intensifkan 5 tahun akan datang. Mari Kita Bersama-Sama Membesarkan Fatayat!", Ungkap Ulfa yang juga Kepala MA Ponpes MDIA Bontoala Makassar.

Tampak hadir dalam Kegiatan tersebut Senior Fatayat Iriani Saleh Bustami, Aisyah Abbas dan Andi Besse Nurhayati, serta Banser-Ansor NU Sulsel yang mendapatkan intruksi dari Satkorwil Banser-Ansor Sulsel, Abbas Rauf Rani untuk mengamankan Konferwil tersebut.

Kontributor: Rahman H
Foto :Sidang Pleno Konferwil Fatayat NU Sulsel
Viewing all 6981 articles
Browse latest View live


<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>